SEBELUM IBLIS MENJEMPUT: AYAT 2 Review

“Better the devil you know than the devil you don’t”
 

 
 

Manusia lebih baik daripada iblis. Sejak iblis yang diciptakan dari api terang-terangan menolak memberikan penghormatan kepada manusia yang tercipta dari tanah, iblis diturunkan derajatnya. Dan mereka pun mengamini penurunan tersebut dengan bersumpah untuk terus sekuat tenaga menyesatkan anak manusia sehingga berada di dasar neraka bersama mereka. Alfie dalam Sebelum Iblis Menjemput (2018) menambah skor bagi manusia, dia berhasil mengalahkan iblis. Bersama adik tirinya, wanita ini lolos dari peristiwa maut yang mengubah kehidupan mereka. Dua tahun kemudian, kini di Sebelum Iblis Menjemput: Ayat 2, Alfie masih dihantui bisikan dan bayangan. Dia dan adiknya, Nara, lantas kembali dipaksa terlibat dalam masalah mengerikan yang berakar pada persoalan iblis menjebak manusia untuk melakukan perjanjian terkutuk. Hanya saja kali ini, angka skor tadi tidak lagi menjadi soal.

Karena, demi horor Alfie dan kita semua, keunggulan manusia terhadap iblis ternyata juga bisa berarti manusia yang menghamba pada iblis mampu menjadi iblis yang bahkan jauh lebih iblis daripada iblis itu sendiri.

 

