[Reader’s Neatpick] – FLIPPED (2010) Review

“Film favorit sepanjang masa saya itu ya ini. Selera saya emang sebocah itu.” – Anggraita Suasana, silent reader My Dirt Sheet

Sutradara: Rob Reiner
Penulis Naskah: Rob Reiner, Andrew Scheinman
Durasi: 1jam 30menit

 

Flipped diadaptasi dari novel karangan Wendelin van Draanen, bercerita tentang kisah ‘cinta-monyet’ dua anak SMP. Cinta ini berawal dari pandangan pertama, yang terjadi pada masa kecil mereka. Bryce sekeluarga baru saja sampai di rumah baru mereka. Tapi Bryce langsung dapat ‘penggemar’. Gadis cilik tetangganya, Juli, langsung naksir sama Bryce. Untuk bertahun-tahun, Bryce mendiamkan Juli yang mengejar-ngejarnya. Bryce malah cenderung menghindar. Namun kini. setelah mereka SMP, setelah keduanya menempuh banyak kejadian yang membuat mereka lebih mengenal satu sama lain, keadaan itu menjadi kebalik. Bryce mulai merasa suka kepada Juli, sementara Juli sendiri mulai meragukan perasaan sukanya terhadap Bryce.

 

“Saya nonton film ini pertama kali di Global TV pas SMP. Saya suka–banget–sekali! Sudah diputar ratusan kali di mata saya, tapi saya tetap enggak pernah muak untuk nontonin sampai habis. Lagi, dan lagi.”

“Aku malah baru tau ada film ini. Kalo bukan karena direkomendasikan oleh Mas Anggraita, pasti lewat deh. Dan beruntungnya, film ini baru masuk ke Netflix! Ini tuh ceritanya simpel, tapi bakal membekas kuat melekat. Walaupun soal ‘cinta monyet’ tapi gak receh, ataupun menye-menye. Malah terasa dewasa sekali.”

“Ceritanya yang sederhana, enggak berlebihan dengan klimaks terasik. Entah mengapa, saya merasa ada hubungan batin sama tokoh Bryce. Terlalu relate sama diri saya sendiri, meski (mata) saya enggak seindah mata Bryce yang berkilauan. Mungkin karena hidup saya yang sudah terlampau berat waktu itu. Film ini terasa relate di saya, karena sepertinya saya juga punya hubungan seperti ini. Anak SMP itu (kan) dengan mudahnya jatuh cinta.”. 

“Kalo aku, suka banget ama Juli. Selalu suka sama karakter cewek yang punya personality sendiri. Unik. Yang mandiri, yang tau apa yang dia mau, tapi juga ada sisi vulnerable. Ah, kenapa aku jadi relatenya ke Kakek si Bryce ahahaha.. Yang jelas, memang film ini kuat banget di personality dan karakter. Juli dan Bryce, keduanya sama-sama terdevelop dengan manis. Dan ini berhasil dilakukan lewat konsep storytelling unik yang digunakan oleh sutradara. Flipped di judul film ini, bukan cuma mengacu kepada terjungkirbaliknya perasaan yang dialami oleh kedua karakter. Tapi juga mengacu kepada sudut pandang. Setiap satu peristiwa, akan ditilik lewat sudut pandang Bryce dan Juli secara bergantian.”

“Saya malah suka tipe bercerita seperti ini, jadi kita bisa tahu apa isi hati tokoh-tokoh utama kita. Mungkin karena ini juga saya jadi suka film ini”

“Setuju. Walaupun memang membuat majunya narasi dari plot poin ke plot poin berikutnya jadi dua kali lebih lama – karena dibahas berulang, tapi konsep sudut pandang yang nge-flip ini sama sekali tidak terasa mengganggu. Bukan ‘gimmick’ semata. Ketika menunjukkan dua sudut pandang itu, kita benar-benar melihat bedanya. Ya beda angle, ya beda perspektif. Enggak kayak franchise-nya Dilan; film Milea katanya ceritanya sama dengan cerita film Dilan, hanya sudut pandang karakternya yang berbeda, tapi toh tidak tampak seperti itu. Franchise Dilan hanya mengopi adegan film pertama, dan mempaste-nya untuk film ketiga. Pertukaran sudut pandang yang dilakukan Flipped ini sama sekali tidak semalas itu. Dan dilakukan dengan jauh lebih efektif pula. Dilan butuh tiga film – dengan hasil: people barely remember the story, dan yang diingat penonton dari karakternya cuma gombalan. Sementara Flipped hanya butuh satu setengah jam, dengan cerita berhasil membekas, dan kita semua jatuh cinta sama karakter-karakternya.:

