SEBELUM IBLIS MENJEMPUT Review

“Pain changes people”

 

 

 

Mau dia pakai baju putih sekali pun, iblis tetaplah bukan malaikat. Kita tidak membuka pintu untuknya. Kita tidak mempersilakannya masuk. Kita tidak memanggil namanya. Sayangnya, Pak Lesmana lagi kepepet. Dia butuh duit yang banyak buat menghidupin keluarganya. Dalam adegan pembuka yang bertindak sebagai prolog, kita melihat bagaimana manusia bisa dengan gampang terbujuk, ikut menjadi penyembah setan, melebihi kekuatan sangkal dan iman mereka sendiri. Dari opening ini saja kita bisa segera tahu, kita berada dalam tangan penulis dan pembuat film yang cakap. Mereka menceritakan informasi-informasi dengan menghindari flashback, setiap informasi mereka sampaikan dengan menarik. Dalam wilayah horornya, kita juga langsung dikasih peringatan lewat imaji-imaji  dan pengambilan gambar yang creepy; bahwa kita sedang duduk dalam sebuah wahana horror yang benar-benar akan bikin lemes jiwa dan raga.

Sebelum Iblis Menjemput tahu bagaimana cara memperkenalkan diri. Film ini pun cukup bijak untuk tidak berlama-lama menghantarkan kita kepada apa yang mau kita lihat; hantu dan darah. Sebagaimana jumpscarenya, set up setiap tokoh dilakukan dengan sangat efektif. Setiap detil di babak awal adalah informasi yang sangat berharga. Bahkan kengerian sudah dihampar secara subtil (awalnyaaa!) di layar, meminta kita untuk memperhatikan. Supaya kita dapat memahami kondisi keluarga mereka. Di tengah kebangkrutan karena nyawa Lesmana sudah di ujung tanduk; keluarga nomor dua bapak ini mulai ribut mencari aset miliknya yang bisa dijual. Mereka lantas menghubungi Alfie, anak kandung Lesmana, yang punya kunci ke vila – tempat di mana Lesmana diduga menyimpan hartanya. Kita melihat Alfie yang kehidupannya kontras dengan Maya, padahal kita tahu mereka bersaudara. Meskipun hanya saudara tiri. Kita melihat Alfie hidup ‘keras’, dia tidak akrab sama saudara-saudara tirinya. Konflik antara Alfie dan Maya, relasinya dengan Ruben, si kecil Nara, dan ibu tirinya jadi hati drama cerita. Dan ketika mereka semua sepakat untuk kembali ke vila tersebut, pintu masalalu – both literally and figuratively – terbuka, melepaskan iblis yang seketika membuat semuanya menggila!

 

Tok tok!
Siapa?
Pevi..
Pevita yang artis ya? Waaahhh

PEVInilah jadinya kalo kalian nyari kekayaan mintanya ke Iblis!!

 

 

Ok, that was corny, yang mana jauh sekali dari apa yang film ini lakukan.  Mengangkat tema supranatural, dengan ada perwujudan iblis bertanduk, ada tokoh hantu yang super nyeremin, ada tokoh-tokoh yang kesurupan dan melakukan hal-hal sadis serta gila, film tidak pernah melanggar garis over-the-top alias garis lebay. Semuanyadiarahkan untuk ketegangan maksimal, sehingga sekalipun kita tertawa, maka itu adalah adalah tawa canggung untuk menutupi kegugupan dan ketakutan kita akan kengerian yang kita tahu bakal datang. Kafir: Bersekutu dengan Setan (2018) bisa saja menjadi semengerikan ini kalo dirinya tidak diarahkan untuk menjadi over-the-top (bandingkan konfrontasi final kedua film ini yang mirip tapi kesan yang dihasilkannya begitu berbeda), dengan alur yang sebenarnya tidak perlu ditutupi; tidak perlu ada twist. Horor sadis buatan Hitmaker kayak Sabrina (2017), dan seri The Doll seharusnya bisa jadi semengena ini jika saja tidak terlalu sibuk membangun sekuel-sekuel. Sebelum Iblis Menjemput ADALAH KONDISI TERBAIK YANG BISA DICAPAI OLEH HOROR INDONESIA sejauh ini. Punya plot karakter yang tertutup, punya awal-tengah-akhir (Tidak seperti kau, Pengabdi Setan), jadi enggak sekadar bermain di konsep body horror yang bikin gross out, melainkan juga seram, dengan drama yang lumayan berbobot.

