SUZZANNA: BERNAPAS DALAM KUBUR Review

“Admitting we’re wrong is courage, not weakness”

 

 

 

Suzzahnya untuk enggak berprasangka buruk duluan terhadap film yang berusaha menghidupkan kembali legenda. Selalu ada dugaan, jangan-jangan ini proyek cari duit semata. Palingan cuma ngikut-ngikut Pengabdi Setan. Terlebih proyek ini sendiri sejak awal sudah dikonfirm bukan sebagai cerita remake, maupun reboot, melainkan cerita baru dengan tokoh Suzzanna – basically mereka membuat film berdasarkan mitos-mitos yang membuat seorang Suzzanna populer. Jadi, ya, aku bernapas dalam-dalam sebelum melangkah masuk ke bioskop menyaksikan film ini.

Dan saat kredit penutup bergulir, aku menghembuskan napasku dengan lega!

 

Suzzanna: Bernapas dalam Kubur bukan proyek berkedok ‘reborn’ yang dibuat ala kadarnya alias asal-asalan. Film ini benar-benar punya cerita untuk disampaikan, mereka menggali sudut pandang dengan lebih dalam. Film ini nyatanya juga menghibur, tetapi enggak terpuruk ke level receh, dan enggak sekadar menunggang ombak kepopuleran horor dan Suzanna itu sendiri. Kita bisa merasakan passion terhadap genre ini. Rasa hormat terhadap sang Ratu Horor pun menguar dengan kuat. Di kemudian hari, aku yakin this will be a ‘go to’ movie kalo kita lagi pengen maraton horor atau ngadain nobar. Film ini enggak takut untuk menggunakan formula standar, dengan cerita yang tradisional, karena mereka paham sudut mana yang belum tergali, dan film fokus dalam area ini. Sehingga terasa seperti sesuatu yang pernah kita lihat sebelumnya, namun sekaligus seger. Seperti Suzzanna sendiri; kita tahu siapa dirinya, tapi juga merasa masih banyak misteri padanya yang membuat kita penasaran.

Dalam film, jika ada tokoh yang mengucapkan janji, maka niscaya naskah akan sekuat tenaga membuat janji tersebut terlanggar. Satria (rambut Herjunot Ali membuatnya mirip Eddie Guerrero masih muda) berjanji kepada Suzzanna, istrinya, tidak akan membiarkan apapun mengganggu keluarga kecil mereka. Tidak berapa lama setelah itu, kerjaan mengirimnya ke Jepang – berpisah sementara dengan istri yang sedang mengandung. Meninggalkan Suzzanna (penampilan horor terbaik Luna Maya!) yang begitu cinta dan setia di rumah besar mereka ‘hanya’ bersama tiga orang pembantu. Benar-benar mangsa empuk buat empat karyawan Satria yang berniat menyatroni rumah. Merampok mereka. Malam minggu hujan deras itu, para rampok menjalankan aksi. Untuk beberapa saat, cerita mengambil bentuk thriller home-invasion, Suzzanna yang saat itu lagi sendirian harus berurusan dengan sekelompok orang yang menodai kedamaian malamnya. Dia melawan sekuat tenaga, bahkan membuat empat pria tersebut kalang kabut. Rencana matang itu berantakan. Dari yang tadinya tak berniat mencelakai sama sekali, perlawanan Suzzanna membuat para rampok terpaksa membunuhnya dengan tidak sengaja. Kebayang gak tuh, mentoknya gimana? terpaksa dengan tidak sengaja haha.. Cerita berkembang menjadi menarik ketika Suzzanna yang dikubur hidup-hidup bersama jabang bayinya dalam tanah basah yang dingin, terbangun di ranjangnya yang putih nan hangat. Bukan sebagai manusia, melainkan sebagai hantu Sundel Bolong yang sangat kuat. Dia ada di sana untuk balas dendam, namun terikat oleh cinta kepada sang suami. Dia bisa saja segera membunuh keempat perampok yang bikin rusuh keluarga mereka, akan tetapi itu akan membuatnya benar-benar terpisah dari suami yang sangat ia cintai.