“Dari Juli kecil yang lari-lari ngejar Bryce kecil sampai dinyanyiin sama teman-temannya, saat Juli enggak mau pohon yang dia sayang ditebang, sampai Bryce remaja mau nyium Juli remaja–ciuman pertama; Semua adegan di sini jelas dong jadi yang terfavorit. Menurutku ini “Cinta Monyet” nya anak baik-baik. Manis dan hangat, itu yang bikin “Cinta Monyet” di sini seperti terasa di kehidupan kita.”

“Gak sekalipun, kan, Juli yang ngejar-ngejar Bryce itu tampak menjengkelkan. Ataupun norak. Itu karena si karakter diberikan banyak waktu untuk menceritakan perspektifnya. Kita mengerti alasan kenapa Juli merasa dirinya naksir ama Bryce, dan sebaliknya kita mengerti juga kenapa Bryce gak nganggep Juli. Dan kita gak jadi berpihak pada satu. Kita malah jadi peduli kepada dua-duanya.”

“Ganggu sih sepertinya tidak ya, karena Juli sendiri tokoh yang mandiri. Dia cuman mau diperhatikan saja sepertinya. Dan itu, kejadiannya saat-saat kecil, bukan?”

“Nah iya. Nah ini hahaha… Karakter Juli make sense ngejar-ngejar kayak gitu karena identitasnya jelas. Karena dia masih anak-anak. Masih SMP. Kita juga bisa relate karena kita tahu, it’s true. Anak SMP sikapnya ya seperti itu. Naksir-naksiran. Film Flipped ini turut kuat di latar. Bandingkan lagi dengan film remaja kita. Mariposa, misalnya. Acha ngejar-ngejar Iqbal. Itu annoying, karena mereka udah SMA. Kita tahu udah lewat masanya untuk naksir sekadar naksir. Kita butuh perspektif kenapa Acha naksir berat sama Iqbal. Ini yang harusnya digali. Tapi film itu gak melakukannya. Mindset dan perspektifnya gak kuat. Gak kerasa kayak SMA. Beda sekali ama film Flipped yang benar-benar kerasa nyata. Dan malah membuktikan bahwa kisah cinta anak SMP toh justru bisa jadi pembelajaran yang mendewasakan. Serius. Ending Flipped ini bagus banget. Ketika kebanyakan film cinta remaja memberikan just happy ending. Film ini punya happy ending yang benar-benar bermakna bagi pertumbuhan karakter (selagi mereka nanem dan numbuhin pohon!)”

“Paling favorit jelas adegan penutupnya. Yang bikin hati hangat dengan tetesan air mata kecil di mata. Bikin senyum-senyum sambil menyeka air mata seharian. Mau seberapa seringpun ditonton, rasanya seperti itu. Entah emang saya sendiri yang punya selera aneh, atau saya punya kelainan yang tidak diketahui. Saya rasa film ini lebih heartwarming, lebih ke pencarian jati diri, tentang keluarga, teman, dan cinta itu sendiri. Sedangkan film remaja Indonesia, mayoritas lebih menjorok ke cinta masa sekolah.”

“Film ini benar-benar nunjukin proses sih. Beda ama film remaja Indonesia yang banyaknya memang menjual kemesraan, atau kebaperan. Proses perjalanan itu digambarkan/diceritakan dengan jelas. Kali pertama Juli naksir, memang cuma asal-suka. Kemudian cerita memberikannya waktu untuk mengenali apa yang ia cintai dari seorang cowok. Begitu pula dengan Bryce. Sama-sama proses menumbuhkan cinta. Lewat apa? Ya seperti yang mas bilang tadi. Cinta mereka tumbuh seiring dengan perjalanan mereka mencari jati diri, yang semuanya tentu saja berhubungan dengan keluarga. Dan memang film ini meluangkan waktu untuk membuat kita mengenali keluarga masing-masing kan. Ada keluarga Bryce, dan ada keluarga Juli. Ada relasi antara Bryce dengan kakeknya, Bryce dengan ayahnya, Juli dengan kakek Bryce, Juli dengan ayahnya, Juli dengan ibunya, dan banyak lagi. Lingkungan mereka tumbuh itu turut diceritakan, menambah bobot narasi film ini”

