HEREDITARY Review

“Free will is an illusion.”

 

 

Mengarungi hidup yang penuh konsekuensi, kita seperti berjalan pada sebuah jalur yang begitu banyak percabangan. Setiap kelokan mengarah ke lebih banyak persimpangan. Jika menemui jalan buntu, kita balik dan mengulang kembali dari bagian mana kita salah mengambil jalan. Kita merasa bersalah, merasa berhasil, kecewa, terutama kita bangga kita punya pilihan. Kita bertanggung jawab terhadap arah yang kita pilih. Ini membuat kita percaya bahwa kita punya kehendak pribadi, bahwa kita mengendalikan sendiri jalan hidup kita – bahkan jika kita percaya pada konsep takdir.

Ada tujuan yang sudah dipilih untuk kita semua, terserah kita lah untuk bagaimana mencapainya. Tapi jika demikian, bukankah itu berarti kita tidak punya kehendak pribadi? Apakah masih bisa disebut kehendak jika sedari awal kita sudah diassign untuk suatu tujuan, untuk suatu rencana? Jalan-jalan bercabang itu, kita hanya menapaki – tidak membuatnya? Apakah free will benar-benar hanyalah ilusi – apakah kita ini tak lebih dari tikus-tikus yang berlarian di dalam labirin yang dibuat oleh seorang ilmuwan gila?

 

Keluarga Graham, dalam kasus film Hereditary, tak ubahnya boneka diorama dalam rumah mini yang dibuat oleh Annie Graham sebagai seorang perancang miniatur bangunan. Film tak bisa lebih tepat lagi dalam mengambil metafora pekerjaannya terhadap apa yang terjadi kepada keluarga. Lewat adegan pembuka yang benar-benar creepy – walaupun tak ada penampakan hantu yang kelihatan – kita diperlihatkan pemandangan ruang kerja yang penuh rumah boneka. Kamera ngezoom ke salah satu ruangan, like, kita dibawa masuk ke kamar, untuk kemudian kamarnya ternyata berisi orang beneran, dan kita bertemu dengan anak tertua dan suami Annie; Peter yang masih remaja dan Steve yang tampak penuh pikiran. Dengan segera kita kenalan sama sisa anggota keluarga yang lain, ada si bungsu Charlie; anak cewek ini tampak kayak orang tua dengan lingkaran mata yang mencekung. Dan tentu saja Annie sendiri. Mereka tengah bersiap mengurusi acara pemakaman nenek yang baru saja meninggal. Toh, Annie mengakui dia tidak betulan merasa sedih, karena ia tak pernah dekat dengan sosok sang ibu. Karena sang ibu punya sifat yang tak bisa ditebak dan semacam ‘pengaruh’ buruk. Garis keluarga Annie dipenuhi oleh penyakit-penyakit kejiwaan yang berujung pada kematian ganjil. Namun ‘warisan’ itu tetap tak bisa diputus, ia tetap diturunkan. Annie mulai merasakan penampakan yang tak biasa, anggota keluarga yang lain juga mulai kena imbasnya. Satu tragedi kembali terjadi, kita akan menyaksikan keluarga ini satu persatu terjatuh ke dalam jurang  kegilaan. Turunan darah memang tak bisa ditolak. Either that, atau memang keluarga ini adalah keluarga boneka yang tak punya kendali atas nasib sendiri, mereka hanya ada untuk dimainkan oleh seorang dalang dalam sebuah rencana mengerikan yang besar.

“D-O-L-L-H-O-U-S-E I see things that nobody else sees”

 

Dari adegan pembuka tadi, kita bisa segera tahu bahwa film ini ditangani oleh pembuat film yang benar-benar punya passion dan peduli sama cerita yang ia punya. Ari Aster baru  tiga-puluh-satu tahun, dan ini malahan ‘baru’ film pertamanya. Ini debutnya sebagai sutradara film panjang.Aku yakin tidak ada pecinta film yang tidak terinspirasi oleh fakta ini. I want to be just like him; berani bikin film yang berbobot dan penuh passion. Namanya juga sama-sama Ari. Ngomongin soal free will? Yea kupikir sutradara ini baru saja membuktikan setidaknya ia berjuang untuk mewujudkan kehendaknya.

Tidak ada horror mainstream yang diolah penuh jiwa seperti Hereditary. I mean, beginilah Pengabdi Setan (2017) semestinya dibuat. Kedua film ini punya tema yang sama, ada sangkut pautnya dengan cult alias sekte terlarang. Hereditary, bedanya, berani untuk mengambil akhir yang definitive. Ceritanya tersimpulkan dengan arc tokoh-tokoh dibuat melingkar menutup. Misteri dan mitos seputar sektenya pun benar-benar dibangun. Film ini membuat kita takut pada apa yang terjadi pada tokoh-tokohnya, bukan hanya sekedar takut kepada sosok hantunya. Hereditary menggarap dengan berani dan penuh jiwa seni, dengan tidak mengorbankan keutuhan. Semuanya bekerja sama membentuk sebuah tontonan yang aku gak nyesel membayar harga weekend. Malahan aku pengen nonton lagi meskipun nanti harganya naik lagi menjadi dua kali lipat.

