Extreme Rules 2019 Review

 

Dalam pertandingan extreme rules, semua bisa terjadi. Kecuali, kata Becky Lynch kepada Seth Rollins sang pacar sekaligus partner tag teamnya, menyebabkan pasanganmu kehilangan sabuk kejuaraannya. Dengan menjadwalkan pertandingan ‘ganda campuran’ di mana dua sabuk tertinggi brand Raw dipertaruhkan bersamaan – tim yang menang, lantas berhak mengangkat sabuk kejuaraan tinggi-tinggi penuh jumawa – WWE tampak menge-push makna ekstrim yang menjadi judul acara ini lebih jauh lagi. Di kubu juara bertahan kita punya pasangan real-life Lynch dan Rollins, memainkan dinamika gender dengan ayunan yang menarik; kedua superstar ini sama-sama ‘jantan’. Rollins cowok beneran, sedangkan Lynch di-dub sebagai “The Man”. Sedangkan pada kubu penantang bersanding Lacey Evans dengan jurus maut tinjuan tangan kanan yang diberi nama “The Women’s Right” dan Baron Corbin, si putra favorit semua kota yang enggak ragu untuk melakukan apa saja.

Melalui pasangan-pasangan ini, WWE seperti menyimbolkan perjuangan yang relevan tentang kesetaraan gender. Ada gagasan yang dinarasikan yaitu pria dan wanita punya status dan ‘kekuatan’ yang sama. Mereka saling bertanggungjawab terhadap pasangannya dalam suatu hubungan. Tidak mesti harus selalu pria yang menyelamatkan wanita. Dan tidaklah memalukan untuk mengakui wanita kadang lebih nasty dari pria.

 

Di samping itu, dapat kita temukan banyak indikasi WWE berusaha tampil lebih edgy, lebih ‘kasar’ daripada produk-produk mereka belakangan ini. Mulai dari kamera yang secara sengaja ngezoom close up pantat Evans yang merungkuk masuk ke dalam ring, hingga menuju penutup pertandingan, WWE terus saja ‘menggoda’ penonton. Puncaknya tentu saja adalah ketika Corbin menyarangkan jurus pamungkasnya kepada Becky Lynch. Aku gak bohong, buatku momen itu terasa magical. Unworldly. Terutama melihat reaksi Rollins. Rasanya seperti melegakan, ada beban yang lepas. Karena, thing is, walaupun berjudul ‘mixed tag team extreme rules’, pertandingan main event ini masih terkungkung oleh banyak peraturan. Pertama ada peraturan tradisional tag team; kau tidak bisa masuk sebelum ‘disembar’, itu berarti sebagian besar waktu kau atau pasangan tag teammu harus menunggu di pojok luar tali ring. Kedua, superstar cowok harus bertarung dengan cowok, dan cewek harus dengan cewek. Tidak boleh cowok memukul cewek. Ini membuat pertandingan ini terlihat kurang menarik, karena setengah-setengah. Kenapa mereka tidak langsung saja diadu di dalam ring, empat-empatnya sekaligus. WWE dengan sengaja membuat seperti demikian, demi alasan storytelling. WWE ingin membangun antisipasi penonton. Mindsetnya adalah menahan-nahan memberikan yang penonton mau, dan ketika waktunya tiba, berikan sebagian kecil saja dan penonton akan puas. Malah meminta lebih dan penasaran pengen tau kelanjutan. Dan kupikir taktik yang mereka lakukan ini berhasil. Tentu saja dengan harga mahal berupa pertandingannya sendiri menjadi tidak seberapa menarik.

“Don’t be jealous cause they like what they see”

 

Tapi untuk menutupi itu, WWE menyiapkan banyak momen-momen menghibur di awal-awal. Beneran deh, in fact, the worst dari acara kali ini memang cuma dua match terakhir. Meskipun memang bummer sih, karena dua pertandingan besar itu adalah kejuaraan utama. Kofi Kingston melawan Samoa Joe benar-benar standar, dengan hasil pertandingan sangat melukai citra Joe sebagai kontender seram yang serius. Sisa partai dalam acara yang berlangsung di kampung halaman ECW ini (Philadelphia) bisa dikategorikan ke dalam bintang-tiga, jika kalian mau memberi skor masing-masingnya.

