THE CONJURING: THE DEVIL MADE ME DO IT Review

“Till death do us part”

 

Sekuel kedua dari The Conjuring (dan kedelapan dari Conjuring Universe) jelas tidak dibuat karena disuruh oleh setan. It is more like, the ‘duit’ made them do it. Begitulah adanya industri. Suka atau tidak, kita tidak bisa menutup mata bahwa membuat franchise atau movie universe segede itu jelas enggak bisa dibilang gampang. Paling enggak, ada dua cara melakukannya. Pertama, just give audiences whatever they want; kasih ‘wahana’ yang itu-itu terus dan duduk santai mengeruk cuan sambil menyaksikan kualitas kreasi yang semakin lama semakin menurun. Atau, mencoba untuk mengemulasikan sesuatu yang baru; mengambil resiko untuk dianggap sedikit berbeda, tapi sekaligus juga berjuang menjaga ‘hati’ kreasi tersebut tetap pada tempatnya.

The Conjuring Tiga (nyebutnya gini aja biar singkat) ini, berjalan di garis batas dua cara tersebut. Film memberi kita panggung baru dan cara main baru pada kisah relasi dan aksi Ed dan Lorraine yang sudah kita semua cintai sejak film pertama, tapinya juga film ini berpegang erat pada elemen-elemen ‘wahana horor’ yang sudah membuat universe ini begitu laku dan dijadikan patokan horor mainstream kekinian (alias jadi banyak yang niru). And that leaves me with a really mixed feeling about this whole movie.

Cerita film ini dibuka layaknya Conjuring ‘normal’. Ed dan Lorraine sedang membantu sebuah keluarga yang anak bungsunya kerasukan. Namun kejadian lantas ngegas menjadi bahkan lebih menakutkan lagi ketika iblis yang merasuki si anak, pindah ke abang-abang pacar kakaknya si anak. Mendadak, keadaan menjadi tenang. Aftermath dari kejadian tersebutlah yang ternyata jadi fokus konflik cerita. Ini bukan lagi cerita tentang keluarga dan rumah baru berhantu mereka seperti yang sudah-sudah. Sepulangnya dari TKP, si abang-abang yang bernama Arne Johnson itu merasakan ada yang aneh pada tubuhnya. Dia juga merasa diserang oleh setan. Padahal aslinya, dia just killed a man, put a bulle.. eh salah itu lirik lagu Queen…. Aslinya, Arne telah membunuh seseorang. Arne ditangkap polisi dan hendak dihukum mati. Sehingga Ed dan Lorraine berusaha membantunya. Cuma mereka yang percaya bahwa yang membunuh itu bukan keinginan Arne. Ed dan Lorraine harus mengungkap kasus kesurupan tersebut secepatnya. Kasus yang ternyata lebih gede daripada sekadar ‘kesurupan’. Dan semua itu dilakukan sambil berurusan dengan penyakit jantung yang diderita Ed. 

conjuringng-the-devil-made-me-do-it-100-748x499
Kali ini, pasangan demon buster kita mungkin akan terpisah selamanya…

 

Pada bagian awal itu – dan pada beberapa bagian nantinya – Michael Chaves yang menggantikan posisikan James Wan sebagai sutradara berhasil memvisualkan adegan-adegan horor yang sehati dan sejiwa dengan film-film pendahulunya. Chaves juga berhasil memenuhi ekspektasi studio dalam membuat adegan horor tersebut jadi komersil. Alias sesuai selera mainstream. Kita akan lihat adegan kesurupan yang bombastis. Kita juga nanti bakal melihat adegan-adegan yang scarenya dibuild up banget, misalnya adegan Ed dan Lorraine di kamar mayat. Adegan tersebut membuatku berhasil ketawa nervous, which is my defense mechanism kalo lagi takut banget. Building up tampaknya memang jadi kekuatan film ini. Chaves berhasil menjaga tempo, dengan presisi mengatur kamera, dan bahkan penempatan tulisan yang ngasih tahu kasus nyata Ed dan Lorraine mana yang kini dijadikan inspirasi cerita dilakukan pada momentum yang tepat. Sehingga saat nonton ini di awal itu rasanya langsung ke-hook banget. 