Itu seperti ketika Nobita dalam kartun Doraemon pengen makan dorayaki tetapi ia enggak sudi makanannya habis. Konflik utama film ini datang dari Suzzanna yang mencoba figure out apa yang sebaiknya dia lakukan.  Lucu, kalo dalam konteks cerita anak-anak. Tidak demikian halnya ketika kita melihat dari sisi Suzzanna. Sedih melihat Suzzanna yang ingin menuntut balas, hanya saja dia tidak bisa langsung melakukannya. Sejatinya ini adalah kisah balas dendam. A GHOST’S REVENGE STORY. Film dengan pintar membalutnya ke dalam mitologi klenik lokal. Cerita menetapkan aturan-aturan soal gimana Sundel Bolong ‘bekerja’, bagaimana cara mengalahkannya, dan bekerja dengan konsisten di dalam kotak aturan tersebut. Strukturnya juga sangat jelas; dari set up kematian, babak kedua yang basically Suzzanna ‘bereksperimen’ dengan kekuatan hantunya, hingga penutup saat ‘kedoknya’ sebagai hantu yang menyamar menjadi manusia terungkap.

Jika tujuan hidupmu adalah balas dendam, apakah kau akan tetap melakukannya bahkan ketika itu berarti kau akan kehilangan orang yang kau sayangi? Film ini bicara tentang pengorbanan sebenar besar yang rela kita lakukan ketika begitu kuat rasa cinta tersebut mengakar.

 

Film ini tampak dibuat dengan usaha yang maksimal. Bernapas dalam Kubur adalah salah satu horor paling good-looking yang bisa kita saksikan tahun ini. Efek dan prostetiknya sangat meyakinkan. Untuk riasan Suzzanna sendiri, wah gak sia-sia sih mereka datangin tata rias dari Rusia. Penampilan wajah yang udah kayak diphotoshop ditunjang oleh permainan akting Luna yang diarahkan supaya mirip banget sama gestur dan cara ngomong Suzzanna. Dunia tahun 80an akhir itu pun semakin terlihat sempurna dengan detil-detil artistik yang begitu diperhatikan. Bahkan dialog dan pengucapannya pun terdengar vintage sekali. Film ini boleh dibilang lebih mirip sebuah tindak restorasi jika saja dia tidak memberikan cerita baru. Personally, aku suka opening credit yang menampilkan shot-shot dari angkasa, memberikan nuansa seperti pembuka dalam film horor Stanley Kubrick – yang juga berjaya di tahun 80an. Satu shot paling aku suka ketika Suzzanna melayang pergi sambil mengangkat kepala korbannya, momen kemenangan paling eery yang pernah kita lihat, dan kamera dengan bijaknya bergerak miring melakukan Dutch Tilt menghasilkan kesan yang luar biasa sureal.

Di akhir-akhir Suzzannanya jadi keriting dan jadi lebih mirip Boneka Sabrina hhihi

 

 

Bekerja dengan lumayan baik sebagai komedi, dari bagaimana Suzzanna yang passionate sekali dalam menghantui musuh-musuhnya. Dia tahu dia punya kekuatan atas mereka, kita melihat Suzzanna selalu bermain-main dengan mereka. Mencoba masuk ke dalam kepala mereka satu persatu, membuat mereka takut, memancing mereka ke tempat-tempat membahayakan nyawa, sehingga mereka bisa terbunuh secara tak langsung. Atau bahkan membuat mereka tidak sengaja saling membunuh. Ada satu perampok yang sangat ketakutan – dia actually dipelototin Suzzanna yang lagi meregang nyawa – sampai-sampai dia takut untuk tidur sebab setiap kali memejamkan mata, dia melihat wajah melotot Suzzanna. Cara yang pintar untuk menunjukkan psikologi seorang yang merasa bersalah, dan sedikit mengingatkanku pada elemen Freddy Krueger dalam seri horor A Nightmare on Elm Street. Film benar-benar memanfaatkan durasinya untuk pengembangan karakter, kita diberikan kesempatan untuk melihat dari sisi para perampok – gimana takutnya mereka, gimana usaha mereka untuk selamat dari dendam Suzzanna, bahkan ada satu yang diberikan motivasi yang cukup simpatik. Dan semua itu membuat cerita menjadi semakin berisi. Para penjahat enggak sekedar duduk di sana, menunggu giliran untuk dibunuh.