“Lingkungan emang faktor krusial dalam pembentukan karakter, betul, bukan? Bryce sosok laki-laki bertipe pengecut ya karena keluarganya cuman bisa bicara di belakang, sedangkan Juli adalah anak perempuan yang enggak peduli sama omongan orang lain, karena ya lingkungannya sendiri cendurung enggak mau mendengarkan orang lain. Konflik keluarga di sini emang enggak sedahsyat dan semeledak-ledak itu, tapi emang dibuat senyata mungkin. Dan saya suka. Untuk keluarga Juli saya rasa sudah cukup dekat dengan mereka, tetapi untuk keluarga Bryce sendiri sepertinya memang kurang dekat dengan kita, tetapi entah kenapa keluarga Bryce lebih mewakili seluruh keluarga di dunia nyata? Tapi bukan berarti keluarga Juli enggak merefleksikan bagaimana seharusnya keluarga.”

“Haha iya, aku mengerti maksud, Mas. Keluarga jaman sekarang kayaknya memang lebih condong seperti keluarga Bryce. Suka ngomongin, jarang bergaul – itu kan keluarga Bryce udah bertahun-tahun di sana tapi baru satu kali nanti itu ngundang keluarga Juli yang tetanggaan untuk makan malam, tapi kalo ketemu di jalan ya senyum-senyum aja”

“SAMA, JELAS SAMA. Astaga, hidup bertetangga memang seperti itu, bukan? Hahaha. Saling peduli, saling bantu, saling ngomongin di belakang. Apapun itu, bertetangga memang seperti itu.”

“Yoi, mungkin itu juga sebabnya kenapa sutradara Rob Reiner mengadaptasi film ini dengan perubahan setting waktu. Dari materi yang bersetting tahun 2000an diubahnya ke tahun 60an. Karena tetangga kayak keluarga Juli udah jarang. Seringnya ya, tetangga kayak keluarga Bryce. Jadi kalo tetap di masa kini, ceritanya mungkin terasa beda gimana gitu.. “

“Pasti om Reiner punya pemikiran sendiri sih hahaha. Tapi walaupun tetap di era 2000an, aku rasa masih bisa sebagus itu!”

“Iya, apalagi pergaulan remajanya kan. Anak-anak SMP masa kini kayaknya udah gak sepolos Bryce, Juli, dan teman-teman mereka, deh. Yang pasti bakal ada involvement sosial media, kan?”

“Dengan perkembangan teknologi yang lebih maju, jelas anak sekarang enggak sepolos anak dulu karena mudahnya mengakses media.”

“Berarti langkah Om Reiner mengubah waktunya ke belakang sepertinya tepat. Life is easier back then. Pun lebih humanis. Mungkin itu sebabnya kenapa film ini ngena banget. Kita langsung telak ke perasaan dan journey karakter-karakternya sebagai manusia. Tidak terdistraksi oleh hal-hal lain. Mas ngasih berapa nih untuk film ini, dari skala satu sampai sepuluh?”

“Sembilan. Karena kesempurnaan hanya milik Tuhan”

“Mantaapp. Kalo aku, aku suka banget juga sama film ini, but I do melihat konsep flipped perspektif sebagai resiko-kreatif yang harus diambil, jadi aku kasih 7.5 dari 10 bintang emas untuk FLIPPED!”

 

 

 

 

That’s all we have for now.
Terima kasih buat mas Anggraita Suasana udah berpartisipasi (alias mau diajak mikir hihihi) untuk mengulas film ini. Dan tentu saja terima kasih karena udah ngenalin kita-kita semua sama salah satu film remaja yang paling hangat dan paling genuine ini

 

 

Buat para Pembaca yang punya film yang ingin dibicarakan, yang ingin direview bareng – entah itu film terfavoritnya atau malah film yang paling tak disenangi – silahkan sampaikan saja di komen. Usulan film yang masuk nanti akan aku hubungi untuk segmen Readers’ NeatPick selanjutnyaa~

 

Remember, in life there are winners.
And there are losers.