Aku suka gimana film ini berusaha memberikan kondisi yang berbeda kepada Ed dan Lorraine. Sedari opening tadi itu kita sudah diperlihatkan Ed sekarang punya kelemahan. Karena si iblis, Ed jadi punya kondisi yang membuat jantungnya lemah. Untuk berlari saja dia kepayahan. Salah-salah bisa masuk rumah sakit lagi. Ini menciptakan stake yang sangat berarti bagi mereka berdua. Mengganggu dinamika yang sudah terbangun sejak dua film sebelumnya. Lorraine harus beraksi sendiri. Sementara Ed, mencoba untuk sebisa mungkin berada di sana bersama Lorraine. Feeling saling terkoneksi dan harus bersama itu dijadikan kontras oleh ‘penjahat’ film ini yang melakukan koneksi tapi untuk memisahkan. Vera Farmiga dan Patrick Wilson menunjukkan chemistry yang semakin kuat, on top of permainan akting yang emosional. Mereka membuat gampang bagi kita untuk bersimpati kepada mereka.

Kisah Ed dan Lorraine ini benar-benar seperti menemukan oase di padang pasir. Di tengah-tengah cerita horor, kisah cinta mereka berdiri untuk kita jadikan panutan. Karena bahkan godaan dan tipuan iblis pun tak mampu untuk memisahkan mereka berdua.

 

Yang di ujung tanduk di sini bukan hanya soal keselamatan nyawa Ed, tapi juga keselamatan ‘relationship’ mereka. Karena film juga mengestablish cara-kerja kesurupan; kita diperlihatkan pov mereka-mereka yang kesurupan, kita melihat mereka gak tahu mana yang nyata, mana yang bukan. Yang mereka lihat adalah orang terkasih mereka diserang iblis, sedangkan pada realitanya iblis itu justru sang kekasih. Relasi Ed dan Lorraine sebagai pasangan sudah demikian kuat mengakar, kita sudah melihat mereka menempuh banyak rintangan bersama. Nah di film inilah, kebersamaan itu terasa benar-benar terancam. Sehingga jadi ketegangan sendiri bagi kita yang sudah peduli. Film juga memperlihatkan sedikit soal kejadian bagaimana kedua orang ini bertemu, dan adegan kecil nan-singkat itu menambah bobot yang lumayan untuk memperkuat simpati kita terhadap hubungan keduanya.

Pembangunan film ini bekerja dengan baik, tapi tidak untuk waktu yang lama. Belum sampai pertengahan durasi, aku merasakan ketertarikanku berkurang. Dan itu tepatnya adalah saat cerita yang sudah seperti membangun ke arah yang totally berbeda dari Conjuring terdahulu, tapi ternyata hanya menjadi ‘gak beda-beda amat’. Cerita film ini berdasarkan kasus peradilan pertama di Amerika, dalam hal ini pertama kalinya terdakwa menggunakan ‘setan yang nyuruh gue’ sebagai pembelaan resminya. Film seperti akan mengarah ke membahas hal yang menjadi judul tersebut. Hal yang jadi sensasi banget back then at 80s’s America. Ada adegan ketika Ed dan Lorraine berusaha meyakinkan pengacara untuk mau membantu Arnie mencari keringanan hukum, karena you know, the devil did tell him to do it. Ini kan sebenarnya juga bisa jadi konflik yang menarik. Bagaimana investigator alam goib seperti mereka harus ‘beradu’ dengan polisi dan pengadilan. Bagaimana fakta-fakta kasus bertemu dengan spiritual. Aku pikir, wow film berani banget banting stir kalo bahas ke arah ini. Tapi ternyata memang tidak berani. Build up untuk meyakinkan pengacara tadi ternyata penyelesaiannya sangat gampang – dan malah dibuat komedi sepintas oleh film ini. Mainlah ke rumah, nanti kami kenalin kamu sama Annabelle.

