My Dirt Sheet Top-Eight ‘KEKECEWAAN BIOSKOP’ OF 2019


 
 
Akhir tahun adalah waktu yang biasanya kita gunakan untuk meratapi resolusi-resolusi yang tak jadi tercapai (lagi!), keinginan-keinginan yang kandas tak terwujud, dan harapan-harapan yang berbuah kekecewaan. List ini adalah salah satu perwujudan dari harapan-harapan itu.
Ketika film disebut mengecewakan, bukan lantas seketika berarti film itu jelek, pembuatnya bego gak ngerti bikin film. Film yang bagus juga bisa saja tetap membuat kita merasa kecewa. It’s just mewujudkan sebuah film berarti membuat pilihan. Mau ngambil resiko atau tidak. Mau jadi nyenengin hati fans, atau hati semua orang, atau hanya hati produsernya. dan pilihan yang diambil film kadang enggak sejalan – enggak sefrekuensi, kalo kata Ainun – dengan harapan dan ekspektasi kita. Yang menurut kita penting, belum tentu begitu bagi pembuatnya.
Jadi, ya, daftar ini akan sangat subjektif. Kalian boleh jadi tidak menemukan film yang kalian benci. Sebaliknya, kalian bisa saja menemukan film yang kalian suka atau mungkin malah film yang menurut kalian bagus nampang di sini. Dan aku yakin memang ada. Tahun ini actually lebih banyak film yang populer, yang bisa dibilang bagus – at least yang kukasih skor lumayan tinggi – yang menurutku mengecewakan. Karena ekspektasi dan pilihan tadi. Also, daftar ini hanya akan mengcover film-film yang kutonton di bioskop, sebab dikecewakan oleh film yang kita harus berangkat dari rumah, meluangkan waktu untuk menempuh perjalanan, mengeluarkan uang, terasa lebih nyesek. Apalagi kalo ternyata yang ditonton di layar gede itu tak lebih dari glorified-ftv.
Setiap tahun aku beresolusi bisa menonton film-film di bioskop tanpa harus meratapi duit yang sudah keluar dan bertanya keras-keras ke tembok ala Adam Driver di Marriage Story “why did they do that?”, tapi nyatanya aku masih mendapati delapan film ini:
 
 
 

8. AVENGERS: ENDGAME


Director: Anthony Russo, Joe Russo
Stars: Robert Downey Jr, Chris Evans, Chris Hemsworth, Mark Ruffalo
Duration: 3 hour 1 min
Ya, ini bakal kontroversial, aku bahkan bisa mendengar mouse kalian bergerak cepat mau menutup halaman ini haha.. Jika kalian ngarahin mousenya ke judul setiap nomor, instead, maka kalian akan diarahin ke halaman ulasan, dan bisa dilihat di sana aku ngasih film ini skor 7 dari 10 bintang emas. Avengers: Endgame dibuat dengan sangat kompeten. Final fight yang kita tunggu-tunggu digarap dengan seru, menghibur sekaligus berhasil memenuhi tujuan ‘politik’ era SJW sekarang ini.
Posisinya ada di atas menunjukkan bahwa film ini tergolong bagus. Kekecewaanku timbul dari mereka memperkenalkan time-travel dan actually membuat babak kedua membahas mengenai aturan time-heist. Mereka menyusunnya dengan klop. Hanya saja, aku tidak mengharapkan itu. Infinity War berakhir dengan kemenangan Thanos, film membangun ekspektasi kita terhadap cara apa yang bakal dilakukan Avengers untuk well, to avenge their loss. Dan time-heist ini adalah cara yang paling standar untuk membahas soal serangan balasan tersebut. Film seperti punya agenda ingin membuat kita bernostalgia, maka ceritanya pun tidak move on. Malahan membawa kita ke semacam highlight.
Dan ini bukan cara yang paling aman pula. Avengers: Endgame meninggalkan kita dengan banyak plothole. Mungkin kalian adalah salah satu yang ikut membahas soal plothole dan implikasi kocak dari time-travel beda timeline di kolom komen review. It’s hilarious. Pembelaan pembuat film ini terhadap kekonyolan itu  adalah – seperti yang bisa kita tebak – penjelasannya bakal ada di film phase berikut. Ini membuat Avengers: Endgame less of a film dan lebih seperti produk. Aku setuju sama kata Martin Scorsese.
My Breaking Point:
Fans berkampanye betapa Tony Stark pantas untuk dapat Oscar. Ugh…. Bercanda haha.
Breaking point-ku yang benar adalah saat menyadari para Avengers sebenarnya berkelahi dengan orang yang berbeda. Thanos yang mereka lawan bukanlah Thanos yang mengalahkan mereka di Infinity War. Dan ini membuat pertarungan terakhir itu jadi hampa bagiku. Aku mau melihat mereka mengalahkan orang yang sudah bikin mereka kalah; Thanos dengan kekuatan Infinity Stone penuh. Bukan Thanos yang gak tahu apa-apa, yang cukup dikalahkan oleh Scarlet Witch seorang.
 
