MALIGNANT Review

“It’s just a beast under your bed, in your closet, in your head”

 

Malignant adalah horor terbaru dari sutradara James Wan, dan actually merupakan horor pertama yang di-direct olehnya semenjak The Conjuring 2 di 2016. Kupikir, James Wan ini sudah move on dari horor. Di proyek Conjuring Universe aja, dia kayak ngasih ide-ide cerita untuk digarap sutradara lain, sementara dia duduk di kursi produser. James Wan kayak udah siap untuk melebarkan sayap, menjajal ke ranah-ranah mainstream lainnya. Dia nge-tackle superhero, misalnya. Dan laku juga. Tapi kehadiran film Malignant ini ternyata membuktikan bahwa cinta dan passion adalah dua hal yang susah untuk ditinggalkan. Passion gak bisa hilang, melainkan akan terus membesar. Kalo dipikir-pikir ya udah kayak kanker ganas. Cuma bedanya, hidup yang terus memupuk passion bukanlah hidup yang sakit. Melainkan hidup yang bahagia. Enggak kayak kanker, yang semakin hari akan… eh, tunggu-tunggu… Hmm, sungguh sebuah ‘kebetulan’. Tau enggak kanker ganas itu sebutan medis resminya apa? Maligna. Alias Malignant!

Kanker yang merubungi tokoh utama dalam cerita Malignant bukanlah aktual sel kanker, melainkan sebuah perumpamaan. Madison di sini dihantui oleh entitas misterius bernama Gabriel, yang diyakini sebagai teman-khayalan di masa kecilnya. Setelah kejadian KDRT yang membuat Madison keguguran yang keempat kali, Gabriel yang selama ini telah terlupakan, muncul kembali. Lewat apa yang terasa seperti mimpi, Madison melihat Gabriel membunuhi sejumlah orang satu persatu, termasuk suaminya. Semua itu ternyata bukan mimpi. Orang-orang tersebut memang mati mengenaskan. Seiring detektif mengusut kasus – siapa dan hubungan antara para korban – kecurigaan pun memusat kepada Madison sendiri. Madison yang tak ingat masa kecilnya, tapi percaya seratus persen bahwa semua ini memang ulah Gabriel yang juga bahkan tidak bisa ia ingat.

Jadi, di sini Gabriel adalah sesuatu yang gak bisa lepas dari Madison. Yang terus menggerogotinya dari dalam. Perumpaannya di sini adalah bisa jadi Gabriel adalah simbol keadaan psikologis Madison sendiri. Sementara juga, film mampu menjelaskan secara literal bahwa Gabriel adalah sebuah fenomena dalam dunia kedokteran atau kesehatan. Inilah kenapa karya Wan ini segaris dengan horor-horor hebat. Cerita horor yang hebat selalu adalah metafora, dan Wan mampu membuat metafora dengan ikatan ke fenomena nyata yang kuat.

malignant-brings-us-a-new-vision-of-terror
Teman atau malign-kundang?

 

Lebih lanjut membahas siapa, atau apa, sebenarnya Gabriel akan seru, tapi juga akan membuat ulasan ini spoiler berat. Jadi aku tidak akan melakukannya. Cukup disebutkan saja bahwa James Wan sekali lagi berhasil menciptakan sosok ‘hantu’ atau villain horor yang ikonik. Meski gak fresh-fresh amat. Namun memang itulah salah satu kekuatan Wan di ranah horor mainstream. Gaya bercerita. Ia selalu sukses menceritakan kembali trope-trope usang dengan gaya yang unik, sehingga jadi suatu wahana seram yang kerasa baru. Karena sering makek Voldo sebagai karakter di game Soul Calibur, aku jadi bisa menduga what exactly Gabriel yang berjaket hitam, dan berwarah merah darah di balik rambut lurus hitam panjang tersebut. Namun karena momen ke pengungkapannya digarap dengan begitu well-built, aku tetep ikutan teriak. Padahal itu ‘bingkai’ pengadeganannya cuma berupa karakter lagi nonton video pasien diwawancara. Timing tarik-ulur, set atmosfer, posisi dan sudut kamera, serta cut-to-cut editing. Empat itu memang nyaris selalu jadi penentu dalam pembangunan adegan berpunchline –  terutama seperti pada horor, dan James Wan benar-benar sudah ahli dalam menangani empat itu semua. Orang bilang selera pasar itu susah dipahami. James Wan, seperti sudah memahami selera orang terhadap horor – serta titik takut mereka luar-dalam.