Setelahnya, Ed dan Lorraine tidak pernah dapat kesulitan lagi perihal meyakinkan polisi kalo yang mereka omongkan soal kasus itu adalah kebenaran. Orang-orang hukum itu percaya aja. Bahkan ada adegan ketika polisi beneran minta kerja sama menyelidiki TKP. Film ini tidak berniat mengeksplorasi ‘kejadian nyata’, melainkan tetap berada di penggalian investigasi fantasi yang bahkan gak benar-benar ngasih hal baru. Atau malah ngasih hal yang mengerikan. Ed dan Lorraine jadi semacam detektif menyelidiki kasus, hanya saja penyelidikan mereka gak actually meneliti petunjuk. Melainkan memegang benda dan melihat vision tentang kebenaran. Come on! Vision si Lorraine ini basically cuma ekposisi yang dilakukan dengan cara yang paling gampang. Ini gak ada bedanya ama flashback berisi eksposisi kejadian sebenarnya yang dilakukan oleh Perempuan Tanah Jahanam (2020). Malah di Conjuring ini lebih parah, karena bukan cuma dilakukan satu kali.

conjuring_210423112659-962
Polisi dan pengacaranya jadi percaya seperti kita yang kadang-kadang percaya banget ama ramalan zodiak

 

Enggan menjadi pembahasan kasus dan psikologis pria yang membunuh karena mengaku kesurupan, karena bakal menyimpang jauh dari franchisenya, film ini toh memang berubah juga. Dari horor rumah hantu ke penyelidikan whodunit dengan unsur cult atau ilmu sihir.  Musuh utama mereka kali ini mungkin saja adalah manusia. Untuk stay true dengan jati diri franchise/universenya, film ini mempertahankan apalagi kalo bukan jumpscarenya. Masalahnya adalah keabsenan James Wan memang tak bisa untuk tidak ternotice. Untuk beberapa kali memang Chaves berjuang keras untuk katakanlah meniru gaya Wan, membuat ‘good’ jumpscare dari build up tensi. Tapi tidak jarang juga dia seperti kembali ke jumpscare-jumpscare basic. Chaves akan sering mematikan lampu. Membuat apa yang ada di layar itu jadi susah untuk dilihat. Ini gak sama dengan bermain lewat bayangan. Karena yang dilakukan Chaves di sini adalah betul-betul menutupi pandangan kita, membuat kita susah untuk melihat apa yang sedang terjadi. Kalo kita sedang sial, kita akan menyipitkan mata berusaha mempertajam penglihatan. Dan datanglah jumpscare itu!

Film ini enggak seram. Dan pilihan film untuk membumbui beberapa adegan dengan komedi certainly enggak membantu film dalam kasus ini. Malah membuat kita jadi tertawa juga di adegan-adegan yang mestinya memang didesain untuk seram. Ada waktu saat nonton film ini ketika aku tidak lagi tertawa nervous, melainkan tertawa ya karena yang kulihat itu menurutku lucu. Dan aku gak yakin film ini sengaja melucu atau tidak. Misalnya seperti ketika botol sekecil itu tapi air di dalamnya ternyata bisa dipakai untuk menggambar lingkaran yang cukup besar untuk orang dewasa duduk bersila di dalamnya. Atau ketika melihat tampang smug si pastor penjara begitu kesurupan bombastis itu berhenti. Maan, si pastor pasti ngira dialah yang berhasil menghentikan itu padahal semuanya karena musuh mereka telah berhasil dikalahkan nun jauh di tempat lain. Dan ngomong-ngomong soal musuh, film benar-benar menuliskan karakter ini dengan sangat awkward. Motivasinya gak jelas. Kenapa orang-orang itu yang ia target juga gak jelas, dan kenapa ngalahin dia gampang banget. Kenapa dia begitu ‘kebetulannya’ gak ada di altar padahal bukankah dia sedang melakukan ritual untuk bikin Arne kesurupan?