 
 
 
 

7. HABIBIE & AINUN 3


Director: Hanung Bramantyo
Stars: Reza Rahadian, Maudy Ayunda, Jefri Nichol, Diandra Agatha
Duration: 2 hour 1 min
Untuk merangkumnya, ini adalah cerita yang harus memuat kenangan satu tokoh akan tokoh lain, sekaligus mengenang tokoh yang mengenang tadi, dan juga membangun cerita kehidupan tokoh yang dikenang oleh tokoh yang juga sedang dikenang.
Film ini kayak pengen menceritakan tentang Ibu Ainun, tapi sendirinya tidak percaya bahwa cerita Ibu Ainun semasa muda tidak akan menjual. Maka mereka membuatnya sebagai sekuel Habibie & Ainun dan fokus tetap pada Habibie. Ditambah Bapak Habibie berpulang (salah satu momen menyedihkan bagi Indonesia tahun ini) dan film bergerak lebih cepat daripada lariku saat ditagih hutang untuk menguangkan kematian tersebut.
Cerita Ainun yang tentang wanita enggak kalah dari pria – manusia bukan soal gender lucunya malah seperti nomor dua, meskipun penulis tampak bersusah payah membuatnya Ainun seperti dokter wanita pertama dengan segala kesulitannya di dunia yang masih memandang wanita nantinya bakal balik ke dapur. Bagaimana film akhirnya menjual cerita ini? Dengan elemen romansa tak-sampai dan tokoh antagonis dibuat satu-dimensi demi Ainun kelihatan menarik.
My Breaking Point:
Ketika si senior antagonis masih diperlihatkan menyiapkan pidato perpisahan, dia dibuat gak logis banget masih menyangka dirinya lulusan terbaik padahal menyadari udah ketinggalan satu tahun dan kalah dalam lomba atas nama kampus. Ainun gak terlihat pintar dan selfless hanya dengan menampilkan tokoh senior ini sebagai ‘lawannya’.
 
 
 
 
 

6. FROZEN II


Director: Chris Buck, Jennifer Lee
Stars: Idina Menzel, Kristen Bell, Josh Gad, Jonathan Groff
Duration: 1 hour 43 min
Ini adalah contoh sekuel yang buru-buru diadakan karena film pertamanya laku. Ia dibuat sebagai brand ketimbang dibuat karena mereka punya cerita segar untuk dibagikan. Karena Frozen II hadir dengan cerita yang mirip Avatar Legend of Aang, penuh eksposisi dan throwback, yang ironisnya mereka tetap berhasil melepehkan perjalanan Elsa di film pertama.
Elsa yang sudah belajar untuk berani menjadi diri sendiri di tengah keramaian dalam film ini diharuskan belajar untuk menemukan dirinya sendiri dan di akhir memilih untuk sendirian karena dia begitu berbeda dengan orang-orang. Pesan seperti apa ini? Kita pengen karakter cewek yang mandiri tapi gak gini juga caranya.
Petualangan film ini tidak terasa seru, karena diberatkan oleh narasi eksposisi. Drama antar-saudari tidak lagi simpel dan mengena, melainkan terasa begitu jauh oleh cerita perang-fantasi yang ribet. Fantasinya pun terasa usang meski memang visualnya teramat indah.
My Breaking Point:
Olaf. Serius deh, Olaf sangat menjengkelkan. Dan film terus ngepush manusia salju sampai-sampai kita melihat adegan Olaf menceritakan – eng, MENGADEGANKAN ULANG! kejadian di Frozen pertama. What. An. Annoying. Waste. Of. Time.
 
 
 
 

5. X-MEN: DARK PHOENIX


Director: Simon Kinberg
Stars: Sophie Turner, James McAvoy, Michael Fassbender, Jennifer Lawrence
Duration: 1 hour 53 min
X-Men seharusnya bisa dijadikan contoh gimana hancurnya cerita superhero jika bermain-main dengan time-travel. Namun tetap saja elemen itu bakal dipilih karena dengan begitu universe lebih mudah untuk diekspansi. Masalah logika nomor dua.
Dark Phoenix bukan saja berurusan dengan masalah kontinuitas – banyak aspek yang enggak masuk dengan dunia dalam franchise X-Men sebelumnya. Ia juga harus berurusan dengan pengaruh SJW – sekali lagi ini adalah cerita wanita yang berusaha menjadi dirinya sendiri -, dinyinyirin mirip dengan Captain Marvel yang sudah lebih dulu tayang dengan jarak yang tak begitu jauh, dan beban sebagai penutup X-Men. Well, setidaknya sebelum dibeli oleh studio dagang yang lebih gede.
Hasilnya sungguh berantakan. Dark Phoenix terlihat jelas mengalami banyak shoot ulang. Ada yang bagus, seperti final battle di kereta api. Namun secara keseluruhan, setiap babak film ini terasa kayak film yang berbeda. Mereka enggak menyatu dengan kohesif, tone ceritanya beda, motivasinya beda. Film juga pengen nampil sangat serius sehingga enggak ada lagi kesenangan menontonnya.
My Breaking Point:
Ketika mereka memperkenalkan alien sebagai musuh utama. Alien yang sangat miskin eksplorasi. Bangsa alien tersebut bahkan gak sempat disebutkan namanya. Aku hanya menyebutnya…; Peran-yang-disesali-oleh-Jessica Chastain.
 