Dari yang terlihat di layar sepanjang durasi nyaris dua jam ini, aku bisa membayangkan baginya bikin film ini udah kayak silaturahmi ama teman lama. Tentu saja bukan teman lama yang nyeremin dan nyusahin kayak Gabriel. Kasian ya si Madison hihi.. Ngomong-ngomong ngapain aja sih kita saat ketemu lagi ama sahabat lama? Kita jabat tangan – memeluk mereka, kangen-kangenan, kemudian seru-seruan seperti dulu lagi bersama-sama. Itulah yang exactly terjadi pada film ini. James Wan benar-benar mengembrace akar horornya. Horor yang penuh darah. Dia banyak membuat pengadeganan yang mengingatkan kita pada karya-karya terdahulunya. Ada situasi orang disekap yang mengingatkan pada Saw. Ada juga adegan serangan setan yang dilakukan dengan cepat kayak yang dijumpai pada Insidious. Selanjutnya, seru-seruan James Wan berhoror ria dapat kita rasakan dari beragam cara yang ia terapkan dalam merekam adegan-adegan horor. Kamera gak putus, merekam dari atas sehingga kita kayak menonton rumah boneka? Cek. Jumpscarenya dengan build up yang efektif lewat panning atau ayunan kamera dan refleksi di permukaan kaca? Cek. Jumpscare yang gak pake suara menggelegar melainkan mengalir kayak horor 80an? Cek. Sekuen aksi atau pembunuhan sadis ditambah oleh warna-warna creepy? Cek. Semua adegan horornya efektif dan terencanakan dengan sangat baik. Kita gak bosan menontonnya, karena dinamika yang terjaga. Film ini juga sangat fleksibel, kadang bermain dengan CGI dan efek-efek komputer (saat adegan dream-like Madison melihat perbuatan Gabriel), kadang dengan efek praktikal (aksi-aksi si Gabriel itu semuanya beneran dilakukan loh!), James Wan menyatukannya dengan mulus.  

Ketidakbisaan kita membahas banyak tentang Madison dan Gabriel tanpa membuat ulasan ini jadi spoiler tersebut sebenarnya adalah indikasi yang mengatakan bahwa film Malignant ini terlalu menumpahkan fokus kepada kejadian. Pada apa yang terjadi. Ternyata begini, selanjutnya begitu. Detektif mencari petunjuk, karakter menguak misteri, villain membunuh orang. Ruang untuk bahasan tersirat di balik kejadian luar tersebut jadi tidak luas. Cerita ini tidak bisa membahas lebih jauh tentang kekerasan dalam rumah tangga. Tidak bisa mendalami tentang perempuan yang selalu kehilangan anaknya. Dan ini sangat disayangkan. Terlebih karena film memang mengandung muatan yang cukup banyak.

Yang paling kuat itu sebenarnya adalah bahasan tentang anak yang terbuang. Konflik antara ibu yang terpaksa memilih untuk mengesampingkan buah hatinya karena keadaan. Yang juga dikaitkan keluarga dan ikatan darah. Tapi semua itu tidak terasa terdevelop atau terceritakan dengan natural. Hanya ter-conjure begitu saja menjelang akhir. Disimpan hingga akhir. Karena film di awal fokusnya pada mempersembahkan kejadian-demi kejadian for shock value, bukan untuk menilik muatan.  