Perubahan sikap Alfie, dan orang-orang yang kesurupan pada film ini menggambarkan bahwa derita dan rasa sakit sanggup membuat orang berubah. Tiada cinta tanpa derita, hidup kita gak akan jalan kalo enggak pernah merasain sakit. Luka adalah pintu bagi kit auntuk mendapat kekuatan, menjadi lebih bijak, bagaimana membuat kita menjadi semakin tangguh. Tidak ada yang keluar dari derita tanpa berubah menjadi pribadi yang berbeda dari diri sebelumnya.

 

 

Penampilan akting film ini benar-benar terasa seperti berasal dari dunia yang lain. Maksudku,setiap pemain diberikan tantangan, mereka semua didorong untuk melakukan hal-hal yang bukan saja fisikal, melainkan juga emosional – dalam taraf kegilaan yang just enough untuk bikin kita bergidik sampai tengah malam nanti. Tokoh-tokoh cewek di film ini, jangan harap mereka hanya jadi eye candy. Mereka semua dibikin bercacat, luka-luka, dekil-dekilan, mandi lumpur, bersimbah darah, tulangnya patah-patah. Semua deh. Aku gak pernah nyangka aku bakal gemeteran seperti tu saat melihat Pevita Pearce.  Aku gak mau bilang banyak soal tokoh yang ia mainkan di film ini, tapi aku benar-benar gak nyangka Pevita sanggup men-tackle peran seperti demikian. Dan bukan sembarangan, dia sukses berat. Sutradara Timo Tjahjanto directs the shit out of her. And everybody else. Dan tak seorangpun yang jatohnya lebay. Chelsea Islan sebagai Alfie mungkin gak banyak dapat sorotan dari rangorang. Buatku, ia adalah protagonis film horor terkuat yang pernah aku lihat sepanjang tahun ini. Alfie keras dan badass banget, dia ditekan oleh ketakutan dan kemarahannya bersamaan, dan at times emosinya tersebut enggak exactly mengarah ke si iblis. Ada monolog hebat yang Islan ucapkan di babak awal yang menunjukkan kematangannya dalam berakting. Pada gilirannya, kita turut rasakan rapuhnya ketika dia berusaha memproyeksikan kebencian itu terhadap dirinya sendiri.

there’s no way itu Karina Suwandhi kan? Kan!?

 

Penggemar horor bunuh-bunuhan sudah pasti akan sangat terpuaskan. Make up dan efeknya keren, ada bagian ketika leher seseorang ditarik oleh kekuatan tak terlihat sehingga memanjang sebelum akhirnya copot dari pundaknya, dan itu terlihat sangat meyakinkan. Yang pengen lihat hantu juga pasti tepuk tangan karena hantu di film ini gak konyol dan luar biasa seram. Tidak ada yang tidak bisa dilakukan oleh film ini. Semuanya dipush habis-habisan. Termasuk ngepush suspend of disbelief kita. Ada waktu ketika film ini meminta kita untuk memaafkan sedikit ketaklogisan, serta ketidakkonsistenan, yang terpaksa diambil oleh cerita – itu jika kita ingin tetap bersenang-senang menikmati film seperti bagaimana bisa adik kecilnya sanggup menarik Alfie keluar dari atas liang kubur. Ataupun ketika tangan dan kaki Alfie yang sudah patah, namun dia masih mampu berjalan dan mencangkul tanah. Dan pada shot akhir kita melihat Alfie kembali pincang dan jari-jarinya bengkok. Bisa sih, kita mengaitkannya dengan pesan orang dapat berubah karena derita yang ia rasakan yang terus dikoarkan oleh film. You know, mungkin Alfie dan Nara menarik kekuatan dari keadaan mereka yang sangat menderita, hanya saja agak terasa terlalu memaksa. Tokoh-tokoh film ini dalam paniknya juga sangat disayangkan harus selalu memilih untuk berpencar, meskipun logisnya adalah mereka keluar aja bareng-bareng mencari perlindungan ke desa. Enggak musti dibagi dua, satu tim keluar rumah nyari pertolongan untuk pendarahan di tangan, dan satu tim lagi tinggal di rumah.

