THE EMOJI MOVIE Review

“You’re tryin’ to be cool, you look like a fool to me”

 

 

Komunikasi adalah aspek yang penting buat kita sebagai makhluk sosial. Bisa dibayangin sendiri apa jadinya kalo perkembangan teknologi berkomunikasi tidak pernah terjadi. Tidak ada buku, tidak ada internet, bahkan mungkin tidak akan ada sejarah yang terekam karena menulis pun manusia belum tentu mampu. Ngomong-ngomong apa sih penemuan paling penting dalam sejarah perkembangan komunikasi umat manusia? Telefon? Pffft plis, telefon apa, Alexander Graham Bell cuma nyiptain telegraf pake suara. Hanya suara. Menurut film ini, bentuk komunikasi terpenting yang pernah ditemukan adalah emoji. Karena dengan wajah-wajah kecil dan gambar-gambar imut tersebut, kita bisa mengekspresikan perasaan, sehingga cowok pemalu seperti Alex bisa mengatakan “I’m awkward and not good enough” dengan cara yang keren.

Dasar ‘kids jaman now’

 

Lihat kan, kini kalian tahu baru beberapa menit aku udah males nonton film ini. Mereka ngepush emoji sebagai bentuk komunikasi terpenting, mereka literally bilang begitu lewat narasi yang dibawakan oleh Gene. Gene adalah emoji ‘meh’ yang hidup di dalam smartphone cowok remaja bernama Alex. Dan currently, Alex lagi naksir cewek, teman sekelasnya. Dia pengen nyapa, ngajak kenalan tapi Alex enggak tahu mesti bilang apa. Katakan lewat emoji, kata-kata udah basi. Begitu saran teman Alex. Jadi, Alex pun berpikir keras harus mengirim emoji apa ke Addie yang manis. Di dalam telepon genggamnya, para emoji sudah siap di dalam kubikal masing-masing. Mereka menunggu untuk kepilih dan nampilin ekspresi mereka. Gene adalah anak baru, dia hanya kelewat bersemangat dalam hari pertamanya tersebut. Sehingga ketika kepilih, Gene malah menampilkan berbagai macam ekspresi, kecuali ‘meh’; ekspresi  yang harusnya ia tampilkan karena setiap emoji harusnya hanya menampilkan satu ekspresi tertentu. Ketika kau adalah ‘meh’ seperti ibu dan ayahmu dan Eeeyore di Winnie the Pooh, maka kau dilarang keras sedih, marah, ketawa, apalagi ngecampur aduk ekspresi-ekspresi itu. Gene dianggap sebagai malfungsi oleh pemimpin emoji.

Gene pun telah mengerti. Dihapus dia lari. Dikejar algojo robot, tapi dia enggak ketemu Mbak Yuli. Gene ketemunya sama Hi-5, si emoji tangan yang udah gak populer lagi, dan Jailbreak, emoji yang hobi ngehack. Mereka kabur keluar Textopolis, berusaha mencari Dropbox sehingga mereka bisa berkelana di internet, mencari programmer yang bisa menghapus semua eskpresi dalam diri Gene, supaya dia bisa menjadi ‘meh’ sejati yang membanggakan orangtuanya.

 

Sebenarnya masih ada pesan positif yang bisa dibawa pulang oleh orang dewasa dan anak-anak yang menontonnya. Terutama yang kekinian banget, yang setiap harinya aktif ngechat sebaris-sebaris, kebanyakan dengan emoji. Gene meriah oleh ekspresi, tetapi dia malah dikucilkan oleh sekitar lantaran dia enggak klop sama yang diharapkan oleh masyarakat, dia kompleks dalam majemuk yang lebih suka kesimpelan.Perjalanan Gene untuk mengecilkan dirinya sendri bisa dijadikan teguran. Begitu juga dengan journey Jailbreak, yang ingin melihat dunia di luar yang society perbolehkan.Bahkan Alex punya plot yang cukup penting, as kita sering dicut back ke bagian ceritanya, bahwa Alex dan Gene adalah pribadi yang mirip, dan di akhir cerita mereka sama-sama embracing personality yang mereka punya.

Gunakan teknologi untuk memfasilitasi hubungan di dunia nyata. Komunikasi langsung manusia ke manusia harus tetap dijaga dan utama lantaran emoji tidak bisa menyampaikan ekspresi dengan efektif, betapapun lucunya. Dan ultimately, film ini juga membisiki kita supaya jangan menjadi apa yang diinginkan orang lain.