Hereditary paham tidak mesti bergantung kepada penampakan dan hantu yang nyeremin. Tentu, film ini punya unsur supranatural yang kental. Penampakan di tempat gelap, suara-suara yang seolah berasal dari sebelah kita, imaji yang bikin bulu kuduk berdiri, hal-hal ganjil, juga darah dan potongan kepala yang menggelinding – bahkan nekat di-close up untuk nyaris satu menit. Tapi Ari Aster adalah orang yang mengerti gimana cara kerja imajinasi. Apa yang tidak kita lihat akan berkali lipat jauh lebih menyeramkan, karena film ini membiarkan kita untuk menyipitkan mata memandang latar yang diblur ataupun bayangan di pojok wide shot dan menerjemahkan sendiri di dalam kepala apa yang sedang kita lihat. Tak jarang pula kita melakukan hal tersebut dengan menahan napas, siap-siap dikagetkan dengan musik keras. Setiap adegan seramnya dirancang untuk membendung ketakutan dan jerit kita, tapi film tidak membiarkan kita segampang itu untuk melepaskannya. Film dengan kejam menahan ketakutan, kewaspadaan, antisipasi kita sampai akhir banget. Bahkan ketika film usai pun, kita akan masih terus terbawa cemas dan masih terguncang oleh ceritanya.

Aku tak pernah menyangka bunyi “Klok” bisa membuat permen karetku tertelan

 

Bicara horor, berarti kita membicarakan hal yang subjektif. Beberapa hal yang menakutkan bagi orang lain, bisa saja menggemaskan bagi kita, atau sebaliknya. Kecuali kecoak. Boleh saja kalau kalian termasuk orang yang lebih takut sama jumpscare, penampakan yang ngagetin, kalian lebih suka nonton horor yang actually setannya muncul gamblang di depan kamera disertai musik menggetarkan sukma gendang telinga (gendang telinga ada sukmanya gak sih, hahaha) jadi kalian bisa menebak dan teriak barengan teman-teman. Atau mungkin kalian lebih suka nonton horor yang seperti Hereditary, di mana kita akan jarang-jarang melihat hantu, kalian lebih suka merasakan nuansa mencekam yang ditimbulkan, seperti pada Hereditary ini kita akan merasakan kepowerlessan para tokohnya yang semakin retak hubungan dalam upaya berurusan dengan peristiwa mengerikan  yang menimpa mereka. Poinnya adalah, Hereditary bisa saja tidak terasa semenyeramkan itu buat sebagian orang. Apalagi film ini mempercayakan hatinya kepada drama dan tidak segampang itu menghamparkan misteri. Banyak misdirection di babak kedua yang membuat kita tak pasti film ini bergerak ke arah mana, hasil akhirnya tetap dibuat tersembunyi di dalam kabut. Kita dibuat tak tahu harus mengharapkan apa.

Meskipun jika ternyata buat kalian film ini kurang seram, aku yakin kita semua bisa terkonek dengan apa yang dialami oleh para tokoh. Karena pada drama tragedi keluargalah sebenarnya letak hati film ini. Pada kejadian yang benar-benar bisa terjadi pada kita di dunia nyata. Ada istri yang begitu terguncang dan takut akan masa lalu keluarganya, dia ingin lari dan membawa orang-orang tersayangnya jauh-jauh dari masa lalu itu, tapi pada akhirnya dia malah melukai orang-orang yang cintai. Ada bapak yang berusaha tetap tegar (dan waras) karena dia tahu dia adalah kepala keluarga dan keselamatan keluarga bergantung di pundaknya. Ada anak yang menyaksikan perbuatannya berujung pada suatu musibah sehingga ia tidak tahu harus menyalahkan siapa. Rasa bersalah dan tanggung jawab seperti yang mereka alami tentu saja juga kita rasakan. Menyadari kita tidak benar-benar punya kontrol atasnya sejujurnya adalah hal yang begitu menyeramkan buatku.

Tidak banyak dari kita yang mau begitu saja mengakui apa yang sudah kita lakukan. Mencari yang bisa dipersalahkan adalah langkah yang lebih mudah.