Dalam sakit, kita masih cinta. Meski penuh waspada, karena kita takut akan terjerumus lagi ke dalam lembah derita yang sama. Kita memikirkan bahwa hal bisa menjadi sangat singkat. Kita cinta, tapi tidak pernah murni seperti sedia kala.

 

 

Banyak trope horor seperti demikian yang tak bisa dihindari, namun film berusaha membuatnya dengan berbeda. Seperti misalnya ketika seseorang ditarik ke bawah tempat tidur, dan tokoh-tokoh lain berlari dari luar menyelamatkannya; kebanyakan film akan membuat entah itu hantunya berhasil menculik, ataupun gagal, yang jelas biasanya si hantu sudah tak ada saat banyak orang datang menyelamatkan. Pada film ini, hantunya tetap ada. Malah balik menyerang. Ini adalah salah satu adegan yang membuatku tertawa nervous karena buatku seram sekali hantunya enggak malu-malu. Kita bisa lihat film ini seperti berkaca kepada horor klasik Sam Raimi, The Evil Dead (1981), di mana kekuatan supranatural memporakporandakan rumah di tengah-tengah entah di mana,  membuat tokoh-tokoh jadi gila, penuh kekerasan juga. Namun jika di horor itu, dan kebanyakan horor lain, tokohnya adalah remaja yang pergi liburan, Sebelum Iblis Menjemput punya tokoh-tokoh yang lebih berbobot; remaja yang diikat oleh tali keluarga, dengan sudut pandang mereka berusaha utuh sebagai keluarga.

 

 

 

Horror Indonesia at its best. Film ini menawarkan semua kegilaan yang bisa diinginkan oleh penggemar film horor secara umum, dan gore khususnya. Eksekusinya pun dilakukan dengan begitu kompeten. Penampilan aktingnya luar biasa. Pergerakan kamera, efek, make up, penulisan – arahan film ini benar-benar berada di tingkatan yang berbeda. Kita akan takut, kita akan nyengir sakit, kita akan memicingkan mata. Terkadang kita geleng kepala juga dibuatnya, karena ada beberapa elemen kecil dari cerita yang memohon untuk kita menahan ketidakpercayaan kita, ada adegan yang maksa untuk masuk ke logika cerita, ada yang gak konsisten, tapi tidak mengurangi banyak keasyikan menonton. Film ini sekiranya bisa membawa horor kembali ke arah yang benar, sebelum keasyikan horor kita musti dijemput lagi sama iblis bernama uang.
The Palace of Wisdom gives 7.5 out of 10 gold stars for SEBELUM IBLIS MENJEMPUT.

 

 

 

That’s all we have for now.

Remember, in life there are winners.
And there are losers.

 

 

 

 

We?
We got PIALA MAYA for BLOG KRITIK FILM TERPILIH 2017

Comments

  1. pujadamayani says:

    Akhirnya keluar juga reviewnya, saya penasaran berapa lama ya dibuat review ini sampai akhirnya diposting dihari yang sama dengan rilis filmnya, hehehe.