Mari kembali lagi ke awal ulasan karena aku jadi gak yakin sekarang. Who made you wrote — WHO MADE THIS?!!

 

 

 

Clearly, terburuk di antara tiga film The Conjuring. Film Conjuring yang kedua berhasil mencapai nilai 8 bintang emas, sementara Conjuring yang pertama sukses nangkring di posisi ke-8 di Top Movies of 2013ku. Sedangkan film ketiga ini kayaknya bakal masuk daftar Kekecewaan Bioskopku di akhir tahun nanti. Aku sudah seneng dengan kasusnya. Aku juga suka banget sama Ed dan Lorraine, serta situasi yang harus mereka hadapi dalam cerita kali ini. Hanya saja, film ini mengambil perubahan, tapi tidak benar-benar berani. Sehingga bahasannya jadi dangkal. Dan gak klop. Film berusaha membuat whodunit jadi seram, tapi gagal. Film-film santet Indonesia bisa lebih seram daripada ini.
The Palace of Wisdom gives 5 out of 10 gold stars for THE CONJURING: THE DEVIL MADE ME DO IT.

 

 

That’s all we have for now.

Setelah menyaksikan film ini, apa yang bisa kalian simpulkan dari perbedaan witchraft di Amerika dengan santet atau perdukunan di Indonesia? Apakah di Indonesia pernah ada kasus santet yang dibawa ke peradilan? Bagaimana hukum santet di mata hukum di Indonesia?

Share with us in the comments yaa

 

Remember, in life there are winners.
And there are losers.

 

We?

We are the longest reigning BLOG KRITIK FILM TERPILIH PIALA MAYA

Comments

  1. Yolanda_land says:

    Gerceeeeeeppp sangattt bang Arya … nice bangetttt… nunggu review-nya dulu nih emang dari Bang Arya sebelum nonton ke bioskop.. filmnya ini soalnya udah ga gitu dapat ekspektasi yang gimana2 sih sebelum rilis sejak bukan James Wan lagi yang jadi director..
    makasii Bang Arya

    • VEsa says:

      Ini film aman kok buat seru2an , kualitasny mnurutku lumayan lah mirip2 sama film james wan kan sutradara ini cuma lanjut2 aja formula yang james wan kasi.

      • arya says:

        Iya, bisa jadi juga sama seperti MCU yang film-filmnya ternyata udah ada draft/formula cerita dari studio, jadi sutradara-sutradara yang baru tinggal ngikutin atau malah tinggal turun syuting aja

  2. arya says:

    Kalo di luar sana memang biasanya film-film box office tayang hari Jumat, sih. Dan Indonesia hampir selalu kebagian lebih cepat karena di sini film impor yang baru ditayangin pertama hari Rabu.
    Kepala domba itu dijadiin prank asik sih kalo ada yang jual. Letakkan di dalam lemari atau di kamar teman, dan rekam diam-diam reaksinya pas ngeliat ada benda terkutuk itu di kamar wkwkwk

  3. arya says:

    Si penyihir itu masih manusia, jadi dia bisa ngirim benda-benda kayak bunga yang di dalam potnya udah ada kepala domba ke korban. Ngirimnya bisa pake ojol atau mungkin malah dia sendiri yang datang ngasihin / datang naruh di tempat tersembunyi.
    Yang adegan Arne gergaji kayu itu bisa jadi malah si penyihir yang asli yang ngintip, bukan iblis suruhannya haha

  4. arya says:

    Hahaha bunganya kering karena pengaruh kepala kambing itu kayaknya. Yang ngirim si penyihir sih mestinya. Dia ngirim begitu udah tahu Ed dan Lorraine itu siapa