 

 

Dari awal sampai akhir film menyerang kita dengan gambar-gambar dan efek suara yang mengerikan. Penampilan akting yang luar biasalah yang bakal membimbing kita melewati semua itu. Alex Wolff menunjukkan determinasinya dengan membenturkan hidungnya ke meja dalam sebuah adegan yang buatku keren; Peter mengambil alih kendali dalam kelas yang sama ketika dia belajar tentang manusia arogan lantaran masih berusaha meski sudah melihat tanda-tanda yang sudah digariskan. Aktor cilik Milly Saphiro benar-benar sold her role sebagai Charlie, bocah yang disturbing. Dan dia melakukan itu dengan peran yang tak banyak berkata-kata. Permainan ekspresi dan gestur yang menakjubkan. Ultimately, aku berharap Oscar kembali berani untuk mengapresiasi film horor karena penampilan Toni Collette sebagai Annie sungguh akan sia-sia jika tidak diganjar penghargaan. Dia ditantang untuk melakukan banyak emosi dalam satu adegan, dan sesungguhnya jika ini dilakukan ngasal maka Annie akan jadi over-the-top. Toni berhasil menemukan titik seimbang dalam permainan perannya, dia melakukan perubahan dari normal menjadi ‘orang gila’ dengan sangat fenomenal. Dua babak terakhir benar-benar total ia mainkan sebagai ibu yang sudah melewati batas kesabaran, break down karakternya sangat mengagumkan.

Toni membuat karakternya menjadi begitu menarik sehingga ketika dia hanya bicara tentang eksposisi, kita dibuat enggak bosan. Paparan cerita, dialog yang menjelaskan backstory dan misteri, nyaris merupakan aspek yang tidak bisa dihindari dalam film horor. Dalam Hereditary, begitu Annie mulai cerita tentang apa yang terjadi kepada keluarga ibunya di masa lalu, aku tidak menguap, aku mendengarkan dengan tekun, sebab film sudah mengset karakter ini dengan amat baik. Aku peduli padanya, aku ingin tahu apa yang sudah terjadi kepadanya. Dan begitulah salah satu cara menceritakan elemen eksposisi yang benar; buat peduli dulu kepada tokoh yang menceritakannya, bikin ia layak untuk didengarkan.

 

 

 

 

Enggak gampang menemukan formula yang seimbang antara tontonan mainstream dan konsumsi festival. Salah satu horor terbaik tahun ini, ia adalah contoh langka yang berhasil melakukannya. Dia bermain di lingkungan trope-trope mainstream, ada penampakan dan sekte, dan aspek-aspek lain yang sudah pernah diangkat oleh film-film lain. Penanganannya yang penuh passion dan idealisme lah yang membuat film ini stand out. Treatment yang artsy, yang tidak pernah kita lihat sebelumnya. Tragedi keluarga yang diolah menjadi drama yang dapat direlasikan oleh banyak orang yang menjadi pusat film, membuatnya juga kokoh sebagai film art house. Karena horor yang kita dapat di dalamnya sungguh bisa balik terjadi kepada keluarga kita. Inilah yang membuatnya menjadi menyeramkan, karena begitu kejadian kita tahu kita tidak akan bisa lari darinya.
The Palace of Wisdom gives 8.5 gold stars out of 10 for HEREDITARY.

 

 

That’s all we have for now.
Mengenai apa yang sebenarnya terjadi kepada keluarga Graham, tentu saja aku punya teori. Tapi aku tidak ingin merusak pengalaman kalian menemukan sendiri teori ataupun menghalangi kalian yang ingin memberanikan diri menontonnya. Jadi, aku tidak menuliskannya di review. Kalo kalian mau diskusi, kita bisa melakukannya di kolom komen.

 

Remember, in life there are winners.
And there are losers.

 

 

 

We?
We got PIALA MAYA for BLOG KRITIK FILM TERPILIH 2017

Comments

  1. kulaparmata says:

    Monmaap sy ga bisa ga ngakak dan nyanyi “spider-mom..spider-mom” di act terakhir.
    ANCURRRR
    I love how it feels like classic horror movies; yg ga rely on cheap-effects, adding another good horror films for this year’s list (setelah kena Annihilation, A Quite Place, Ghost Stories, dll)
    Paemon back story -klo kita research dikit- bikin nilai film ini nambah. Urgggh…pengen banget liat versi yg 3 jam, soalnya dengan build-up dan perkembangan awal mpe tengah saik bgt, endingnya rada kacau setitik (setitik aja, gosah banyak2, luber tar) Ga merusak bgt, so it’s olrait.
    Best part? TIANG LAMPU (yg udah ditempelin jimat2 sekte)
    oh dan musik di final; berasa balik bocah, nton film2 horor jadul yg ga jelas setannya dimana, tapi efek seremnya linger for days huahahaha…

    • arya says:

      hahahaha kalo aku malah ngakak di akhir karena Paimon itu kayak terdenger “payment, payment” hihihi setannya minta dibayar

      beneran ada kan ya setan Paemon ini? ngeri..
      feelnya kayak Rosemary Baby sih, tokohnya gak nyadar sedang terlibat konspirasi cult..

      aku sempet bingung juga di ending, itu mayat siapa yang mana, soalnya udah gak ada kepalanya semua xD

      • Firman says:

        Kayaknya mayat yg udah menghitam itu Charlie ya, bukan si nenek. Soalnya warna kulitnya sama kaya kepalanya si charlie

        • arya says:

          yang di attic mereka itu? tapi badannya gede, gak kayak anak-anak… tapi gak kayak nenek-nenek juga ahahaha..

          terus kepala yang pake mahkota di dalam rumah pohon itu kepalanya si Charlie ya? aahh bingung ngenalin mayat-mayatnya xD

      • Kulaparmata says:

        Yg di akhir nyembah tuh badan nenek & emak. Mayat si babe ma anjing ditinggal.
        Brti yg di attic badan neneknya. Kepala di patung tuh pala Charlie, lengkap dg pose pas dia mati/pose abangnya pas banting muka ke meja.

