Survivor Series 2020 Review


 
 
Yang spesial dari Survivor Series tahun ini adalah bukan saja ini merupakan acara yang semua pertandingannya adalah champion melawan champion – mempertandingkan juara-juara dari brand Raw melawan juara-juara dari Smackdown – melainkan juga acara yang bertepatan dengan tiga puluh tahun karir Undertaker bergulat di WWE. Acara ini adalah perayaan bagi Undertaker yang resmi menutup kiprah legendarisnya.

Undertaker, tak pelak, adalah salah satu karakter dengan karir tersukses seantero dunia gulat hiburan. Bagaimana tidak. Karakter supernatural yang penuh gimmick seperti itu tentu saja susah untuk dipertahankan, apalagi dikembangkan menjadi sesuatu yang dipedulikan banyak orang. Namun Mark Calaway mampu. Dia mendedikasikan diri kepada karakter yang dipercayakan kepadanya, no matter how over the top it might be. Taker mendapatkan respek besar karena kiprahnya menghidupkan karakter yang ‘mustahil’ tersebut. Benar kiranya, Undertaker adalah survivor dalam artian yang sebenarnya. 

 
Sayangnya, acara Survivor Series 2020 ini seperti tidak mampu merangkul dua kekhususan tersebut. Baik itu perayaan tutup-karir Undertaker maupun pertandingan-pertandingan tim dan juara antarbrand, tidak ada yang berhasil diperlihatkan benar-benar spesial, secara maksimal. WWE melakukan banyak pilihan-pilihan yang aneh. Dan juga penulisan atau booking yang, seperti standar acara mingguan mereka yang biasa, terasa seperti digarap mendadak. Acara selebrasi Undertaker itu dilakukan di akhir, setelah semua pertandingan selesai, sehingga terasa terpisah dari acara. Serupa dengan ekstra pada sebuah dvd/bluray film yang baru saja kita tonton. Penyelenggaraannya pun awkward sekali. Beberapa legend yang bersangkut paut dengan Undertaker datang berkumpul ke atas ring, mulai dari The Godfather, Savio Vega, hingga ke Shawn Michaels, Triple H, dan tentu saja Kane. I wonder if they would wanna bring all of the Streak’s victims tho, karena pastilah menarik kalo ada Randy Orton, Brock Lesnar, dan Batista. Dan CM Punk, anyone? lol..
Balik lagi ke acara, para legend yang berkumpul di atas ring itu tau-tau hilang semua setelah pemutaran video; digantikan posisinya oleh Mr. McMahon yang memanggil Undertaker. Taker datang dan ngasih speech, lalu berlutut, berpose untuk terakhir kalinya bareng hologram Paul Bearer. Kemudian acara berakhir, tidak satupun dari para legend tadi kelihatan lagi, tidak ada interaksi mereka dengan Undertaker. Which is weird, dan tampak pointless, buat apa mereka semua muncul kalo begitu. Buatku, tampak seperti ada perubahan rencana/acara yang dilakukan oleh WWE.

Semoga WWE gak lupa mereka pernah menggunakan lagu Katy Perry untuk entrance Undertaker dalam sebuah klip rekap Wrestlemania resmi.

 
 
