THE INVISIBLE MAN Review

“The scars you can’t see are the hardest to heal.”
 

 
 
Memanglah, manusia lebih seram daripada monster! Buktinya; meski berada dalam jagad sinema yang sama (Universal Monster Universe atau Dark Universe), tapi The Invisible Man yang manusia ini filmnya jauh lebih mengerikan. Lebin bikin kita merasa terancam secara fisik dan emosional, lebih menantang, ketimbang Frankenstein, Mummy, Dracula modern yang rebootnya gagal sehingga nyaris membunuh franchise ini secara keseluruhan.
The Invisible Man diarahkan oleh Leigh Whannell jauh dari hingar bingar aksi dan mitos fantastis. Melainkan, senada dengan novel aslinya yang terbit 1897, memiliki sedikit elemen fiksi-ilmiah. Tapi itu hanya pemanis. Inti dari cerita film ini dibuat sangat dekat dengan kita. Whannell juga dengan efektif membangun permasalahan yang kekinian. Dari banyak cerita tentang ‘mantan’ yang rilis Februari ini, baru The Invisible Man inilah yang justru terasa lebih make-sense, yang lebih dalam menggali permasalahan relationship sepasang manusia; permasalahan yang bukan hanya sekadar karena mereka gak cocok. Masalah mantan di film ini gak jatoh sebagai gimmick jaman now, supaya filmnya laku belaka. Whannell nge-blend itu dengan konsep yang berada pada garis antara supernatural dan keseraman ilmu pengetahuan.
Cecilia, tokoh dalam cerita ini, kabur dari cowoknya yang ganteng, jenius (ilmuwan optikal, atau apa gitu istilahnya..), kaya raya. Tipikal cowok idaman banget si Adrian ini. Sayangnya punya kecacatan ‘kecil’; abusive dan controlling sekali. Pada adegan pembuka yang memperlihatkan Cece diam-diam kabur dari kelonan Adrian, melepaskan diri dari kungkungan rumah dan toxicnya hubungan mereka, ada satu momen yang melibatkan anjing peliharaan Adrian. Dari anjing yang berkalung alat penyetrum itu saja keefektifan penulisan langsung menunjukkan taringnya; sebab momen ini menjalankan fungsi sebagai perlandasan perbedaan sifat dua tokoh – Cece dan Adrian – sekaligus. Meskipun berhasil kabur, Cece masih trauma. Dua minggu dia tidak berani keluar dari rumah sahabat yang menjadi persembunyiannya. Padahal Adrian sang mantan dikabarkan sudah meninggal bunuh diri. OR IS HE? Hidup Cece semakin tidak tenang. Dia mendapat gangguan, dikuntit oleh sesuatu yang tak terlihat. Cece merasa Adrian masih ada di dekatnya. Masih mengendalikan semua aspek hidupnya.

Mungkinkah Cece diganggu oleh John Cena?