    • Mira says:

      Sependapat komen diatas , itu iblisny keren sih bisa kong kalikong sm penyihir kalo dia ganti target dari bocil ke anne wkwkwkkwk dan penyihir itu bisa tauu aja lagi rumah customer yang pesen jasa tebang pohony dia wkkwwk.. jd dikerjain sm iblisny .
      Alesany juga gak dijelasin ya min kenapa ada kepala domba di kolong rumah pacarny ane and malah ngenain adekny .
      Malah merembet ke alurny jesika yang tenggelem lahhh nih film sebetulny bnyk gajelasny ap emng sengaja buat next sekuel dijawabny .
      Jesika juga berarti pengikut satanisme itu dong wkkwkw masi bnyk tanda tanya

      • arya says:

        Iya, itu dia sih yang gak jelasnya… alasan si penyihir milih siapa korban-korbannya tu random abis.. kenapa Jessica, kenapa si david yang bahkan baru pindah ke rumah itu – baru masukin barang, tapi kepala dombanya udah ada ditanam di bawah rumah. Berarti si penyihir nanemnya waktu rumah itu kosong dong, ngapain dia nyimpan kutukan di rumah kosong wkwkwk
        Maunya sekalian aja dibikin satu kota kena kutuk dia semua, masih lebih masuk akal kalo gitu kan

  5. VEsa says:

    Iya setuju komen kak mira . Aneh sih gak dijelasin kenapa kepala domba itu ada dirumah pacarny anne. Kalo maksud satanisme/penyihir itu ngirim cuma buat kekacauan berarti kasus jesika yg tusuk2an itu gara2 ulah kepala domba juga biar bnyk kasus pembunuhan. Berarti penyihir itu banyak naro kepala domba dimana2 .
    Agak konyol sih jadi inget film rocky wkwkwk plot twisny di deretan tokoh itu sndiri yang jahat . Difilm ini mantan pastur yg harusny bisa bantu malah jd jahat mau bunuh loren dan konyolny penyihir itu anak pungutny dia wkkwkk apasih agak konyol nih film setuju mimin kasi bintang 5 klo bisa bintang 1 aja sekalian.
    Agak sebel sih sama film yg menampilkan sesuatu yg bikin tanda tanya hkhkz lol

    • arya says:

      Nah mestinya iya, si penyihir mestinya naro banyak kepala domba di mana-mana. Mestinya semua penduduk di satu kota itu aja sekalian yang kena. Tapi di film ini, penyihir itu naronya cuma 3 (kata bokapnya melambangkan love, pure, dan faith) – untuk jessica, david, sama si ed. Tiga itu random banget. Selain si Ed dan Arne, korban-korban penyihirnya kayaknya memang gak direncanakan, tapi ya jadinya ceritanya konyol hahaha
      Btw, mantan pastornya baik kok, gak mau bunuh loren. Dia mengaku, dan menyesal kan. Dia mau bunuh anaknya atau malah mau bunuh diri pas ngeluarin pistol itu.

  6. Arif says:

    Kykny nyata smua adegan film itu cuma cerita filmny aja gak nyata . The conjuring 4 klo sutradarany gajelas jatohny gini2 juga gak jauh dari exoricsm .
    Menurut aku the conjuring yang mendekati kisah nyata cuma yang versi pertama aja tapi di kisahny pengusiran setan dirumah itu gagal . Di film dibuat happy ending . Selebihny serial the vonjuring ke sini makin ngawur ceritany mlh ada tokoh ikonik iblis segala.
    Berharap sih the conjuring 4 james wan terlibat meskipun nihil . Btw james wan mau ngeluncurin horor baru lagi tahun2 ini kalo gasalah

    • arya says:

      James Wan kayaknya jadi pengawas aja sih makin ke sini dan ntar. Ibarat kata, dia udah ‘gak butuh’ lagi jadiin horor sebagai vehicle karena dalam kurun conjuring satu sampai conjuring tiga ini aja dia udah buktiin banyak soal kepiawaian directing. Dia udah (dan mau) mencoba ngedirect berbagai genre kan. Aquaman aja tergolong sukses di tangan dia. Menurutku, James Wan di titik ini sudah siap move on ke stage yang lebih gede dan menantang.