Daya tarik yang dijual pada event perang-antar-brand seperti Survivor Series kali ini tentu saja adalah ketika juara masing-masing brand diadu. Superstar lain dari brand tersebut membentuk tim, lalu turut bertanding melawan brand saingan. WWE sudah sering melakukan ini. Dan pada setiap kali gimmick acara seperti ini dilakukan, WWE selalu kesusahan untuk membangun sesuatu yang benar-benar spesial. Seperti pada pertandingan-pertandingan kali ini. Yang paling terasa adalah kurangnya stake alias pertaruhan. ‘Best of the Best’ yang jadi tagline itupun hanya seperti ucapan basi. Mereka harusnya menciptakan sesuatu yang kongkrit untuk bisa dimenangkan oleh brand yang berhasil unggul atas brand lain. Brand supremacy sebagai hadiah tertinggi, katanya, tidak lagi menarik karena tahun demi tahun kita melihat kemenangan brand di Survivor Series tidak pernah berarti banyak. WWE harusnya membangun cerita yang lebih bermakna bagi para superstar yang bakal bertanding. Paling tidak bangun alasan kenapa mereka harus mau bekerja sama memenangkan brand mereka, kenapa mereka harus menang bareng, ciptakan kerugian atau kehilangan ketika mereka gagal. Seperti pada cerita film. Harus ada motivasi, harus ada ganjaran kalo gagal mencapai keinginan, harus ada dorongan yang membuat aksi mereka urgen. Semua itu tidak dapat kita temukan pada match-match di sini.
Padahal dengan adanya momen 30 Tahun Karir Undertaker, WWE bisa saja mengaitkan kemenangan brand tersebut. Like, mereka bisa bikin brand yang menang bakal dapat hak untuk mengirim delegasi sebagai ngasih tribute ke Undertaker. Atau sekalian saja, brand yang menang bakal dapat kehormatan mengirimkan salah satu superstarnya untuk melawan Undertaker di pertandingan terakhir sang Legenda. Seharusnya ada banyak hal/stipulasi kreatif yang bisa WWE lakukan untuk membuat pertandingan di Survivor Series punya lapisan, therefore menjadi jauh lebih menarik lagi.
Tapi nyatanya Survivor Series tahun ini justru semakin membosankan. Karena pertandingan antarjawara yang dihadirkan oleh WWE tidak punya dinamika face-v-heel. Baik melawan jahat. WWE seperti lupa bahwa juar-juara pada dua brand yang mereka punya ternyata pula formula yang sama. Juara Tag Team sama-sama face. Juara papan tengah sama-sama antagonis. Juara cewek juga sama-sama tokoh-baik. Tim di Tradisional Tag Teamnya juga gak ada yang bulet karakternya. Para superstar yang bertanding bisa jungkir balik berkali-kali, bisa ngeSuperkick ratusan kali, bisa ditimpuk ke meja ampe patah-patah pun, tapi tanpa dinamika karakter protagonis-antagonis, tanpa ada drama dan psikologi pada alur, semua yang mereka lakukan akan tetap terasa hambar. Karena bagi kita yang nonton, pertandingan mereka jadi bukan soal siapa yang menang dan kalah. Kita tidak bisa peduli kepada hal tersebut. Ketika yang kita tonton hanya aksi demi aksi, maka acara itu akan terasa garing, tidak ada naik turun. Tidak ada hasil dan konsekuensi. Apa bedanya bagi kita kalo yang menang New Day dan bukan Street Profits? Apa ngaruhnya ke greget kita kalo Smackdown berhasil menyusun Raw, kalo nantinya poin itu akan tetap disusun susul menyusul – karena WWE tidak mau ada brandnya yang kelihatan jadi benar-benar lemah; bisa-bisa mereka diprotes sama network penyiar yang namanya udah jadi bagian dari seragam masing-masing brand.
Bukan pekerjaan gampang, memang, menulis cerita pertandingan untuk partai yang sama-sama baik atau yang sama-sama jahat. Masalahnya, WWE di acara ini sama sekali tidak tampak berusaha maksimal. New Day melawan Street Profits, misalnya. Kedua tim sama-sama face. Persona karakter mereka buatku annoying semua, tapi mereka berempat punya in-ring work yang fantastis. Untuk ngasih bumbu pertandingan ini, WWE bisa saja memasukkan Big E ke dalam equation. Bikin Street Profits datang bersama Big E, untuk kemudian bisa dibikin Big E entah itu membantu mereka sebagai sesama Smackdown, atau malah balik membantu New Day; yang merupakan mantan rekan satu tim. Hal seperti demikian tidak akan merusak karakter, melainkan membantu memberikan lapisan kepada match dan kepada karakter superstar itu sendiri. Yang Intercontinental lawan U.S champion, lebih parah lagi. Juara yang satu suka main curang, yang satunya lagi suka main keroyokan. WWE ninggalin kita untuk bengong gak tahu mau jagoin siapa di antara dua karakter heel tersebut.
Mungkin kita harus jagoin ‘si anak bawang’ aja?

 
 
Melihat itu, aku jadi berpikir jangan-jangan WWE memang gak mikirin soal pemasangan juara ini sedari awal. Mereka gak ada rencana, dan hanya tersadar juara mereka ‘sama’ semua saat sudah masuk acara. The only working pair is Sasha Banks dan Asuka, itupun karena Sasha so good mainin karakter abu-abu (antara heel dan face) dan terutama karena Asuka dan Sasha sudah punya ‘sejarah’. Jadi saat menonton mereka, kita seperti melanjutkan babak baru. Pilihan finish yang dilakukan pun menurutku relatif aman, dan bisa jadi memang beginilah seharusnya. Ini satu lagi masalah yang bakal muncul ketika membuat match juara-lawan-juara; Para juara tersebut haruslah ‘dilindungi’. Naturally, semua pemegang sabuk harus di-book supaya terlihat kuat. Karena kalo tidak mereka jadi gak believeable, atau yang parah malah bisa-bisa sabuknya jadi turun prestise. Melindungi itulah yang sulit. Gak semua superstar berada dalam posisi serupa karakter Sami Zayn, yang masih bisa come out okay setelah dibuat terlihat lemah sebagai juara.
Satu lagi yang mestinya diperhatikan oleh WWE jika mereka memang ingin mempertahankan gimmick perang-brand adalah brand itu sendiri; Raw dan Smackdown, haruslah punya ‘karakter’ juga. Coba kita bedakan keadaan sekarang dengan keadaan saat baru-baru ada brand-split sekitar 2002-2003an. Raw dan Smackdown terasa sangat distinctive, udah kayak dua acara yang berbeda jauh. Punya manager yang beda visi, punya set panggung yang berbeda, punya daftar superstar dengan keahlian yang berbeda – Raw more of a hardcore, sedangkan Smackdown lebih ke cruiserweight. Karakterisasi khusus brand tersebut memudahkan kita untuk memilih favorit; kita lebih suka dan peduli sama brand yang mana, dan ketika mereka beradu kita akan mati-matian menjagokan salah satunya. Brand yang sekarang, selain warna dan musik pembuka, tidak ada lagi perbedaan yang mencolok. Semua sama, dari set hingga ke ‘kelakuan’ superstarnya.
Maka ketika mereka beradu dalam Traditional Tag Team, kita tidak benar-benar melihat mereka sebagai kubu yang berbeda. Partai Traditional Tag Team Cowok adalah match yang paling parah. Kelihatan hanya seperti random superstar yang dikumpulkan. Yang punya cerita cuma Seth Rollins dan Jey Uso. Keduanya berada di Smackdown, tapi kita tetap susah untuk mendukung Smackdown karena karakter mereka berdua berada pada titik yang membingungkan; kita tidak yakin mereka baik atau jahat at that point. Sehingga easily, match yang paling menghibur adalah Traditional Tag Team Cewek. Kedua kubu terasa sangat berbeda, dan mereka punya cerita masing-masing. Ada Bayley yang ngasih karakter ke Smackdown, dan – ya I hate it too – ada Lana untuk tim raw. Tonton dan perhatikan booking membuat Bayley yang heel tersingkir duluan; ini effectively membuat Smackdown tim face di sini, as opposed to Shayna dan Nia Jax, dan Lana. Dan meskipun kita bisa melihat ending yang bau-baunya bakal either menarik atau jengkelin, match ini tetap terasa lebih menarik di antara partai-partai sebelumnya.
“It doesn’t have to be pretty. It just have to be hurt” Exactly

