JOKER Review

“Smile even when it hurts”
 

 
Cerita origin Batman sudah kita dengar lebih sering dari yang kita pedulikan. Tapi cerita musuh abadinya, si Joker; well, beberapa orang – termasuk aku tadinya – lebih memilih untuk membiarkan asal-usul Joker tetap misterius. Sepertinya memang lebih ‘menantang’ jika latar tokoh yang kompleks ini dibiarkan terselubung kabut. Plus, rasanya lebih aman dibiarkan begitu ketimbang tokoh ini ‘dirusak’ oleh backstory maksa yang mengakibatkan dirinya menjadi overdramatis – atau malah membuat kita merasa pantas untuk membenarkan segala tindakannya. Karena Joker memang orang ‘gila’. Dia ‘sakit’. Dan beruntung sekali, Todd Phillips ternyata mengerti letak menariknya Joker. Dia membuat kita bersimpati kepada Joker, secukupnya saja, karen kita tahu Joker ‘masih’ jahat. Memang, Phillips justru menantang kita dengan berbagai pertanyaan lewat film yang diniatkan sebagai character-studi – Joker dibuatnya bukan lagi sekadar tokoh penjahat di buku komik. Joker dan Gotham tidak terasa begitu jauh; boleh jadi di dunia kita bakal muncul yang seperti Joker dalam waktu dekat.
Joker tadinya adalah seorang pria bernama Arthur Fleck; yang merasa dilecehkan oleh orang-orang karena dia miskin dan bekerja sebagai badut. Menghibur orang walaupun orang tak pernah peduli sama keadaan hatinya. Di rumah, dia menghibur dan merawat ibunya yang sakit keras – bahkan ibunya tersebut lebih perhatian sama surat-surat yang tak kunjung dibalas oleh calon walikota Gotham. Yang dilakukan Arthur di luar shift kerjanya gak jauh-jauh dari kerjaan badut, yakni memasang senyum palsu. Di dunia yang semakin keras dan beringas, Arthur berusaha untuk tidak melahirkan kekerasan dari kekerasan. Dia tetap tertawa, berusaha membuat orang tertawa, meskipun tidak lucu. Oh, Arthur yang menahan sisi gelap tidak pernah lucu. Ketika diundang jadi bintang tamu acara televisi, Arthur tahu penonton dan orang-orang kaya itu tidak tertawa bersamanya. Mereka menertawakan dirinya.