tak ada yang waras di kota ini

 
Sutradara dan penulis naskah Timo Tjahjanto kembali mengajak kita bersenang-senang dengan horor sadis ala Evil Dead. Yakni horor dengan tone yang over-the-top, berisi makhluk-makhluk peranakan teror praktikal dan permainan teknis, dan ditaburi selera humor edan. Penggemar horor akan bersorak melihat adegan ala Alien lahirnya pria dewasa dari dalam tubuh seorang wanita. Reaksi terhadap berbagai trik horor dan jumpscare film ini jelas akan beragam. Misalnya adegan tangan setan yang ngasih jari tengah ke Alfie; ini bisa jadi adegan kocak bagi penonton yang gemar horor-horor ala B-horor 90-an. Dan di sisi lain, bagi beberapa penonton yang lain (sebagian besar sepertinya), adegan itu bakal jadi exactly just what it is; sebuah jari tengah yang diacungkan tepat ke depan muka semua orang yang mengharapkan peningkatan dari film yang pertama.
Filmografinya padahal sudah berbicara. Sebelum Iblis Menjemput: Ayat 2 actually merupakan sekuel pertama bagi Timo. Sebelum ini, dia dikenal dengan cerita-cerita orisinil. Gaya horor sadisnya bisa diaplikasikan ke cerita apapun, dan terbukti cukup menjual, sehingga sekuel Ayat 2 ini terasa dipaksakan dan justru membatasi. Karena cerita Alfie sudah tuntas di akhir film pertama, transformasi karakternya sudah sempurna. Akan lebih baik bagi Timo untuk menjual cerita pada film kedua ini sebagai cerita baru atau murni judul baru saja lantaran menarik Alfie kembali terasa sangat dipaksakan.
Ini semua kelihatan dari babak set up yang sangat lemah begitu mereka mulai memperlihatkan Alfie kepada kita. Ketika prolog dua cewek di rumah, yang ada keren netes terus dimatikan, tapi masih ada bunyi tetesan dan itu adalah bunyi darah yang menitik ke lantai, film terasa sangat menarik. Kita dihadapkan pada misteri baru, orang-orang baru, percakapan mereka did a good job membangun sosok Ayub dan kejadian mengerikan kehidupan mereka lima-belas-tahun lalu. Aku genuinely langsung penasaran. Apa sebenarnya yang menyerang si Gadis. Apa yang sebenarnya terjadi kepada mereka. Relasi antargrup mereka juga disinyalir punya konflik. Tapi kemudian, kita dibawa menemui Alfie dan satu jumpscare berikutnya, kedua kubu ini  – orang-orang di prolog dan Alfie – berada di bangunan bekas panti. Film menyediakan sedikit sekali alasan logis yang menghubungkan Alfie dengan geng Gadis dan masalah mereka. Hanya sebatas karena Alfie pernah lolos dari iblis, dan sekarang anak-anak muda ini ingin minta tolong padanya karena nyawa mereka sedang diincar oleh sesosok iblis. Alfie seperti dipaksakan masuk; ini ironis karena cara film membuat Alfie ada di sana adalah dengan membuat geng Gadis menyatroni kediaman Alfie dan Nara, lengkap dengan topeng perampok, melumpuhkan Alfie, membawanya paksa – menyekapnya dalam bagasi mobil. Mereka minta tolong dengan literally menculik si calon penolong. Dan setelah teriak-teriak tanpa benar-benar menolak, Alfie mau saja menolong dan membaca mantra yang melepas semua petaka. Set up yang sungguh kentara dipaksakan supaya cepat, dan Alfie bisa ada di sana gitu aja. Padahal dia tidak punya hubungan ataupun masalah personal dengan salah satu dari Gadis dan teman-teman pantinya. Alfie tidak punya motivasi di plot ini. Dia hanya terpaksa karena iblis pervert musuh ‘klien’nya mengincar Nara (antagonisnya aja gak ada konflik-langsung dengan Alfie), dan satu-satunya yang menahan Alfie dan Nara gak cabut dari situ adalah mobil yang mogok.
Sure, masih ada transformasi yang dialami oleh Alfie. Di awal cerita dia adalah tough street-wise lady yang membakar kakak tirinya sendiri dan di akhir dia belajar bahwa dia adalah orang yang tidak punya kendali atas nyawanya sendiri. Dia adalah personifikasi dari manusia lebih baik ketimbang iblis sekaligus lebih buruk. Dihitung dari film pertama, seharusnya dia orang yang double bad-ass…(es?). Namun Alfie dimainkan dengan cara yang ‘lucu’ oleh Chelsea Islan. I mean, ada alasannya kenapa dulu aku memplesetkan namanya jadi Cheesy Island, tapi kemudian dia menunjukkan peningkatan akting yang signifikan. Di Sebelum Iblis Menjemput, Chelsea jelas bukan bahan tertawaan, perannya menggenjot fisik dan emosi, and she was delivered. Di film kedua ini, sayangnya, dia kembali menjadi Cheesy. Akting takutnya lebay. Bicaranya sebagian besar teriak-teriak hampa. Hampir seperti dirinya enggak nyaman dituntut seekspresif itu.
dan dia harus berpose metal untuk mengeluarkan kekuatan barunya

 
Cerita film ini masih akan bisa bekerja tanpa harus ada Alfie di sana. Sekelompok alumni panti yang ditarik kembali oleh iblis masa lalu mereka. Yang udah nonton, coba bayangkan kalo plot Alfie di film ini dijadikan plot si Budi, atau Gadis…. it could still work dan made more sense, kan. Ini adalah soal menggunakan iblis balik mengalahkan iblis; soal menemukan loophole di lingkaran setan. Film menggunakan Stockholm Syndrome lebih dalam dari lapisan luar narasi untuk memparalelkan hubungan manusia dengan iblis. Selain Alfie, sesungguhnya tokoh-tokoh baru yang berkenaan langsung dengan masalah dalam film ini gak ada yang punya karakter yang kuat. Mereka dangkal, dan klise. Si jutek, si misterius, si baik, mereka enggak punya background pribadi. Mereka hanya anak panti. Kenyataannya, mereka ini cuma penambah itungan kemenangan iblis atas manusia – mereka cuma jumlah korban. Bayangkan anak-anak Losers Club ketemu Pennywise, hanya kali ini mereka enggak berjuang — nah, begitulah tokoh-tokoh baru di film ini.
Banyaknya ‘korban’ enggak lantas berarti film ini punya adegan sadis/horor yang menyenangkan. Tidak, jika tokoh-tokoh ini sebagian besar hanya teriak-teriak, entah itu berargumen, atau nyari teman yang hilang (teriak padahal masing-masing pegang hatong), atau ketakutan. Dan lebih tidak lagi, saat adegan sadis/horornya monoton alias itu-itu melulu. Ada banyak sekali adegan setan seram di ujung (lorong/bawahtangga/seberang ruangan) dan kemudian si setan ini maju ke depan, mendekat dengan kecepatan edan sampai muka seramnya mau nabrak kamera. Manusia di film ini kesurupan iblis, dan tampaknya si iblis itu kesurupan Sonic!
 
