THE SPONGEBOB MOVIE: SPONGE ON THE RUN Review

“The secret formula will always be love”
 
 

 
 
Sekitar pertengahan-akhir durasi, film ini menampilkan sekuen adegan yang layaknya seperti courtroom drama. Dalam adegan-adegan tersebut kita melihat Patrick, Sandy, Squidward, dan teman-teman SpongeBob yang lain bergantian memberikan kesaksian kepada Poseidon untuk membela SpongeBob yang jadi tersangka. Mereka menceritakan kisah pengalaman mereka bisa mengenal si Sponge Kuning itu waktu masih kecil. Kita pun dibawa flashback menyaksikan langsung pertemuan-pertemuan itu. Dan itulah satu-satunya bagian menarik yang ada dalam film ketiga SpongeBob, Sponge on the Run ini.
Flashback masa kecil itulah satu-satunya hal original, hal yang fresh, hal yang ingin kita tonton ketika begitu mengetahui bahwa semesta SpongeBob ini bakal dieksplorasi kembali. Kita tentu penasaran dan ingin melihat bagaimana SpongeBob dan Patrick bisa jadi sahabat seperti sekarang ini. Kita tentu ingin melihat cerita SpongeBob bertemu Squidward. Kita ingin tahu bagaimana SpongeBob dan teman-temannya menjadi berteman pada mulanya. Poin dari sekuen adegan tersebut adalah untuk menyimak seperti apa sih para sahabat memaknai si SpongeBob itu sendiri. Untuk menunjukkan arti persahabatan SpongeBob kepada mereka. Tak pelak, memang inilah yang menarik untuk dijadikan cerita film. Seharusnya sutradara Tim Hill mengerahkan semua komandonya untuk menyusun cerita semacam prequel tersebut dengan sebenar-benarnya, jika ia memang mau menghormati legacy kartun anak-anak (dengan selipan humor dewasa) yang fenomenal ini. Alih-alih, kisah-kisah itu hanya diperlihatkan singkat dan seperti dirangkum begitu saja dengan menempatkannya pada bingkai kesaksian pada courtroom drama. Tidak melalui narasi yang benar-benar kohesif.
Sponge on the Run mengikuti rutinitas cerita SpongeBob yang biasa. Menyapa Gary – kucin–eh, siput peliharaannya, pergi kerja ke Krusty Krab, masak Krabby Patty, bikin kesel Squidward, bikin seneng Mr. Krabs, pulang, dan … menemukan Gary kesayangannya hilang! Gary diculik oleh Poseidon sehingga SpongeBob dan Patrick memutuskan untuk hit the road menyelamatkan Gary. Selagi dua sahabat ini terlibat perjalanan absurd, Plankton menyatroni Krusty Krab, bermaksud mencuri resep rahasia. Namun sepeninggal SpongeBob, burger joint itu sepi. Mr. Krabs sedih karena tanpa SpongeBob usahanya gak bisa jalan. Karena sikap dan persahabatan SpongeBob bisa jadi adalah rahasia dalam resep rahasia itu sendiri.

Ohya, ada juga penampakan Keanu Reeves sebagai tumbleweed yang bijaksana

 
 
Memang bukan film SpongeBob namanya jika tidak absurd dan nyeleneh. Kita sudah menyaksikan gimana randomnya karakter-karakter dan kejadian dalam dua film layar lebar SpongeBob sebelumnya. Film ketiganya ini, berusaha mempertahankan cap dagang tersebut. Kita akan melihat begitu lebar range keabsurdan yang muncul, mulai dari robot hingga kemunculan zombie-zombie yang bisa menari. Namun semua itu tidak berarti apa-apa. Tidak pula menambah banyak ke dalam narasi; ke dalam journey yang dilalui oleh tokoh utama kita. Melainkan hanya seperti random things yang dikumpulkan begitu saja. Berharap supaya jadi lucu dengan mindset semakin random, maka semakin luculah ia. It doesn’t work.
Sekiranya memang ada perbedaan tegas antara random yang lucu dengan random yang cuma males. Petualangan absurd SpongeBob tentulah masih akan menjadi perjalanan yang menarik untuk disimak, dengan syarat hal-hal yang ia temui dalam perjalanan tersebut bakal jadi bangunan untuk sesuatu, entah itu pembelajaran atau hanya sekadar big punchline – jika film diarahkan sepenuhnya untuk komedi receh. Seperti ‘aturan dasar’ film roadtrip-lah. Dalam Sponge on the Run ini, kerandoman itu benar-benar jalan masing-masing. Seperti tidak ada benang merah, seperti film ini hanya ingin mencari alasan untuk memanjangkan durasi. Bagiku, film ini tampak seperti mereka memang ingin menceritakan tentang masa kecil SpongeBob dan awal persahabatan para karakter, tapi sekaligus juga mereka tidak ingin menceritakannya begitu saja. Jadi alih-alih memikirkan cara untuk membangun, katakanlah cerita prekuel itu, film malah memikirkan bagaimana mereka bisa menyelipkan prekuel tersebut tanpa benar-benar menceritakannya. Kedengarannya memang tak masuk akal. Namun persis seperti itulah film ini terasa. Mereka memasukkan banyak hal random sebagai pengantar untuk hal penting yang tak ingin mereka ekspos banyak-banyak. Suudzon mode on: film ini desperate mau jual apapun tentang SpongeBob tapi either pengen instant alias gak mau repot atau mau sok-sok memposisikan film sebagai test-the-water alias ‘nanti kita cerita tentang masa kecil SpongeBob’
However, jika mau berbaik sangka; film ini bisa jadi pengen mengajak kita untuk menghargai keberadaan SpongeBob itu sendiri. Karakter yang rela menempuh perjalanan jauh (dan supposedly sedikit berbahaya) demi hewan peliharaannya, aku akan bohong kalo bilang aku enggak relate dengan itu. I mean, kucingku gak pulang makan siang aja aku langsung nyariin keluar berkeliling kompleks, kok. Meskipun dia aneh dan ngasal dan seringkali bego, tapi SpongeBob dalam cerita ini merupakan sosok yang digambarkan sebagai teladan. Kualitas terbaik dalam diri SpongeBob adalah dia tidak pernah egois. Dia juga sangat menghargai persahabatan. Dia menyayangi peliharaannya sama besar dengan dia menyayangi teman, rekan kerja, bos, hingga saingan. Film ingin menonjolkan hal tersebut. Teman-temannya itulah yang pada cerita ini dibuat untuk menyadari peran kehadiran SpongeBob itu di dalam hidup mereka.