 
Film ini, however, tidak membuang waktunya berkubang berusaha membuat kita bimbang antara hantu atau hanya si Cece sajalah yang beneran gila. Set up sepuluh menit pertama sudah begitu kuat dan efektif sehingga kita sudah otomatis waspada ada pria yang superpinter namun sangat jahat mengincar Cece. Maka kita langsung tersedot berada di posisi antisipasi dramatis menyaksikan semua hal buruk menimpa Cece. Untuk itu, film benar-benar menajamkan aspek horor dengan perantara suara dan mata kita. Karena kita berhadapan dengan sesuatu yang tak-kasat mata. Sound design benar-benar bekerja luar biasa. Ada beberapa jumpscare ditemukan, tapi tidak ada yang terasa murahan, karena antisipasi dan kewaspadaan kita sudah terhimpun kepada satu hal. Belajar dari menonton petualangan Harry Potter; kita tahu bahkan orang yang tak kelihatan itu nyatanya masih bersuara. Jadi setiap kali suasana hening, Cece memandang dengan cemas sekelilingnya, kita ikutan bukan hanya menahan napas, melainkan juga menajamkan telinga. Kita terbawa pengen mendengar keberadaan si Pria Transparan. Kita mencari bunyi nafasnya, kita berusaha menangkap basah bunyi derit lantai yang ia pijak sehingga kita tahu dia ada di mana. Dan ketika ada jumpscare, atau sebaliknya tidak ada apa-apa, kita dengan genuine merasa kaget atau lega.
Selaras dengan hal tersebut; kerja kamera juga bekerja dengan sama efektifnya. Aku gak bisa dengan tepat mendeskripsikan tensi film ini terbangun dengan sangat solid hanya dari memperlihatkan sebuah sofa kepada kita. Tantangan film ini adalah ia harus memajang sesuatu di layar, entah itu sofa, atau pintu, atau sudut ruangan, clearly tidak ada apa-apa di sana tapi harus membangun sugesti ada sesuatu yang mengerikan. Setiap kali film melakukan itu, kita menyipitkan mata, menajamkan pandangan, berharap melihat suatu tanda. Bahkan ketika kamera bergerak mengikuti tokoh yang mencari, mata kita akan ikut jelalatan ke sudut-sudut ruangan. Timing sangat berpengaruh, film ini tahu seberapa lama persisnya mereka harus memperlihatkan suatu kekosongan yang membuat kita waspada. Karena jika merekam terlalu lama, kesan seram itu bisa menguap dan dengan gampang berubah menjadi annoying terutama jika harus terus menerus dilakukan. Perbandingannya bisa seperti begini: kalian nonton video di TikTok dengan caption ‘memancing’ seperti “gak sengaja kerekam” atau “apa ada yang bisa lihat?”, kalian pantengin ampe abis tapi nyatanya gak ada apa-apa, apa yang kalian rasakan setelah nonton? Kesel. Kamera film The Invisible Man ini secara esensi sama seperti demikian, pada akhirnya tidak ada apa-apa, namun kita rasanya semakin penasaran – semakin geram – bahkan tidak perlu narasi/caption bait untuk membuat kita merasa masuk begitu dalam.
Psikologi ceritalah satu-satunya dibutuhkan. Dan unlike those poor TikTok videos, naskah The Invisible Man penuh dengan galian psikologi. Serta jauh lebih unggul dalam menceritakannya. Bagi kita ini bukanlah masalah Cece gila atau tidak. Yang membuat kita peduli adalah melihat Cece – powerless ketimbang Adrian – tersiksa dan berjuang untuk lepas, dan ketika dia berusaha minta tolong kepada orang, dia gak bisa menjelaskan; orang-orang gak percaya (karena begitulah esensi dari ‘tidak-berdaya’) malah ia sendiri yang dianggap gila. Kita begitu peduli karena film membuat kita memainkan skenario kemalangan Cece sekaligus menempatkan diri ke posisi dia yang tengah dibuat menjadi semakin tak berarti lagi oleh keunggulan Adrian. Penampilan akting Elisabeth Moss sangat juara sebagai Cece. Mulai dari ekspresi, ketegangan, hingga ke rupa-fisik; dia tampak pucat, awut-awutan, polos tanpa polesan, semuanya bicara tentang kenihilan daya wanita yang terjerat di genggaman pria. Melawan sesuatu yang tak bisa ia lihat. And it works either way; jiwa dan raga. Tak terbatas pada teriak seperti orang gila, tantangan Moss juga melibatkan ia harus berkelahi dengan udara, dan adegan-adegan itu sama sekali tidak kelihatan konyol bahkan untuk satu detikpun.

