“How truly hard it was, really, to see someone you love change right before your very eyes”
Cinta sejati itu kayak hantu. Banyak yang ngomongin, tapi cuma sedikit yang beneran melihatnya. Merasakannya. Telah membuktikannya sendiri. Saking susahnya memperjuangkan cinta. Selalu ada saja halangannya. Makanya greatest love story seringkali justru merupakan sebuah kisah yang tragis. Gimana perasaan kita gak teraduk melihat karakter berusaha memperjuangkan perasaan yang tak semua orang bisa melihatnya ada tersebut. Guntur Soerharjanto berusaha mengaduk perasaan kita lewat film kedua Luna Maya sebagai Suzzanna. Adaptasi atau remake bebas dari horor klasik si Ratu Horor ini coba dikuatkan oleh Guntur perihal kisah cinta kedua karakternya. Membuat cinta dan hantu literally jadi satu frame. Di balik horor balas dendam, at heart film ini adalah kisah cinta yang terhalang oleh kematian. Sebagaimana halnya pada film pertamanya tahun 2018 yang lalu. Bedanya, film Suzzanna: Bernapas dalam Kubur itu berhasil mengaduk perasaan kita, cerita dan arahannya berhasil menggali sudut pandang perempuan yang berkonflik personal; Suzzanna yang telah jadi hantu ingin membalas dendam atas kematiannya, tapi dia gak mau harus berpisah dengan suami, sehingga dia berpura-pura masih manusia. Film Suzzanna: Malam Jumat Kliwon bahkan gak punya sudut pandang kuat untuk menyampaikan konflik cinta tragis di antara kedua karakternya.
Dalam usaha untuk lebih memperkaya suasana dan dunia cerita, Malam Jumat Kliwon jadi lebih banyak mengambil sudut galian. Di satu sisi memang ini bikin cerita di Jawa tahun 1986 itu terasa lebih imersif. Babak pertama film terasa solid oleh build up dan terjaga dengan tempo yang cukup cepat. Kita melihat Suzzanna, kali ini seorang gadis desa yang dipinang oleh Raden Aryo yang ingin punya keturunan. Kita melihat Surya, kekasih Suzzanna, yang mencari tambahan nafkah dengan menjadi petarung. Kita juga melihat istri tua Raden Aryo punya peran di dalam cerita, karena kecemburuannya. So many motivasi yang saling beradu. Di babak ini cerita lebih bertapak pada Suzzanna, yang setelah hamil mulai merasa dirinya gak aman di rumah Raden. Dia disantet, dan hal menjadi total nightmare bagi Suzzanna saat proses melahirkan. Suzzanna meninggal dengan cara mengerikan, cerita masuk babak kedua, dan naskah hingga arahan mulai keteteran. Cerita ‘berpindah’ jadi tentang Surya yang ingin melihat Suzzanna untuk terakhir kalinya, only ended up mengadakan perjanjian dengan iblis untuk menghidupkan Suzzanna. Perempuan itu memang terbangun, tapi sebagai Sundel Bolong yang ingin menuntut balas dan mencari bayinya.
Narasi menjadi terlalu besar untuk dihandle. Aku merasa film ini seperti orang yang sudah tahu tujuan mau ke mana, tapi di tengah jalan jatuh terpuruk karena gak sanggup untuk actually mencapai tujuan tersebut. Cerita seperti Suzzanna: Malam Jumat Kliwon memang harus sebesar itu. Empat karakter sentral perlu dibahas supaya penonton dapat melihat dinamika gender di tahun segitu (dan maybe masih diteruskan hingga sekarang). Gimana Suzzanna bisa berada di posisi sulit karena lelaki yang suka seenak jidatnya, mentang-mentang berkuasa. Bahkan yang simpatik seperti Surya pun sama saja begitu dengan aksinya yang tidak membiarkan Suzzanna istirahat dengan tenang. Sebuah aksi yang bisa dibilang egois karena dia mengambil keputusan atas hidup perempuan. Film ini mengatakan semua horor itu ya simply disetir oleh kehendak lelaki., tapi juga masih memperlihatkan ada kalanya perempuan ‘berontak’ atau somehow memegang kendali aksi. Paralel Suzzanna – si istri tua – bahkan rela ke dukun, membayar ‘harga’ apapun supaya dia kembali jadi ‘yang disayang’ oleh suami. Suzzanna sendiri gak pernah digambarkan hanya pasrah, tapi disebutkan bahwa dia rela dinikahi demi keluarga. Dia di beberapa kesempatan juga beraksi dengan mempertimbangkan keselamatan nyawa Surya. Bahkan saat jadi Sundel Bolong, ada kala Suzzanna tidak mengikuti ‘perintah’ Surya untuk tidak membunuh.