 
 
 
 

4. AVE MARYAM


Director: Robby Ertanto
Stars: Maudy Kusnaedi, Chicco Jerikho, Tutie Kirana, Joko Anwar
Duration: 1 hour 25 min
Oh betapa ekspektasiku tinggi sekali mendengar pujian-pujian bagi film ini dari penayangannya di berbagai festival. Temanya pun berani, kisah cinta seorang biarawati. Tapi begitu ditonton di bioskop… maan, kenapa rasanya ada yang bolong.
Selain sinematografi yang keren, art yang memanjakan mata, dan adegan manis berdialog di kafe, tidak ada yang bisa dinikmati dari Ave Maryam. Perjalanan tokoh utamanya terasa abrupt. Konfliknya yang berani itu gak terasa. Film ini seperti kisah cinta biasa. Durasi film ini terlalu pendek untuk sebuah cerita hubungan dua manusia yang dilarang saling jatuh cinta. Aku seperti menonton film yang berbeda dengan orang-orang di festival. I mean, filmnya benar-benar kosong, kita hanya baru akan mengerti konflik dan backstory dan segala macemnya setelah membaca sinopsis. Sungguh sebuah karya menyedihkan jika harus mengandalkan sinopsis sebagai komplementer – sebagai sarana untuk menampilkan yang tidak bisa ditampilkan.
Kemungkinan terbesar adalah akibat penyensoran. Dan jika benar, maka sangat disayangkan sekali perfilman kita masih belum berani menghidangkan cerita yang bertaji.
My Breaking Point:
Maryam memandangi Romo Yosef bermain musik, kamera fokus kepada si Yosef seolah dia konduktor terkeren di dunia, padahal tidak ada sama sekali rasa di adegannya.
 
 
 
 

3. BEBAS


Director: Riri Riza
Stars: Maizura, Marsha Timothy, Sheryl Sheinafia, Baskara Mahendra
Duration: 1 hour 59 min
Bebas diadaptasi dari film Korea yang berjudul Sunny. Sunny sendiri merupakan cerita persahabatan cewek remaja Korea yang kental sendiri dengan lokalitas orang sana, film itu menggambarkan sistem pendidikan yang keras dan hubungan sosial remaja yang membentuk geng sekolah.
Kupikir akan menarik, bagaimana Riza akan membawa cerita ini ke dalam lokal Indonesia. Tokoh yang tadinya cewek semua, diganti dua menjadi cowok. Setting waktu yang diambil adalah 90 akhir, saat Indonesia lagi krisis-krisisnya. Ternyata, tidak ada hal lokal yang signifikan yang dijadikan daging oleh film saduran ini. Film berpuas diri dengan lagu-lagu 90an dan gak melakukan banyak terhadap cerita. Semua kejadian dalam film ini sama persis dengan yang di film asli. Hingga ke dialog-dialognya. Latar hanya sekadar tempelan. Soal cowok main dalam geng cewek pun tak dijadikan fokus utama. Seharusnya yang diganti jadi cowok, tokoh utamanya aja sekalian.
Salah satu produk film paling malas tahun ini, minim visi original, dan hanya mengandalkan nostalgia musik, jejeran cast, dan cerita dari material aslinya.
My Breaking Point:
Sesama-samanya dengan Sunny, tapi film berhasil untuk membuatku kecewa karena entah mengapa mereka mengurangi porsi Suci (Su-ji pada Sunny) dan tidak ada adegan Suci menyelamatkan Vina
 
 
 
 
 
 
 

2. RATU ILMU HITAM


Director: Kimo Stamboel
Stars: Ario Bayu, Hannah Al Rashid, Putri Ayudya, Adhisty Zara
Duration: 1 hour 39 min
Film ini juga punya jejeran cast yang yahud, tapi bahkan mereka lebih enggak banyak berguna lagi ketimbang cast Bebas. Ratu Ilmu Hitam harusnya jadi film favoritku tahun ini – horor, ada efek praktikal body horor, sadis, digarap oleh kombo maut pada genre ini (film ini ditulis dan dipromosikan secara keras oleh Joko Anwar). Aku memang menyukainya. Hanya saja, ini jauuuuuh banget untuk jadi film yang memuaskan.
Mainly karena penulisannya yang sangat mengecewakan. Cast yang berjubel itu tidak mampu diberikan penulisan yang berbobot, let alone berimbang. Si Ari ‘Wage bacanya Weij’ Irham malah hanya dikasih satu adegan penting. Bayangkan. Hampir seperti film ini enggak peduli soal mengarahkan akting. Mereka hanya fokus membangun keseraman dan twist bergagasan moral berbau politis. Buktinya lagi, film gak mau repot-repot ‘maksa’ pemainnya mainin adegan dengan kelabang asli. Hewan-hewan kecil itu masih pakai efek komputer dan terlihat gak meyakinkan. Dan menjadi menggelikan ketika di kredit penutup kita melihat still foto adegan-adegan seram – menggunakan kelabang asli – dari Ratu Ilmu Hitam original.
Yang kuharap adalah horor sadis sederhana, memanfaatkan banyaknya cast mumpuni. Namun yang didapat adalah kejadian ribet dengan sok berada di batasan moral abu-abu, yang tidak didukung oleh penulisan dan struktur cerita yang bener. Tokoh utamanya aja gak jelas siapa. Kenapa gak sekalian aja judulnya Ratu Kulit Hitam kalo memang mau dapat pujian filmnya punya isu, siapa tau bisa menang Oscar.
My Breaking Point:
Dialog-dialog film ini yang sibuk menjelaskan, ngobrol ringan, dan berusaha mengomentari banyak hal, benar-benar menjengkelkan buatku. Gak cantik penulisannya. Puncaknya adalah ketika tokoh yang diperankan Zara dan tokoh anak panti yang tadinya akur, tau-tau berantem adu mulut lantaran si cowok mau nembak tikus di dalam rumah. WTF.
 