Lashley dan Braun Strowman menyuguhkan perang-monster yang cukup heboh. Hasil akhir dari Last Man Standing mereka dilakukan dengan teatrikal; Strowman menyeruak keluar dari kotak kayu, yang membuat pertandingan yang mestinya bisa lebih baik jika waktunya sedikit dipersingkat tersebut menjadi terasa baru dan menyegarkan. Handicap antara Bayley melawan Alexa Bliss dan Nikki Cross berfungsi untuk menguatkan tiga karakter ini secara bersamaan, dan untuk hal tersebut, pertandingan ini berhasil menjalankan fungsi. Alur dan aksinya sendiri tidak spesial-spesial amat – personally, aku kesel Bliss gak menang – but it makes so much sense. Belum jelas apakah ketiganya masih akan bareng dalam satu program lagi untuk berikutnya, tapi yang dapat kita simpulkan dari pertandingan ini baik Bayles, maupun tandem Bliss dan Cross, sama-sama masih jauh dari akhir babak saga mereka. Hal yang sama bisa kita simpulkan dari pertarungan AJ Styles melawan Ricochet dan pertarungan tagteam Revival melawan Kembar Uso. Mereka semua menghadirkan laga yang bikin kita menggigit kepalan tangan, namun masih terkesan ditahan-tahan. Surely, program mereka masing-masing masih akan terus berlanjut, karena masih  banyak potensial cerita dan karakter yang belum dikeluarkan.

Jika disuruh memilih superstar mana yang menjadi MVP pada malam ekstrim itu, maka jawabanku akan berputar di antara tiga superstar. Aleister Black. Otis dari tagteam Heavy Machinery. Dan, meskipun kedengarannya ‘aneh’ karena ketinggalan jaman; The Undertaker.

Debut-ulang Black dilakukan dengan sangat tepat. ‘Mengumpankannya’ kepada Cesaro jelas pilihan yang berbuah manis. Semua berakhir win-win dalam skenario ini. Cesaro yang punya teknik super secara natural menjadi lawan yang menarik untuk Black dengan serangan strike. Melihat Black dilempar ke sana sini sebelum akhirnya menyerang telak sungguh sebuah pengalaman yang memuaskan. Otis, on the other hand, adalah idola in the making. Aksi-aksi si superstar ini begitu menghibur untuk disaksikan. Dan tentu saja tidak ada ruginya memasangkan Heavy Machinery di antara tim-tim solid seperti New Day dan Daniel Bryan dan Erick Rowan. Semua superstar dalam triple threat tag team tersebut tampak kuat dan menarik. Untuk beberapa waktu aku sempat yakin Heavy Machinery yang bakal menang. Karena begitu asyiknya mereka terkonek kepada penonton.

Apakah singlet Undertaker kebalik?

 

Kemunculan Undertaker menolong Roman Reigns dalam perseteruan melawan geng Shane McMahon tak pelak memang mengangkat alis banyak orang. Terlebih Undertaker baru saja terlibat salah satu pertandingan terburuk di sepanjang karirnya; menonton matchnya melawan Goldberg di Saudi Arabia musim lebaran lalu seperti menonton kakek-kakek yang sedang rebutan remote tv. Penonton juga sebel melihat Shane yang terus-terusan mendapat spot, sementara Reigns berada di zona netral. Penonton pengen melihat benefit untuk Drew McIntyre, dan Elias, dengan keterlibatan mereka di storyline ini. Sepanjang match aku juga berharap fokus ada pada MyIntyre. Tapi Undertaker tampaknya adalah superstar yang paling overgiver yang pernah berjalan dalam ring WWE. Dengan cepat dia mencuri perhatian. Penampilannya begitu prima dalam pertandingan pembuka ini. Aksi pertandingan ini cukup keras, dan Undertaker tak tampak kepayahan. Interaksinya dengan McIntyre, juga dengan Shane, ternyata sangat menghibur. Sejurus kemudian akan menjadi jelas untuk kita bahwa pertandingan ini sebenarnya lebih berfungsi sebagai ‘pemulihan’ nama Undertaker. Dan mereka melakukannya dengan cukup baik.