Karena subteks pada karakter itulah, aspek body horor yang ditampilkan film ini jadi mencuat. Adegan menyeramkan saat persalinan itu menyimbolkan kengerian ketika tubuh penuh jejak yang tak diundang, yang tak diinginkan, yang dipaksakan kepada perempuan. Kita tahu secara narasi itu adalah efek santet, tapi kejadiannya seolah tubuh Suzzanna menolak buah dari paksaan. Harusnya sih adegan ini bisa ikonik. Bayi Suzzanna pindah ke punggung, lalu meledak membunuhnya seketika. The horror inducing nightmare includes: suara teriakan minta tolong Suzzanna kepada bidan dan pelayannya dan shot ada bayi yang bergerak-gerak di dalam lubang punggungnya. Aku gak tahu apakah film Malam Jumat Kliwon yang asli adegannya persis seperti ini, tapi memang adegan persalinan horor tersebut seperti dicomot dari era 80an. Over-the-top, gross, dan fun! Kita harus melihat ke belakang dan realized, bahwa vibe horor 80an itulah yang ingin direcreate juga oleh film ini. 80an adalah era horor praktikal yang cerita dan kejadiannya over-the-top hingga konyol, tapi jadi hiburan tersendiri. Elm Street, Friday the 13th, Evil Dead, sadis tapi menghibur. Film horor Suzzanna sendiri juga seperti itu, malah seringkali ditambah oleh reaksi-reaksi kocak dari karakter pendukung. Film karya Guntur ini punya vibe itu. Ada banyak juga adegan menakut-nakuti yang lucu, banyak reaksi dan dialog karakter yang konyol. Sally Marcelina yang jadi istri tua adalah yang paling ‘semangat’ ngasih vibe over-the-top ini.
Bicara tentang horor Suzzanna, tentu kita gak bisa lepas dari sosok Suzzanna itu sendiri. Kayaknya, industri sekarang ini gak ada yang membangun citra aktornya seperti Suzzanna lagi. Yang aura dan kemisteriusannya dipush terus hingga di balik layar. The fact that reboot-an film-filmnya ini bukan biopik tapi sangat mengutamakan perubahan wajah Luna Maya menjadi semirip mungkin dengan Suzzanna benar-benar menunjukkan bahwa legacy Suzzanna sebagai sosok dan aktor itulah yang dilestarikan. Film mengambil banyak resiko untuk menyulap Luna Maya menjadi Suzzanna. Saat jadi Sundel Bolong, ilusi tersebut lebih mudah untuk dipertahankan. Gestur berkacak pinggang lalu berbalik memamerkan lubang di punggung, serta suara cekikikan seram Luna Maya sanggup memberikan sensasi merinding, Hanya saat karakternya masih manusia, dan banyak bermain di nada drama, plus pencahayaan yang ‘normal’ usaha film memiripkan wajah itu seringkali tampak artifisial, hingga agak ‘mengganggu’ karena wajahnya seperti tempelan. Unnatural.
Suasana desa setelah kebangkitan Suzzanna sebagai Sundel Bolong juga memang harus diperlihatkan. Interaksi Suzzanna dengan warga bakal jadi hiburan horor tersendiri. Istilahnya, ngeri-ngeri sedap hahaha… mungkin Bene Dion terinspirasi judul film drama komedinya ini dari saat ikut menulis naskah Suzzanna: Bernapas dalam Kubur. I wish kualitas naskah film kali ini masih sama dengan film pertamanya tahun 2018 itu. Naskah kali ini ditangani Sunil Soraya dan Ferry Lesmana bersama Tumpal Tampubolon. Fun dan horornya masih ada, tapi dramanya lepas. Malahan, banyak elemen-elemen drama yang sempat disebut namun tidak pernah dibahas lanjut. Ada satu dialog menarik yang paling aku kecewa karena gak ada follow upnya, yakni ketika Raden ditanyai oleh istrinya apakah dia telah jadi jatuh cinta kepada Suzzanna. Kupikir developmentnya bakal menarik ketika pihak yang toxic ternyata jadi beneran cinta sama korbannya. Tapi film gak bahas lagi dan dialog itu semacam punchline angin lalu. Pokoknya, begitu masuk babak kedua, cerita benar-benar keteteran. Dialog dan kejadian jadi konyol tak terkendali. Begitu banyak hal yang bikin kita mengernyitkan kening, mulai dari kenapa kuburan Suzzanna yang mestinya dirahasiakan dari banyak orang malah dikasih nisan bertuliskan nama, hingga ke Surya yang saking rindunya tidur dengan meluk mayat? C’mon! Surya sebagai sudut pandang utama saat Suzzanna sudah tiada, tidak pernah didevelop dengan layak.