    Dengan ini sah ya Sebelum Iblis Menjemput menduduki Peringkat 1 kalau dilihat dari skornya, disusul Pengabdi Setan peringkat 2 dan terakhir Kafir; Bersekutu dengan Setan, film yang kalau ditonton ngga bikin kening berkerut dan berujar, “Ah, ini film tentang apa sih? “.

    Hayoo sineas mana nih yang berani tantang ketiga film ini? MD Pictures kalau bikin film horor kaya bikin tahu bulat, digoreng dadakan dan satupun ngga ada yang Bagus? Malahan masih mending tahu bulat enak, Hahaha, malahan ada lagi yang mau keluar, intip teasernya aja “Ah, ini film apaan?”, hihihi sama sekali ngga mau belaja dari yang sudah-sudah..

    • arya says:

      kira-kira tiga jam lah kalo gak salah, tadi pulang dari bioskop nyampe kamar jam 3, langsung nulis, jadi maafkan kalo ada typo-typo hehehe

      Sah! Sah! tiga besar horor Indonesia tuh, honorable mentionnya Doll 2. Semoga peringkatnya dengan cepat direbut oleh film-film lain

      Hhahaha enakan tahu bulat ya, bikin kenyang… film horor ngasal malah bikin sel otak berguguran xD

  2. Aaron says:

    Film ini begitu tense dari awal sampai akhir meski sebenarnya di bagian awal sampai pertengahan film level seramnya lebih kuat. Seram sampai ingin berakhir filmnya atau karakternya berubah membaik. Semua pemain bermain dengan baik, gak sekedar numpang lewat atau sekedar jadi hiasan belaka. Ada scene dimana bisa jadi unintentionally funny, scene agak maksa, udah physically exhausted dan patah kaki tangan tapi masih bisa kuat menggali. Overall one of the best Indonesian horror film, vibe seram horror lokal jadul berhasil ditampilkan. MD mestinya bisa belajar dari film ini.

    • arya says:

      Haha iya, bagian kaki dan tangan yang udah patah itu maksa banget sih.. jarinya yang bengkok pas nyangkul kayak tidak kenapa-napa. Kalo aku ketawa karena hantunya serem banget, jadi musti dibawa lucu kalo enggak mau kencing di celana hahaha..
      Sebenarnya aku juga noticed ada beberapa adegan yang kayak dicut enggak natural gitu, kayak pas Pevita di lumpur. Ada yang kena gunting sensor apa gimana gak tau juga sih

      • Aaron says:

        Adegan lumpur Pevita masih natural sih sepintas, gak tampak dicut. Justru adegan Chelsea di akhir part film yang agak messy. Film tidak terlalu mereveal masa lalu Lesmana, buku2 di loteng, Laksmi dan si dukun. Penjelasannya rada subtle. At some point, ini suatu kelebihan sekaligus kekurangan.

        • arya says:

          Semua trope final battle B-Horor dipake ya di final battle itu.

          Aku akan suka sekali kalo dibuat motivasi Lesmana kawin lagi itu karena dia mau ngelindungin Chelsea, jadi kayak kalo disuruh numbal ya dia pake keluarga barunya, bukan anak kandungnya hahaha

      • Aaron says:

        Hantu si dukun jujur serem banget, masih terbayang-bayang apalagi yang di RS dan di belakang Maya. Kertas roh itu sepertinya hanya membatasi pergerakan si dukun tampaknya.

        • arya says:

          Soal kertas-kertas itu sebenarnya aku juga masih sedikit bingung. Hantu dukun toh sudah menghantui sedari awal, sebelum pintu dan kertasnya dibuka. Jadi guna kertas itu apa? Apa mungkin buat nahan iblis Baphomet itu ya?

  3. Aaron says:

    Agak heran sama PH MD pictures. Film horornya baru announce produksi tapi gak sampai 2 bulan udah announce poster, teaser dan jadwal tayang. Hasilnya juga agak meragukan. Udah kayak sinetron di TV, sehari bisa 2 episode.