 

Penampilan akting dari para aktor jadinya tidak termanfaatkan maksimal. Pemeran Madison, Annabelle Wallis, misalnya. Dia menunjukkan permainan akting yang berkualitas. Akan tetapi karena film ‘merahasiakan’ apa yang terjadi pada karakternya – basically membuat tokoh utama ini sama tidak tahunya mengenai dirinya sendiri dengan kita – Wallis sebagian besar waktu hanya digunakan untuk menunjukkan ekspresi takut atau terkejut melulu. Motivasi Madison adalah pengen punya koneksi-darah, dan ini kita tahu bukan lewat informasi visual atau pembelajaran dari adegan-adegan yang mendukung ke sana. Melainkan lewat dialog gamblang yang diucapkan Madison kepada adik angkatnya.

malignant-trailer-james-wan-the-conjuring
Si McKenna Grace laku banget ya, setiap ada peran versi masa kecil, dia kepakek

 

Walaupun film excellent sekali dalam pembangunan misteri, adegan berdarah, dan adegan menakutkan, untuk urusan bercerita lewat karakter dan dialog film ini terasa demikian lemah. Semua hal-hal yang mestinya bisa penonton simpulkan sendiri, atau bisa ditangkap sendiri maknanya, diucapkan dengan terang-terangan. Oh jadi lewat flashback diungkap waktu kecil Madison dibisikin oleh Gabriel untuk ngambil pisau untuk menusuk perut ibunya, yang ini tentu dengan mudah bisa kita cerna sebagai Gabriel mengendalikan dan bertanggungjawab atas perbuatan Madison. Adegan itu saja ternyata dinilai tidak cukup oleh film. Karena persis setelah itu, kita akan mendengar seorang karakter menyebutkan kesimpulan itu “Jadi, pelakunya adalah… teman khayalanmu?” Banyak dialog-dialog yang tidak diperlukan seperti demikian tersebar pada film ini. Semuanya seperti diejakan kepada kita.

Agaknya James Wan sudah terlalu nyaman menggarap film mainstream, sehingga insting bercerita lewat dialognya jadi menumpul. Kalah tajam sama naluri untuk menyuapi penonton. Untuk memfasilitasi penonton dengan berlebihan sehingga jatohnya jadi kayak tidak percaya sama kemampuan penonton. Tidak hanya itu, film juga tampak tidak pecaya bahwa penonton bakal ngikutin cerita sampai akhir tanpa merasa bosan. Film ini seperti takut, penonton bakal bosan. Darimana kita bisa menyimpulkan ini? Dari banyaknya dialog-dialog yang cringe, dan juga dari karakter-karakter pendukung yang dihadirkan untuk komentar-komentar lucu saja. Simak adegan ketika detektif meminta forensik untuk mencari pasangan senjata pembunuh yang hilang. Saat itu, film menyelipkan guyon lewat karakter si forensik yang dibuat naksir ama si detektif kurang lebih bilang, kita semua perlu nyari pasangan hihihi.. Lucu sih lucu, tapi perlu tidak? Penting tidak untuk keseluruhan narasi. Nyatanya, film tidak pernah memfollow up soal hubungan dua karakter tersebut (detektif dan forensik). Dialog itu mengangkat sesuatu tapi tidak menjadikannya apa-apa. Karena sebenarnya ya fungsi dialog itu ada cuma untuk selipan lucu-lucuan supaya penonton gak bosan aja. 