Melihat orang yang kita cintai berubah menjadi seseorang yang berbeda. Tema ini yang sebenarnya disimbolkan jadi horor dalam film Suzzanna: Malam Jumat Kliwon. Dalam kasus Surya, dia menyaksikan kekasihnya melakukan pembunuhan-pembunuhan mengerikan karena balas dendam. Goal cerita sebenarnya adalah membuat kisah cinta begitu tragis sehingga menjadi sebuah horor, kisah cinta ketika seseorang harus melepaskan kekasih yang sudah bukan lagi manusia, ketika seseorang harus mencintai kekasihnya dengan cara yang melukai mereka.
Tapi penceritaan film enggak mampu mencapai goal tersebut. Tidak mampu mendramatisasi keadaan di luar menjadikannya humor saja. Film terdistraksi oleh banyaknya elemen yang harusnya ia arahkan ke goal tersebut. Film bahkan gak mampu untuk sepenuhnya membangun rule atau mitologi Sundel Bolongnya. Karena sekarang, dia bukan lagi hantu, melainkan iblis. Padahal Suzzanna yang jadi hantu tidak bisa langsung menyakiti manusia sehingga serangan yang ia lancarkan untuk balas dendam adalah serangan psikologis yang membuat korbannnya mati karena ulah sendiri, adalah aspek yang membuat film pertamanya sangat menarik. Film kali ini sepertinya tidak mau repot dengan konsep semacam itu, dan membuat Suzzanna bisa menyakiti secara fisik karena dia adalah iblis. Dia tidak lagi unik. Aksinya dengan cepat jadi membosankan karena kita basically ngelihat hal yang sama terkait aksi dia terhadap korbannya. Di akhir film coba ngasih tantangan, yaitu ada beberapa senjata dukun yang bisa melukai Suzzanna. Ini yang mestinya dibanyakin oleh film. Buat Suzzanna vulnerable. Bikin stake ada. Bikin jadi ironi ketika Surya tak ingin Suzzanna kalah dan lenyap, tapi morally dia gak mau Suzzanna membunuh lagi. Tapi yang lebih banyak kita dapatkan malah humor dari dua hansip. Mereka kocak, bisa actually nangkep Sundel Bolong, tapi ya gak perlu sampai mau dikasih arc mereka pengen jadi pahlawan segala kalo memang ini bukan cerita mereka.
Buatku kerasa sih, nelangsanya ketika yang kita suka berubah menjadi something different. Aku suka film pertama Suzzanna. Dramanya bisa dalem, dan horornya tetap fun. Sedangkan film kedua ini, cuma punya fun. Dramanya banyak yang lepas, yang tidak digarap dengan manusiawi. Padahal muatan drama yang dimiliki itupun sesungguhnya tidak banyak berbeda dari film pertama. Lebih kepada, beda sudut pandang utama saja. Film kali ini sebenarnya lebih tentang Surya, laki-laki yang ditinggalkan Suzzanna, yang menghidupkannya kembali, yang ingin bersamanya sampai akhir hayat, namun perlahan menyadari apa yang sebenarnya ia butuhkan. Film enggak mampu mencapai goal dramatis ini karena sudut pandang yang tidak tegas dan naskah yang tidak bisa menghandle narasi yang besar. Bahkan untuk jadi romance horor saja masih kurang terasa. Kalo nanti ada film Suzzanna berikutnya, aku harap mereka kembali menapakkan dramanya, dan mungkin bisa dicoba untuk tone down mirip-miripan aktornya dengan Suzzanna supaya akting dan ekspresinya bisa maksimal.