 
 
 
Berakhir dengan cukup menarik sebenarnya, mungkin mereka mengincar trilogi. Dan jika iya, kita bisa mengharapkan arahan yang sangat berbeda pada film terakhir nanti dilihat dari elemen baru yang ditambahkan film ini sebagai resolusi cerita. Maka itu, aku ingin memberikan saran untuk ngetone-down Alfie sedikit, karena di film ini dia menjadi begitu over-the-top. Kita jadi menertawakan apapun yang ia lakukan. Semakin seram situasinya, semakin ngakak ngeliat Alfie. Mereka juga perlu come up with much better story buat Alfie, yang konfliknya benar-benar personal dan berhubungan langsung secara natural dan gak bersifat kebetulan dengan dirinya. Selain beberapa hiburan, jika dibandingkan dengan film pertamanya, sekuel ini mengalami kemunduran. Ceritanya lemah, horornya kalah seru, karakternya kalah menarik.
The Palace of Wisdom gives 4 gold stars out of 10 for SEBELUM IBLIS MENJEMPUT: AYAT 2

 
 
 
That’s all we have for now.
Menurut kalian apakah setan itu merujuk pada identitas, atau sesuatu yang kita lakukan?
 
Share  with us in the comments 
Remember, in life there are winners.
And there are losers.
 
 
 
 
We?
We are the longest reigning BLOG KRITIK FILM TERPILIH PIALA MAYA.

Comments

  1. tokiran says:

    Smalem gua nonton rally sim 2 dan sonic… Awalnya nonton sim seh.. Serius turun kelas banget ceritanya dari sim 1.. Begitu banyak lobang difilm ini… Tidak ada konsep yang baru.. Banyak tereak2 gak jelas.. Kalau yang pertama lumayan keren horrornya. Kalau yang kedua flat.. Gua kasih nilai 2 dah.. Film berusaha masuk ke psikologis penontonnya.. Tp malah gagal dan ada banyak gak masuk akalnya seh..masak rumah sekecil. Itu orang teriak2 gak kedengeran seh.. Padahal temanya dah mau ded difilm dah tereak2 di gangguan pocong tp yg lain sibuk diskusi diruang sebelah yang mungkin luasnya sebesar lapangan golf.. Sampai orang tereak mo ded juga gak kedengeran. Chelsea juga banyak tereak2 gak jelas.. Hantu nya kayak hantu ju-on(kayako) tp versi kearifan lokal.. Pake nunjuk jari tengah lagi.. Settimg rumahnya gitu2 mulu perasaan dan sengaja diserem seremin.. Apalagi pas ada adegan cowoknya bilang “alfi kamu jangan mati yach”…gua usahakan.. Jawab alfi.. Kok gua agak gimana gitu percakapaan itu….mreka gak menghiraupam cerita lagi.. Yang penting profit maksimal…kebiasaan Indonesia kayak gitulah. Lalu setelahnya nonton sonic.. Seneng bisa ngilangin sakit ati dr film SIM