tikus super yang susah untuk dibunuh

 
Tokoh Joker sendiri memiliki banyak variasi. Semenjak kemunculan perdana di layar lebar, Joker muncul di berbagai film dan serial televisi Batman, dimainkan oleh aktor-aktor yang sebagian besarnya adalah aktor top Hollywood. Masing-masing mereka punya pendekatan yang berbeda dalam memerankan Joker. Sebegitu kompleksnya tokoh ini. Yang paling ramai dibicarakan tentu saja versi Heath Ledger yang berhasil menghantarkan sang aktor kepada Oscar. Hanya satu kesamaan di antara semuanya; Joker itu edan. Dan yang dilakukan oleh Joaquin Phoenix pada Joker kali ini; benar-benar pendekatan yang unik. Inilah yang paling aku suka dari film ini. Jokernya menyayat hati sekaligus mengerikan. Dalam film Joker ini, si Arthur punya kondisi medis yang membuatnya tertawa tak-terkontrol ketika sedang mengalami gejolak emosional. Arthur akan mendadak tertawa, misalnya saat mendapat penolakan dari orang, yang membuat orang semakin menganggap dirinya aneh.  Ini sejalan dengan gagasan utama yang diangkat film yakni orang yang tersenyum terlalu keras sehingga sakit. Meskipun sakit. Dan kita benar-benar melihat sesakit apa tawa itu bagi Arthur. Secara fisik maupun emosional. And it’s up to Phoenix memainkannya dengan begitu meyakinkan. Dia tertawa sambil memegang tenggorokan. Dia seperti tertawa dan batuk bersamaan. Namun tawa sedihnya itu masih tergolong normal. Coba deh dengerin ketika dia beneran tertawa karena hatinya girang. Dijamin bikin gak enak alias merinding. Setiap kali Arthur tersenyum, aku merasakan ada sesuatu yang berbahaya.
Jadi, iya, pujian-pujian yang kita baca di internet seputar penampilan Phoenix dalam film Joker; itu semuanya benar. Akan enggak lucu jika Phoenix enggak masuk nominasi Oscar – heck, dia mungkin bakal menangin Oscar. Jika itu terjadi, itu bakal jadi kali pertama peran adaptasi komik mendapat perhargaan sebagai tokoh utama.  Joker versi Phoenix seperti menari di garis simpati dan mengerikan. Ini sesungguhnya sangat susah untuk dilakukan. Karena jika kita lihat pada naskah, Arthur memang seperti sosok yang pantas untuk kita pedulikan. Untuk kita dukung. Arthur kehilangan semua yang ia cintai, dia ditertawakan, tidak dipedulikan, dia dilepehin oleh orang-orang yang ia bayangkan akan mendukung dan peduli padanya. Tapi kita enggak boleh ‘jatuh hati’ pada Joker. Penampilan Phoenix-lah yang menjaga kita dari itu. Ada kegelapan di balik tingkah badutnya. Setiap kali dia muncul di layar – dan untungnya ini sering sekali – seisi studio bioskop serasa dialiri energi negatif yang ganas. Misalnya pada saat dia dipanggil menjadi bintang tamu televisi, kita sudah tahu dia akan diledek habis-habisan di depan jutaan pemirsa, sekaligus kita juga merasa ngeri sesuatu yang sadis bakal terjadi di sana. Gestur, kata-kata, dan gerak gerik Phoenix menghidupkan Joker yang memberi tahu kita semua itu.

Joker tidak lagi menganggap hidupnya sebagai tragedi. Melainkan sebagai komedi. Tariannya bukan berarti dia berusaha melucu, melainkan sebagai simbol dia menerima kegilaan dan bercanda dengannya. Sebuah mekanisme pertahanan yang tanpa sadar kita ikuti ketika kita melihat ketidakadilan orang-atas di dunia nyata, dan kita berkata “alangkah lucunya negeri ini”

 
Tantangan terbesar film ini memang terletak di tokoh Joker itu sendiri. Bagaimana membuat dia tak justru tampak sebagai pahlawan. Karena aku bisa melihat film ini bakal dihajar gelombang kontroversi. I mean, It Chapter Two (2019) aja kemaren sempat diprotes oleh serikat badut beneran karena membuat imaji yang buruk terhadap profesi tersebut. Bayangkan apa yang bakal mereka katakan ketika melihat badut di sini dijadikan semacam simbol anarki. Arthur menjadi ‘juru selamat’ bagi kaum tertindas yang dianggap sampah oleh pejabat dan konglomerat di kota Gotham. Mereka memakai slogan “kita semua badut” dan mulai melakukan pengrusakan, penjarahan, pembakaran dan segala kriminalitas di akhir cerita. Aku bisa melihat orang-orang bakal memprotes ini, karena memang secara alami ini adalah seorang penjahat yang dijadikan tokoh utama. Namun menurutku film bekerja sangat baik dalam membuat semua hal tersebut tak tersampaikan sebagai sebuah glorifikasi. Joker ‘hanya menampilkan’ seseorang seperti Arthur bisa tercipta – dia hanya beringas ketiak pengobatan dihentikan; ini adalah metafora soal kepedulian sosial. Pemberontakan seperti pada film ini bisa beneran terjadi jika situasi dipertahankan berjalan ke arah sana.
Film seperti ingin menyentil; jika film ini terasa relatable, maka dunia memang sedang kacau. Jika kita nge-cheer Arthur dan persona Jokernya, maka dunia memang butuh sosok seorang pahlawan. Di sinilah letak mengerikannya film ini. Anarki dianggap sebagai jawaban. Sebagai keteraturan di dalam sebuah kekacauan. Tidak ada superhero yang datang dan mengatakan kepada kita bahwa Joker itu salah. Ini relevan sekali dengan keadaan Indonesia baru-baru ini. Bentrok antara pelajar dengan aparat kepolisian.