      • Aaron says:

        Miris gue sama PH beginian. Duit melulu. Film Sesat juga sebenarnya casenya sama, syuting Mei tahun ini, tayang akhir Agustus tahun ini.

        • arya says:

          Aku suka tuh poster Sesat; benar-benar menyesatkan. Judulnya Sesat, gambarnya orang ditarik ke dalam sumur. Taglinenya jangan panggil yang sudah pergi. Like, gak ada saling sambung sama sekali, jadi bingung apa sih sebenarnya yang coba mereka jual dari poster itu hahaha

          Ngomong-ngomong soal poster; Kafir, Sesat, Gentayangan, basically posenya sama persis – yang Sesat diambil dari sudut kamera yang lain XD

      • Aaron says:

        Personally, poster teaser Sesat masih lebih menarik daripada official posternya. Tone merah dan fokus utama pada sumur tua di hutan, creepy. Tapi Sesat masih oke lah, jelas banget plot ceritanya twisted dan diniatkan untuk misterius. Film Asih skeptis dah, gak bisa hire yang lebih kompeten dikit apa script writernya. Sementara SIM film horor lokal juara tahun ini.

        • arya says:

          Wah sudah nonton Sesat kah?

          Aku sih ekspektasi sudah di batas paling bawah buat Asih dan Danur Universe – sejauh ini, mereka sama kayak seri The Doll, udah terlalu nyaman ama formula yang dipakai, sama sekali gak ada peningkatan

      • Aaron says:

        Belum Mas, di postingan2 Rapi Film kan ada cuplikan syukuran, behind the scene, dll. Dari situ kelihatan oke lah, masih menjanjikan. Hahahaa ternyata Mas Arya udah skeptis sama Danur dkk.

  4. Bagus Ady says:

    lumayan lah filmnya, horor terbaik di tahun ini dr indo..tp jujur setelah di pertengahan film si maya kesurupan tensi ketegangan turun, entah ga bisa move on kalo pevita yg terlalu cantik atau aktingnya yg kurang creepy 🙂

    • arya says:

      Mungkin karena di titik itu kita udah tahu hantunya ya, lagian Pevita nakutinnya enggak pake make up serem kayak Ibunya dan si dukun. Buatku tetep greget karena nungguin kegilaan apa lagi yang ditugasin film buat si Pevita; apa lagi yang bisa ia lakukan di luar jangkauan aktingnya di peran-peran yang biasa

  5. Salita Ulitia (@ulitiaaa) says:

    keinget rumah daraaaa, hahaha bedanya klo rumah dara banjir darah yg ini banjir lumpur sama muntahan :yikes. overall okee, aku nonton beberapa adegan dari sela2 jari saking seremnya, pas ruben disiksa sedih banget hiks. btw itu nara udh digangguin kayak gitu eh masih bisa aja buat berusaha tidur wkwkwk

  6. Rangga says:

    Filmny , hmm lumayan lah buat horor indo .. stlh nonton sarbina di bioskop trus nonton ini perbedaany jauh xiixixix tapi di film ini sama aja ada adegan yg ga masuk akal walaupun yaaah bisa lah di maklumkan .. sbnrny efek yg menggangu itu waktu chelsea menghayal sama ibuny itu loh aduh terang bngt .. tapi waktu iblisny nyamar jd ibuny itu adegan serem juga ya mukany di sobek bgitu hahahhaha ternyata itu bukan khayalan hehehehe
    Trus nnti mau nyoba nonton kafir klo masi tayang .. apakah film kafir pas untuk ditonton menurut admin ?

    • arya says:

      adegan muka disobek itu ngilu ngeliatnya hahaha keren lah

      iya, coba deh nonton Kafir, ceritanya mirip-mirip sama ini, cuma Kafir lebih ke orangtuanya, asik deh kalo dibandingin 😀

  7. Revelblunt says:

    Dibayar berapa lu bang? Ini review film SIM terlebay yg gw baca sumpah. Indonesia’s horror film at best, nitpicking semua film horror lain, tapi giliran scene gak masuk akal kayak nyangkul tanah dengan kaki tangan patah: “ingin kumaafkan”. Lha inconsistent abis. kochag. Ini ngereview atau mau nyuci pikiran orang?