Ok, memang benar film tidak mesti serius selalu, atau ngeri setiap saat. Harus ada momen-momen ringan. Namun juga, menghadirkan lelucon di sela-sela adegan serius itu tanggungjawabnya besar loh. Sebab menyangkut tone – nada film. Sebuah film harus konsisten pada nadanya. Tentu kita gak mau horor yang kita buat malah jatuh sebagai komedi. Drama cinta yang kita garap malah bikin orang takut tidur matiin lampu alih-alih sedih. Keseimbangan tone harus dijaga. Malignant did a poor job dalam hal ini. Film ini tampak ingin tampil sebagai horor personal yang serius, dengan konflik keluarga yang menyentuh. Tapi banyaknya lucu-lucuan membuat nadanya bergeser menjadi komedi. Beberapa hal yang mestinya gak lucu, jadi ikut kebawa lucu. Orang jatuh dari attic, menimpa patah sebuah meja. Aku nyaris ketawa melihat itu. Bukan ketawa defensif saking seramnya. Melainkan karena ketawa lucu. Apalagi kemudian diikuti jeritan Madison yang memang semakin ke belakang jadi hilarious saking seringnya. Setan yang kabur terseok-seok dikejar detektif? Aku terkikik melihatnya. Dan obrolan di ending, soal konklusi dan pembelajaran ingin merasakan koneksi-darah – dengan ibu kandung terbaring di sebelah mereka, ibu kandung yang baru kebuka identitasnya – dicuekin gitu aja. Aku ngakak. Ups.

 

 

 

Sepertinya James Wan terlampau bersenang-senang kembali menggarap horor. Dengan cerita yang membahas entitas misterius membuat karakter tertuduh melakukan kejahatan, film ini jadi kayak versi seru dan fresh dari The Conjuring: The Devil Made Me Do It (2021) yang tampil kaku dan membosankan. Film kali ini, memang kuat di pembangunan adegan seram lewat lewat teknis-teknis atau craft pembuatnya. Adegan revealingnya bakal bikin kita jerit-jerit saking gilanya. Namun sebaliknya, film ini di dialog dan karakter terasa lemah. James Wan tidak berhasil mempertahankan tone film ini. Diawali sebagai horor serius, yang perlahan mulai berat ke arah horor konyol. Malah setelah kita bisa menduga sendiri, film ini gak lagi seram. Traumanya gak digali, kita gak benar-benar bisa relate. Hanya jadi melihat kejadian-kejadian yang semakin edan. Kebiasaan James Wan menangani film-film mainstream mungkin perlu sedikit dievaluasi, di tone down sedikit, karena jika tidak bisa-bisa malah berubah jadi kanker yang tidak diinginkan dalam kreasinya sebagai filmmaker horor yang kreatif.
The Palace of Wisdom gives 5.5 out of 10 gold stars for MALIGNANT.

 

 

 

That’s all we have for now

Mengapa menurut kalian penting sekali bagi Gabriel untuk membuat ibunya melihat ‘monster’ seperti apa dirinya sekarang?

Share with us in the comments yaa

Remember, in life there are winners.
And there are losers.

 

We?

We are the longest reigning BLOG KRITIK FILM TERPILIH PIALA MAYA

 

Comments

  1. arya says:

    Hahaha bisa gitu ya dia, mukanya bisa pas gitu jadi masa kecil banyak tokoh utama. Tapi aktingnya dia juga memang bagus sih..
    Iya tuh, sepemikiran, nontonnya tu jadi gak seram lagi.. aku ngerasa horornya cuma sampe malam pertama Madison sendirian di rumah, ngeliat ke lampu jalan di luar jendela. Setelahnya, jadi kayak nonton kejadian-kejadian gila yang lucu aja..
    Dibikin series style sitkom kayak Wandavision aja maunya si Gabriel dan Madison untuk next time; “The Misadventures of Parasite Twins” XD

  2. Abdi_khaliq says:

    Nanggung banget sih horrornya, lebih tepatnya ini film horror-comedy-action.
    SPOILER ALERT!!!
    Dari awal sampai sebelum reveal Gabriel jujur udah malas-malasan sih nontonya, tebakanku “Pasti si Annabelle (Sorry udah lupa nama karakternya) dan Gabriel dari kecil adalah kembar dempet, si Gabrial di remove karena dianggap tumor/ cacat!!!” Dan ternyata benar tebakanku, tapi hebatnya meski udah obvious gitu, cara Wan ngereveal Gabriel tetap bikin Mind Blowing banget sih. So… nilai 6/10 lah karena endingnya entertaining banget. Aku sampai refleks ketawa saat cewek tim forensik di kepolisian menghubungi emergency number “Polisi”, padahal rekan2nya udah pada tepar semua, jokesnya simpel tapi nendang. Hahahahaha…
    Jadi sempat mikir, coba film ini dibikin sama Jordan Peele pasti bakalan punya depth, twistnya jadi si Ibu (white) kawin ama Ayah (black), terus punya anak Anak kembar dempet, Annabelle (white) dan Gabriel (black). Ngebayanginnya aja bikin merindinding.