        • arya says:

          mantep, case closed berarti.. make sense karena cult mereka dari garis keturunan ibunya, jadi ayah mereka tak dinilai lebih dari mayat anjing; tak diikutsertakan dalam ritual

  2. Aaron says:

    Film yang gila meskipun aku setuju film ini mengambil resiko dan tidak bermain aman. Banyak makna tersirat yang tidak dijelaskan secara gamblang.

  3. Aaron says:

    Simbol-simbol itu entah asli atau mitos? Yang menjadi pertanyaan adalah kalau keluarga itu memang diincar dan dikutuk dari awal, yang mengobrak-abrik kamar nenek dan membuat simbol itu siapa? Apakah si Ibu sleepwalking dan melakukan itu? Gw pikir pada akhirnya si Ibu akan membebaskan keluarganya dari unseen forces.

    • arya says:

      keluarga itu sudah diincar, atau mungkin lebih tepatnya sedari awal sudah dipersiapkan sebagai host Paimon yang bakal diturunkan dari neneknya, yang jadi leader cult. Semua orang-orang tua di film itu tampaknya anggota dari cult

  4. zapufaa says:

    JADI BERAPA RATTINGNYA? Hahaha lihat traillernya sih kayanya worth it bangeeet. Kayanyanya aku perlu nonton ini sebagai obat setelah kmrn tertipu jailangkung 2 dan kuntilanak yg gada serem sremnya :((

    Oya kak, kamu nonton ini…. Sendiri? Haha

    • arya says:

      Good question, good question… ceritanya sama-sama disturbing, Anya Taylor-Joy dan Toni Collette sama-sama mantep penampilannya.. Hereditary terasa lebih fresh sih, pengambilan gambar sama kejadian2nya lebih ‘meriah’, pengalaman nontonnya pun lebih seru tapi kupikir itu karena aku gak nonton The Witch di bioskop – nontonnya donlot, jadi agak sedikit timpang experiencenya kalo mau dibandingkan.

      Teoriku adalah Paimon itu udah turun temurun ada di keluarga Annie, saat nenek mati setan itu diturunkan ke Charlie, tapi kemudian Paimonnya pengen masuk ke Peter karena dari buku yang ditemukan Annie disebut Paimon lebih suka host laki-laki, jadi semua kejadian diawali dengan Charlie mati itu udah settingan Paimon dan anggota cult yang lain

      • Angga says:

        Klo saya mikirnya gini. Sedikit disangkutpautin sama pengabdi setan sih.

        Jadi memang Paimon itu minta ‘wadah’ laki-laki. Nah ketika Annie hamil Peter, neneknya bersikeras pertahanin karena itu adalah wadah yg sempurna. Namun, karena ‘kecelakaan’ jadi Annie hamil lagi, otomatis Peter gak bisa dijadiin wadah lagi (di Pengabdi Setan, wadah cuma bisa diambil dari anak terakhir dg umur 7 tahun). Otomatis, Charlie jadi wadah yg baru. Oleh sebab itu neneknya memperlakukan Charlie sebagai anak laki-laki.

        Saat Charlie sudah menjadi wadah, ada insiden yg menyebabkan wadah itu rusak (Charlie meninggal), maka anggota sekte yg ada (Joan) harus mencari wadah lagi (yg mana itu Peter). Makanya kan ada dialog ‘memperbaiki wadah yg sebelumnya’. Jadi alasan Peter jadi wadah karena harus bertanggung jawab karena udah ngerusak wadah sebelumnya + dia memang dari garis keturunan si nenek.

        Teoriku begitu sih.
        #cmiiw

        • arya says:

          Maksudnya si Peter sempet udah dimasukin Paimon waktu dia kecil terus kemudian pindah karena Charlie lahir, begitu? Bisa juga.. Yang perlu diingat adalah film ngehighlight hubungan antara nenek, Annie, dan Peter. Annie ngelarang nenek dekat-dekat Peter, sampai-sampai bawah sadarnya mikir lebih baik membakar daripada harus ‘diambil’ sama si nenek.