Ketika pembicaraan beralih kepada momen paling keren, ada banyak kandidat yang bisa dipilih, range dari komentator Renee Young menyebut kata “fucked” hingga kemunculan Brock Lesnar ‘menguangkan’ kopernya. Namun yang paling mencuat tentu saja adalah momen speech dari Kevin Owens. Yang serta merta membuatnya menjadi MVP kejutan, orang keempat yang paling menarik sepanjang acara. Aku benar-benar suka pada arahan yang diberikan kepada Owens. Dia menyuarakan kejelekan-kejelekan yang ada pada WWE; gimana Shane selalu mendapat spot, gimana superstar-superstar yang lebih membutuhkan ditelantarkan begitu saja oleh WWE. Karakter Owens ini jika dilakukan dengan benar, bukan tidak mungkin akan menjadi Stone Cold versi kekinian. Yang punya attitude kritis, berani, penuh api, dan dibacking oleh jurus Stunner yang sungguh devastating. Penulisan cerita dan karakter yang meta seperti ini boleh jadi datang dari Eric Bischoff yang baru-baru ini diberitakan menjadi executive director untuk Smackdown, barengan dengan Heyman untuk brand Raw.

 

 

 

The change is coming. Perlahan-lahan WWE menunjukkan keterbukaan untuk menjadi lebih cadas. Lebih menggigit dengan konten-konten yang tidak melulu kekanakan dan bermain aman. Extreme Rules, adalah bagian dari proses perubahan tersebut. Pertandingan-pertandingan dalam acara ini sebagian besar seru, namun tidak terasa kosehif satu sama lain selain sama-sama berfungsi untuk menginvest kita kepada momen gede involving interaksi cowok-cewek di penghujung acara. The Palace of Wisdom memilih kejuaraan tag team Smackdown antara tim Daniel Bryan dan Rowan melawan Heavy Machinery melawan The New Day sebagai MATCH OF THE NIGHT

 

Full Results:
1. NO HOLDS BARRED Undertaker dan Roman Reigns mengalahkan Shane McMahon dan Drew McIntyre
2. RAW TAG TEAM CHAMPIONSHIP The Revival bertahan atas The Usos
3. SINGLE Aleister Black ngalahin Cesaro
4. SMACKDOWN WOMEN’S CHAMPIONSHIP HANDICAP Bayley tetep juara ngalahin Nikki Cross dan Alexa Bliss
5. LAST MAN STANDING Braun Strowman menghancurkan Lashley
6. SMACKDOWN TAG TEAM CHAMPIONSHIP TRIPLE THREAT The New Day jadi juara baru mengalahkan Daniel Bryan & Rowan serta Heavy Machinery 
7. UNITED STATES CHAMPIONSHIP AJ Styles merebut sabuk dari Ricochet
8. SINGLE Kevin Owens KOin Dolph Ziggler
9. WWE CHAMPIONSHIP Kofi Kingston retains over Samoa Joe
10. RAW WOMEN’S & UNIVERSAL CHAMPIONSHIP MIXED TAG TEAM EXTREME RULES Becky Lynch dan Seth Rollins menang dari Baron Corbin dan Lacey Evans
11. UNIVERSAL CHAMPIONSHIP MITB CASH-IN Brock Lesnar jadi juara baru ngalahin Seth Rollins

 

 

 

That’s all we have for now.

Remember, in life there are winners.
And there are losers.

 

 

 

 

 
We are the longest reigning BLOG KRITIK FILM TERPILIH PIALA MAYA.

Comments

Leave a Reply