GREYHOUND Review

“If you’re in control, they’re in control”
 
 

 
 
 
Setelah menonton begitu banyak film perang, kita sudah mengestablish bahwa perang itu mengerikan. Karena menelan begitu banyak korban. Dan tentu saja korban-korban itu bukan hanya berjatuhan di garis terdepan. Film Greyhound arahan Aaron Schneider menunjukkan dahsyatnya peperangan di garis belakang. Bahkan, tepatnya, sebelum garis pantai. Alias di samudera. Tempat kapal-kapal logistik peperangan berkonvoi dan dikawal menuju medan tempur.
Tom Hanks kini berperan sebagai Krause, kapten salah satu kapal tempur yang mengawal kapal-kapal yang membawa supply dan tentara tersebut sepanjang Samudra Atlantik. Awalnya perjalanan mereka aman-aman saja. Namun begitu sampai perbatasan Amerika dan Eropa, pesawat yang menjadi mata mereka di udara harus mundur. Keadaan sepenuhnya berada pada pundak Krause, memimpin perjalanan setidaknya sampai pesawat dari Eropa tiba. Inilah momen-momen krusial karena di jendela-waktu sempit tersebut, konvoi kapal mereka bagai sitting duck. Diincar oleh sekelompok kapal selam pemburu milik Nazi Jerman. Musuh mengincar dari bawah laut. Mencoba menenggelamkan kapal-kapal tersebut.  Krause harus melindungi semua kapal, mengupayakan semua taktik yang ia tahu untuk menghadapi sergapan musuh!

“You sunk my battleship!”

 
 
Tadinya aku mengira ini adalah film biografi; film yang menceritakan perjuangan dan kepahlawanan tokoh nyata di medan perang. Tapi ternyata enggak. Film ini adalah adaptasi dari novel The Good Shepherd. Dan alasan aku menyangka ini adalah kisah asli adalah karena film ini mampu membuat kita mengapresiasi perjuangan Krause, membuat kita memikirkan sebegitu berbahayanya perjalanan yang ia tempuh. Sebesar itu resiko yang ia hadapi, sebanyak itu tanggungjawab yang ia emban. Film ini menunjukkan menjadi kapten atau pemimpin itu sulit. Kita enggak menjadi pahlawan hanya dengan selamat dari pertempuran. Hanya dengan memerintah ini itu kepada bawahan. Melainkan di balik setiap keputusan ada beban. Bahwa untuk membuat satu langkah ada yang jadi korban. Dan kapten akan menanggung beban-beban tersebut sepanjang umurnya.
Greyhound kuat dalam penggambaran. Adegan tembak-tembakan kapalnya seru dan menegangkan. Film ini nyaris nonstop aksi. Kapal Krauser secara konstan mendapat ancaman dan serangan. Kita akan mengawasi Krauser mengeker torpedo yang merayap dari balik ombak. Bayangkan film Jaw, hanya saja bukan hiu yang berenang lurus dengan cepat ke arah kita. Setiap kali Krauser memantau keadaan dengan teropong, kita bisa melihat pemandangan CGI kapal-kapal yang bisa meledak terbakar begitu saja. Ya, kadang CGI film ini sangat kentara, tapi untungnya kesan dikepung dan diburu itu masih bisa cukup terasa. Sehingga misi film ini untuk memberi kita pengalaman-langsung bisa dikatakan berhasil.
Menulis sendiri naskah adaptasi ini, Tom Hanks tampak paham luar dalam mengenai karakter yang ia perankan. Dengan kekuatan aktingnya yang telah teruji, Hanks menggambarkan beban tindakan dan pilihan yang dirasakan oleh Krauser dengan tepat mengena. Dia mengerti cerita ini tentang apa. Hanya saja, Hanks seperti lupa bahwa kita yang nonton juga butuh untuk memahami konteks tokohnya. Untuk memahami siapa Krauser sehingga kita bisa peduli. Naskah yang Hanks tulis tidak terstruktur dengan mantap sehingga tidak mampu untuk memuat segala informasi yang bisa berguna bagi kita untuk menjadi tersedot masuk ke dalam cerita. Tentu, kita mengerti ini adalah cerita kapten pahlawan yang berusaha bertanggungjawab atas hidup banyak orang; di kapalnya, di kapal tempur rekan mereka, di kapal-kapal supply yang mereka kawal, dan orang tersayang yang menantinya di rumah. Namun itu tidak membuat tokoh ini unik. Toh semua pahlawan memang begitu. Kasarnya; udah tugas kapten untuk bertindak seperti itu. Film mestinya memuat karakter yang spesial, karena tentu saja tidak semua kisah pahlawan harus difilmkan. Yang spesial-spesila aja. Ini namanya urgensi. Film harus urgen. Selain tantangan lingkungan-perang yang unik, harus ada juga kekhususan pada karakternya sehingga kita tertarik dan peduli dengan yang ditonton. Misalnya, tokoh pahlawan perang tapi gak mau menembakkan senjata seperti pada Hacksaw Ridge (2016). Atau seperti 1917 (2020) yang paket komplit menyediakan tantangan berupa tokoh harus berjalan kaki masuk ke wilayah musuh dengan tekanan waktu, sekaligus memberikan keadaan karakter yang tak-biasa yakni tokohnya adalah orang yang menolak untuk terbuka.
Krause di Greyhound bukannya tidak punya kekhususan itu. Masalahnya adalah film tidak membuka ini dengan segera. Kita baru akan tahu hal yang membuat dirinya berbeda sehingga kisahnya pantas untuk disaksikan saat keadaan sudah aman. Saat film sudah mau habis. Sungguh amat terlambat kita diberitahu bahwa Krauser ternyata adalah kapten yang kurang berpengalaman. Misi pengawalan ini adalah misi pertama baginya. Maaan, bayangkan betapa kuatnya konflik terasa jika kita mengetahui ini sedari awal. Tentulah dramanya bakal jadi lebih impactful. Jadi kupikir kali ini kalian yang belum nonton tapi sudah baca review ini akan berterima kasih udah kena spoiled, karena mengetahui ‘rahasia’ Krause itu eventually akan membuat karakternya menjadi lebih berasa.
You’re welcome.

