Tags
2016, adventure, comedy, drama, family, friendship, funny, life, love, mature, relationship, review, spoiler, thought
“You don’t have to be smart to laugh at farts. But you have to be stupid not to.”
Terdampar di pulau terpencil, Hank putus asa. Tali gantungan sudah melilit lehernya. Di detik-detik kritis tersebut, Hank melihat sesosok mayat pria terbawa arus dan tergeletak di tepian pantai. Hank mendekati sang mayat, yang lantas membuatnya mengurungkan niat bunuh diri. Mayat ini ternyata bisa melakukan apa saja. Dia bisa kentut dan jadi jet ski yang dikendarai oleh Hank. Dia bisa menyalakan api dengan jarinya. Dia bisa jadi pompa air. Bisa jadi senjata yang menembak biantang dan memotong kayu-kayu. Terutama, mayat ini sangat ingin tahu tentang kehidupan. Jadi, Hank mulai mengajari si mayat yang actually talks a lot, tentang hidup dan cinta, sembari mereka berdua berusaha untuk keluar dari hutan bersama-sama.
Tidak perlu mengucek mata, kalian enggak salah baca, kok. Karena memang demikianlah cerita film ini. Seaneh itu. Seabsurd itu. Mayat yang separoh hidup kembali dan bisa ngomong. Tidak ada lagi film yang seajaib ini, which is saying something; Ini adalah cerita yang SUNGGUH ORIGINAL. Indeed film ini masukin banyak referensi, yang paling kocak adalah theme Jurassic Park yang ikonik itu, namun kita enggak bakal menemukan film yang bisa kita bandingkan dengan yang satu ini.

Untung bukan ‘angel’ Pulau Banggai yang ditemukan oleh Hank
Arahan film ini sungguh menakjubkan. Pilihan soundtracknya keren dan sama anehnya. Di balik kekonyolan dan childish scenes, Daniel Scheinert dan Dan Kwan benar-benar punya something philosophical yang ingin mereka katakan. Dan mereka enggak nahan-nahan. Mereka kentutkan semua, dengan seaneh mungkin. Film ini begitu mengundang kita untuk turut berpikir tentang kehidupan. Tentu saja semua weirdness tersebut enggak akan berhasil jika film ini tidak diedit dengan wonderful. It’s even feel so unreal to think dalam film ini banyak Dan yang terlibat; kedua sutradara, pun kedua pemainnya dipanggil Dan semua hahaha, like, ulasan ku kali ini akan jadi ulasan yang paling banyak kata ‘dan’ nya. Ada yang mau bantu ngitungin? xD
Malah lebih aneh lagi adalah, lama kelamaan aku mulai menyukai film ini. Ceritanya sangat kocak. Nyaris kayak kartun anak-anak yang sangat ‘dewasa’. Situasi yang dihadapi enggak sepenuhnya realistis. KONYOL TAPI PINTER, enggak kayak film komedi Indonesia yang tembus lima juta penonton. Ada banyak humor hebat di dalam Swiss Army Man. Cerita yang aneh ini dengan cepat akan menjadi semacam psikologikal drama yang membuat kita berjalan di antara “ini ceritanya beneran atau cuma imajinasi si Hank, sih?”. Well, kalo kata Dumbledore sih, kendatipun ternyata cuma terjadi di dalam kepala, kenapa pula itu berarti tidak nyata.
Most of the great humor really worked berkat penampilan dua lead characters. Paul Dano sangat lucu sebagai Hank. He’s fabulous, dia tahu cara memainkan ekspresi earnestness secara straightforward sehingga dia tampak real sebagai seorang yang punya masa lalu yang so hurtful to him sehingga dia melampiaskannya dengan menjadi ‘pembimbing’ yang baik untuk si mayat yang banyak bertanya. Karakter Hank semacam proyeksiin dirinya sebagai ayah yang lebih baik terhadap si mayat. daripada ayahnya sendiri terhadap dirinya. Dan Daniel Radcliffe sebagai Manny si mayat, adalah penampilan terbaik yang pernah aku lihat dari karir filmnya. He is comic gold in this movie. Di Harry Potter, Radcliffe bermain bagus akan tetapi terlihat restricted dan terbatas oleh naskah. Sebagai mayat di film ini dia terlihat sangat hidup. Dead-beat hilarious. Alih-alih annoying, Manny yang polos kayak anak kecil sungguh likeable dan real funny.