Cinta dan persahabatan SpongeBob terhadap teman-temannya merupakan resep rahasia yang membuat hidup mereka semua menjadi ceria. Bahkan Squidward yang penggerutu pun menyadari hal tersebut. Lebih jauh lagi, karakter SpongeBob yang demikian itulah yang jadi formula kesuksesan cerita kehidupan Bikini Bottom ini setelah sekian lama.

 

Setelah gede, kita semua jadi semakin relate kepada Squidward

 
 
Kerandoman yang disetel hingga maksimal itu bisa jadi dilakukan demi attention-span anak-anak yang konon semakin singkat. Maksudnya, dilakukan biar anak kecil yang nonton enggak cepet bosan. Drawbacknya tentu saja adalah si anak-anak tadi bisa jadi malah bingung dengan ceritanya. Aku sendiri, seumur-umur, belum pernah nemuin cerita SpongeBob yang setak-penting dan sekacau ini. Aku suka dua filmnya yang dulu; yang benar terasa petualangannya. Yang berusaha memasukkan hal segar yang tak bisa mereka lakukan di televisi. Nonton film ketiga ini, aku cuma bengong. Hal baru yang film ini buat cuma visualnya. Berbeda dengan SpongeBob klasik, film ini full animasi 3D. Ada juga beberapa adegan tertentu yang menyatukan dengan pemandangan live-action alias asli. Untuk sekadar menambah visual jadi lebih cantik, film ini berhasil. Namun 3D itu juga tidak menambah banyak untuk cerita. Tidak akan ada bedanya jika film ini tetap menggunakan gaya animasi dua dimensi seperti pada kartun televisinya. Sekali lagi, ini merupakan minimalisasi kreativitas dari pembuat. Karena pada film SpongeBob yang kedua kita sudah melihat visual 3D itu mampu mereka mainkan dengan efektik ke dalam cerita – enggak semata untuk mempercantik. But then again, sepertinya aspek visual ini diniatkan hanya untuk appeal ke anak-anak aja; karena sekarang animasi tiga dimensi memang lebih dinikmati. Sukur-sukur ada orang dewasa yang ‘nyasar’ – menyangka karena gambarnya kayak Pixar, maka kualitas cerita pun sama kayak Pixar.
 
 
 
 
 
Random dan absurd adalah yang membuat SpongeBob, SpongeBob. Namun cerita yang koheren adalah yang membuat film, film bagus. Enggak cukup hanya dengan menjadi SpongeBob saja. Film ini harusnya berbuat lebih banyak terhadap penggarapan ceritanya. Petualangan SpongeBob mencari Gary seharusnya bisa dibuat lebih berarti dan menarik lagi. Jikapun bukan tentang itu, film ini padahal punya hal menarik untuk diangkat yakni masa kecil SpongeBob dan teman-teman. Cerita awal mula mereka bisa bersama-sama hingga dewasa. Anehnya, film seperti belum mau membahas total soal ini. Mereka hanya menampilkannya dengan singkat.
The Palace of Wisdom gives 3 out of 10 gold stars for THE SPONGEBOB MOVIE: SPONGE ON THE RUN

 

 
 

 

That’s all we have for now.
SpongeBob sudah ada sejak begitu lama. Humornya selalu segar dan terkenal dengan ciri khas penus selipan jokes dewasa, tapi tetap mampu tampil inosen untuk hiburan anak-anak. Apakah kalian masih suka nonton SpongeBob saat sudah gede? Episode SpongeBob mana yang paling berkesan buat kalian?
Share  with us in the comments 
Remember, in life there are winners.
And there are losers.
 

 
 
We?
We are the longest reigning BLOG KRITIK FILM TERPILIH PIALA MAYA
 

Comments

  1. sursursurusur says:

    setuju bgt nih, harusnya buat film ke 3 plotnya lebih menarik kalo lebih deep misal kayak episode bomb pie. kan sama sama buat nunjukin spongebob yg berarti banget buat orang orang di sekitarnya. nggak sengebosenin masukin dewa poseidon lagi wkwk

Leave a Reply