 
 
 
 
Sebelum masuk ke posisi pertama, simak dulu Dishonorable Mentions yakni film-film bioskop 2019 yang dapat skor 1. Ironisnya, mereka memenuhi ekspektasiku; Jelek, dan ternyata beneran jelek!

Dishonorable Mentions:

11:11 Apa yang Kau Lihat,

Roy Kiyoshi the Untold Story,

47 Meters Down: Uncaged,

Pariban: Idola dari Tanah Jawa

Sekte,

Kelam

 
 
 
Dan juara paling mengecewakan tahun ini jatuh kepadaaa

1. STAR WARS: EPISODE IX – THE RISE OF SKYWALKER


Director: J.J. Abrams
Stars: Daisy Ridley, Adam Driver, John Boyega, Oscar Isaac
Duration: 2 hour 22 min
Ketika Force Awakens munculin tokoh yang practically ‘mary sue’ aku masih bisa memaafkan; at least, sudut pandang baru dan revealingnya bakal keren. Ketika Last Jedi membuang semua teori fans ke laut dan nge-swerve kita setiap kali kesempatan, aku juga masih oke – malah excited mau dibawa ke mana sebenarnya trilogi ini, apa jawaban besar yang menanti di Episode 9. Lalu, akhirnya tibalah Rise of the Skywalker. Dan jelas sudah mereka tidak punya rencana apa-apa untuk trilogi ini selain untuk menjual mainan saat natal dan tahun baru.
My Breaking Point sudah mulai mendidih di menit-menit pertama mereka munculin kembali Palpatine. Menghapus semua kejayaan prophecy Anakin yang menjadi motor di Star Wars terdahulu. Dan sepanjang durasi, aku merasa terus menggelegak karena film ini tidak melanjutkan, melainkan merevisi sesuka hati. Tidak lagi peduli pada apa yang sudah dibangun – baik atau buruk – dan just go with apapun yang sekiranya bisa bikin fans bersorak “hey itu dari episode ke anu!”
Out of nowhere mereka membuat Poe sebagai kurir scroundel galaksi – seperti Han Solo – padahal di episode sebelumnya dia anak pilot biasa, dan sudah ikut berperang sejak muda. Mereka begitu saja membuat Finn punya ‘feeling’ dan ada banyak Stormtrooper seperti dirinya, meskipun di episode sebelumnya arc Finn adalah satu-satunya mantan militer yang berusaha rise up dari komanda-komandannya dahulu. Kisah cinta Finn pun seperti tak-eksis di sini. Dan kalo aku punya popcorn, maka semua popcornnya pasti sudah kulempar-lempar ke layar ketika hantu-force Luke mengangkat pesawat yang mestinya sudah rusak dan gak bisa dipakai. Kerusakan pesawat X-Wing ini penting, karena itulah yang menyebabkan Luke mengerahkan tenaganya sendiri hingga mati untuk muncul dalam bentuk energi menolong Resistance di Episode VIII
Nonton ini aku antara nyengir seru nonton aksinya dan nyengir blo’on melihat elemen-elemen yang gak kohesif.
Aku mengerang keras di bioskop pada momen ketika Rey menyebut dirinya Rey Skywalker di akhir. AARRGGHH!
 
 
 
 
That’s all we have for now.
Bisa dilihat sebagian film di daftar ini adalah box office, dan ini merupakan pertanda tak menyenangkan industri film semakin mengarah ke produk dan wahana. Sekalinya ada film yang berbeda, film tersebut ditakutkan akan begitu kontroversial sehingga dijinakkan. Tiga dari empat film impor di sini adalah buatan Disney, dan ini aku gak menyebut film-film live-action mereka yang semuanya sudah diantisipasi bakal jelek. Kalolah yang aku bikin adalah list film terburuk, film-film Disney tahun ini akan berkumpul di sana. Magic mereka hanya visual sekarang, dan aku benar-benar takut tren ini terus berlanjut.
Untuk Indonesia, tren yang mulai muncul adalah ‘film’ yang bersambung. Dan ini sedapat mungkin kubasmi dengan tidak menyebutnya sama sekali meskipun kesalnya luar biasa dapat yang jenis ini di bioskop.
Juga noticed dong kalo kebanyakan film di list ini bertokoh utama perempuan, yang ditulis dengan kurang baik. Ini actually satu lagi tren yang menakutkan; tokoh-tokoh perempuan sekarang diharapkan kuat, mandiri, berdaya, gak butuh cowok, dan ini salah kaprah menjadikan tokoh itu sebagai poster girl SJW dan feminism, padahal mereka seharusnya jadi tokoh yang relatable dan belajar untuk menjadi kuat.
Semoga daftar ini bisa dijadikan cermin untuk perbaikan. Jangan lewatkan Top-Eight Movies of 2019 yang akan ditulis nanti setelah pengumuman nominasi Oscar, juga awards tahunan My Dirt Sheet Awards CLOUD9 di 2020.
Terima kasih sudah membaca. Apa kalian punya daftar film-film yang mengecewakan juga? Share dong di sinii~~
 
 
 
 
Because in life there are winners.
And there are losers.
 