 

 

 

 

We?
We are the longest reigning BLOG KRITIK FILM TERPILIH PIALA MAYA.

[CHAMPION OF CHAMPIONS] – My Dirt Sheet Movie of the Decade (2010-2019)

Sepuluh tahun yang lalu ketika aku iseng masukin artikel delapan-film-favorit di blog tumblr-ku yang berfokus kepada artikel prediksi, review, dan analisis acara WWE, aku gak pernah nyangka bakal akan terus menulis mengenai film atau malah gak nyangka bakal suka nonton film dan mendedikasikan diri seutuhnya sebagai pengulas film.
Here I am, di 2020. Aku sekarang punya sepuluh daftar film favorit setiap tahunnya. Aku punya sepuluh juara film.

 
Ini adalah waktu yang tepat untuk menggodok mereka semua, mencari film mana yang jadi juara dari para juara, sekaligus melihat ke belakang seberapa jauh aku berkembang sebagai penonton film. Karena sama seperti sebagian besar dari kalian, aku juga mulai gitu aja. Aku bukan orang film, enggak ngambil sekolah film. I just love storytelling. Tapi tentunya bukan cuma tokoh-tokoh di film yang berkembang, belajar untuk jadi lebih baik. Kita juga seharusnya begitu, berusaha berkembang menjadi lebih dewasa, lebih matang. Maka dari itu, penilaian kita akan suatu film mungkin bisa berubah. Tapi keindahan dari apresiasi film adalah, kita bisa nonton film paling jelek sedunia tapi jika kita suka, ya kita suka. Tidak ada satu kritikus atau reviewer yang kata-katanya mempengaruhi selera, mendikte mana yang kita suka mana yang enggak. Tonton sebanyak mungkin film, kenali yang bagus, dan pilah mana yang disuka.

Pendewasaan dalam nonton film berarti bukan pada perubahan, melainkan belajar mengenali diri sendiri – mengenali akar dari selera. Memisahkan sehingga tidak bias.

 
Semua film-film juara ini sudah kutonton paling enggak lima kali. Entah itu sambil makan, pengisi background kalo lagi ngegambar, atau pengisi waktu. Beberapa dari mereka sangat personal karena berasosiasi dengan keadaanku pada zaman itu. Sehingga aku sudah bisa membayangkan memilih siapa di antara sepuluh ini akan sangat sulit. Yea, daftar ini kususun basically secara live, aku menulisnya on-the-go. Ulasan film-filmnya enggak banyak kutulis lagi, karena masing-masing akan disertai oleh link ke artikel Top-Eight tahun mereka. Yang lebih banyak kujelaskan nanti adalah seberapa berartinya film itu buatku serta alasan kenapa aku menempatkannya di posisi itu; bagaimana aku akhirnya memutuskan siapa yang jadi juara di antara juara.
 
Man, how am I gonna pick them apart…..
Mulai dari yang agak mudah dulu, kupikir juara paling bontot adalah

10. CARRIE (juara top-8 movies of 2013)

My Score: 5.5/10
My Favorite Characters: Carrie, Sue
My Favorite Lines that I’d Like to Put on a Shirt: “These are godless times”
Cerita horor Stephen King. Dimainkan oleh Chloe Moretz. I’m one-hundred percent in.
Carrie re-adaptasi novel ini bukanlah film masterpiece. Dia gak break any-ground. Malahan aneh. Film memperlakukan supranatural Carrie yang semestinya membingungkan dan membuat takut layaknya seperti superpower. Seolah Carrie adalah pahlawan. Namun film ini sangat menyenangkan dan berisi karena menampilkan jurang yang sangat ekstrim sebagai pusat konfliknya. Si anak tertindas dan ibu yang ekstrim banget memeluk agama.
Aku suka Carrie karena yang terjadi kepada tokohnya itu adalah impian seluruh anak tertindas di seluruh dunia, dan 2013 itu adalah masa-masa aku tertindas banget sama kuliah haha…
 
 
Posisi berikutnya cukup konflik..