Apakah ada pahlawan di sana? You be the judge.

 
Ketimbang adaptasi, film ini lebih tepat disebut terinspirasi dari buku komik. Karena sama seperti Gundala (2019) bulan lalu, Joker terasa terlalu kelam untuk sebuah sajian tokoh di komik superhero. Film ini terasa lebih sejajar dengan film-film kriminal seperti The House that Jack Built (2018) ataupun Dragged Across Concrete (2019) yang membuat kita mendalami pemikiran seorang pembunuh ataupun kriminal. Yang diceritakan perlahan sehingga membuat kita mengerti alasan mereka memilih jalan kriminal. Sudah cukup sering kita melihat cerita seseorang yang menjadi lebih buruk daripada dirinya sebelumnya. Di titik ini, Joker tetap masih terasa mencuat berkat penampilan akting yang disuguhkan. Juga didukung oleh sinematografi yang terlihat detail dan cantik oleh pemilihan warna
Dalam pengadeganan, Joker mulai berkutat untuk tak tampak tampil seperti film yang belum-pernah-dilihat. Lalu kemudian berhenti sepenuhnya dalam melakukan hal tersebut. Joker lebih memilih untuk memasukkan banyak referensi  dan terinspirasi dari film Taxi Driver (1976). Aku bukannya mau bilang film ini nyontek, tapi memang terlihat jelas mereka tidak menyembunyikan kenyataan bahwa beberapa gerakan dan pilihan shot yang diambil membuat kita teringat pada Taxi Driver. Film itu juga diserang kotroversi, tokohnya juga tampak ‘edan’ seperti Joker. Seringnya shot-shot yang mirip itu muncul menjadikan referensi-referensi tersebut tidak ‘lucu’ lagi. Dan sebaiknya mereka tidak membuatnya terlalu gamblang seperti demikian.
 
Itulah yang menahanku dari memberikan bintang delapan kepada film ini. Meskipun begitu, ini tetaplah sebuah character studi yang menarik untuk ditonton. Karena menantang kita dengan banyak pertanyaan. Lagipula, yang belum nonton Taxi Driver enggak akan ngeh dan tidak akan mempermasalahkan kesamaan tersebut. Atau mungkin enggak akan sempat untuk membahas hal tersebut lantaran film terasa sangat ganas sedari awal. Dan tidak sekalpun kita merasa ingin menoleh dari layar. Menurutku, sejauh ini, film ini adalah pencapaian tertinggi yang bisa dicapai oleh drama-drama manusia yang terinspirasi dari kisah komik.
The Palace of Wisdom gives 7.5 out of 10 gold stars for JOKER.

 
 

Comments

  1. ndu.t.yke says:

    Kayaknya klo seusiaku bahkan kaum milenial yg jauh dibawahku (aku hampir 40), jarang banget deh yg nonton Taxi Driver. Unless you’re a movie freak kelas kakap.

  2. Farrah says:

    baru rencana nonton hari ini nih mas, iseng cek blog eh ternyata udah keluar reviewnya –dan jadi makin penasaran pas tau scorenya 7.5, bahkan hampir mau dikasih 8.
    sebetulnya aku pun ngerasa sedikit khawatir dgn penayangan film ini yg kok ‘pas banget’ sm keadaan indonesia sekarang, takut malah ada yg terinspirasi jadi joker.. tp mas, sosok joker di film ini apa bisa kemungkinan ada versi ‘baik’ nya ngga sih? (incase ada yg terinspirasi, walaupun amit2, semoga aja bisa ambil sisi baiknya) maksutku kayak model gundala dan pengkor gitu, atau memang joker disini dirancang sedemikian rupa buat jadi penjahat aja?