Dibutuhkan keberanian yang besar untuk mengakui kesalahan. Untuk meminta maaf. Dalam kasus ini, untuk mengakui perbuatan  kriminal kepada polisi. Suzzanna punya kekuatan atas para perampok bukan karena dia benar dan mereka salah. Berbuat kesalahan tidak membuat kita lemah. Tidak mengakuinya lah yang menunjukkan seberapa ‘kuat’ kita

 

 

Inilah yang menyebabkan porsi horor film ini tidak tampil sekuat versi dramanya. Kita tidak pernah benar-benar merasa takut kepada si Sundel Bolong, malahan kita mendukungnya. Kita senang melihat dia berhasil menemukan cara untuk balas dendam. Wujudnya memang mengerikan, tapi fakta bahwa Sundel Bolong hanya memburu orang yang terlibat dalam kematian dirinya, membuat kita merasa aman. Kita gak salah, jadi kita gak akan dikejar oleh Suzzanna. Well, kecuali kalo kalian pernah berbuat salah sama orang yang sudah meninggal, maka film ini tidak akan membuat kalian tersentak terbangun dari mimpi buruk. Sekuen-sekuen kematian hadir dengan cukup sadis, meyakinkan sekali, sehingga kadang muncul sedikit rasa kasihan juga melihat orang-orang jahat itu mendapatkan ganjarannya. Satu lagi dampak positif dari hantu sebagai tokoh utama ini adalah film tidak merasa perlu-perlu amat untuk bikin kita kaget dengan kemunculan Sundel Bolong, sehingga mereka dengan gagah berani memunculkan hantu begitu saja, tanpa disertai suara keras yang ngagetin. Suatu kemajuan buat horor Indonesia.

tanggal mati Suzzanna di film ini sama ama tanggal lahirku, hiii!

 

 

Untuk sebuah cerita yang memasang Suzzanna sebagai hantu yang mencoba hidup sebagai manusia, mengelabui pembantu-pembantu di rumahnya, film sebenarnya agak kurang memperlihatkan bagaimana keseharian Suzzanna. Para pembantu bingung oleh kabar dari tetangga sekitar, mereka bicara seputar gosip yang beredar, tapi kita enggak pernah benar-benar melihat efek Suzzanna terhadap penduduk kota mereka. Kita tidak banyak diperlihatkan bagaimana tepatnya dia berusaha tampil sebagai manusia, sampai menjelang babak akhir di mana Satria pulang ke rumah dan mendengar segala desas desus keanehan Suzzanna selama dia pergi. Sudah cukup bagus sebenarnya, film ngebangun Suzzanna tadinya seorang muslim yang rajin ke mesjid, dan kemudian kita diperlihatkan Suzzanna banyak alesan ketika diajak sholat oleh Satria. Kita merasakan sebersit ketakutan di mata Suzzanna – dia takut ketahuan sudah menjadi hantu – dan ini menakjubkan, maksudku, seberapa sering kita melihat adegan hantu yang ketakutan. Hampir enggak pernah, kan ya. Pun, Suzzanna-lah yang pada akhirnya belajar untuk melepaskan. Film ini memainkan semacam role-swap antara dua makhluk beda-dunia. Namun begitu, menurutku, ending yang dipilih oleh film justru melemahkan arc Suzzanna sendiri.