  7. arya says:

    Iya, nyata juga kesurupan si david itu. Aslinya juga pindah ke arne kayak di film ini. Bedanya di penyihir-penyihiran itu sih kayaknya, sama si Ed yang sakit jantung sambil mecahin kasus. Biar seru aja kayaknya dibikin begitu..
    Adegan pacaran gitu-gitu itu susah sih, budaya anak muda mereka kan begitu. Film ini pasarnya anak muda sono kan, ya buat mereka mah sesimpel biar relate aja. Tinggal pertimbangan/kerja lembaga sensor di sini aja sebenarnya yang diperlukan xD

  8. Iksan says:

    Suka sih dg perubahan ceritanya biar gak monoton. Eh bang coba review “Flashback”. Mngkin bisa beda interpretasi kyk film Lighthouse yg bisa diartikan berbeda2.

  9. arya says:

    Ngambil tema kuda lumping!! Ed dan Lorraine liburan ke Yogyakarta karena kota tersebut katanya masih kental aura mistis. Lalu mereka nonton jatilan, dan melihat penari kuda lumping makan beling. Ternyata ada kasus pembunuhan terencana di balik itu, karena si penari akhirnya mati karena belingnya sudah dikasih racun tikus plus obat pencahar. Ed dan Lorraine pun harus menyelidiknya sambil berhadapan dengan WWF yang menggugat kuda lumping karena membahayakan populasi kuda rotan. Bagus kan ceritanya?
    Rilisnya ntar, pas halloween bertepatan dengan idul fitri.

  10. Hanif Khairuddin says:

    dapet 5 ya wkkk
    entah kenapa sy suka dg Conjuring 3, entertain, horor dan dramanya dapet bgt. mngkin krn diawal g ekspektasi macem2 kli y
    btw makasi reviewny bagus kak

    • arya says:

      Hahaha berarti bener nilainya 5, soalnya 5 itu sebenarnya untuk kelompok film secara kaidah kurang/tidak bener tapi masih bisa disukai oleh banyak penonton. Keren sih Conjuring 3 mempertahankan penontonnya itu.

  11. ndu.t.yke says:

    Wait wait… klo seorang tersangka ngotot bahwa THE DEVIL MADE ME DO IT, apa gak bisa dia dibela dgn dalih insanity pledge? Jadi kayak schizoprenia gitu gak sih? Yg kayak dapet bisikan2 gt….

    • arya says:

      Nah kan menarik kalo memang pembahasan filmnya ngarah ke pengadilan tersangka itu. Bisa nyerempet ke gimana hukum 80an soal insanity, agama, dan sebagainya..

  12. Afin says:

    Ada 3 adegan di trailer yang gak muncul di film knp ya . Apa trailer muncul sebelum film di sensor sana sini dulu baru dikomersilkan di bioskop ??? Betulkah min ?? Jd kurang asik sih nontony adegan loren liat penampakan banyak di jendela gaada . Trus adegan ed acak2 altar gaada . Sama adegan ed loren nyampe disebuah kuil satanisme juga gaada . Apakah demi mempersingkat durasi . Pdhl durasi 2 jam lebih pun asik kok di bioskop sambil numpang ngadem wkwkkwkwk

    • arya says:

      Setahuku, kalo di luar itu yang bikin trailer memang beda ama yang bagian bikin film utuhnya. Simpelnya kayak gini; materi-materi hasil suting mereka itu dikasihin ke bagian trailer, untuk diedit jadi trailer sesuai dengan arahan marketing. Sementara itu, filmnya sendiri kadang belum beres diedit. Sehingga jadinya beda. Ada adegan yang dimasukin oleh editor trailer, yang ternyata gak dipake oleh film aslinya. Apalagi kalo film studio-studio gede, kadang sering banyak rewrite dan perubahan itu enggak nyampe ke bagian trailer.
      Makanya malah sering dijumpai film luar itu trailernya misleading. Kayak film Drive. Di trailernya kayak film kebut-kebutan , tapi kan aslinya filmnya enggak gitu

  13. arya says:

    Hahaha iya juga ya, ortu mereka gak pernah diliatin lagi.. Waktu adegan persidangan aja, si Debby duduknya bareng Ed dan Lorraine, gak ada orangtuanya.. Padahal Arne kan calon mantu, mestinya khawatir juga laaa, lagian Arne jadi kemasukan setan gara-gara anak mereka xD
    Ngeri ah, ntar yang nontonnya hantu semua wkwkwk

  14. Albert says:

    Aku kok masih menikmati filmnya ya, padahal udah baca review2 semuanya bilang kurang. Jadi kubaca lagi di mana kurangnya. Iya jadi ceritanya bukan fokus untuk buktikan Arne ga bersalah tapi mencari siapa yang santet ya. Conjuring ini ga ada simpati sih ke Arne atau pacarnya, tapi simpati ke Ed dan Loraine. Rasanya mereka dapat banget feelnya. Apalagi adegan klimaksnya yang pindah2 Ed-Loren dan Arne, itu terasa banget rasa ga perdulinya Arne mau mati apa enggak, kalau Ed-Loren walau yakin selamat ya ada was2 juga siapa tahu ada twistnya Loren suruh pindah ke badannya juga? Hehehe.
    Berarti korbannya David dan temannya Jessika itu acak ya.Cerita temennya Jessika itu cuma bantu temukan lokasi yang nyantet aja, walau aku ga ngerti juga gimana cara hubungin lokasinya sampai bisa ketemu. Mungkin lebih keren kalau yang nyantet itu dari awal incar Arne, dan udah planning manipulasi supaya Arne minta pindahin setannya. Kalau yang diincar David ya betul aneh kok rumah kosong dikasih boneka.
    Rasanya adegan Loraine bisa ikuti kejadian masa lalu buat lihat apa yang terjadi udah biasa kok di horror. Walau ga kayak gini yang jelas2 sengaja dipakai, biasanya terpegang apa terus langsung flashback. Terus pendeta yang terakhir memang lucu sih kalau merasa dia yang berhasil. Tapi aku salut juga, kalau aku di posisi dia udah kabur jauh2 begitu borgol Arne lepas. Pendeta kayak gini biasanya mati kalau di film lain, untung banget dia selamat masih bisa merasa berhasil pula. Hehehe.

    • arya says:

      Apalagi di Amerika kan, aku juga baca review-review sana mereka lebih kecewa karena di sana filmnya memang dijual sebagai kasus persidangan paling shocking di Amerika. Kisah nyata nya kan memang di bagian itu, sehingga ekspektasi langsung ke sana. Tapi ternyata gak bahas itu.
      Nah iya, mending dibikin si penyihir itu udah ngincar keluarga david dan arne sedari awal. Biar bisa mendalam juga karakter si penyihir yang jadi antagonis utama. Biar motivasinya jelas. Karena, soal penyihir ini juga yang jadi kelemahan film ini sebagai cerita ed lorraine vs. penyihir ini. Pembahasannya gak imbang.
      Saking biasanya, jadi ‘penyakit’ sih elemen flashback mistis ini. Penyakit yang bikin film-film horor jadi keliatan males. Udah setara kayak elemen nyari info di internet/di librari. Dibilang males karena karakter utamanya jadi gak banyak usaha. Apalagi film ini, konteksnya adalah Ed dan Lorraine menginvestigasi. Meskipun mistis, tapi mestinya tidak segampang itu juga haha

Leave a Reply