    • arya says:

      kalo diliat-liat, si Joker di sini memang ‘mirip’ Pengkor sih ya.. versi baiknya ya Gundala, atau Batman sekalian. Buatku memang film ini nunjukin betaap tragisnya sistem dan sosial membuat orang menjadi jahat

      • Farah says:

        iya bener, pdhl awalnya dia baik..
        Aku udah kelar ntn mas, dan emg worth every compliment sih. Bbrp kali merinding di adegan tertentu, bahkan sampe skrg masih kebayang2 filmnya
        Btw jd sbnrnya thomas wayne tuh cm majikan ibu angkatnya joker ya? Ga lebih dari itu? Trs jd ibunya joker ini dulu suka nganiaya joker jg? Jujur pas adegan itu aku ikutan takut jg ‘kenyataannya’ gmn, malah jd kayak sekilas doang ngehnya

        • arya says:

          truth paling sakit buatku juga pas dia dikasih tau ibunya suka nganiaya dia waktu kecil.. tadinya kupikir hal paling sakit yg dialami joker cuma dibilang gak lucu oleh ibunya sendiri.. ternyata ada yg lebih parah

  3. Albert says:

    Paling sedih waktu masa lalu ibunya terbuka di rumah sakit. Waktu Thomas Wayne bilang aku masih enggak percaya walau ga yakin juga sih kalau Arthur itu kakaknya Bruce hahaha. Tapi sedih sih karena walaupun hidup susah tadinya Arthur masih punya ibu dan pacar yang dicintainya. Sepertinya ini titik balik dia jadi Joker.

      • Albert says:

        Iya pacar khayalan. Setelah tahu ibunya delusi kayaknya Joker ini sadar dia delusi juga, jadi kan hilang 2 orang? Ga nyangka lho ibunya, kayaknya normal sepanjang film. Kok Arthur ga ingat ya kalau pas kecil disiksa? Kalau pikirannya begitu kacau, wah udah berapa x dia halusinasi itu, jangan2 film ini halusinasi Joker aja. Hehehe

        • arya says:

          dia keseringan ‘senyum’ sih, mungkin itu jadi defense mechanism bawah sadarnya juga buat ngelupain tragedi masa lalu, tapi kemudian dunia semakin edan, jadilah joker semakn parah

  4. Febrian says:

    Mirip Gundala ya, Bang, latar belakangnya tentang kemiskinan dan kelas sosial? Bedanya, ini ga maksa buat ada di skala negara. Hehehe…
    Dialog pas di talkshow dalem banget. Kalo orang kayak saya mati, orang2 bakal cuma ngelangkahin mayatnya, kalo orang kaya satu kota ribut. Gitulah kira2, lupa. Part favorit lah di situ. Hahaha…
    Btw, ternyata Batman sama Joker tuh selisih umurnya jauh ya? Baru tau.

    • arya says:

      hahaha iya bener juga
      aku pas denger dia di talkshow itu langsung keingetan Joker di Dark Night yang pas jadi suster – yang jadi meme ‘nobody bats an eye’.. konsisten berarti karakter si Joker

  5. Fauzi says:

    Setelah dipikir n direnungkan seharian , ini mengingatkan kita kalau orang seperti joker bisa terlahir karena kondisi yang kacau parah, karena itu manusia harus saling peduli dengan manusia lainnya , apapun kondisinya , karena kalau sudah kehilangan rasa peduli maka manusia sudah tidak manusiawi lagi
    Diawal film Arthur masih punya rasa peduli , sampai dia sudah ga peduli lagi jadilah Joker
    Berharap ada lawannya nih film biar ga terlalu depresif … Hehe

    • arya says:

      setuju.. sayangnya alih-alih rasa peduli, manusia malah gedein rasa saling curiga. Aku kasian lihat adegan Arthur menghibur anak di bis, kemudian malah dituduh mengganggu sama si ibu 🙁

  6. Fajar Nugraha says:

    Barusan nonton Joker disini Jokernya sangat depresi.
    Entah kenapa walaupun aktingnya si Phoenix keren parah.
    Aku lebih suka Joker versi Ledger lebih nge Punk.. hahaha
    Btw aku nonton Taxi Driver adegan paling epic tetep pas doi deketin si wartawan cewe itu. Laki banget anjay.