 
 
 
We?
We got PIALA MAYA for BLOG KRITIK FILM TERPILIH 2017

Comments

  1. ndu.t.yke says:

    Aku sangat sedikit menonton film tahun 2019 di tahun 2019 ini. Aku nonton Avengers : Endgame (no complain). Lalu Mantan Manten juga no expectation at all jd bs lebih santai nontonnya. Udah kayaknya itu aja

  2. Ilham says:

    Monmaap…. Monmaappp yaa pecinta jokan. Tapi aku bener2 kecewa dengan PTJ. sungguh d injak2 ekspetasiku. Separuh awal aangat menggiurkam,opening intens,d lanjutkan dengan. Desa dengan atmosfer yang ngeri bertabur misteri, tapi seperempat akhir film terasa malas untuk mengakhirinya dan di adakanlah satu adegan paling nggk mungkin ada di film sekelas jokan. Yaitu adegan 3 anak kecil ngrasukin si maya dg d tenggelemin kepalanya. Aduhhh. Terlihat sangat malas. Yang katanya benar2 jahanam ternyata hanya separuh jahanam.

    • arya says:

      hahahaha bener sih, Jahanam bener-bener paling receh dari Joko Anwar ya kayaknya, banyak yang gak logis juga… sampai sekarang aku gak habis pikir soal desa yang tiap hari ada bayi lahir hahaha
      Tapi honestly buatku film ini cukup melebihi ekspektasi sih, walau ekspektasinya rendah haha.. soalnya kirain bakal kayak film Jokan yang sudah-sudah; Ngegantung. Tapi ternyata cerita nutup.. cuma ya itu tadi, Jokan kentara sekali gak biasa bikin cerita yang nutup, momen-momen penjelasan di Jahanam ini lemah semua kan; adegan hantu anak kecil ngerasuk itu, adegan cerita kejadian rumah yang ampe dua kali.. overall aku salut jugalah dikit Jokan kali ini berusaha ngasih proper ending enggak kayak biasanya. Jumpscare terakhir itu sekadar pita penghias aja

      • Ilham says:

        Iyaasihhh aq juga nggk bisa bilang horor ini jelek. Ini bagus, cuman kalu d garap lebih serius lagi bakal lebih memuaskan, nggk bakal ada lubang2 nggk logis di sana sini. Yakaaliii desa sekecil itu masyarakatnya pada usaha bikin bayi setiap hari kalo sudah tau 20 tahun nggk ada bayi yang lahir sehat. Yerlalu tamak nggk sih. XD
        Samaa, aq juga terkejut ngeliat endingnya yang makan bayi itu, cukup jadi obat penawar sebelum keluar bioskop. Aq juga salut sama teknis di film ini. Bener2 nggak terasa murahan. Sinematografinya pun bener2 keren. Apalagi adegan pertunjukan wayang di halaman warga itu berhasil bikin aq terkagum2.

        • arya says:

          kalo ada versi adultnya, mungkin sebenarnya di desa itu ada orgy festival wayang setiap 9 bulan sekali, makanya pada beranak gitu ahahaha… rolenya juga gak jelas sih bayi ini, apa karena lahir di sana – kalo gitu gimana kalo dibawa lahiran ke tempat lain, atau karena dibuat di sana – coba buat anak di tempat lain, atau pindah ajalah semuanya sekalian ahahaha

  3. Winata says:

    Eh bener juga yaaa. Adegan nembak tikus bisa buat mereka bertengkar hebat, kukira si anak panti ini mau ngapain si zara. Eh nembak tikus aja ribetnya minta ampun. hahahahhaha
    Nggak tau kenapa, apa aq yang pelupa atau film nggk memberikan latar belakang karakter dengan tepat. Setelah keluar bioskop sudah lupa nama2 pemainnya. Sayang sekali 2 film horor pamungkas kita di 2019 belum begitu memuaskan seperti sebelum iblis menjemput.

    • arya says:

      lebay banget emang wkwkwk
      Samaaa, makanya aku pas nulis reviewnya juga pakai nama asli pemainnya, sampai ada yang komen nanyain tumben aku gak pakai nama tokoh hahaha… enggak ingat sama sekali, udahlah banyak – gak ada karakter yang kuat pula

  4. Arif says:

    Waiitt…… Endgame?!! Ah sudahlah
    TAPI mas, menurut aku, captain Marvel jauh lebih jelek dan mengecewakan dari Dark Phoenix. Di CP kyk bener² jadi tempat kampanyein SJW,l Lebih kesel nya lagi, film ini jg dibuat lewat kualitas yg super standar, cerita standar, karakter datar, apalagi action nya. Sumpah, adegan action nya garing setengah mati, apalagi pas scene fight di pesawat yg diiringi ama lagu 90an. Film kyk sok asik bgt dan gak nyadar ke bego an nya, padahal ini gak nyambung sama sekali, dan justru bikin penonton jd ilfil ngeliatin ya.
    Sumpah, captain Marvel bikin aku kecewa berat. Minus di segala sisi menurut aku.