          Mengenai kematian Charlie, sepertinya hal tersebut sudah diatur oleh Paimon – kematian anak ini harus memperlemah mental Peter sekaligus ibu yang selama ini menjaga dengan caranya sendiri. Terlihat dari konteks film ini yang mana keluarga Annie basically boneka di rumah boneka yang dimainkan oleh orang, juga gejala yang dialami Charlie sebelum dia mati, sama dengan gejala yang dialami Peter sebelum kerasukan: tenggorokan mereka serasa membesar

  5. Raissa says:

    Udah nonton ini dari kemarin jumat,tapi masih kepikiran sampe sekarang:( ini film bikin deg2an sepanjang film emang xD musiknya itu loooh, bikin deg2an ga jelas….

  6. zulk4rn41n says:

    Jadi pengen nonton. Suasana film ini kayaknya bakal mirip sama film Get Out. Meski bukan film horor, tapi sepenjang film Get Out diputar, bawaannya selalu antara gelisah dan mencekam.

  7. Amry Roy says:

    baru nonton kemaren, gila sih nih film. scorenya itu loh slalu bikin gelisah. teknik zoom and freeze nya juga bikin kesel sendiri :’) apalagi suara kloknya bikin parno!

    • arya says:

      sumpah, itu suara kloknya…

      bagian Peter abis nabrak juga keren, apalagi pas dia masuk kamar dan paginya mukanya dizoom ngeliatin dia lagi takut-takut nunggu reaksi mamanya di bawah

  8. syifa says:

    Udah nonton! Sakit ni film gilaaak! Sepanjang film keseringan nahan nafas, keluar bioskop langsung pusing.

    Walau ceritanya sederhana dan diawal scene, pas Annie buka surat ibunya, aku udah ngebatin “ni si nenek pasti ikutan sekte”. Sepanjang film tetep terkejut dengan scene2 yg disuguhkan.

    Moment paling WOW adalah pas sebelum Charlie meninggal, dia mengalami gejala dimana tenggorokannya terasa membesar. Sejurus langsung ngeh ‘shite! di cake yg dia makan ada kacang!’ Lalu langsung teringat kata2 Bapaknya Charlie di pemakaman neneknya dia bilang “di cokelatmu ngga ada kacangnya kan?”, terus scene pas Peter dan Charlie baru nyampe pesta ada cewek di dapur yg lagi motong2 kacang :’)

    Sejak scene itu lah, aku nonton film ini dengan amat sangat seksama, karena dialog dan detail sekecil apapun pasti nyambung ke scene berikutnya. Keren.

    • arya says:

      ohiya, aku lupa soal coklat dan kacang itu.. jadi tenggorokan membesar itu gegara efek makan kacang? berarti jangan-jangan ada orang sekte di pesta teman si Peter… hii, makin dibahas makin ngeri nih film xD

  9. pujadamayani says:

    Nama iblisnya entah kenapa terdengar kurang elegan Paimon, saya kira Palmon, salah satu karakter Digimon, mungkin saya yang kurang literatur tentang sejarah paganisme di Amerika, tapi penasaran apakah emang Paimon semacam valak juga beberapa Iblis kuat yang ditakuti disana, ini saya ngga ngerti. Wallahualam.

    Terus si Paimon ini hanya mengincar tubuh perempuan atau laki2? Karena kalau dilihat dari silsilah neneknya yang jadi Ratu? Masih terbayang2 adegan difilm.

    • arya says:

      iya, katanya Paimon itu beneran ada, tapi bukan digimon ahahaha.. di film disebutin kalo dia salah satu dari 8 raja neraka ya, hii.. jangan sampe masing-masingnya dibikin film deh, ntar jadi Hereditary universe pulak xD

      Ngincar host cowok, yang dari garis darah keluarga ibunya.. makanya si bapak dicuekin, mayatnya pun gak dipakek ritual

  10. pujadamayani says:

    Yang masih jadi pertanyaan?
    Bapaknya kenapa ikutan dibunuh (dibakar) kan bapaknya ngga ada sangkut pautnya sama sekte sesat ini?
    Terus pas adegan Annie motong kepala sendiri apakah itu dia udah di rasuki sama si Paimon? Adegan ter creepy pas Ibunya merangkak di langit-langit dan jedot-jedot kepala, ibunya melayang dibelakang Peter dan pas udah jadi kepala buntung seram amat tapi seru, hahaha pengen rasanya diulang2 adegan itu.