    • arya says:

      hahaha oia bener, hantunya kayak ju-on.. yang pas chelsea main-mainin lampu itu paling mirip ya kan
      geli-geli gimana gitu rasanya pas denger ‘jangan mati’-‘gue usahain’ wkwkwk, kalo aku jadi setannya langsung ta’ cekek itu berdua abis ngomong begitu

  2. Dimon says:

    Yang pertama walau lumayan mumpuni dan koheren itu berasa banget basisnya campuran Drag Me to Hell sama Evil Dead. Jadi gak heran lanjutannya rada anyep kalo dari awal bahan dasarnya nyontek resep orang.

    • arya says:

      kehabisan bahan contekan berarti ya haha.. yang sekarang ini elemen cerita pantinya mirip-mirip Ratu Ilmu Hitam sih, tapi kok ya bisa-bisanya bikin yang lebih jelek dan pointless daripada film itu xD

  3. Albert says:

    Itu maksud endingnya gimana ya mas? Katanya jiwa Alfi dari kecil memang udah milik iblisnya? kirain udah mati Alfinya taunya hidup lagi hehehe.

    • arya says:

      Si Mongol, eh salah, si Molok itu iblis yang sama ama iblis pesugihan bapak Alfie (film pertama), jadi nyawa Alfie udah ada di tangannya. Pas Alfie bunuh diri, si iblis kayak bilang “eits, gak segampang itu Ferguso!”. Sebelum si iblis itu yang jemput, alias yang minta nyawanya, si Alfie gak bisa ambil nyawanya sendiri. Menurutku menariknya di sini sih, masih belum tegas kenapa si iblis gak izinin si Alfie mati; apa karena dia ingin Alfie lebih menderita, atau karena dia jadi ‘suka’ sama Alfie – kekuatan tangan rocker Alfie kan dari dia. Di ending, interpretasinya bisa si Alfie embrace dia milik Molok, dia hidup fearless sekarang (semacam stockholm syndrome paling edan), kalo ada film selanjutnya bisa jadi ceritanya tentang kepahlawanan Alfie membasmi iblis dengan kekuatan iblisnya (kayak komik anak-anak Nube Guru Ahli Roh)

  4. Fenki Sugiarto says:

    Bang, saya masih g paham soal si Gadis dan Marta. Gadis ini yg jahat dan jadi dalang semuanya kan? Kog bisa? Apa hubungannya dg dia di foto jadul dipangku sama pak ayub? Kan dia jg ikutan bunuh pak ayub kog dia jd mau ngidupin lg. Dan apakah marta jg tau rencana si Gadis n dja sengaja bantu dg bohongi temen2nya soal mantra yg bisa bangkitin Ayub?
    Lalu endingnya tu kan Ayub kluar dr tubuh Gadis n nyerang alfie lalu alfie bunuh diri. Nah tu jdinya Ayubnya kemana? Ikutan mati karena alfie bunuh diri lalu masuk ke dalam tangannya si Molok?
    Mohon pencerahan bro

    • arya says:

      Ini kuncinya stockholm syndrome yang disebutin sama Alfie; kondisi mental dari korban yang bersimpati sama pelaku yang abusif terhadap dirinya. Si Gadis ternyata ngerasa seperti itu ke si Ayub sedari kecil, buktinya selain foto masa kecil yang Alfie lihat; Gadis mau aja dipangku kayak anak kepada bapak, pas adegan flashback cowok yg dikurung, di antara anak-anak yang ketakutan di meja makan, cuma Gadis yg makan dengan lahap, kayak gak ada apa-apa. Kenapa hanya Gadis yang tumbuh simpati ke Ayub, kupikir cukup wajar karena dia gak akrab sama anak-anak yang lain (di awal dia nyebutin mereka gak ada yang percaya ama dia)
      Pembunuhan Ayub sepertinya bukan masalah besar bagi Ayub karena dia toh ‘dibeking’ ama iblis, dan kurasa Gadis di titik itu juga sudah tahu ‘kekuatan’ Ayub. Dia mau disuruh bujuk si Marta ke kamar Ayub. Gadis jadi pelaku buat kebangkitan dan balas dendam Ayub. Jadi besar kemungkinan Marta juga kejebak oleh Gadis.
      Kalo yang di akhir itu kayaknya memang si Ayub udah diambil ama si Molok