  7. Syafiq says:

    Pas adegan terakhir.. waktu joker bangkit dari pingsan trus joget2 diiringi sorakan orang2.. joker senyum lagi pake make up real darah.. itu uda kayak dia terlahir kembali. Gilak pas adegan itu gua sampe mberebes antara terharu seneng tapi merasa bersalah juga jadi mihak joker. Gue geleng2 ampe temen sebelah gue nepuk punggung gue sambil bilang.. “tenang bro..” SAVAGE.. EPIC!!!

  8. Dhonz says:

    Secara keseluruhan film nya bagus banget ya.. tp Ko gua bingung sm film ini.. Jujur aja 2 menit TERAKHIR di adegan film joker ini bikin gua bener2 ngrasa aneh…karena jatuhnya malah kita dibuat nebak2 sendiri…
    Kalau saja film nya ditutup dengan adegan pas joker ada diatas mobil terus bikin senyuman darah di bibirnya gua rasa itu bakalan jadi ending yang sangat sangat sangat klimaks.. tapi justru setelah itu kita diliatin sama adegan lain dimana joker ada di RSJ pas konsultasi sm psikiaternya yang gua liat entah kebetulan atau tidak itu sedikit mirip sm psikiater yg sering di temuin arthur di dinas sosial..
    Pertanyaanya.. kenapa bisa arthur berakhir di RSJ? Padahal dia kan dah dibebasin dr polisi sm pemberontak..
    Tentu kan gua bertanya2.. kalau memang si sutradara memang masukin film ini sbg “character study” .. gua ko berpikir ini mirip film shutter island..dimana kita sbenernya diajak masuk kedalam cara berpikir orang sakit jiwa.. krn orang sakit jiwa kesulitan untuk mengetahui mana kisah nyata yg dia alami sndiri dan kisah delusi yg ada di pikiran dia..
    nah dengan adanya adegan terakhir di RSJ..seolah-olah kita dibawa pada 2 kesimpulan
    1. Semua kisah arthur dari awal smpe akhir memang benar ada tapi dia sengaja masuk rsj sbg bagian dr planning dia bkin chaos disana buat bebasin pasien rsj lainnya; atau
    2. Ternyata semua kisah dia dr awal smpe akhir itu sebagian hanya delusi.. kecuali thomas wayne yg mati dan chaos pemberontak yg memang ada ..
    Krn gua ngrasa aneh kenapa sutradaranya harus tutup film dengan adegan si arthur ada di rsj..
    Ada yg bisa jawab?

    • arya says:

      sebenarnya ada pilihan ketiga: Semua kejadian dari awal sampai dia ditabrak/dibebasin ambulans dari mobil polisi itu nyata – kota rusuh dan Wayne mati – dan baru kemudian (Joker bangkit dan menari, Joker di asylum untuk sekuen ending) adalah kejadian yang ada di dalam kepala Joker menjelang ia mati; dengan kata lain, mungkin Joker dalam film ini mati setelah kecelakaan. Dan sebelum mati, dia membayangkan dunia ideal dalam hidupnya – di mana dia dipuja dan jadi pahlawan
      opsi ketiga ini membuat film semakin mirip dengan film Taxi Driver – film Joker toh memang banyak kesamaan (terinspirasi) oleh film tersebut

    • arya says:

      sebenarnya ada pilihan ketiga: Semua kejadian dari awal sampai dia ditabrak/dibebasin ambulans dari mobil polisi itu nyata – kota rusuh dan Wayne mati – dan baru kemudian (Joker bangkit dan menari, Joker di asylum untuk sekuen ending) adalah kejadian yang ada di dalam kepala Joker menjelang ia mati; dengan kata lain, mungkin Joker dalam film ini mati setelah kecelakaan. Dan sebelum mati, dia membayangkan dunia ideal dalam hidupnya – di mana dia dipuja dan jadi pahlawan
      opsi ketiga ini membuat film semakin mirip dengan film Taxi Driver – film Joker toh memang banyak kesamaan (terinspirasi) oleh film tersebut