    • arya says:

      aku cuma dapat no hapenya Pevita kok… ahahaha enggak lah, review mah jujur jujur aja sesuai yang terlihat.

      ngomong2 soal yang terlihat, enggak ada tuh aku menulis “ingin kumaafkan”, aku menulisnya “film ini meminta kita untuk memaafkan” – jadi itu berarti keputusannya terserah ke kita, ke penonton, ke pembaca review ini, untuk mau memaafkan atau enggak. Aku gak nyuruh untuk memaafkan hal-hal yang gak logis di film ini atau enggak, yang ditekankan adalah film ini menyerahkan kepada kita sepenuhnya karena yang gak logis dan inkonsisten di cerita mereka itu adalah resiko dari konsep body-horror kayak gini.

  8. nengmahiroh says:

    “Seperti misalnya ketika seseorang ditarik ke bawah tempat tidur, dan tokoh-tokoh lain berlari dari luar menyelamatkannya; kebanyakan film akan membuat entah itu hantunya berhasil menculik, ataupun gagal, yang jelas biasanya si hantu sudah tak ada saat banyak orang datang menyelamatkan. Pada film ini, hantunya tetap ada. Malah balik menyerang. Ini adalah salah satu adegan yang membuatku tertawa nervous karena buatku seram sekali hantunya enggak malu-malu. ”
    yeah i think so bang, dan itu yang buatku kalah challenge #tanpatutupmuka

  9. gin-andtonic says:

    jujur gue lebih suka SIM daripada Kafir. Kafir sayang banget endingnya malah jadi kayak orang gila yang pecicilan.

    gue sih ngerasa akting Chelsea pas di RS gak terlalu meyakinkan, dan akting Pevita diawal-awalpun terasa kaku banget. bener gak? cuma gue bener-bener suka sama atmosfer film ini. ditambah setannya lumayan narsis ngehias layar bioskop penuh sama muka dia bikin gue bener2 merinding. HAHAHA.

    tapi agak kecewa sih pas baca artikel gitu kalau film ini mengurangi scenes yang berdarah2 karena emang tujuannya lebih ke komersil sehingga mereka berupaya buat dapet rate 17. padahal Timo kan jagonya bikin gue puas mandi darah.

    tapi secara keseluruhan, ini jelas film horror terbaik tahun ini sih.

    btw, gue suka banget sama review lo, detil banget dan sering sama kayak apa yang gue pikirin. HAHA.

    keep sharing your thoughts, bro!

    • arya says:

      Pevita di awal-awal kaku dan ngetrope banget karakternya, cewek judes gitu kan… tapi arc tokohnya jadi menarik – ekstrim tapi juga gak lebay

      haha iya, kayak pas Pevita bunuh ibunya ada sedikit cut, kayaknya itu karena dikurangi sadisnya deh.

      aku setuju ini horor terbaik tahun ini, konsep-konsepnya konsisten ke konteks, dengan resiko2 kreatif yang berani diambil
      .

      Terima kasih juga sudah bacaa 😀

  10. Dimon says:

    Beberapa adegan ngingetin gue sama 2 horror Sam Raimi, Evil Dead sama Drag Me to Hell. Dan setuju banget SIM ini jadi film horror kontemporer terbaik Indonesia dan menurutku film terbaiknya Timo juga mau solo ataupun berdua sama Kimo. Ceritanya nutup rapet, gak kayak Pengabdi yg gak konklusif dan mereka karakternya secara literal lari dari masalah.