Aku tidak benar-benar setuju dengan keputusan film di akhir, karena membuat kejadian pada konfrontasi final yang enggak se-tight kejadian-kejadian pada bagian lain. Malah ada beberapa yang konyol seperti kenapa mereka yang bisa mengikat tangan Sundel Bolong enggak sekalian aja menyumpal mulutnya supaya dia enggak bisa bicara dan memperingatkan Satria. Tapi yang paling lucu buatku adalah gimana Satria melihat pantulan dari bola mata Suzzanna seolah sedang melihat cermin spion. Film seperti ‘kesusahan’ mencari cara supaya Satria percaya dan akhirnya melakukan langkah lucu yang tak perlu seperti demikian. Maksudku, toh kalo memang outcome dari pertarungan terakhir itu harus Satria luka di punggung (paralel dengan lubang di punggung Suzzanna), kenapa enggak membuat Satria tertusuk saja di sana? Kenapa mesti dia melihat pantulan dari bola mata, baru sadar, berantem, kemudian tertusuk. Ada cara yang lebih simpel dengan membuat langsung tertusuk dari belakang, sehingga Satria sadar, dan baru deh berantem.

 

 

 

Menyentuh melihat ada hantu yang rela kepanasan dengerin bacaan Al-Quran demi cintanya yang besar dan murni. Ini adalah salah satu film dengan cerita dan usaha yang paling fully-realized yang kutonton tahun ini. Yang perlu diingat adalah, film ini hebat bukan karena kesuksesannya meniru tokoh ataupun menghidupkan legenda. Film ini hebat karena berhasil membangun cerita, dan kemudian menyampaikannya sebagai sebuah tontonan drama cinta yang lumayan heartbreaking, dengan undertone horor yang meriah oleh warna darah. Menghibur juga, meski di akhir aspek fun tersebut agak sedikit kebablasan.
The Palace of Wisdom gives 7.5 out of 10 gold stars for SUZZANNA: BERNAPAS DALAM KUBUR

 

 

 

 

That’s all we have for now.
Dalam cerita film ini, para penjahat menemukan solusi ekstrim untuk mengalahkan Suzzanna. Tapi apakah itu satu-satunya cara? Bagaimana jika ada satu penjahat yang insaf, dia bertobat dan rajin sholat – apakah menurut kalian dia bisa lolos dari Suzzanna, apakah tindakannya akan mempengaruhi banyak hal dalam cerita? Atau apakah menurut kalian balas dendam itu memang harus dituntaskan?

Remember, in life there are winners.
And there are losers.

 

 

 

 

We?
We got PIALA MAYA for BLOG KRITIK FILM TERPILIH 2017

 

 

Comments

  1. ulik says:

    Ceritanya fresh masuk logika tapi horornya emang kurang mungkin anggi diganti pasti banyak mau masukin adegan reka ulang dari film2 suzzana

    Tapi pas adegan katanya sundel bolong ngak bisa bunuh tapi di akhir kok bisa ? Mungkin saya kelewat moment

    • arya says:

      hahaha aku sendiri sebenarnya lega karena Anggi diganti; takut terlalu over-the-top di bawah garapan dia

      sundel bolongnya gak bisa bunuh, karena dia bakal langsung menghilang begitu dendamnya terbalas.. sedangkan si sundel bolong kan gak pengen pisah dari suami, jadi di awal-awal itu dia gak bisa bunuh secara langsung… Pas di akhir, dia udah belajar untuk merelakan, jadi ya dia menyelesaikan urusannya, dia udah ikhlas pisah ama suami

      • ulik says:

        Yakin kaum pencinta horor esek2 bakal banyak yg gak suka

        Iya adegan makan sate aja dihilangin pasti itu dari garapan anggi yg nyanyi juga kayaknya

        Kenapa ya sundel bolong ketawa mesti berkacak pinggang

        • arya says:

          hahaha iya, biasanya film-film suzzanna selalu ada perkosa-perkosa ya?