      • Madahunrijalun says:

        Coba bantu jawab sekenanya. Imo Sewaktu arthur di kejar polisi saat itulah dia tertangkap. jadi adegan polisi di gebukin adalah khayalan arthur dan semua kejadian yg diperlihatkan setelahnya adalah khayalan yg merupakan rencana nya hingga adegan puncaknya yg menggambarkan tujuan si arthur menjadi joker yaitu menjadi idola bagi rakyat gotham yg senasib dengannya. Setelah itu langsung kita di bawa ke Adegan arthur yg sedang di interogasi, adegan itu di buka dengan tawa si arthur. Ya arthur meskipun telah berubah menjadi joker tetap harus kembali menerima kenyataan pahit dan hanya bisa menertawakan betapa ironis kehidupannya. Joker versi todd phillips sungguh “IRONI DAN MENYEDIHKAN”

        • arya says:

          Menurutku kejadian rusuh itu beneran terjadi sih.. polisi beneran digebukin.. soalnya aneh juga kalo adegan keluarga Wayne dibunuh cuma ada di khayalan joker

    • arya says:

      sebenarnya ada pilihan ketiga: Semua kejadian dari awal sampai dia ditabrak/dibebasin ambulans dari mobil polisi itu nyata – kota rusuh dan Wayne mati – dan baru kemudian (Joker bangkit dan menari, Joker di asylum untuk sekuen ending) adalah kejadian yang ada di dalam kepala Joker menjelang ia mati; dengan kata lain, mungkin Joker dalam film ini mati setelah kecelakaan. Dan sebelum mati, dia membayangkan dunia ideal dalam hidupnya – di mana dia dipuja dan jadi pahlawan
      opsi ketiga ini membuat film semakin mirip dengan film Taxi Driver – film Joker toh memang banyak kesamaan (terinspirasi) oleh film tersebut

      • Farah says:

        Aku ga kefikiran mas kalo endingnya di twist kayak gini. Tapi kalo bener endingnya kayak pilihan ketiga, adegan terakhir di rsj itu gimana?

      • Shofyan Adib says:

        Kalo ada alternatif ketiga seperti yg mas bilang, jadi scene di RSJ di akhir film itu apa….? Apalagi nih, di awal” film (saat Arthur ditanya ibunya kenapa badannya kurus) sempat ada sekils adegan dia benturan kepalanya di pintu RSJ…. Nah, jadi scene di RSJ ini ga main-main menurut ku

      • Farah says:

        ohiya mas sekalian nambah pertanyaan jg, itu nasib ‘pacar’nya Joker, si Sophie, akhirnya di bunuh atau ditinggalin gitu aja ya? aku penasaran krn adegannya kan tb2 joker main keluar gt aja sambil ngerokok dari kamar apartemennya

        • arya says:

          Ini juga salah satu yang dibiarkan ‘open’ sama film. Kalo menurut aku, seperti si cewek ditinggalin sama Joker; seperti si rekan kerja yang kecil itu (lupa namanya) yang diperbolehkan keluar hidup-hidup oleh Joker

      • Shofyan Adib says:

        Berarti pas Joker tewas gegara kecelakaan, dia punya dua delusi dong?? 1.) Delusi dia berdiri di atas mobil dgn para clown 2.) Delusi dia di RSJ…. Berarti delusi ya lebih banyak daripada adegan asli di film ini, wkwkek

        • arya says:

          haha iya, sepertinya begitu, kita dibuat menyelami kepala si Joker melihat dunia ideal yang ingin dicapainya; dunia ideal bentukan dari dunia nyata yg chaos.. makanya film ini banyak disebut orang sebagai kontroversial, karena dari perspektif tokoh yang tidak-bisa dipegang kebenarannya – thus membuat moral ceritanya juga bukan kebenaran mutlak – tujuannya memunculkan rasa simpati tapi kemudian mempertanyakan simpati itu sendiri