Bahkan jika kita belum pernah merasakan hubungan yang abusive, kita masih akan bersimpati kepada Cece lantaran yang ia hadapi sebenarnya adalah seseorang yang membuat dirinya semakin merasa bukan apa-apa. Ini bisa dengan gampang diterjemahkan sebagai persoalan ‘laki-lawan-perempuan’ di mana perempuan dianggap lebih tak berdaya dan akan terus begitu karena si perempuan sendiri tidak bisa melihat permasalahan yang sebenarnya; yakni mereka butuh untuk mengambil kendali. Merebutnya, kalo perlu. Seperti yang diperlukan Cece sebagai resolusi cerita. Wanita itu bisa melihat sepenuhnya sekarang, melihat ‘luka’ yang terus dieksploitasi oleh Adrian. ‘Tidak bisa hidup sendiri’, ‘Tidak bisa besarkan anak sendiri’. Sadis atay mungkin jahat kelihatannya, tapi ending film menyimbolkan kesembuhan dan Cece yang sudah bisa melihat yang harus ia kalahkan.

 

Pesan yang indah dalam film ‘manusia-itu-monster’ yang seram

 
Kejadian di sekuen enam naskah begitu sempurna memberikan peningkatan tensi cerita yang sangat drastis. Namun demikian, kejadiannya mengandung sedikit ketidakkonsistenan. Masuk ke babak tiga, aku merasa level excitement-ku sedikit berkurang karena kejadian-kejadian di sini lebih terasa seperti tuntutan naskah ketimbang progres yang natural. Twist sebagai False Resolution yang dimaksudkan untuk membuat Cece semakin bingung terasa gak nendang kepada kita, karena setiap karakter sudah terlandaskan – akan gak masuk akal jika direveal bukan demikian, misalnya soal bayi – tidak mungkin selain Adrian ada yang peduli Cece melahirkan atau tidak. Selain itu, banyak kejadian yang harus terjadi dan kita diminta untuk menerimanya saja, karena ya memang harus ke situ ceritanya. Misalnya adegan di tempat publik, yang harus terjadi di tempat publik karena harus banyak yang menyaksikan Cece; hanya saja ada aspek yang gak konsisten karena dengan sengaja mengabaikan cctv. Padahal cctv jadi elemen yang penting sepanjang durasi, bahkan ending film ini melibatkan cctv. Namun untuk satu adegan di restoran itu, film ‘melupakan’ cctv sebagai bukti karena plot poin mengharuskan Cece setelah ini dimasukkan ke penahanan. Kalo cctv dibahas, bisa-bisa Cece gak jadi ditahan. Mundur ke belakang, masih ada lagi hal-hal yang diabaikan yang kalo kita pikirkan membuat kita ingin protes “loh mestinya kan bisa…”
Cece sempat balik ke rumah Adrian, naik Uber. Cece menemukan kostum penghilang di lab kerja Adrian. Tapi kemudian si Invisible Man datang, Cece berhasil kabur. Naik Uber yang sama, yang sedari tadi nungguin di gerbang depan. Cece kabur, setelah menyembunyikan kostum itu di lemari. Setidaknya ada dua pertanyaan yang menghantuiku pada sekuen ini. Kenapa si Uber gak dibunuh saja oleh Adrian – bukankah lebih ‘mesra’ mengurung Cece di sarang cinta mereka. Dan bahkan jika gol Adrian adalah supaya Cece terlihat gila nan berbahaya dan lantas ditangkap, bukankah pembunuhan si Uber lebih gampang dan masih bisa dijadikan pemenuh tujuan. I mean, melepas Cece beresiko lebih besar, karena ia harus mengejar lagi, dan berapa kemungkinannya Cece bakal menghubungi kenalan dan ngajak bertemu di tempat umum. Adrian bisa sekonfiden itu dengan rencananya, ya karena memang dibeking oleh tuntutan naskah. Pertanyaan keduaku adalah, kenapa Cece malah kabur dengan meninggalkan bukti penting yang ia temukan – kostum – di dalam rumah, kenapa gak sekalian dibawa kabur. Film sekali lagi tampak memaksakan kejadian, karena di akhir kita paham kostum tersebut harus berada di rumah untuk kejadian ending.
Dan soal bukti, aku akan ngajak mundur lebih jauh lagi membahas saat Cece menemukan hape yang digunakan Adrian memotret Cece tidur; hape ini sengaja ditinggalkan di sana oleh Adrian untuk memberi kejutan kepada Cece. Ini eksesif sekali. Kenapa mesti di loteng? Bayangkan usaha Adrian harus diam-diam angkat tangga, naik ke loteng, naroh hape di sana, turun, balikin tangga ke posisi semula. Resiko dia melakukan hal sebanyak itu di rumah kecil yang berisi tiga orang; sangat besar. Belum lagi kemungkinan Cece dapat/mendengar bunyi hape itu. Kecil. Padahal lebih mudah ia letakkan di kamar saja. Here’s the best part: di hape itu ada foto Cece tidur di kamar anak sahabatnya yang polisi – ini bisa jadi bukti otentik tak terbantahkan bahwa ada yang menguntit dirinya – bukti yang basically diberikan gratis oleh pelaku kepadanya; KENAPA bukan ini yang diambil Cece dan ia serahkan kepada polisi? Tentu, karena nanti filmnya akan berakhir lebih cepat. Atau paling enggak, intensitas dan tensinya menurun drastis.
 