          mungkin itu supaya dia tampak gagah, dan fokus kita ke bagian sekitar bagian bolongnya… untung aja dia gak sekalian ketawa kacak pinggang ngadep belakang nunjukin bolongnya, sambil megal-megolin pantat hihihi

  2. Dimon says:

    ngingetinku sama film beranak dalam kubur, yang imo film horror terbaik suzanna but also the least memorable karna ga ada adegan ikonik yg ngebikin suzanna melegenda. drama psikologikal nya lebih kuat ketimbang horrornya, sedikit plot poin nya jg mirip tapinya yah beranak dalam kubur lebih berisi. eniwey salut buat produser nya nendang anggy karna doi pasti bakal terlalu ngandelin nostalgia, which is not a bad thing tapinya nginget trek recordnya doi. overall diatas ekspektasi terendahku dan rapih pula hasil akhirnya padahal proses produksinya berasa film blockbuster disney.

    • arya says:

      setuju, salut mereka mempertahankan visinya, ya kita gak bakal pernah tau di tangan Umbara film ini bakal seperti apa, tapi melihat tanpa banyak campur tangannya film tampil sebagus ini, ya ada sedikit rasa sukur juga sih hhehe

      wah gimana itu proses produksinya?

      • Dimon says:

        maksudku proses produksinya yg bermasalah kek film blockbuster nya disney, film mau kelar (atau udah?) balik lagi syuting ulang, tulis ulang lagi naskah baru, ganti sutradara. jarang keknya film lokal yg begini.

  3. Adit says:

    Setuju kalau unsur komedi di film ini sangat berhasil. Kalau tentang keanehan Suzanna di mata warga kampung, saya bisa anggap plot tersebut adalah “deleted scene” dari film tersebut (contohnya: adegan makan sate terus tumpuk di tengah yg sempat jadi trailer tapi di film akhir gak ada) yang mungkin adalah efek ganti sutradara. Kalau untuk endingnya, sepertinya memang ingin dibawa lebih dramatis ketimbang sadis. Jadi ya film ini lengkap sebagai komedi-horor-romansa.

  4. Aaron says:

    Ini film memang pantas dapat rating 7.5. Filmnya sangat menghibur walau babak ketiga film flownya tidak semulus babak awal dan pertengahan film. Kesannya bertele2 dan harusnya bisa diselesaikan dengan lebih baik. Komedi film ini really works, pembantunya benar2 bikin sakit perut lihat reaksi mereka untuk kabur dari rumah. Ini pertama kalinya film horror yang buat saya peduli sama karakter protagonist & benci sama penjahatnya. Jonal dan Gino really deserved the death.

    Anyway Mas Arya, film Soraya ada rilis via DVD atau streaming?

    • arya says:

      Revenge story yang pas banget formulanya, dan unsur lokalnya juga kena banget kan ya.. aku suka komedinya enggak lebay tapi bisa mempengaruhi penonton lebih dari sekedar ketawa-ketawa

      sepertinya bakal ada streamingnya, soal film ini udah cukup sukseslah

  5. Faro says:

    Jadi tahta horror terbaik lokal di SIM apa Suzzana nih? Sama” 7,5 lhoo . Dua”nya sih bagus in a different way menurutku ya, SIM jelas lebih ke horror thriller yg akan meneror kita habis”an sedankan Suzzana lebih ke paket komplit horror drama komedi yg buat ceritanya jdi unik

    Btw setuju bgt sama adegan satria liat pantulan mata suzzana, menurutku sih lazy writing banget, saking udh mumet kali ya yg nulis…

    • arya says:

      ya aku setuju, sama-sama horor tapi mereka bekerja di ranah yang sedikiti berbeda. SIM lebih fun horornya, sedangkan Suzzanna ‘stabil’; segala aspeknya well-balanced lah

      hahaha banyak yang agak ‘lucu’ sih memang di sekuen satria dibawa ke markas dukun itu