 

Seperti yang disampaikan oleh judul novelnya, ini adalah tentang menjadi pemimpin yang baik. Seorang kapten atau pemimpin hanya akan terbukti kecakapannya dengan berada di bawah serangan keadaan yang begitu menekan. Reaksi mereka dalam keadaan tersebutlah yang menunjukkan kualitas mereka. Seorang pemimpin harus dapat mengendalikan diri. Tidak menunjukkan keraguan, tidak gentar, meski di dalam hatinya boleh jadi dia yang paling takut di antara semua. Seperti Krause dalam film ini yang menahan sakit di kakinya, yang makan saja ia tahan, karena ia tahu pasukannya sangat membutuhkan panutan dan arahan dalam situasi di mana bersin aja gak boleh.

 
Melihat durasi film ini, sesungguhnya memang memunculkan keraguan. Setidaknya jadi ancang-ancang untuk menurunkan ekspektasi. Karena film perang yang ‘serius’ biasanya jarang yang di bawah dua-jam. Karena bahasan moral, karakter, drama, dan aksi tembak-tembak tentu saja membutuhkan waktu yang enggak sebentar untuk matang. Greyhound ternyata singkat, ya karena memang cuma aksi saja yang film ini punya. Karakter enggak pernah dibahas dengan dalam. Kita gak tahu siapa orang-orang yang ada di sana, mereka hanya pasukan yang karakternya seringkali tak lebih dari sekadar nama. Film toh tetap mencoba menggali drama dari mereka. Usaha minim karakterisasi dalam film ini mencakup koki yang terus memasakkan makanan untuk Krause meski tak dimakan, prajurit muda yang canggung, dan Krause yang menulis tapi pensilnya patah. Film ini butuh lebih banyak drama. Karakter yang lebih kompleks. Mereka bisa bikin ada satu tokoh yang kelihatan seperti mata-mata/pengkhianat atau semacamnya; at least dengan begitu tokoh-tokohnya akan jadi lebih seru.
Dan memandang film ini begitu selesai, aku malah merasa sembilan-puluh-menit itu saja sudah seperti dipanjang-panjangin. Kejadian dalam film ini itu-itu melulu. Kita akan melihat ancaman dan tembak-tembakan yang nyaris sama persis. Dialog dalam film ini juga enggak ngangkat. Tidak banyak (alias sedikit sekali) hal penting yang mereka ucapkan, karena sebagian besar waktu dipakai oleh para tokoh untuk meneriakkan instruksi dan melaporkan status posisi musuh pada radar dalam bahasa militer, yang butuh beberapa waktu bagi kita untuk mengerti apa yang mereka teriakkan.
 
 
Antara tembakan torpedo dan berondongan istilah-istilah navigasi laut, film ini menunjukkan gambaran kelam keadaan perang di laut. Memberikan pengalaman langsung betapa mencekamnya perang itu sendiri. Sebagai kendaraan untuk hal tersebut, film ini memang persis dengan kapal Krause itu sendiri; sea-worthy. Namun sebagai sebuah tontonan, film ini hanya sebatas ‘C-worthy’.
The Palace of Wisdom gives 5 out of 10 gold stars for GREYHOUND

 

 
 
That’s all we have for now.
Menurut kalian apa keputusan paling sulit yang harus dibuat oleh Krause dalam film ini?
Dan bicara tentang kapten dan pemimpin, bagaimana pendapat kalian tentang langkah yang diambil kapten negara kita dalam mengarungi laut pandemi sekarang ini?
Share  with us in the comments 
Remember, in life there are winners.
And there are losers.
 

 
 
We?
We are the longest reigning BLOG KRITIK FILM TERPILIH PIALA MAYA
 

Comments

  1. arya says:

    iya, tokohnya yang fiktif, namun peristiwa filmnya terinspirasi dari peristiwa beneran yakni Perang Dunia 2 – kapal-kapal logistik pada Perang itu melewati tantangan diserang seperti pada kejadian di film ini
    wah menarik, berarti ada lapisan agama juga ya filmnya

  2. Fayyaz says:

    Dari awal film sudah disampaikan kalo itu adalah pengawalan pertama Krause, tepatnya saat dialog antara Krause dan kekasihnya saat sebelum bertugas

Leave a Reply