  5. adithia bayu says:

    waktu akan nonton ini sudah aku turunkan sedikit ekpetasi dan…benar terjadi,
    background story film ini kurang kuat, benar bro terutama di relasi alfi yang harus ketemu para brother & sister dari panti itu, tipis sekai bahkan bisa dibilang cukup memaksakan sih…kecuali di SBIM2 Alfi diplot menjadi Devilbuster :p ..
    Dan kenapa ya saya tidak terlalu suka kebiasaan memakai scene hantu gymastic ( entah itu kayang atau jalan merangkak ), dan hantu – hantu masker bengkoang yang malah terlihat seperti Marlyn Manson telat naik panggung.
    Latar belakang tokoh – tokoh di film ini berasa berlalu saja tidak ada yang digali lebih dalam padahal bisa jadi sebuah penguat cerita.
    Dialog Molok dengan Alfi mengingatkan akan scene dimana Lucifer berdialog dengan Constantine (hanya aku yang bisa membunuhmu), nah justru kalau mau tokoh Alfi ini bisa dikembangkan seperti ala – ala Constantine nantinya ( kalau ada film berikutnya, alfi as pegusir iblis ).
    Saya suka tone warna film ini tapi tidak dengan CGI nya.
    Satanic Levitas….!! jreng jreng

    • arya says:

      udah basi bgt ya hantu merangkak/kayang… kesurupan ampe transfer muntah pun udah biasa banget, yang make up putih udah dari jaman ju-on…. pokoknya so last decade abis lah semuanya
      haha iya ke arah alfie jadi pengusir iblis memang kayaknya franchise ini… Usul buat filmmakernya; mending dibikin kayak Dilan aja, film terakhirnya dari sudut pandang beda; bikin dari sudut pandang iblis yang diusir, judulnya jadi Sebelum Alfie Menjemput hihihi

  6. Herman Susanto says:

    Setuju.sy berharap setidaknya setara dgn SIM 2018. Diawali dgn baik,tetapi dgn cepat terasa dipaksakan. Tdk terlihat unsur kausalitet yg logis disini, antara knp Alfie hrs terlibat ? Belum lagi, ngajak kenalan dg org yg kita disetrum lalu diculik dan blm lagi dialog cheesy “Alfie,jangan mati ya?” “Aku usahain” Tapi adegan Krissti kerasukan dan mengamuk – itu aku pribadi anggap gedor habis.

    • arya says:

      minta tolong kok nyulik ya hahaha… padahal banyak cara buat menghubungkan Alfie dan Nara dengan mereka, mestinya bahas karakter dulu sih.. filmnya malah langsung ngegas

  7. pujadamayani says:

    Film-filmnya Pak Timo Tjahjanto sejauh ini yang saya tangkap, teknis jago tapi kurang di story telling dan kedalaman karakter, kita sebagai penonton sama sekali tidak diberi ruang untuk mengenal karakternya lebih dalam, sehingga ketika ada yang mati kita sama sekali tidak berempati, saya pikir udah saatnya Timo membuka hatinya untuk bekerjasama dengan penulis naskah berbakat lainnya. Buat saya cerita adalah segalanya bagi sebuah film, itu pondasi awal yang sangat penting!.
    Projek Si Buta dari Gua Hantu juga dipegang Pak Timo merangkap penulis dan sutradara, semacam khawatir gimana story telling nya nanti, butuh partner yang punya visi misi sama agar kedepan film-filmnya lebih “berisi” dalam hal bercerita. Cerita filmnya kali ini beneran Zonk, sungguh mengecewakan.