    • arya says:

      Sebenarnya adegan bapak kebakar itu konteksnya nunjukin bahwa si Annie gak punya kendali atas apa yang terjadi; sebelumnya pas dia bakar buku, dirinya lah yang terbakar, ini ngebuild teori dalam dirinya – bahwa dia pikir dia mengerti ‘aturan main’ si setan dan dia punya cara mengalahkannya yakni dengan mengorbankan dirinya sendiri. Tapi ternyata enggak, kali berikutnya dia bakar buku, malah suaminya yang kebakar. Dalam naskah tiga-babak, adegan bapak terbakar tersebut termasuk bagian dari sekuen ‘false resolution’

      Adegan Annie motong kepala sendiri itu udah kelanjutan dari dia benar-benar lost control akan dirinya, dia udah dirasuki oleh Paimon. Salut juga bioskop sini gak nyensor bagian itu yaa, hahahaa, padahal creepy abis

  11. tirta says:

    film ini bener-bener nggak waras! film ini tahu betul gimana cara menyiksa penonton secara perlahan dengan adegan-adegan depresif yang ditampilkan dengan sangat apik. saya sebagai orang yang nggak gampang takut nonton film horor pun dibikin ngeri sendiri sama ketegangan-ketegangan yang lambat dan merangkak.. Adegan kematian Charlie bener-bener nusuk banget, bahkan saya seolah-olah ikut depresi selama beberapa menit setelanya, hingga akhir film. cuma apa saya doang yang berpikir kalau bagian akhir itu adalah bagian paling indah dari film ini? yah, adegan yang membuat saya berbicara pada diri saya sendiri “it’s finally over” dengan diiringi musik yang ‘berbeda’ dari yang disugukan pada bagian awal hingga mendekati akhir film, lalu mulai mempertanyakan; “Bagaimana dengan Peter? peter yang sebenarnya.”

    • arya says:

      Aku gak berani ngunyah permen karetku sampai Annie berhenti teriak-teriak pas tahu Charlie mati. Keren banget cara film nuntasin bagian ini; Peter lunglai jalan ke kasurnya, gak berani menghadapi kenyataan, paginya dia pasang telinga mengantisipasi ibunya mengonfirmasi kejadian tadi malam – aku bisa ngerasain si Peter dalam hati berharap semua cuma mimpi dan ternyata enggak, itu pasti pedih dan nakutin banget buat Peter.

      Hahaha iya, in some way, film ini happy ending; kita lega perjuangan sia-sia keluarga ini berakhir, si nenek dan Paimon pun mendapatkan apa yang diinginkan, film yang sangat gelap yaa karena tentu saja dari sudut pandang Peter, dia kalah

  12. pujadamayani says:

    Kematian Charlie sungguh bagian yang amat sangat mengerikan dan trauma berkepanjangan keingat selalu sampai rumah saya terus ngaji deh biar tenang.

    Emang karakter Charlie agak creepy begitu, tapi kalau dipikir dia hanya kecil dan tidak seharusnya kematiannya tragis begitu, ah suka2 sutradara tapi ya? Hahaha

    Dan satu-satunya orang yang paling normal dirumah pun. Si Bapak harus merenggang nyawa untuk si Iblis yang notabene ngga ada salah apa-apa semacam ngga adil, film ini di satu sisi bikin kesal masak semua kalah sama kekuatan Jahat, tak ada kebaikan yang mampu melawan kejahatan di film ini, kesal. Si Nenek biang kerok dari semua ini. Pas ending Peter udah dikuasai Paimon ya. Jadi sisi kebaikan si Peter hilang tak bersisa. Makin sedih.

    • arya says:

      Hikmah gedenya adalah janganlah kita jadi pengabdi setan, karena keluarga bahkan orang tak berdosa pun akan ikut kena jadi tumbalnya. Enggak akan ada yang selamat, enggak bakal ada positif-positifnya – kecuali ke si setan. Makanya mengabdi sajalah kepada yang baik-baik. Kepada mantan, misalnya xD

  13. arya says:

    beruntung dong, kalo gitu ahahaha

    iya ya, apa ya, kekayaan tujuh turunan kali.. rumah mereka gede kan, status sosial si nenek pun tinggi

  14. arya says:

    Seenggaknya Charlie yang paling painless matinya, hanya sedetik – bletak – isdet hhaha

    Kalo dipikir-pikir, kita yang nonton juga dibikin kayak keluarga ini ya; kita nyangka bakal happy ending, taunya happy ending buat si Paimon dan cult doang. Amiin, kalo Oscar kembali berpikiran terbuka, film ini mestinya bisa masuk. Toni Collette nya deh, lebih mantep dari yang pas dia di The Sixth Sense

    • pujadamayani says:

      Agak malas sama panitia Oscar dalam beberapa tahun ini, yang diperhatikan film LGBT mulu mereka lagi kampanye LGBT via Oscar. Semoga aja Oscar memperhatikan film2 model ginian lagi.

      • arya says:

        iya selalu ada agenda… tapi tahun ini The Shape of Water yang menang; sci-fi pertama yang menang Best Picture, jadi sepertinya masih ada harapan buat nominasi, mereka masih lirik film-film ‘genre’.. kayak Get Out; horor masuk nom, tapi ya karena sesuai dengan iklim isu sosial terkini. Moonlight memang bagus sih filmmakingnya, pas santernya LGBT pula — right place in a right time

  15. AG says:

    Harus diakui ini film emg bagus, dan cukup mengobati kekangenan akan film horror berkualitas, awalnya gw mikir ending film ini bakal kyk shutter island, yg penonton kebawa sama karakter si leonardo di caprio yg teryata Gila, eh ternyata endingnya beda jauh ya, semua gegara si nenek dan paimon itu.