 
 
Mungkin masih terlalu dini, tapi memang sejauh ini, film inilah horor terbaik yang bisa kita nikmati di 2020. Arahan dan aktingnya luar biasa. Secara fungsi, ia meniupkan napas baru dari Dark Universe, malah sebagai reinkarnasi sebab kini jagat sinematik itu hadir tak lagi sebagai dunia yang berhubungan. Film ini membuktikan film monster-monster itu bisa mencapai potensi yang tinggi jika dibuat sebagai cerita yang berdiri sendiri. Ada beberapa hal yang jika dipikirkan membuat film ini terasa maksa di bagian akhir, namun tidak akan mengurangi keasikan menontonnya. Karena paruh awal yang begitu solid. Penggemar Universal Monster akan dapat hiburan ekstra dari referensi penampakan Invisible Man versi klasik yang disematkan di dalam cerita
The Palace of Wisdom gives 6.5 out of 10 gold stars for THE INVISIBLE MAN.

 
 
 
That’s all we have for now.
Kenapa orang susah melepaskan diri dari hubungan yang toxic, mereka bahkan jarang mau melihat dan mengakui hubungannya gak-sehat? Menurut kalian apa yang bakal dilakukan Cecilia dengan kostum menghilang yang ia punya?
 
Share  with us in the comments 
Remember, in life there are winners.
And there are losers.
 
 
 
 
We?
We are the longest reigning BLOG KRITIK FILM TERPILIH PIALA MAYA.

Comments

  1. Albert says:

    Aku masih belum yakin itu yang jadi Invisiblenya benar Adrian atau adiknya ya mas? Kalau dengar kata surprisenya sih kayak Adrian ya? Cuma kubayangin seandainya pelakunya adiknya, dan Cece ini berpikir daripada bingung Adrian atau bukan, jadi diselesaikan aja sekalian hahaha.
    Teman tapi menikah udah nonton mas?

    • arya says:

      Selama Adrian masih hidup, pastilah dia pelakunya. Si adik gak punya motivasi gangguin Cece ampe segitunya; apa pentingnya bayi mereka bagi si adik ampe-ampe mencegah Cece bunuh diri? Semua kepentingan si Invisible mengarah ke motivasi dan sikap Adrian.
      Beda cerita kalo si Adrian beneran mati. Tadinya aku malah mikirnya jangan-jangan bener dia mati, dan malah dibunuh oleh si adiknya itu sendiri haha

      • Albert says:

        Iya sampai Adrian cegah bunuh diri itu aku yakin adiknya pelakunya mas. Kan dia udah jelasin sendiri motifnya kalau Cece berbuat kriminal ya warisannya lepas, dan mungkin jatuh ke adiknya.
        Yang aku ga ngerti juga, lepas dari siapapun invisible ini, kenapa di penjara itu dia menampakkan diri? Menurutku habisi aja satu polisi yang di sel itu lalu dia lari. Cece akan dituduh bunuh polisi itu. Kalau Cece kejar Invisible itu, polisi lain akan dengan gampang nangkap Cece karena mereka ga bisa lihat Invisiblenya?
        Dengan Invisible melawan polisi, anggaplah dia menang, rasanya ga semua polisi itu mati. Akan ada saksi dan Cece bakal bebas? Masa iya orang percaya Cece bisa lawan semua polisi itu?
        Lalu Invisible ini ancam bunuh Sydney. Kalau aku jadi Cece jahat, kubiarin aja Sydney mati, aku tenang2 di kantor polisi, ga akan yang nuduh Cece kan? Gimanapun aku lebih suka adiknya yang bunuh sih. Tapi Adriannya tetap dibunuh untuk memastikan bisa hidup tenang. Hehehe.

        • arya says:

          Yang di kantor polisi itu adiknya sih kayaknya, bukan Adrian, makanya mainnya gak ‘cantik’, sembrono bunuhin banyak orang – terlebih ini setelah ia dikatain versi pengecut dari abangnya oleh Cece… kayaknya si adik disuruh jadi si kostum sejak Cece kebobolan masuk ke rumah
          Eh iya ya bener juga ya, kalo Sidney/James terluka saat Cece di kantor polisi itu sama aja si kostum buka kedok sendiri wkwkwk… nambah satu berarti ‘pemaksaan’ cerita

      • Albert says:

        Iya kalau menurutku cukup bunuh 1 orang aja yang penjaga terlanjur pergokin itu. Lalu ancam Cece dia mau bunuh Sydney. Ya supaya cerita ini jalan Cecenya harus berhasil kabur. Jadi klimaksnya bisa di rumah James. Ya terserah bisa dibuat happy ending menang Cece atau sad ending gila sekalian hehehe.
        Seru sih film kayak gini ya. Musuhnya ga kelihatan, dengan mudah tokoh utamanya dibikin hopeless dan harus berjuang sendiri. apalagi penontonnya juga ga bisa lihat jadi tambah seram di mana Invisiblenya hehehe.

        • arya says:

          sekalian mestinya bunuh aja si uber yang jadi jalan pulang cece sedari awal, dia gak bisa kemana-mana, tinggal sekap lagi aja di rumahnya – lagian ternyata Adrian dibantu adiknya, satu lawan dua.. kelar masalah hahaha
          cuma ya itu, jadinya ntar gak seru. Filmnya ngincer gereget sih, tipe film yang minta logika cuekin dulu

      • Albert says:

        Yang hape itu sengaja ditinggal ya mas? Aku pas nonton kupikir ketahuan Cece aja karena dimiscal bunyi terus diikutin jejaknya jadi ketahuan. Harusnya jadi barang bukti ya, tapi diserang juga sih waktu itu, mungkin ga sempat dibawa turun hehehe. Kalau yang di rumah Adrian itu memang jelas banget ga masuk akal kenapa bajunya ga dibawa pulang buat bukti malah diumpetin di kamar. Entah naik apa Adrian pulang ke rumah, pas Adrian sampai di rumah supir Ubernya ga lihat ya. Ga lihat mobilnya gitu. Masa ya jalan kaki?

        • arya says:

          Sengaja ditinggal buat nakutin/ngesurprise Cece kayaknya, cuma anehnya kenapa ditinggalnya di atas situ, adrian ke atas sana aja perjuangan mesti angkut2 tangga tanpa ketahuan penghuni rumah.. Kalopun ditaro di sana buat dibuang, ya mending dibuang ke tempat lain aja. Gak mungkin juga ketinggalan karena Adrian sembunyi di atas sana; intinya ya ngapain juga repot-repot mesti ke atas diam-diam..
          Iya, tertinggal di atas kayaknya karena jumpscare di tangga itu… tapi kan lucu sih soalnya pas di atas itu si Cece malah lebih tertarik mungut pisau, bukannya nyimpen tuh hape duluan
          dianter adiknya kayaknya, cuma ya itu masa ga ada yang saling lihat, baik itu si uber maupun adrian/adiknya