9. MAD MAX: FURY ROAD (juara top-8 movies of 2015)

My Score: 8.5/10
My Favorite Characters: Nux, Furiosa
My Favorite Lines that I’d Like to Put on a Shirt: “I’m gonna die historic on the Fury Road!”
Fury Road adalah salah satu film action paling keren di dekade 2010an, dia punya – berani menampilkan – aspek-aspek yang ditinggalkan oleh film action kebanyakan. Semua stunt di film ini asli, kerja kameranya semua menakjubkan, arahannya mantep. Film ini juga respek sama legacy Mad Max.
Alasan film ini berada di posisi bawah adalah karena action bukan genre favoritku. Aku gak tahu, mungkin ini ada hubungannya dengan aku rutin nonton WWE sehingga dahaga buat cerita dengan media laga, buatku jadi biasa aja. Malahan, aku nonton Fury Road ini juga karena dipaksa oleh teman. Katanya bagus banget, ada adegan melibatkan nenek-nenek yang kocak dan pasti aku suka – katanya. Akhirnya aku nonton, dan wow! benar-benar fantastis. Adegan gitar api itu salah satu terkeren yang bakal selalu nyantol di hati.
 
 

8. THOR: RAGNAROK (juara top-8 movies of 2017)

My Score: 8.5/10
My Favorite Characters: Thor, Loki, Hela
My Favorite Lines that I’d Like to Put on a Shirt: “I tried to start a revolution, but didn’t print enough pamphlets”
Aku benar-benar suka yang dilakukan oleh Taika Waititi  kepada dunia Thor. Komedi di film ini pure blast. Dialognya semacam ‘it’s funny becaue it’s true’ sehingga jadi berkali lipat lebih lucu. Tokoh-tokohnya awkward sehingga jadi lebih dekat daripada kita. Tapi meski banyak yang bilang filmnya jadi kayak OVJ, Ragnarok dibuat dengan sangat kompeten dan gak receh. Struktur, narasi, karakter, semuanya kuat. Apalagi visual dan desain produksinya.
Superhero kalo mau lucu, ringan, ya mending gini aja sekalian hahaha.. Buatku film ini murni hiburan. Menakjubkan film ini buktiin kekonyolan bisa kok dibuat bagus.
 
 

7. YOUR NAME (juara top-8 movies of 2016)

My Score: 9/10
My Favorite Characters: Mitsuha
My Favorite Lines that I’d Like to Put on a Shirt: “Dreams fade away after you wake up”
Film terbaik 2016. Salah satu dari sedikit sekali film yang dapat nilai 9. Bukan hanya itu, film ini di daftarku bersaing dengan film-film keren lain semacam La La Land, Sing Street, The Witch. Makoto Shinkai berhasil membuat seni yang benar-benar indah, world-building yang kompleks dengan berbagai elemen, dan di pusatnya ada drama cinta yang unik dan hangat. Buatku elemen orang bisa saling cinta, terhubung secara emosional hanya lewat pesan di handphone tanpa pernah bertemu sebelumnya, sangat mengena.
Susah sih memang buatku meletakkan film ini di posisi yang cukup belakang. It’s just.. film-film lain terasa lebih akrab buatku.
 
Misalnya film ini:

6. FIGHTING WITH MY FAMILY (juara top-8 movies of 2019)

My Score: 7.5/10
My Favorite Characters: Ricky Knight, Hutch
My Favorite Lines that I’d Like to Put on a Shirt: “All pregnancies are unplanned, son”
Aku bersyukur sekali ada film tentang WWE, mengangkat tentang pegulat wanita yang tergolong pemain baru, dan dibuat dengan bener. Jadi aku bisa menyukai ini tanpa rasa bersalah. Jadi bukan guilty pressure, melainkan benar-benar membanggakan.
Drama keluarganya kuat, komedinya efektif, dan inti ceritanya yang tentang mengejar mimpi juga sangat mengena. Seharusnya film ini tayang di bioskop Indonesia. Tapi sepertinya appeal wrestling di sini memang kurang ya. Atau jangan-jangan karena Indonesia masih ngelarang gara-gara kasus dekade lalu?
Wrestling buatku adalah bagian penting dari perjalananku suka sama film. Karena gulat basisnya adalah drama. Ada ceritanya. Dulu aku nonton, kalo gak WWE ya film horor. Makanya dua ini lebih berbekas buatku.
 