    Yg gw heran kenapa kepala si nenek dan ibu bisa ilang ya? Pas lagi nyembah dewa paimon itu?
    Filmnya ari aster selain ini ada lagi ga bang??

    • arya says:

      Dipakai buat ritual lain mungkin kepala mereka..

      Belum ada loh, Hereditary baru film panjang pertamanya, biasanya Ari Aster nyutradarain film pendek. Hebat banget ya

  16. surya says:

    Saya telat lari ke bioskop buat lihat ni pilm horor, fyi sebagai orang yang penakut banget sm horor, gua cari cari blog blog yang mau kasih spoiler gimana cerita nie film, until i found your page, 😀 fixed gua akan baca aja ni comment sampai tamat, gini aja gua dah takut , jd memang lebih baik sy ga liat ni pilm dr pd jantungan

    • arya says:

      temenku ada yang sampe mual nonton adegan-adegan di film ini, haha iya sih horornya bisa sedikit too much terutama buat yang kurang ‘berani’ sama film horor.. thanks sudah beranikan diri mencari tahu dan membaca, tapi tulisanku belum ada apa-apanya dibanding filmnya, beneran.. akan lebih asik kalo mas tonton langsung… sendirian.. hihihi

      😀

    • Miaw says:

      YES ADA TEMENNYA! hahaha, samaa daku penakut tapi selalu tertarik sama dengan film yang ber-plot twist dan cerita film horor berkualitas karena penasaran dengan motivasinya “kenapa dia begini kenapa bisa begitu”. Dan klo emang ga berani nonton akan selalu cari plot twist cerita lewat potongan-potongan spoiler hehe…

      Hobi nonton bioskop sendiri tapi pantang nonton film sendiri khusus horor, slasher, gore dan thriller.

  17. Amerbayu says:

    Ehmmm aku baru sempetin nonton film ini, ya hasil download-an sih emg. Abis jadwal padat bro. Untuk sutradara baru dan film panjang pertamanya, aku pikir bintang 5 banget ni film. Bagi aku film ini hampir aja selevel sama film mistery favorit aku punya david vilvenuev yg judulnya enemy.

    • arya says:

      waah aku juga suka ama Enemy, melipat otak banget! hahaha.. semoga Ari Aster semakin semangat bikin film, supaya kita bisa terus dapet horor2 keren kayak Hereditary ini yaa

  18. zaki says:

    nanya dong?? di akhir film, itu peter atau “peter”?? kok dipanggil charlie ya sama anggota cult? kalo dia “peter”, peter asli kapan matinya?

        • arya says:

          Charlie mulai dijangkiti Paimon sudah dimulai sejak sebelum cerita film ini kita lihat. Dia motong kepala burung itu sebenarnya udah kerjaan si Paimon ngambil alih dirinya.. Paimon mulai ngejar Peter setelah Charlie mati. Namun perlawanan Peter lebih sengit. Waktu di kelas, dia hampir dikuasai, tapi Peter melawan dengan menggebrak kepalanya ke meja. Peter kalah pas dia gak sadarkan diri jatuh dari lantai atas rumah, Paimon jadi leluasa menguasainya.

  19. Vivi says:

    Menurut aku, dari awal Charlie udah creepy banget. Waktu ada burung jatuh terus charlie ke tempat burung itu jatuh dan motong kepala si burung. dan waktu charlie mati dengan kepala yang putus, aku langsung keinget sama kepala burung yang dia potong. aku jadi mikir apa si charlie jg dr awal tau tentang sekte si nenek. dan si charlie udah diajari neneknya yang sesat? soalnya kan si nenek dr kecil deket sama charlie karna tau charlie itu paimon.
    terus mayat yang diloteng atas itu beneran mayat neneknya kah? dan bener kata si ayah yg bilang klo emang mayat neneknya itu yang naruh diatas sana si ibu sendiri. waktu makam si nenek rusak, waktu itu jg mayat si nenek diambil? klo bener gtu, berarti si ibu jg udh dr lama dirasuki iblis? dr email si ayah untuk psikiater, kayaknya si ibu emng ada penyakit jiwa jg. atau sebenarnya ga penyakit jiwa, tp kerasukan??
    film ini terlalu seru untuk dibahas karena semakin banyak diamati, malah semakin banyak pertanyaan. hehe