  2. Menik says:

    Nambahin soal si supir uber yang gak saling ketemu sama Adrian di rumah:
    …karena rumah dan halamannya super gedeee, mungkin Adrian lewat pagar yang berbeda dari tempat si supir uber nunggu… wkwk
    Secara jalan kaki dari pagar ke rumah sendiri bisa 5 menit itu kayanya 😀

    • arya says:

      haha iya sih, mungkin ada jalan masuk rahasia yang gak diketahui si Cece… tapi pastilah si Adrian ini tahu Cece ke sana naik uber, kan dia nguntit terus, kenapa rencana dia gak sesimpel dan less-kebetulan dengan memutus jalan keluar Cece yang ia tau datang naik uber aja

      • Albert says:

        Tapi lebih pas kalau si adik yang dibunuh sih daripada si uber. Lebih menghancurkan Cece buat Adrian dan jadi kriminal buat adiknya. Motifnya juga udah dibangun dengan kiriman email dan balas dendam karena adiknya yang bawa kabur Cece di awal.

        • arya says:

          tapi kalo adiknya – sekalian balas dendam, jadi banyak hal yang maksa: Darimana bisa mastikan Cece bakal ngubungin adiknya, bukan ngubungin James. Darimana bisa mastikan si adik masih mau ketemu kakak setelah email yang kasar itu. Dan darimana bisa mastikan Cece bakal ngajak ketemuannya di restoran yang banyak orang dan gak ada cctv — karena konteks filmnya adalah semua itu plan dari Adrian supaya Cece tertangkap dan dianggap gila, tapi kejadian di film ini kayak kebetulan dan kalo beneran pasti banyak celah gagalnya (unlikely to happen)

      • Cookie says:

        Mungkin Adrian sengaja biarin supir ubernya hidup. Biar sekalian dia bisa ngasih tau ke Adrian, mau kemana Cece habis ini. Karena ada adegan supir uber ngeliatin spion pas Cece nelpon adiknya..

        • arya says:

          super (supir uber hihi) sekongkol gitu ama si adrian?… cuma aku masih bingungnya kenapa ‘dibolehin kabur’ – kenapa gak dipenjarain di rumahnya aja gitu, daripada dia mesti ‘nemenin’ cece di penjara/rsj

      • Cookie says:

        Ya mungkin Adrian akan lebih puas kalau Cece sudah terpojok, merasa kehilangan segalanya dan pada akhirnya dengan penuh “kesadaran” harus kembali ke Adrian…

        • arya says:

          ya, mungkin juga untuk menunjukkan betapa pun dia merasa pegang kendali, tapi semakin lama perbuataan si adrian ini semakin reckless dan malah di luar kendali

      • Cookie says:

        Sepertinya Adrian lupa bahwa ketika orang sudah kehilangan segalanya, dia bisa berbuat segalanya. Adrian tidak menyangka Cece punya keberanian utk bunuh diri (Adrian tidak ingin kehilangan Cece dan bayinya) apalagi bunuh Adrian.
        Sequel kedua sepertinya akan menarik, bisa jadi Cece akan diburu banyak orang / organisasi. Toh ga mungkin Adrian seorang yg inisiatif riset bikin kostum invisible man. Pasti ada tujuannya buat itu kostum..

        • arya says:

          sekuelnya kayaknya soal cece ama si polisi, bayangkan james harus nangkep cece karena cewek ini jadi terlalu fanatik sjw, misalnya main bunuh orang cuma gara-gara ngecatcalling aja ahahaha

    • Albert says:

      Kan Adrian jenius, Cece datang ke rumahnya aja dia bisa nebak terus kejar ke sana. Hahaha. Kalau di dunia nyata ya bisa kalau sabar. stalking lagi sampai ketemu momen yang pas baru dieksekusi. susah ya ternyata bikin cerita yang masuk akal hehehe.