      • Farrah says:

        aku abis googling & baru ngeh asylum itu artinya sama seperti rsj ya mas –baru baca ulang komennya yg blg asylum adl sekuen ending.
        btw joker udh masuk peringkat 3 imdb top 250 loh, mas. ngeri ya hahaha

    • Madahunrijalun says:

      Coba bantu jawab sekenanya. Imo Sewaktu arthur di kejar polisi saat itulah dia tertangkap karena pas adegan kejar-kejaran dengan polisi arthur tertabrak mobil yg cukup serius, disitu arthur pingsan lalu tertangkap. jadi adegan polisi di gebukin adalah khayalan arthur dan semua kejadian yg diperlihatkan setelahnya adalah khayalan yg merupakan rencana nya. hingga adegan puncaknya yg menggambarkan tujuan si arthur menjadi joker yaitu menjadi idola bagi rakyat gotham yg senasib dengannya. Setelah itu langsung kita di bawa ke Adegan arthur yg sedang di interogasi, adegan itu di buka dengan tawa si arthur. Ya arthur meskipun telah berubah menjadi joker tetap harus kembali menerima kenyataan pahit dan hanya bisa menertawakan betapa ironis kehidupannya. Joker versi todd phillips sungguh “IRONI DAN MENYEDIHKAN”

  9. Chandler says:

    ah yes, scorsese-esque.
    using the old WB logo
    using the 1:85:1 ratio (banyak yg complain tirai layar gak dibuka lebar)
    the camera and color grad is a bit vintage
    even the credits is sooo scorsese lol (pake kredit yg diperlihatkan satu-satu instead of rolling credits)

  10. Iman says:

    saya masih amaze sama akting dan cinematography-nya, betah memperhatikan detail setiap frame dan menikmati aktinya Joaquin, sepertinya dimanapun film di pause akan menghasilkan gambar yang layak sebagai wallpaper.
    untuk cerita saya setuju dengan salah satu bahasan di twitter @awangpamungkas bahwa sudut pandang kita melihat Arthur adalah bahwa dia orang yang sakit Schizophrenia, dia minum obat 7 jenis bukan supaya dia sembuh tapi agar supaya dia normal, tanpa itu dia delusional dan semua tingkahnya gak bisa serta merta menyalahkan pengaruh sekitar. Dia korban abuse sedari kecil, jadi pernyataan bahwa “orang jahat adalah orang baik yang dilakukan semena-mena” tidak bisa dibenarkan, kita selalu punya pilihan, lain halnya sama Arthur yang memang sudah “sakit”. Dan ya, pengaruh Taxi Driver sangat berasa di film ini, malahan saya tertarik untuk menonton lagi akting De Niro dan (one of my all time favorit actors) Jodie Foster. Dan pastinya saya akan menonton lagi film Joker untuk benar2 menikmati satu dari deretan film terbagus versi saya tahun ini.

  11. Dimas says:

    kalau Joker versi Heath Ledger (TDK) gak pernah di buat,Joker versi Joaquin Phoenix ga bakal di bicarakan banyak orang. ini pendapat pribadi karena sy penggemar Joker versi TDK.
    ngeliat film ini sy jadi ngerasa aneh dan merinding. merinding dalam artian sy “enek” liat kelakuan Joker di TDK tapi kenapa di film ini sy jadi simpati dengan Joker. bahkan saat Joker bunuh temennya si Randall dan panutannya saya sampai teriak “mampus lu” dan langsung mikir beberapa detik kemudian “what the f*ck i’m doing” hhahaha.. Aneh bener emang ini film.