    • arya says:

      hahaha bener, Captain Marvel itu film SJW parah, aku udah expect bakal begitu sih.. Captain Marvel yang kuat banget udah sering dibandingin ama Superman, it’s only natural Marvel dan Disney literally mengubahnya jadi Cewek Super yang memenuhi semua standar feminis relevan ama SJW sekarang-sekarang ini. Buatku Endgame lebih di bawah ekspektasi karena bahkan di film itu si Captain Marvel ini lebih less-human dan more-of-an-agenda lagi. Tapi memang secara objektif, film Endgame lebih bagus dari film Captain Marvel

  5. ujang hasan says:

    kok daftarnya hampir sama kayak punyaku ya hahahaha… apalagi yang bebas, ave Maryam, Habibie 3, sama frozen 2. orang-orang pada hype, aku malah bingung sendiri. apa seleraku yang memang aneh ya? nonton ave Maryam, bingung maksudnya apa, kayak tau-tau begini, tau2 begitu, latar belakang Maryam juga gak dijelasin secara gamblang dan buatku susah banget buat relate sama maryam, sementara, Habibie 3 terlalu lebay kalo menurutku. kalo endgame masih okelah… makasih buat review-nya. udah lama bgt baca blog ini, tapi baru kali ini gatel pengen ngasih komentar wkwkkwk…

    • arya says:

      bener, aku bingung kenapa film-film itu banyak yang suka, dan setelah diselidiki memang orang-orang sukanya bukan ke filmnya.. misalnya Bebas, ternyata sebenarnya pada suka lagunya aja, Frozen karena Olaf, Ave karena…. mungkin karena ada Jokan main di sana haha
      kalo Endgame aku memang gak convince soal harus banget resort ke time-travel, itu aja sih.. soalnya Marvel seperti ingin mempertahankan Avengers gak boleh suram tonenya, dan bakal sulit untuk gak suram kalo cerita move on ke perlawanan dengan Thanos merajalela dan separuh manusia gak ada

  6. Menik says:

    “Untuk Indonesia, tren yang mulai muncul adalah ‘film’ yang bersambung.” –> Haduh, kemarin sempet nonton Rembulan Tenggelam di Wajahmu, dan eng ing eng…..dibuat bersambung dong! sungguh kampret..
    Udah ceritanya ternyata aneh pula: ada kepala panti asuhan yang pas jam berbuka puasa bukannya makan dan sholat magrib, malah gebukin anak pantinya…. haha

    • arya says:

      Aduh itu Rembulan, aku juga nonton dan perasaan langsung gak enak pas lihat jam ternyata udah tinggal 30 menit tapi masih satu pertanyaan Arifin Putra yang kejawab. Udah deh, pas beres, aku mengumpat-ngumpat. Yang bersambungnya motong kek gini gak aku anggap film, makanya gak kureview. Dianggap tidak ada saja haha

        • arya says:

          si Doel bersambung tapi untungnya masih nutup di setiap episode, kalo buku kerasa kayak bab ini beres, bab berikutnya – gak kayak Rembulan; ngangkat ada 5 pertanyaan, tapi ternyata dipotong dua dulu, besoknya tiga – apaan haha

    • arya says:

      Honestly, Glass aku kecewa actionnya sih, kurang, Bruce Willis juga matinya gitu doang. Tapi visi Shyamalan masih kerasa membungkus trilogi ini – enggak kayak Star Wars Disney. Penghiburan teknisnya juga banyak. Jadi ketika mikir ‘film mengecewakan’, Glass gak langsung nongol di kepalaku

  7. Sursur says:

    Sumpah bang saya masih kesel sama star wars, rada ikhlas juga dia ada di nomor satu. Jujur, saya sebagaj fanboy ya seneng-seneng aja pas dikasih fan service banyak, walaupun di satu sisi juga sambil merhatiin cerita yang ‘apa banget’. Kayak Finn itu yang punya feeling, sampe jenderal first order yang berkhianat, apa banget coba. Dan yang saya bikin maki-maki setengah mati pas Rey mati, saya kira itu bakal epik. Ternyata dateng Ben terus nyembuhin pake force, untung aja si Rey abis hidup lagi gak nyembuhin Ben pake forcenya. Scene Rey Skywalker juga, bakal aneh gak sih kalo scene itu diganti sama Ben Skywalker kalo aja si Rey beneran mati? Dan soal kemunculan Palpatine, kayaknya saya agak maklumin karena dua saga starwars sebelumnya musuhnya dia, walaupun dimunculinnya dengan cara yang meh kayak gitu.