The Palace of Wisdom gives 5 out of 10 gold stars for SUZZANNA: MALAM JUMAT KLIWON
Tulisan ini diterbitkan juga dalam Zine BREAK FROM CINEMA Volume 01/Agustus 2023
That’s all we have for now.
Kalo dibalik, menurut kalian apakah kita sebaiknya harus mau berubah demi pasangan kita?
Share pendapat kalian di comments yaa
Hijack, serial thriller bagus tentang pembajakan di pesawat yang dibintangi oleh Idris Elba di Apple TV+ sudah sampai ke episode finale. Yang pengen ngerasain ketegangannya bisa langsung subscribe dari link ini yaa https://apple.co/46yw8RX
Remember, in life there are winners.
And there are losers.
We?
We are the longest reigning BLOG KRITIK FILM TERPILIH PIALA MAYA
Ahh sama akhirnya, sya juga ngasih rate 5/10 buat film ini.
Banyak yg sya gak suka.
1. Pemotongan dri adegan ke adegan terasa kasar, apalagi pas mau babak akhir itu. Berasa gak sreg aja.
2. Scoringnya bagus, megah. Tpi kadang gak blend sama scenenya
3. Ada adegan terbang itu, tarikan talinya berasa jelas banget, kaya emang digantung
4. Gk tau kenapa jokes satpam 2 gk smuanya masuk, pdahal dibioskop rme, soal selera si jokes.
5. Over all, pas slesai film, lah ko gtu doang. Hah gini doang.
6. Bner banget muka nya kaya artificialnya kliatan banget pas terang. Apalagi pas bagian bibir kerasa kerutanya beda, topeng
Pokonya agak mibazir ai ngluarin harga 45k buat film ini.
Bener, bener…
Poin 1-3 itu kalo kita lihat-lihat kayaknya karena konsep filmnya mentok sih, mereka pengen vibe praktikal ala 80an tapi whole presentationnya dibikin mewah. Jadi gak klop aja dengan tampilannya, soalnya film 80an daya tariknya kan efek yang ‘kasar’. Dari musiknya aja juga gitu kan, kalo pake skor ala horor 80an yang suara tinggi ngeloop aja pasti match dengan vibenya
Si satpam bedua, kalo aku lucu sih, cuma ya gak mesti banyak banget bagian mereka, karakter sentral ada 4 orang ya mending time nya buat develop mereka daripada para satpam
‘Gini doang’ itu karena naik turun filmnya gak kena. Mestinya ending dia besarin anak itu kan momen heartwarming, momen naik, tapi karena momen sebelumnya gak dramatis turun (dia harus membunuh Suzzanna), adegannya cuma gitu doang gak ada konfrontasi beneran antara dua karakter itu, jadi pas di akhir naiknya gak kerasa ke kita.
Aduh itu disturbing but in negative way, muka si Suzzanna nya hahaha… garis-garis mukanya kenapa gak ada, jadi kayak ngeliat tempelan cgi doang wkwkwk
Menurut gw sih film ini komedi nya dapet cuma makin lama makin kurang kena ajah jokes nya mirip seperti film Ready or Not, terus adegan jumpscare juga mirip-mirip sama film The Nun (Valak) manfaatin telekinesis sama binatang, bedanya kalau Suzzanna ini manfaatin belatung kalau Valak manfaatin ular tapi keduanya sama-sama gagal buat nakutin saya. Kalau soal Drama film Suzzanna ini kadang up kadang down apalagi pas adegan si Pembantu nya (Maaf lupa nama) ngorbanin diri demi Surya kaya gak dapet ajah buat apa coba dia ngorbanin diri padahal sebelum pas dia ketemu Surya sama Suzzanna dia bilang gak usah ajak-ajak dia buat ikut campur urusan si Suzzanna alasannya “karena dia cuma orang kecil” jadi kurang konsisten ajah atau skrip nya yang emang aneh. Dan paling gak suka sama alur ceritanya sih sumpah itu kecepatan banget alurnya jadi bikin gak bisa bersimpati sama Suzzanna ini, chemistry Suzzanna sama Surya juga gak dapet, konflik Suzzanna sama orangtua nya juga gak dapet, pokoknya film ini banyak yang gak dapet tapi soal jokes sama adegan sadisnya lumayan lah buat hiburan sampai ngerasa Deja vu pas di ending Suzzanna keluar dari punggung itu mirip film Sebelum Iblis Menjemput ayat2…
Skripnya memang dasarnya aneh! hahaha… nah iya, chemistry si Suzzanna ama Surya kurang banget. Lagian si Surya aneh, mau minta tolong warga supaya Suzzanna bisa ambil bayi, ngapa pake ditakut-takuti dulu, napa gak langsung minta tolong aja, misalnya Suzzanna pura-pura masih hidup kan dia punya kekuatan nyamar, toh warga gak ada yang tau Suzzanna sudah meninggal. Suzzanna nakut-nakuti mereka kan sebenarnya karena dia iblis, nah konflik Surya gak bisa ‘menahan’ Suzzanna ini yang mestinya dikembangkan, dibanyakin, biar relasi mereka berdua mencuat.