    • arya says:

      seremnya film ini ya begitu tuh.. kalo kita terlalu dekat dengan Joker kita akan merasa kesel sama Randall, karena dia seperti menjebak temannya sendiri. Padahal kalo kita mundur sedikit dan melihat keluar dari sudut pandang Joker, kita akan melihat enggak ada untungnya bagi Randall menjebak Arthur, dia hanya tahu temannya seorang yang ‘sakit’ dan punya pistol — tidak ada penjahat di film ini karena tidak ada pahlawan di sana.

  12. bagus_han (@mr_g00d) says:

    Setelah lihat film ini kok jadinya lebih pro ke joker ya drpd batman hehe, tragis but i’m happy for him. Dokter jiwa aj mgkn ga tega menyembuhkan kegilaan seseorang, krn org gila mgkn bahagia hidup di dunianya sendiri

  13. Dimas says:

    Krg suka sama directingnya. Ratingnya R, tapi nganggep yg nonton ini kyk anak bau kencur yg sulit nangkep dan perlu dijelasin. contohnya:
    – scene ketika joker realize dia cuma halusinasi pacaran sama cewek apt., perlukah ditayangin kembali adegan dmn dia hanya jalan sendiri,dinner sendiri,nonton sendiri? Bagusnyan dibuat ambigu mirip American Psycho ato sejenisnya, penonton dibuat bertanya2 dgn psikologi si arthur.
    – scene ketika temannya ngasih pistol ke arthur bagusnya jg bisa dibikin ambigu.
    Mau bikin psychological thriller kok nanggung2, bener ini based on comic book, tp visi awalnya kan ingin buat universe baru yg lebih dark, kalo gini gk ada bedanya ama dceu

    • arya says:

      menurutku memang konteksnya film ingin membuat kita tidak bertanya-tanya thdp psikologi Arthur, atau dengan kata lain; film justru ingin memastikan kepada kita bahwa Arthur bukan orang yang sehat. Supaya kita tidak terjerumus terlalu bersimpati dan mendukung semua perbuatan Arthur. Seperti adegan dikasih pistol itu. Jika dibuat lebih ambigu, akan gampang sekali nanti kita menjadi ikut-ikutan menyalahkan temannya tersebut. Mungkin mengatakan dia menusuk Arthur dari belakang, bahwa Arthur adalah orang baik yang dijerumuskan. Padahal itu hanya sudut pandang Arthur, adegannya dibuat gamblang supaya kita bisa memikirkan mana yang sudut pandang Arthur, mana yang bigger picture. Teman manapun pasti akan mencemaskan dan lapor polisi jika mengetahui temannya yang kurang sehat mentalnya punya pistol di kala ada kasus penembakan – dosa teman si Arthur di sini cuma tidak jujur seratus persen; tidak ngakui pistol itu milik dia yang ia pinjamkan kepada Arthur – yang mana jelas bukan dosa yang worth untuk dibunuh.

  14. soearadiri says:

    Agak nggak nyangka juga Todd Phillips yang menurutku sutradara sekelas Adam Sandler bisa bikin ginian. Soal terinspirasi atau nyontek atau apalah aku gak peduli, toh, banyak film kelas Oscar yang juga melakukan hal yg sama.
    Phoenix kayaknya udah lock abis Oscar bakal ke tangan dia
    Yg paling ngeri tuh saat adegan orang2 lagi demo, eh yg lagi di demo malah ketawa2 nonton Chaplin. Seolah mengisyaratkan bahwa demonstrasi itu gk ada gunanya tanpa anarkisme. Demo gk bakal ditanggepin sebelum ada sesuatu yang anarkis atau bahkan ada korban jiwa. Sampai kiamat pun demo tertib itu gk bakal ditanggepin. Catalonia pengen misah dari Spanyol, sekarang? Gk kdengeran lagi. Harus ada banyak korban dulu kayak Pakistan, sama Timor Leste baru bisa kesampean. Sedih sih karena kenyataannya emang begitu.
    Jangan sampe kejadian, penjahat dijadikan pahlawan revolusi, dan anarkisme jadi satu2nya solusi. It’s all up to us

Leave a Reply