    • arya says:

      hahaha bener, seru banget film ini, gak habis-habis pertanyaan membahasnyaaa

      sedari film dimulai Paimon sepertinya memang sudah bersemayam di dalam tubuh Charlie, dia motong kepala burung itu kayaknya kerjaan Paimon. Soal Paimon sebenarnya memang masih open discussion bgt nih, apakah dia bisa bebas pindah-pindah ke anggota keluarga dari garis darah nenek apa gimana – soalnya bener juga, penyakit jiwa ibunya itu sakit beneran atau ulah Paimon.. kalo menurut aku Ibunya paling kuat melawan Paimon, dia berjalan dalam tidur itu cara dia melawan, tapi memang Paimon terlalu kuat

  20. Gigih says:

    Film yg bikin mata melek terus sepanjang tayang, apalagi scorenya yg bikin kita dibikin stres bgt….
    Film horor yg unik, wlp tanpa jumscare tapi aku ngrasa kengerian menyelimuti sepanjang filmnya…
    Dengan ending yg agak gimanaaa gitu, tapi dikit aja sih, film ini tetep salah satu film horor terbaik sepanjang masa menurutku. Layak oscar 2019 at least.
    Moment creepy n bikin ga nyaman ati ya pas mamanya njedug2in kepala di atap loteng itu manggil2 si peter…anjay…
    Yg agak jadi pertanyaan wlp ga penting sih, itu para cult yg nampak tu mereka orang2 yg masih idup ato setan ya, pake acara naked segala wkwkwkwk

    • arya says:

      masih hidup tu kayaknya, tetua-tetua di kota itu anggota semua.. serem banget manula telanjang-telanjang hiii

      setuju, mestinya dapet nominasi di Oscar, pemerannya paling enggak. Brilian semua aspeknya! Tapi film-genre kayak gini agak susah sih mendapat pengakuan Academy, harus yang benar-benar punya layer pesan yang kuat dan relevan dengan masanya

    • Resta says:

      Yg bkin gw heran, neneknya dpt kekayaan, tp ttep bisa mati ya. Lalu buat apa harta yg sudah didapat. Toh keturunannya juga udh pda tewas. Jd gak ada yg bisa nikmatin dong kecuali anggota2 yg lain.

      • arya says:

        hahaha iya, tipu daya setan lah sepertinya itu mah.. mati pun paling bagi pengabdinya adalah jalan buat bersatu dengan si sembahan, tapi mungkin si Peter ini beda – kan Paimon memang pengen host cowok, sebelum-sebelum ini dia selalu dapat yang cewek dari keluarga itu

  21. Hanif Khairuddin says:

    akhirnya ketemu film yang ending nya nyebelin tapi memuaskan setelah Gonjiam: Haunted Asylum & The Mimic.

    Sepertinya dari awal semua kejadian mulai dari kematian charlie sampai akhir sudah diset oleh Paimon & anggota sektenya

    yg masih jadi pertanyaan, alasan Charlie dibunuh. apakah demi mendapatkan Peter? secara dia di awal karakternya kuat/ tidak lemah. sedangkan Paimon requestny yg laki2 & yg paling lemah. utk mendapatkan Peter dlm kondisi lemah, makanya dibuat drama2 yg mengguncang dia

    • arya says:

      wah sepertinya aku perlu nonton Gonjiam

      nah iya, sepertinya memang itu tujuan Charlie dibunuh, dibuat seolah kesalahan Peter, supaya mentalnya kian melemah. Paling kasian berarti Charlie ya huhu

  22. dwi hadi says:

    Maaf bang, tp klo menurut saya film ini punya dua cabang, yg satu film ini emang ttg mistis… Yg kedua ya film ini penyakit psikis yg turun temurun, yg bikin penderitanya berhalusinasi – emosi yg kurang stabil – lalu nekat… Klo diliat dr kacamata psikis, ya yg dialami olehibu dan si anak anaknya itu kyk imajinasi yg diperkeruh oleh situasi dan kondisi yg makin kuat setelah depresi akibat musibah… Jd Ni film kyknya nyerahin ke penonton… Mau liat dr sudut pandang mistis ato psikis…

    • arya says:

      Silahkaaan, tapi kita gak perlu lah minta maaf kalo mau ngeluarkan pendapat, kan gak berbuat salah hehehe

      Pandangan menarik tuh, jadi cerita film ini bisa saja ternyata diambil dari sudut pandang penyakit kejiwaan yang temurun ya

  23. irfan says:

    Saya br menonton ini kemarin dg kesiapan utk bertanya banyak pertanyaan di sini wkwk

    Terima kasih utk kolom komentar yg sudah sangat membantu saya haha

    Nothing good will happen when you make an agreement with the devil

    Kalo pun utk berdiskusi, akhirnya aku ngerti kenapa Hereditary terasa lebih memuaskan drpd Midsommar. Tp tentu ga salah dong kl kita berharap sesuatu yg berbeda dr Ari Aster di setiap filmnya?hehe

    • arya says:

      bener, justru menandakan Aster tetap mengeksplor, enggak nyender di zona nyaman, sambil tetap mempertahankan kekhasan. Aku sih tentunya bakal masih terus nungguin karya-karya Aster berikutnya

Leave a Reply