    • arya says:

      Akhirnyaaa, akhirnya ada juga orang yang melihat Pengabdi Setan benar-benar seperti aku melihatnya 😀

      Itulah yang jadi kekuatan SIM dibanding horor lain; keberanian untuk bikin ceritanya konklusif, enggak merasa perlu untuk twist ataupun pengungkapan berlebihan. Hasilnya ya memang ceritanya jadi lebih enak diikutin. Perkara gaya, masing-masing horor punyalah konsep masing-masing. SIM sepertinya memang berkaca ke Sam Raimi, dan yang paling penting adalah konsepnya itu terus konsisten ama konteks. Setuju. Horor kontemporer terbaik!

      • Dimon says:

        Aduh jd bahas PS di review SIM nih, jujur waktu pertama nonton gue jg pemuja PS garis keras hihi tp stlah hype nya pudar mata dan pikiran gue jd terbuka lebar haha kepentingan PS yg trnyata jreng jreng adlh prequel dari versi orisinilnya bikin PS ni cm hadir sbg penjelas mitologi yg krg dibangun di versi orisinalnya n jokan bersuha sgt keras utk ga ngulang plot point yg ada di versi jadul (matiin ustad misalnya) yg bikin filmnya berasa nanggung kyak abis makan tapi ga minum. SIM bagus karna bener2 fokus di cerita yg mereka pnya dan kyak lagi berusaha ngebangun universe.

      • Dimon says:

        typo gak lagi berusaha bangun universe maksudnya. ngegoda goda soal film selanjutnya atau film pendahulunya gapapa asal ga ngorbanin film yg ada.

        • arya says:

          Persis! asal ceritanya masih ketutup sih gak papa; kayak, ada yang dicapai tokoh utama, ada permasalahan yang beres, dsb, mau dibikin open ending atau ternyata ‘penjahat’ gapapa, asalkan plot utamanya menutup. Ketika film baru ada jawabannya nanti sekuel, atau musti nonton/baca bukunya dulu baru bisa ngerti, barulah film tersebut pincang alias gak bisa berdiri sendiri.

  11. havimon says:

    cukup setuju sama review diatas, tapi bedanya kalo saya malah lelah di arc terakhir film ini, rasanya panjaaang banget, jatohnya jadi bosen.. tapi overall sukak sih..
    btw setuju juga sm beberapa komen diatas, after gudang kebuka rasanya kayak evil dead..

    • arya says:

      aku semakin ke penghujung semakin penasaran; pengen lihat apa yang bisa mereka lakukan, terutama pengen lihat konfrontasi chelsea ama pevita memuncaknya gimana, karakter mereka dinaikin terus ‘kegilaannya’

      yang bikin sedikit bertele buatku ada di tengah, di bagian pevita chelsea ke hutan, terus pisah, balik lagi ke rumah, mestinya kejadiannya bisa diceritakan dengan lebih baik lagi sehingga gak terasa bolak-balik

        • arya says:

          Pevita kan penyakitnya di film ini insecure, mungkin setelah lihat ibunya jadi setan, otaknya langsung memproses untuk dibunuh atau membunuh duluan haha.. iya sih, loncatan karakternya di sini cukup jauh

  12. martedy says:

    baru ngeh kalo The Evil Dead itu directornya sam Raimi ya…makanya kok ada rasa2 Drag me To Hellnya…kayanya Timo sedikit banyak terinfluence dari gaya sam raimi…tapi tetep dengan cita rasa yang berbeda dan terasa orisinil…bener2 ngeri…

    • arya says:

      iya, Evil Dead original yang bikin si Sam Raimi, aku malah belum nonton Drag Me to Hell haha..

      agak susah bikin horor kayak gini dan gak totally terlihat kayak Evil Dead, Timo cukup berhasillah bikin dari cerita yang berakar ke budaya kita 😀

  13. Vaginaktilia says:

    Min kamu tau nama iblisnya bopahmet dari mana ?? Perasaan sepanjang film ini ga ada adegan atau dialog nyebut nama iblis ini deh ? Apa liat di credit title pas film abis ya hwhhahwhahhahaha .. sorry telat komen soalny baru liat di yt wkkwkw

Leave a Reply