 
 
On the paper, sure it is fun. Acara yang menampilkan adu-brand. Yang terbaik dari masing-masing brand saling berhadapan satu sama lain. Hanya saja pada praktiknya, para superstar just have less things to work with karena WWE enggak menyediakan ruang untuk dinamika karakter pada match-matchnya. Perayaan Undertaker pun seperti terpisah dari acara, padahal mestinya bisa dimasukin dan dijalin mulus ke dalam rangkaian acara. Diberikan weight lebih ke acara.
Bukti mutlak WWE gak punya cerita jangka panjang dan just scrap everything on the go adalah mengganti Orton sebagai juara WWE, dengan Drew McIntyre. WWE sebenarnya tentu paham menulis face-lawan-face atau heel-lawan-heel itu susah dan matchnya bakal ngebosenin, maka khusus untuk main event, mereka terpaksa untuk mengganti pemain. Randy Orton yang heel, meski baru saja jadi juara, tidak akan menarik jika ditandingkan dengan Roman Reigns yang lagi hot-hotnya setelah bertukar peran menjadi antagonis. Mengganti karakter Orton jadi face akan makan lebih banyak waktu. Maka WWE mengembalikan sabuk kepada Drew McIntyre yang sudah jadi salah satu babyface terbesar di Raw. Dengan efektif menunjukkan mereka jadiin Orton juara itu tanpa pemikiran sedari awal, tanpa kesadaran bahwa sebulan setelah itu mereka butuh partai seru juara melawan juara. Dan aku senang WWE comes to their senses pada match ini. Karena McIntyre lawan Reigns – udah kayak battle antara dua kepala suku – easily baik secara teori maupun eksekusi adalah MATCH OF THE NIGHT. Terbaik. Terseru. Endingnya make sense. Semua itu karena ada dinamika, ada drama, psikologi karakter mereka berjalan. Dengan baik pula.
 
 
 
 
Full Results:
1. TRADITIONAL SURVIVOR SERIES TAG TEAM Tim Raw (AJ Styles, Matt Riddle, Braun Strowman, Keith Lee, dan Sheamus) menyapu bersih Tim Smackdown (King Corbin, Jey Uso, Seth Rollins, Otis, dan Kevin Owens)
2. CHAMPIONS VS. CHAMPIONS Street Profits (Smackdown Tag Team Champions) ngalahin New Day (Raw Tag Team Champions)
3. CHAMPION VS. CHAMPION Bobby Lashley (United States Champion) bikin tap out Sami Zayn (Intercontinental Champion)
4. CHAMPION VS. CHAMPION Sasha Banks (Smackdown Women’s Champion) merebut kemenangan dari Asuka (Raw Women’s Champion)
5. TRADITIONAL SURVIVOR SERIES TAG TEAM Tim Raw menang dengan Lana sebagai sole survivor (Shayna Baszler, Nia Jax, Peyton Royce, Lacey Evans) mengalahkan Tim Smackdown (Bianca Belair, Liv Morgan, Ruby Riott, Natalya, Bayley)
6. CHAMPION VS. CHAMPION Roman Reigns (Universal Champion) unggul atas Drew McIntyre (WWE Champion)
 
 
 
That’s all we have for now.
Remember, in life there are winners.
And there are losers.
 
 
 
 
 
We are the longest reigning BLOG KRITIK FILM TERPILIH PIALA MAYA

Comments

Leave a Reply