Masih worth to watch gak bang buat gw anak maba yang lagi ngirit uang buat kebutuhan kuliah 🙁
Waduh, kalo memang ngirit mode on, kayaknya ya dahulukan kepentingan yang prioritas aja hahaha.. Atau cari temenmu yang mau ulangtahun, trus minta ditraktir nonton ini di bioskop, lumayan nonton ramean bisa jadi seru xD
Iya buatku juga ending drama perpisahan Surya dan Suzanna maupun Surya ambil anaknya ga mengena, entah kenapa. Adegan klimaksnya cukup seru, tapi kurang tantangan. Kayaknya udah pasti menang Suzanna gitu. Cuma pas ditiup suling sama dukunnya muncul rada seru berantemnya. Aku lebih suka Bernapas dalam Kubur sih, kayaknya dulu dramanya lebih dapat. Hehehe.
Iya, Bernapas dalam Kubur enak banget dramanya, sampe ada adegan dia yang pura-pura masih hidup diajak suaminya sholat kan ya? Naskahnya menggali terus. Kalo di film ini, dinamika pasangan dua dunia itu gak ada tertampil, mereka cuma kayak pasangan yang beda set kekuatan, berusaha mengambil bayi, terus di akhir tiba-tiba si cowok sadar bahwa jalan yang diambil partnernya salah. Kejadiannya tuh instant-instant aja
Disuruh bunuh bayi terus bunuh diri ya Surya ga mau. Coba kalau dia dan bayi tetap hidup ya mungkin Surya mau tetap bareng Suzzanna. Hahaha.
Disuruh bunuh bayi terus bunuh diri ya Surya ga mau. Coba kalau dia dan bayinya tetap hidup, ya mungkin Surya mau sama Suzzanna terus. Hahaha.
Wah reply bolak balik ga muncul2 komenku. sekali muncul ada 4 🙁
Hahaha, lagi error kayaknya tadi jaringan
Disuruh bunuh bayi terus bunuh diri ya Surya ga mau. Coba kalau dia dan bayinya tetap hidup, ya mungkin Surya mau sama Suzzanna terus. Hahaha.
Surya disuruh bunuh bayi dan bunuh diri sih. Coba kalau dia dan bayi hidup, pasti dia mau hidup terus sama Suzzanna. Hahaha.
Jadi kayak si Surya nya bailed out karena takut mati, trus pake alesan sok bijak demi anak, ya ahahaha
Kupikir endingnya bakal berantem Surya sama Suzzanna. Surya mau kasih ke iblis, Suzzanna mau pertahanin anaknya hahaha.
Pas Suzzanna baru bangun dari mati, cerita udah kayak ngarah ke situ ya. Dialog iblis minta si anak, trus Suzzanna pas bangun juga minta anaknya, udah kayak si Surya berada di dua pilihan. Tapi bahasan lanjutnya gak benar-benar tegas ke pilihan itu kan
Ya mas. Udah kubayangin Surya jadi antagonisnya yang mau sama Suzzanna doang ga terima anaknya, Suzzanna jadi protagonisnya yang gpp mati lagi kalau anaknya hidup. Manusia jadi penjahat, Hantu jadi hero. Tapi khayalanku terlalu tinggi kayaknya hahaha.