    • arya says:

      Aku ngehnya pas Gabriel nusuk bapak2 di tempat tidur itu, kok kayak kebalik gitu badannya, lalu pas diperhatiin memang kayak lagi mundur gitu dia pas maju, udah langsung ketebak deh pasti nempel. Tapi ya, saat ngeh itu belum tau dia kembaran sih haha.. Set up filmnya juga sebenarnya agak berantakan kan. Dari rumah sakit ngeliat sekilas sosok Gabriel yang kayak alien, terus ke Madison, terus ke ibu-ibu tur guide, benang merahnya bener-bener gak diikat hingga ke tengah-tengah. Salahnya, pas udah sampai di tengah itu udah gak kerasa horor lagi, malah kerasa komedi hahaha..
      Bener juga sih, masih bisa digali depth keluarganya juga, film ini berarti memang masih main di kulit luaran aja ya

  3. arya says:

    Sama nelfon-nelfon segala! Aku mikirnya sih ya karena filmnya untuk mainstream sih, jadi harus ada ledakan-ledakan (listrik)nya biar seru. Padahal ya itu, jadi gak make sense

  4. ayarohayati87 says:

    Baru kemarin sempet nonton di bioskop, pdhl pilihannya ada no time to die sm shang chi. Tp krn saking penasaran sm malignant akhirnya ntn ini jg. Penilaianku sm film ini 6.5 sh, selera org kn beda yh min. Pdhl bukan penyuka horor tp ntn ini kaya puas bgt. Sepanjang film tutup mata mulu pdhl bulan hantu yh. Kelemahannya emang alur yg mudah ketebak, pendalaman karakter kurang, dan detektif yg sembrono. Satu2nya tokoh kuat di film cuma si sydney sh. Tp emang film ini menang di scoring sm pengambilan gambar. Tp overall aku suka film malignant.

  5. Albert says:

    Aku malah enggak ngeh sih kalau Gabriel sama Madison itu sama orangnya. Kalau buat senang2 bagus2 aja sih nontonnya. RIngan ceritanya. Aku cuma rada geli karena enggak ngeh soal ibunya Madison itu. Waktu pertama dia keluar kukira ya dia itu Madison. Terus dia diikat padahal Madison yang asli ada di tempat lain, kupikir “Madison” yang diikat itu lambang dia lagi diikat di pikirannya. Aku malah bengong pas dia jatuh, kok ada 2 Madison? Lalu yang hubungan darah aku juga geli. Aku baru ngeh pas dialog Gabriel sama adiknya Madison itu, kalau adiknya itu yang pengen dia bunuh pas kecil. Jadi harusnya adiknya ini tokoh penting, karena Madison harus pilih satu dari mereka. Tapi aku baru sadar belakangan, bukti gagalnya membangun cerita rindu sedarah ini. Tapi ya tetap overall bagus2 aja sih.

    • arya says:

      Haha iya, mereka itu kembar, atau hubungannya mereka apa – sodara atau enggak, memang gak ngeh sih, baru tau pas pengungkapan doang. Cuma perihal mereka itu ada satu tubuh, udah kelihatan clue-cluenya. Terutama pas lihat gerakan si Gabriel.
      Iya sih, yang ibunya itu random banget. Tau-tau ada adegan dia diculik, ditempatinya di tengah-tengah kejadian si madison juga kan ya. Jadi bingung juga, ini orang siapa hahaha

Leave a Reply