Swiss Army Man mengambil hal yang sangat kekanakan; KENTUT, DAN MENGGUNAKANNYA SEBAGAI METAFORA untuk menjelaskan sesuatu yang kita sembunyikan, yang kita tidak ingin orang lain tahu. Menahan kentut diubah sedemikian rupa oleh film ini, you know, kita menahan kentut – kita tidak mau kentut di depan orang lain – bukan semata tidak sopan saja. Dalam Swiss Army Man dijelaskan, ini adalah soal sesuatu yang ingin (atau tidak ingin) kita katakan kepada orang lain. Kita menahan mengungkapkan perasaan atau ide kepada orang yang kita cintai, atau mungkin kepada seseorang yang sangat ingin kita ajak ngobrol untuk kenal lebih dekat, karena kita terlalu takut nanti kita terlihat bodoh. We don’t wanna be ridiculed by our own words. Jadi kita ngumpulin semuanya di dalam diri kita; Berpikir lebih baik ditahan saja, daripada nanti malu-maluin. Kayak kentut. Film ini mengeksplorasi hal tersebut dengan sangat baik sekaligus sangat aneh.

So in a true Swiss Army Man’s fashion I wanna say: “Girl, did I just fart on you again?” 😦
Adegan yang paling aku suka adalah momen ketika Hank dan Manny berbaring di dekat api unggun. Mereka ngobrol soal betapa enggak sabarnya ingin pulang ke rumah. Bisa bertemu lagi dengan orangtua, dengan orang terkasih. Hank menjelaskan kepada Manny hal-hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan di depan orang-orang. Untuk beberapa saat, Manny berbaring mendengarkan Hank yang dengan semangat mengajarinya, “We can’t say that. No, no-no-no-no! Kita tidak pantas berbuat demikian di muka umum,” Kemudian Manny, dengan kepolosan dan omongan yang kaku karena sebagian ototnya masih mati, just like, “Kalo begitu buat apa sih kita susah payah cari jalan pulang ke rumah? That place’s so horrible. We can’t do anything fun there.” Kalimat tersebut sungguh berdering keras di telinga. It was so damn true. Dan kurasa, seperti Hank, kita semua terhenyak, tidak bisa menjawabnya. Kenapa kita tidak bisa jadi diri sendiri? Bersama dengan Hunt for the Wilderpeople (2016), ini adalah film di mana tersesat di hutan adalah kebebasan yang sesungguhnya teramat didambakan oleh tokoh-tokohnya.
Hank terdampar di tempat terpencil yang penuh dengan sampah-sampah. Dari benda-benda sekitarnya itulah, Hank membuat berbagai perkakas. Dia membangun set dan properti segala macam yang ia gunakan untuk menghidupkan kembali ingatan Manny. Bahkan, dia menggunakan Manny yang sudah tidak bisa melakukan hal-hal normal manusia bernyawa. Hank menemukan kegunaan di balik semua sampah. Even himself; Nobody loves him, dia merasa sebagai manusia yang tidak berguna. Namun di hutan pulau tersebut, dia adalah the master craftman.
Sampah itu bukan sesuatu yang tidak berguna. Semua hal pasti ada gunanya. Kita hanya tidak melihatnya. Lihat saja Hank yang berhasil memanfaatkan semua barang bekas di hutan sana. Sampah itu subjektif. Berbeda-beda bagi setiap orang. Sampah adalah sesuatu yang tidak diinginkan (lagi).
Kabarnya, saat penayangan di Cannes Film Festival, banyak penonton yang walk out saking anehnya film ini buat mereka. This movie gets tons of boo. Mereka keluar even before the halfway point. Sungguh mengecewakan, sikap yang sangat merendahkan. Orang harusnya hanya pantas mengomentari sesuatu jika mereka sudah menyaksikan sampai habis. If you don’t finish watching it, or read something, you don’t have rights to say anything about karya tersebut. Janganlah terlalu cepat menilai sesuatu sebagai sampah. Itu tindakan yang subjektif sekali. Dan buat kasus ini, film seberbeda dan seoriginal Swiss Army Man seharusnya kita dukung habis-habisan. Paling enggak tonton dulu sampai habis. Aku jelas akan nonton ini sekali lagi begitu tayang di bioskop. Kenapa film ini harus ‘dibuang’ kaya sampah hanya karena punya suara kentut, hanya karena bukan sekuel ataupun remake ataupun adaptasi ataupun seperti aroma tipe-tipe film yang biasa kita cium?
Salah satu film yang truly berani mengambil resiko. Punya sesuatu yang penting yang ingin dikatakan dan film ini enggak takut untuk mengatakannya dengan cara mereka sendiri; Wonderfully edited, arahan yang luar biasa excellent, musik yang keren, great humor, great-interesting points untuk direnungkan, dengan dua penampilan utama yang real-amazing. Ada banyak cool stuff yang terjadi di sepanjang movie. Namun eventually, saat kita berusaha untuk menghubungkan kejadian-kejadian ceritanya — ending film pun tidak membuatnya jelas – kita enggak yakin cerita, poin, film ini masuk akal.