    • arya says:

      Ben datang nyembuhin Rey, Rey hidup lagi Ben sekarat, Rey nyembuhin Ben, Ben sehat lagi Rey sekarat, Ben nyembuhin Rey, gitu aja terus mendingan akhir Star Wars ini daripada ciuman trus Rey nguburin lightsabers ke Tatooine memandangi sunset, sendirian, di gurun, sama aja kayak di awal dia diperkenalkan ahahaha
      Aneh juga lah haha.. makanya endingnya Ben ama Rey duduk di ayunan di teras rumah mandangin tiga anak kecil Solo-Skywalker yang lagi main tarung-tarungan lightsaber di halaman, trus Rey manggil mereka “Luke, Leia, Han, makan duluu” dah tamat keluarga bahagia wkwkwkwk

  8. newadityaap says:

    Bikin list film mengecewakan kaya gini emang suka kontroversial ya, apalagi kalau jalan-jalan ke lapak reviewer lain, film yang ada di sini justru malah masuk line up film favorit atau berkesan at least (kecuali Habibie & Ainun 3 dan X-Men yg kayanya mutlak gak bersinar). Akhirnya kembali ke selera masing-masing dan tujuan tiap orang sejak nonton filmnya dari awal.
    Kalau list kekecewaan gw (4 aja):
    1. Kembalinya Anak Iblis (skor 1/10)
    Karena sebenarnya penasaran tentang cara film mengakhiri teror setan di film pertamanya, eh malah dikasih plot twist seenaknya yang entah darimana datangnya. Jadi gak akan lagi deh nonton film-film dari PH sono.
    2. Warkop DKI Reborn (skor 3/10)
    Kesal karena premis yang simple gitu kenapa gak diceritain dalam satu film aja, kenapa maksain filmnya dibagi dua?
    3. Stuber (skor 5/10)
    Karena kurang memanfaatkan potensi Iko Uwais walaupun peran dia sebagai antagonis menarik. Iko tuh baru kerasa bagus kalau bertarung tanpa senjata, jangan dikasih pistol atau senjata lain.
    4. Ma (skor 5/10)
    Ekspektasi mau ngeliat Octavia Spencer main darah dan brutal, malah dapet sosok pendendam yang kurang sadis.
    Kalau mau ditambahin pasti bakal dipenuhi banyak film horor lokal sih, makanya gak sampai nyebutin lebih banyak, apalagi bikin postingan khususnya di blog sendiri.

    • arya says:

      bener, kalo udah list-list bawaannya pasti subjektif, award-award beneran aja juga tergantung narasi atau ‘kepentingan’.. makanya apresiasi film itu seru; ditonton dulu, dipilah dinilai secara objektif, baru disukai secara subjektif hahaha
      kalo aku yang tipe-tipe Warkop, Rembulan, udah gak kuanggap film lagi – kuanggap tidak pernah ada aja film-film yang sengaja dipotong dua kayak gitu haha

  9. Albert says:

    Termasuk terkenal semua ya, kayaknya kutonton semua 8 ini. Ada yang kutonton 2x malah hehehe. Iya sih ga ada yang memuaskan pas pertama nonton tapi ada juga yang sesuai ekspektasi karena udah banyak yang review jelek.
    Endgame sih tetap favoritku sebanyak apapun holenya suka sih cerita Avengers. Cuma ya pertama nonton kaget juga kayak nonton film drama. Malah plot hole time travelnya baru terpikir setelah nonton terutama yang gimana Captain bisa jadi tua dan balik ke waktu semua ga terjawab memuaskan sampai sekarang.
    Habibie Ainun ga berharap banyak sih dan sesuai ekspetasi memang rasanya tawar ga ada konflik berarti, ga jelas mau dibawa ke mana.
    Frozen ini yang jatuh banget di hatiku karena yang pertama suka banget dan yang kedua ini sangat standar kayak nonton opera dan konflik yang tawar juga.
    Dark Phoenix udah banyak yang review jelek. Harapan ga tinggi dan memang ga memuaskan.
    Ave Maryam aku yang katolik aja ga puas, sampai mama sama adikku juga kularang nonton. Ga tau ceritanya apa, sebetulnya aku ada nebak sih dosanya Maria atau Maryam yang bikin dia nyesal mau keluar biara, tapi ga mau kontroversi ga usah dibahaslah.
    Bebas banyak yang suka ya, aku suka juga sih. Cuma ga setinggi yang diharapkan aja. Masih suka nostalgianya ke zaman kecil.
    Sebetulnya PTJ sih udah kecewa, tapi ternyata RIH lebih parah. Setidaknya separo pertama PTJ itu masih bagus misterinya. RIH cuma jual kengerian aja, ceritanya aku ga paham dan banyak holenya juga. Anak cewek itu apa hubungannya sama Murni ga ngerti sampai sekarang. RIH terbalik sama Jeritan Malam. Trailernya aku ga minat sama sekali tapi ternyata bagus filmnya lepas dari beberapa keanehan tapi ceritanya tersusun baik.
    Star Wars aku ga ngikutin sih baru nonton dari Forced Awaken. Jadi ya ga berharap apa2 asal ikut alur aja jadi ga terlalu kecewa sih.

    • arya says:

      haha iya, Star Wars memang paling kecewa buat yang ngikutin dari awal sih.. tapi sebenarnya gak masalah juga digituin sama Abrams, tapi dia mainnya gak cantik – pace-nya yang kayak buru-buru mau cepet ke action aja seolah dia kayak buru-buru mau ‘ngebenerin’ star wars tanpa ngeliat yang sudah ditetapkan aja

      • Albert says:

        Apa Palpatine itu seperti Thanos di MCU mas? Ibarat 10 tahun lagi puncak MCU ternyata Thanos masih hidup gitu? Kupikir2 juga aturan time travel di Endgame juga dibuat gampang ya, tiap ada perubahan ga ada pengaruh apa2, tapi bikin timeline baru. Jadi enak kan mereka ngapain aja bebas kayak Thor bisa ambil palunya lagi. Di sisi lain aturan ini bisa jadi cerita berikutnya kayak Loki yang bisa hidup lagi karena perubahan timeline ini.