  6. Aldi Priansyah says:

    Ane baru nonton hari ini. Bener bener film yg menguras elemen psikologi. Justru ane lebih merasa takut dan ngeri nonton horor yg begini. Dan diakhir cerita ane malah terharu. Duh cemen bgt jadi cowok
    Wkwkwkwk

      • Aldi Priansyah says:

        Ane terharu bagian yg mereka berdua harus mati. Takdir hidupnya gitu bgt rasanya. Coba bayangin gimana rasanya kita lagi jauh sama pasangan kita, pas pulang tau tau pasangan kita mati dibunuh.
        Yg pas diayunan juga bikin haru sekaligus ngeri
        Hahaha

        • arya says:

          Tapi aku ngeliatnya di film ini reaksi pertama si Satria, para pembantu, ataupun penduduk desa kayak enggak begitu ‘peduli’ soal suzzanna yang terbunuh.. all the fuzz around town adalah soal ada sundel bolong yang mirip Suzzanna; Suzzanna yang dicurigai jadi sundel bolong. Apa yang sebenarnya terjadi kepada Suzzanna, selain dari berasumsi dari mayat-mayat, darimana penduduk bisa tahu ya jika Satria dan semua pelaku juga terbunuh? Aku lebih suka kalo Satria tetap hidup sih, menurutku arc satria dan suzzanna akan lebih mbulet kalo keduanya terpisah

  7. alfikrie60an says:

    Menurutku film ini terasa segar karena ceritanya berkembang terus dan gak cuma sekedar nakut2in aja. Jujur aja beberapa film horor indonesia belakangan, pada babak kedua ceritanya berkembang lambat banget, cuma serangkaian adegan “seram” aja, biasanya plot baru berkembang setelah mendekati babak ketiga. Jadi biar seolah2 ceritanya berisi dibikinlah adegan2 seram yg kita gak tau maksudnya apa, barulah di akhir dikasih tau semua ceritanya lewat adegan flashback.

    Tapi di film suzzana ini setiap scene pasti ada aja hal menariknya dan gak cuma sekedar nakut2in, dan tokoh2nya bereaksi sebagaimana mestinya. Awalnya si 4 sekawan gak percaya suzzana jadi hantu, setelah percaya mereka minta bantuan dukun, setelah itu orang2 di kampung mulai curiga, setelah itu pembantunya suzzana jadi ikutan curiga dan mau memastikan, setelah itu ada yg mati lagi, si dukun mulai serius, dan seterusnya. Alurnya simple tapi mengalir banget, enak buat diikutin. Jadi gak cuma, “Ya ampun aku ngeliat hantu lewat”, terus dibiarin gitu aja. Besoknya ngeliat hantu lagi, takut, tapi dibiarin aja. Selain itu di sini terasa banget hantu suzana jadi ancaman buat si 4 sekawan. Aku kalau jadi mereka pasti juga bakalan stres berat haha.

    • arya says:

      benar sekali, film hantu lokal kebanyakan struggling mengisi babak kedua karena mereka gak benar-benar punya cerita untuk disampaikan, ataupun karena terlalu mengincar twist – jadilah kita dikagetin dengan adegan mimpi dan segala penampakan yang pointless.. Suzzanna ini ceritanya gemuk sekali, alur dan setiap poinnya itu memang ada tujuan dan enak untuk diikuti.

  8. Dyka says:

    Dulu iseng nntn film suzana beranak dlm kubur, hummmm… Ane ngerasa agak gimana ya. Nggak terlalu serem, jalan cerita mudah di tebak dan berjalan lurus2 aja. Mana suzana nya mlh jadi kribo banget.

    • arya says:

      Iya, gak terlalu seram karena di sini kita berdiri bersama hantunya. Hantunya gak nakut-nakutin kita. Suzzanna ini sebenarnya lebih ke revenge story (kalo di barat kayak Last House on the Left, Revenge, Death Wish), cuma dengan ‘kearifan lokal’ yakni setan-setanan hihihi

Leave a Reply