      • arya says:

        jenius sehingga bisa bikin kostum menghilang, itu make sense… tapi kalo ampe bisa nebak kejadian alias semua aspek tokoh lain seolah mereka bergerak karena kendalinya, mengabaikan kemungkinan yang lebih likely, it’s just tuntutan naskah
        enggak susah sih sebenarnya, asal sebab-akibat jelas aja, ama hindari kebetulan/kemudahan/tuntutan naskah yang terlalu kentara

  3. rive says:

    Kemarin baca review, kejadian setelah Cece mencoba bunuh diri itu sebenarnya hanya halusinasi terakhir Cece di saat sakaratul maut, makanya ada beberapa plot holes.
    Di saat sekarat her dying mind creates a revenge fantasy scenario.
    Menurut bang Arya gmn teori tsb?

    • arya says:

      jadi sebenarnya cece mati gitu ya, mending gitu deh sekalian haha… tapi gak ada evidence atau clue cerita ngarah ke sana… malah lebih mungkin ada sekuelnya kan, si cece jadi peneror tak kelihatan, soalnya di Universal’s Monster Universe jadul ada The Invisible Woman

  4. Frans says:

    Mungkin gak sih bang, si Cece sdh mencium ‘konspirasi’ antara Adrian ama adiknya dari awal? Pas pernyataan si Cece, klo sifat si Tom kyk Adrian cm lbh lemah aj. Si Cece di satu pihak tahu luar dlm sifat manipulatif & controlling-nya Adrian sejak lama. Makanya si Cece mau mastiin n ninggalin itu kostum, lebih2 pas Tom kepergok nyerang Sydney ama James.
    Setuju klo bukti cctv di restoran pas adiknya Cece kebunuh dan di rsj bisa jd bukti. Ini yg plg ngeganjel mnrtku.
    Alasan knp si supir uber gak jd dibunuh, mgkn si Adrian gak mw ninggalin lbh byk bukti rekaman dashcam di mobil yg bisa saja terhubung scr realtime dgn jaringan lain meski dia udah kadung nekat di restoran dan rsj.
    Overall akting Elisabeth Moss OK, jumpscarenya jg gak lebay. Klo aku ksh poin 7 bang krn agak beda style-nya dgn kbykn horor yg ada skrg.

    • arya says:

      bisa jadi cece udah tau ya… hmm aku gak ingat sih waktu buka kedok trus ternyata dalemnya itu si tom, cecenya kaget atau enggak… kalo dia gak kaget, berarti dia udah tau atau seenggaknya punya kecurigaan

    • arya says:

      done reading.
      and I agree about the metaphor of MeToo Movement. I think this movie is one of the best story that used the MeToo agenda. It shows the horror of abuse relationship and the impact perfectly

    • Gary lucas says:

      Gua mikir liar bgt karena ini dark universe, nanti cece ketemu tom cruise trus mereka team up dan itu kostum jadi senjata utama buat ngelawan dracula karena ga kliatan hahaha.
      Di satu sisi emang stand alone kaya gini lebih baik sih cuma sesuatu dalem hati pengen ngliat monster klasik ini crossover bersinggunan dengan cara yang ciamik tentunya, kalau ada sutradara yang bagus untuk nge handle nya. Dan punya ekpektasi tinggi terhadap dracula karena jujur itu monster bisa serem bgt klo ditanganin dgn baik

      • arya says:

        sayangnya sejauh ini, crossover invisible man, mummy, dracula, dkk yang enjoy dilihat itu cuma di… Hotel Transylvania ahahahaa, kidding

  5. aoyamars says:

    Gak penting tapi aku malah kepikirannya itu abang Uber kasian bgt dari malem nyampe pagi nganterin mana jauh banget terus masih disuruh nunggu WKWKWK, gatakut gak dibayar apa ya.. Overall, mantep sih ini bikin deg-degannya, endingnya juga satisfying ngeliat Adrian mati hehe.

Leave a Reply