        • arya says:

          Ngapain nunggu 10 tahun segala, dengan arahan yang mereka ambil sekarang; ada infinite Thanos, infinite Stark, siapapun tak terhingga jumlahnya di multiverse/multi-timeline yang siap mereka garap kapan saja.
          Dengan timeline baru dan time travel, MCU-Disney bisa bikin Loki atau Thor atau siapalah dengan versi dan dunia yang berbeda-beda. Mereka bikin satu tokoh mati pun jadi gak sedih lagi, lantaran konteks dunia mereka yang sekarang kita tahu di timeline lain tokoh yang mati tadi masih hidup dan bisa dibawa jadi ‘bintang tamu’ kapan pun pembuat ceritanya mau nampilin. Endgame bukannya jadi penutup, malahan jadi bukaan yang lebih luas untuk produk-produk yang baru haha

    • arya says:

      hahaha banyak yang reviewnya jelek-jelek, tapi gak masuk, karena memang film-filmnya udah kuantisipasi jelek ; ya kayak si Maleficent 2… kalo Glass sebenarnya cukup kecewa sama konfrontasi finalnya, cuma visi sutradara masih kuat – dan ini dipertahankan padahal film pertama dari trilogi ini udah nyaris 20 tahun lalu loh – jadi tetap kuapresiasi lebihlah ketimbang Star Wars yang kelihatan banget mereka jadi gak punya goal cerita setelah Episode VIII

  10. andyrafael3 says:

    halo bang, kl avengers endgame gue jg ngerasa aneh si bang, krn Thanos yg mereka lawan ini g ngerti apa2, jd kyk kurang greget tarungnya haha
    dan gue jg msh misteri, gimana caranya tony stark bisa switch gauntletnya thanos? dan juga Ladies avenger, SJW, oh so annoying
    Tp biarpun begitu gue msh lebih kecewa star wars ep 9 ini, gue bener2 setuju sm opinimu bang. Pertarungan lightsaber mengecewakan, cerita g jelas arahnya kemana, paling gak star wars yg episode 1-6 jelas arahnya kemana
    cuma gue heran bang kenapa review star wars last jedi bang arya kasih 7,5?? padahl meurut gue itu adalah momen kejatuhan film trilogi star wars yg baru ini

    • arya says:

      Last Jedi memang sedikit radikal sih ya, aku ingat nulisin dia mengenyahkan semua teori-teori dan harapan fans – dan kayaknya memang itu niat si Rian Johnson; dia sengaja masukin banyak yang naikin ekspektasi fans dan “nope, you’re wrong” misalnya soal si Luke yang muncul, ternyata cuma bayangan, dan dia mati haha
      Tapi secara penulisan dan struktur naskahnya sendiri, Last Jedi kompleks sekali. Setiap karakter mayornya (Finn, Poe, Rey – bahkan Luke dan Kylo) ditulis jelas konflik wants-and-needs mereka. Perjalanan film selalu soal karakter yang mau sesuatu, tapi dia harus menyadari apa yang sebenarnya ia perlukan, yang akhirnya menjadi konflik. Dan konflik itu dalam film ini bukan hanya berpengaruh pada mereka masing-masing, tapi juga saling mempengaruhi satu sama lain. Perubahan karakter mereka juga sangat jelas antara di awal dan di akhir. Menurutku di film ini Johnson berani untuk tidak memberikan yang kita mau (our wants), dia malah memberikan yang menurutnya – dan aku setuju – dibutuhkan oleh franchise ini dan kita semua (our needs); perubahan arahan, karena toh Force Awakens dikritik terlalu mengekor arahan trilogi original

    • arya says:

      Gundala mah udah ketebak pasti bakal ngikutin gaya universe Marvel (dengan tone kelam DC); ceritanya pasti bolong-bolong demi film berikutnya.. tipe Gundala ini udah diwakilin ama dedengkotnya tuh, si Avengers di nomor 8 hehehe

  11. Dimon says:

    Kekecewaan terbesar tahun ini buatku Joker, bagiku filmnya superficial dan takes itself way seriously. Ak berharap filmnya agak entah edgier I think tapi ternyata lumayan standar untuk film yang katanya groundbreaking utk genre superhero. Filmnya jg kurang personality, banyak pinjem film lain. bandingin sama entah Black Swan misalnya sama sama superficial dan tipis tapi lebih punya banyak gaya dan personality to make up for it.

    • arya says:

      minjem film Taxi Driver terutama hahaha.. memang come off-nya jadi pretensius sih – kurang original juga, makanya objectively aku cuma ngasih 6.5

    • arya says:

      Not much, I think. The similarity between these movies is that they feel more like a product in factory rather than honest story. Like, sell first, and tell later. Even Ave Maryam was cut out and presented as more-appealing and market-friendly, which make this movie lost its original point

Leave a Reply