    • arya says:

      setuju, sebagai sutradara dia punya arahan dan trik-trik yang bagus, imajinasi yang liar, dan mampu membuat momen yang ‘berkesan’, tapi karakter-karakter filmnya (satu film seringkali dia pakai banyak karakter) pada hampa – sekadar jadi itungan mayat/korban aja. SIM pertama sebenarnya udah berhasil bikin karakter yang menarik (Pevita ama Chelsea dua-duanya punya transformasi yang make sense dan menarik). Semoga di Si Buta dia kembali nahan diri dari keasikan bunuh-bunuhan dan memperdalam karakter, paling gak kayak SIM 1

  8. callmebee says:

    ahh setuju bgt guee sm semua yg ditulis disini. tiap liat aktingnya chelsea merinding bgt bkn gara2 takut tp gara2 geli 🙁 trs jalan ceritanya jg maksa. banyak ngeganjelnya sih ini dibanding film pertama. waktu nonton sim 1 puas bgt pas keluar bioskop nonton ini gue pgn ngacungin jari tengah aja rasanya

    • arya says:

      chelsea marahnya kayak orang kesurupan ahahaha
      tapi sayangnya film dan iblisnya udah duluan ngacungin jari tengahnya ke kita wkwkwk, gokil amat sempet-sempetnya masukin adegan itu

  9. VEsa says:

    Setuju bngt sama review admin semuanya .. nyadar gak sih waktu gadis kesurupan trus muntahin cairan hitam ke alfie muka si gadis mirip baghiah (scene luna maya kesurupan di film sabrina) dalem ati gw “lah kok jd mirip ph hitmaker sih setany” selebihnya zonk bngt nih film pokoke …

  10. Ilham says:

    Bentar2 terlepas dari semua plothole yang berceceran justru gw masih ngeganjel adegan yang gadis nangis2 liat mayat dewi kegantung terbalik di atap d awal film. Tapi ternyata d akhir dia di liatin langsung ketawa. What? Maksa banget nggk sih buat penonton berasumsi kalau bukan gadis pelakunya. Hadehhh.
    Rada kecewa sih. Dibanding ini gw lebih ngarep rumah dara 2 sama si kimo. Gw kangen the mo brothers. Mereka pisah sendiri2 kaya adaaaa ajaa kekurangan2nya. Mereka tuh kayaknya emng d takdirin buat film berdua.

    • arya says:

      hahaha iya itu maksa banget, logikanya kan itu berarti si Gadis langsung nipu penonton ngapain juga ia masih bersandiwara teriak nangis padahal di kamarnya enggak ada orang lain xD
      semoga mo brothers segala reuni dengan segala keedanan horor mereka, amiinn

  11. Aaron says:

    Benar-benar downgrade dari film pertamanya. Muncul credit title, kesan yang muncul “apaan sih ini?”. Yang cukup creepy ya adegan pembuka, selebihnya biasa aja. Banyak yang gak make sense, bagaimana buku itu bisa sama Gadis sementara Martha katanya sudah mempelajari buku kitab itu? Dialognya cheesy abis dah, sebenarnya aku expect ini bakal ceritakan struggle Alfie Nara pasca tragedi di rumah lama, terus somehow related sama Ayub.

    • arya says:

      Alfienya kalo marah jadi lebih mirip kayak kesurupan ya hahaha. Sebenarnya ‘kerja’ film ini tuh cuma memberikan hubungan yang make sense kepada Alfie dan geng panti tokoh film ini. Ini dulu yang mestinya dibenahin, dikuatin. Tapi justru ini yang diabaikan, yang gak dikerjain dengan baik – film ini gagal di bagian esensial tersebut, sehingga ceritanya jadi gak berbobot

Leave a Reply