5. HEREDITARY (juara top-8 movies of 2018)

My Score: 8.5/10
My Favorite Characters: Charlie
My Favorite Lines that I’d Like to Put on a Shirt: “Nobody admits anything they’ve done”
 

4. THE BABADOOK (juara top-8 movies of 2014) 

My Score: 8.5/10
My Favorite Characters: Babadook
My Favorite Lines that I’d Like to Put on a Shirt: “Why don’t you go eat shit?”
Aku sudah menonton banyak horor, dari yang jelek hingga yang klasik semuanya kusantap. Kecuali horor esek-esek Indonesia karena waktu ngetopnya itu aku sama sekali belum tertarik nonton Indonesia. Hereditary dan Babadook adalah horor terseram yang kutonton sepanjang 2010-2019. Penulisannya juga termasuk yang terbaik. Unsur horor psikologisnya kental sekali. Juga sama-sama membahas kegagalan. Terutama The Babadook yang lebih fokus dan personal kepada si single mother. Dan itulah penyebabnya aku meletakkan posisinya di atas Hereditary.
Hereditary mengandung unsur cult sehingga ceritanya yang juga tentang ibu terasa lebih ‘eksternal’. Dia juga muncul di tahun yang memang horornya sebagian besar tentang sekte, sehingga kurang terasa ekslusif seperti The Babadook yang sekonyong-konyong di 2014 kita mendapat horor berbobot – dari sutradara baru – yang benar-benar seram.
 
Oke, sudah setengah jalan, dan kini tersisa yang susah untuk dipilih. Aku sendiri kaget juga aku ngepush film ini jadi tiga-besar. I discovered ternyata aku suka sama film yang performance musiknya, meskipun aku gak suka dengerin atau ngikutin musik.

3. PITCH PERFECT (juara top-8 movies of 2012)

My Score: 7.5/10
My Favorite Characters: Becca, Stacie
My Favorite Lines that I’d Like to Put on a Shirt: “I set fires to feel joy”
2012 adalah masa gelap dalam hidupku. I got dumped by a girl, and I took it really hard. Dan Pitch Perfect hadir dengan lagu-lagu dan performance yang menghiburku. Ada kali setiap hari aku muter ini nonstop, supaya gak sepi.
Tokoh-tokohnya receh tapi lumayan unik. Aku jadi peduli sama akapela meski aku gak tau apa-apa, dan film ini juga bukan membahas akapela lebih dalam. Cuma hiburan. Dan surprisingly ditulis dengen bener. Becca gak annoying dan really cool. Suara Anna Kendrick bikin cinta banget. Sebagai catatan tambahan, mungkin aku sekarang belum nonton The Breakfast Club jika bukan karena film ini haha
 
 
Oke, we’re down to two. Ini keputusan yang sulit lantaran dua-duanya sama-sama paling jadul di sini, yang berarti dua-duanya lebih banyak aku tonton dibanding yang lain. Dua-duanya punya banyak adegan dan dialog yang masih terngiang-ngiang di telingaku. Yang aku hapal di luar kepala. Keduanya sama-sama quirky. Duh, ini serius susah…
Keputusanku sepertinya harus bertolak pada film mana yang lebih original… wait, yang satu adaptasi, yang satu sekuel! MASIH SAMA!!
Hmmm…. kalo sudah begini, ‘terpaksa’ kembali ke objektif sedikit, sehingga:
 