Hahaha kita mah ngayal sebenarnya gak salah, karena khayalan kita itu kan terbentuk dari gimana film ngebuild up ceritanya
Mampir ke studio film ini cuma mau liat acting tante sally marcelina aja ✌ selebihnya gamau berekspektasi penuh …
karena dr trailer aja kejutan kejutany udh dipampang, jd nonton buat ngemil popcorn asin aja
Hahaha kayaknya memang Tante Sally Marcelina nih yang paling klop ke horor komedi 80annya, kayak main di vibe sendiri, tapi kocak
Oh, di trailernya sudah banyak ngeliatin kejutan-kejutannya? Gak seru dong ya nonton kalo udah tau dari trailer
Agak skeptis pas melihat nama sutradara dan tim penulisnya. Overall, masih jauh lebih unggul Suzzanna Bernapas Dalam Kubur, meskipun editingnya juga gak mulus. Sayang banget gak diedit secara maksimal dari segi storytelling terutama, padahal adegan-adegan di trailer itu essensial namun entah kenapa malah di-cut dan alurnya jadi lompat2 serta banyak dialog kentang. Belum selesai satu persoalan udah pindah ke yang lain. Rules teror Sundel Bolong nya cacat, membunuh penjaga mungkin masih oke lah, tapi meneror Ratih yang jelas-jelas gak salah itu aneh. Endingnya oke tapi akan lebih baik kalau di akhir Suzzanna memutuskan untuk mempertahankan si anak dan Surya menolak keras, sesuai pakem film Suzzanna yang tidak rela anaknya celaka. Semoga Si Manis Jembatan Ancol 2 gak jatuh ke lubang yang sama.
Oh ada adegan di trailer yang gak muncul di filmnya ya? Wah adegan apa aja tuh.. soalnya memang film ini editingnya agak aneh, kadang suka bikin bolak-balik tanpa sebab
Adegan Suzzanna mengikhlaskan Surya, “kalau memang kita berjodoh, pasti kita akan bersatu kembali”. Main air di sungai. Suzzanna dimakamkan malam-malam. Adegan teror ular sepertinya ada scene lanjutan tapi tampaknya dipotong. Adegan Suzzanna persiapan menikah juga ada walau sekilas
Wah banyak adegan Suzzanna sama Surya ya ternyata, padahal butuh banyak itu biar horor romance nya kebangun.
Adegan pemakaman aku juga pengen lihat lebih banyak sih, soalnya banyak hal yang mengganjal; apakah memang makamnya dirahasiakan (atau cuma omdo si istri tua), apa dikuburinnya ngasal aja tanpa kafan dsbnya (karena si istri tua memang gak suka sama dia), apa ada yang ngasih nisan karena kasian, dan lain-lain
Padahal kalau filmnya bercerita sesuai gambaran di plot trailer dengan penambahan detail di sana sini sudah oke, tapi setelah adegan melahirkan fokusnya makin buyar. Adegan romansa Suzzanna Surya sangat perlu karena itu salah satu poin pentingnya, yang kurang dimaksimalkan saat final cut.
Setuju, keunikan film ini kan justru sebagai horor romance itu, tapi malah gak kuat di romance, di tengah malah nguatin komedi
Di podcast kata luna maya durasi asli film ini 4 jam cuma karena kebutuhan bioskop jadi di potong makanya alur film ini kaya banyak yang kepotong.
Wah bisa ada versi full no-cut nya nih berarti… sedapp
Yang kurang menurutku: Setting di jawa timur tapi 2 hansipnya logatnya kental betawi, trus karakter Suzanna ini gak konsisten, setelah bangkit dari kematian, Suzanna mau ketemu dan menyelamatkan anaknya, eh menjelang ending *sori spoilers* setelah anaknya berhasil selamat dari tangan Minati, si Suzanna malah menyuruh Surya buat ngebunuh anaknya dengan golok,
Lah tau gitu yaudah biarin aja si anaknya sama Minati yang jelas2 benci sama anaknya Suzanna, intinya ini film masih layak ditonton
Hahaha iya, makanya mestinya Suzzanna itu juga dibikin bergelut dengan pribadinya antara dia sebagai manusia, dengan dia sebagai iblis. Maka setelah dia dapat anaknya, si iblis masuk tuh, Suzzanna jadi sudah bukan lagi Suzzanna. Kalo aku mah, lebih suka kalo di akhir itu Surya lawan Evil Suzzanna aja sekalian