The Palace of Wisdom gives 8 out of 10 gold stars for SWISS ARMY MAN.
That’s all we have for now.
Remember, in life there are winners
and there are losers.
We? We be the judge.
Chris Stuckmann
LikeLike
Pingback: The Red Turtle Review | MY DIRT SHEET
Aku baru nonton, di menit awal berasa konyol, gak terlalalu lucu sih tapi tetap menarik, eh pas terakhir2, waktu mereka diserang beruang, hank yang kaya berusaha ngelindungi many ane mewek #loh, Ini fim yang keren dan bener saran banget “Nonton Sampai Habis”.
LikeLike
Awal-awalnya “apa banget??!!” yaa ini film ahahaha..
tapi ternyata memang dalem dan termasuk film paling keren tahun ini
LikeLike
keren bagus bener film ini ane bener2 terhibur sampai terharu :’)
LikeLike
benerr.. mestinya tayang di bioskop sini yaa
LikeLike
gak jelas film ini, bingung gw liatnya,
LikeLike
hahaha teraneh deh memang, apalagi endingnya! XD
LikeLike
Pingback: PERSONAL SHOPPER Review | MY DIRT SHEET
intinya itu si Hank rada gila apa gimana? ternyata dia terdampar kan gak jauh dari rumah si wanita.
LikeLike
kayaknya sih begitu, Hanknya gendeng hahaha
LikeLike
baru aja nonton, tapi masih bingun sm endingnya , kirain siwanitanya itu istrinya manny
LikeLike
hahaha taunya bukan kan ya? cewek itu stranger yang diam-diam difoto sama Hank, karena ia jatuh cinta kepadanya cuma malu ngungkapin
LikeLike
terbantu banget sama review ini! awalnya gue sempet mikir dua klai buat nonton, tapi ternyata film paul dano bener2 gaada yang ngecewain. thanks again buat review-nya!
LikeLike
samasamaa…
film paul dano yang keren banget apa lagi ya? pengen nyari tontonan buat mudik nih ahahaha
LikeLike
awalnya tertarik karena liat si Manny nya unik, gatau nya bermakna banget ini film. entah kenapa orang” banyak yang lebih suka film yang hanya hiburan semata.
LikeLike
ahaha setuju, yg unik dan beda itu perlu dikasih kesempatan dan diapresiasi. Sayang masih pada kurang open aja kayaknya; gak ngerti nonton, langsung nyalahin film.
LikeLike
parah sih, ini film KEREN BANGET! Gue emg pecinta film2 aneh kaya gini. Kaya The Lobster, Her, Grand Budapest Hotel, White Bird in a Blizzard, dll. Males nonton yang boxoffice terus. Ceritanya gampang ketebak. Dan gue akui, buat film yg absurd, film Swiss Army Man ini sangat sarat akan makna. Gue suka bgt sm acting Hank dan Manny. Bener2 acting Daniel Radcliffe paling the best!
LikeLike
sayang ya film2 kayak gini gak tayang di bioskop sini
LikeLike
Sepertinya sangat terlambat sih mas aku br nonton film ini sekarang, but hey, better late than never, especially for this film 😀
Menurutku di sini kita melihat Manny berusaha “dihidupkan” lagi oleh Hank, but it turns out Hank juga “dihidupkan” oleh Manny. Manny yg diajarkan hidup melalui kisah hidup Hank, membuat Hank sadar his life actually quite well. Film dg bobot seperti ini mana ada yg punya ide buat dibungkus pake kentut ya wkwk but it actually works! Aku merasa attached dg Manny, dg Hank.
Pas waktu ending sepertinya Ayah Hank senyum seperti memberikan lampu hijau buat anaknya utk “keep being weird” gitu ya kayanya?hehe
LikeLike
efek positif stay at home nih kayaknya? ahahaha
setuju, gak banyak yang berani bikin film kayak gini, dan memang susah untuk ditiru. Kreativitas ‘aneh’ kayak ini jarang banget, dan untungnya di film ini ada pada tangan yang tepat sehingga filmnya tidak konyol melainkan sangat berbobot seperti yang mas bilang
LikeLike
sebenernya ada pesannya ya, cukup touching juga pas scene ngobrol di api unggun. cuman absurd nya kelewat absurd haha
LikeLike
Yang nulis ceritanya sambil mabok kali hihihi.. dapet aja cerita kentut pake mayat XD
LikeLike