2. SCREAM 4 (juara top-8 movies of 2011)

My Score: 6.5/10
My Favorite Characters: Jill (duh!), Kirby
My Favorite Lines that I’d Like to Put on a Shirt: “Do you know what it was like growing up in this family? Related to you? I mean, all I ever heard was Sidney this and Sidney that and Sidney, Sidney, Sidney. You were always so fucking special! Well, now I’m the special one.”
Serius aku hapal dialog itu di luar kepala. Aku cinta banget sama Emma Roberts waktu dia jadi psycho Jill dan ngucapin kalimat itu. Aku actually nonton ini ke bioskop sampe lima kali, dalam lima hari berturut-turut.
Ini urutanku nonton franchise Scream: Scream, Scream 4, Scream 2, Scream 3. Meski Scream jauh lebih original dan bagus daripada Scream 4, namun segi fun nontonnya buatku dua film ini amat berimbang. Jokes dan sentilan meta terhadap genre horornya kena banget, sehingga film ini bisa dijadikan sebagai penanda jaman pada sinema horor. Pembunuhannya agak bego, tapi masih bekerja-lah dalam lingkup dunia franchisenya. Ceritanya juga gak maksa-maksa amat, ini tampil lebih dari sekedar cash-grab menghidupkan kembali franchise jadul. Sense nostalgianya pun kuat dengan banyak reference sehingga nontonnya semakin asyik.
Aku udah bilang kan, Emma Roberts di sini keren banget? sejak nampil di film inilah maka sampe sekarang dia lekat dengan tipe karakter cewek ‘gila’ haha
 
 
With all that being said, film nomor satuku – My Dirt Sheet Movie of Decade 2010-2019 – adalah
 

1. SCOTT PILGRIM VS. THE WORLD (juara top-8 movies of 2010)

My Score: 7.5/10
My Favorite Characters: Kim, Envy Adams
My Favorite Lines that I’d Like to Put on a Shirt: “Well, Pac-man was originally called Puck-man. They changed it because… Not because Pac-man looks like a hockey puck. “Paku Paku” means “flap your mouth”, and they were worried that people would change, scratch out the P turn it into an F, like…” – oh wait I did that, I made the shirt already.
My Favorite Lines that I’d Like to Put on a Next Shirt: “Bread makes you fat.”
 
Jika kalian ngeklik link top-8nya kalian akan didirect ke… wujud pertama My Dirt Sheet! alias ke blog tumblr lengkap dengan gaya nulisku dulu hahaha
Bahkan saat aku sama sekali belum ngerti film, aku tau Scott Pilgrim adalah film yang spesial. Genrenya nyampur, drama, petualangan, fantasi, laga, musik, video game.. what? Ya video game, inilah uniknya film yang diadaptasi dari graphic novel ini. Cerita sebenarnya ringan, dekat dengan remaja manapun. Seorang cowok yang mau macarin cewek tapi harus berhadapan dengan mantan-mantan si cewek. Berhadapan di sini bukan sekedar harus lebih baik, lebih keren, melainkan literally harus ngalahin mereka dalam entah itu battle beneran atau battle bands. Either way, yang kalah jadi koin.
Cast film juga keren-keren. Sekarang separoh dari mereka sudah jadi superhero haha.. Film ini sungguh unik. Komedinya datang dari berbagai hal. Dari karakter, dari style, dari dialog. Bahkan dari editing. Dulu saat nonton ini nama Edgar Wright belum berarti apa-apa bagiku. Namun begitu aku tahu lebih banyak tentang film, aku langsung “daaang, gak heran filmnya bisa selincah ini!” Jangankan filmmaker lain, Edgar Wright sendiri aja setelah film ini hingga penghujung dekade, belum lagi mengeluarkan karya yang berenergi seperti ini. Scott Prilgrim vs. The World adalah gem langka yang gak semua orang berani bikin.
Paket lengkap buat anak nerd lah ini pokoknya. Salah satu kritikan buat film ini adalah bahwa si Ramona Flowersnya cuma tokoh manic pixie, but who cares! Semua remaja cowok kepingin punya cewek keren sesuai impian, toh.
 
 
 
 
 
So yea, that’s all for 2010s.
Menyenangkan nonton film bagus, menonton film enggak bagus, dan menyukai gak peduli bagus atau tidaknya. Intinya, nonton film ini bagaimanapun juga adalah menyenangkan. Makanya aku sekarang juga selalu mengusahakan menonton semua film. Walaupun kata orang filmnya jelek. Karena siapa tahu di dalamnya ada yang membekas di hati, ada yang mengena secara personal.
Apa film favorit kalian sepanjang 2010-2019?
Share with us in the comments 
 
 
Remember, in life there are winners.
And there are…
 
 
 
 
We?
We are the longest reigning PIALA MAYA BLOG KRITIK FILM TERPILIH.