 

Akan jadi sangat ambisius film ini jikalau dia memang memilih untuk tampil engaging, seperti gabungan dari pembangunan dunia Wreck-It Ralph (2012) dengan karakterisasi Inside Out (2015). Beberapa dari kita mungkin akan memberinya sedikit kesempatan, seperti yang kita berikan kepada The Lego Movie (2014). I know I did. Masalahnya, The Emoji Movie seperti tidak tertarik untuk semua itu. Kesan yang ada adalah film ini hanyalah fasilitas untuk menjual produk. Kalian tahu, like, “Gunakan smartphone setiap hari, karena komunikasi dengan orang itu penting. Kalopun dicuekin, tetaplah gaul dengan berbagai aplikasi yang fun!” Film ini tidak melakukan apa-apa dengan elemen cerita yang dimiliki oleh tokoh seperti Jailbreak. Bahkan ketika mereka mengintegralkan aplikasi gadget dengan narasi, aplikasi tersebut tidak benar-benar dieksplorasi menjadi sesuatu yang menyenangkan.

Petualangan Gene membawanya mengarungi berbagai aplikasi seperti Facebook, Spotify, Gene dan temang-temannya terjatuh ke dunia Candy Crush dan harus mainin satu level puzzle yang ngehits itu. Mereka juga harus bermain Just Dance untuk menyeberang ke tempat berikutnya. Ada penampakan burung biru logo twitter juga (meski nama twitter sendiri enggak disebut, untuk alasan yang mungkin kita sudah sama-sama tahu kenapa). Semua aplikasi itu punya peran yang penting dalam plot poin, tujuan akhir mereka adalah Dropbox. Aku enggak percaya aku nulis ini dua kali. Bahkan film ini mendedikasikan subplot tentang kedua orangtua Gene yang diambang perpisahan, hanya untuk menampilkan Instagram. Pengalaman menonton film ini tidak bertambah menyenangkan ketika mereka nunjukin dunia Youtube dan kita diperlihatkan satu video yang sempat viral.

Hal terbaik yang dipunya film ini adalah kita dapat Patrick Stewart yang classy bermain sebagai Poop

 

Tak pelak, Sony sudah membuat salah satu film paling tak penting yang bisa kita tonton di bioskop. Menonton ini di bioskop praktisnya sama saja dengan bayar tiket untuk NONTONIN IKLAN PRODUK-PRODUK APLIKASI UNTUK SMARTPHONE. Ceritanya punya potensi tapi tidak mendapat perhatian serius sebagai sebuah film, sehingga terasa kering. Lelucon yang dipunya pun ala kadarnya. Standar humor yang biasa dipakai di film animasi untuk anak-anak seperti ini. Mungkin ada dari kalian yang ketawa, tapi niscaya itu adalah tawa hampa karena memang leluconnya – kebanyakan adalah pun basi – tidak punya weight apa-apa. “You’re so soft, Poop” diharapkan membuat kita tergelak berurai air mata. “What if you get sent out on the phone, and make the wrong face?!” diniatkan supaya kita bisa merasakan stake cerita terbangun. Bagian resolusi cerita, itu loh ketika semua subplot terjalin menjadi satu, gimana film ini berakhir, amat sangat gak make sense. Dan aku yakin kalian sudah bisa menebak apa adegan penutup untuk film yang digarap sejadinya ini. Yup, nari bareng!

 

 

 

That’s what this movie is. Iklan produk. Sejauh mata memandang animasinya yang imut. Tidak alasan lain yang bisa kita temukan untuk keberadaan film ini selain Sony ingin memasarkan aplikasi dan services – Dropbox adalah Hogswart dunia siber soal keamanan data yang disimpan di dalamnya – lewat sebuah film, yang digarap dengan seadanya. Dan itulah yang membuat film ini just plain bad. Katakanlah jika ia mengejar ambisi di luar produk placement, punya perspektif baru dalam narasinya yang benar-benar dieksplorasi dalem, film ini bisa paling tidak menjadi lebih dari sekadar ‘meh’.
The Palace of Wisdom gives 1 out of 10 gold stars for THE EMOJI MOVIE.

 

 

 

That’s all we have for now.

Remember, in life there are winners.
And there are losers.

 

 

 

 

 

We? We be the judge.

Comments

Leave a Reply