“If you want to go quickly, go alone. If you want to go far, go together”
Jadi, seberapa jauh Moana pergi setelah film pertama? Well, kalo dilihat dari angka box officenya sih ya, Moana memang suskes ke mana-mana. Tapi bagaimana dengan kelanjutan ceritanya. Trio sutradara David G, Derrick Jr, Jason Hand, dan Dana Ledoux Miller ingin memastikan petualangan kedua Moana dan Maui jauh lebih seru dan besar. Kabarnya bahkan cerita ini tadinya pengen dibentuk sebagai serial, saking mereka udah kepikiran petualangan yang lebih panjang. Dan nyatanya, Moana 2 tetap berwujud film, dan memang bigger, tapi petualangannya kali ini terasanya justru jauh lebih datar. Mungkin benar seperti kata pepatah ya, yang lebih beriak-riak itu ternyata tak dalam.
Sebagai seorang ‘wayfinder’, maka sudah jadi tugas Moana untuk menjelajahi samudera. Misi Moana dan orang-orangnya di pulau adalah mencari keberadaan suku lain di seberang sana. Hanya saja, selama ini Moana pergi sendirian. Yang ngikut di perahunya cuma Pua dan Heihei. Jadi memang Moana yang di film pertama ambis banget pengen segera melaut, belum berlayar jauh. Hatinya sekarang tertambat oleh keluarga. Sampai sebuah panggilan dari leluhurnya datang. Moana beneran harus meninggalkan pulau, mengarungi perjalanan berbahaya, demi mematahkan kutukan Nalo; dewa yang ngirim petir, menenggelamkan dan memisahkan pulau-pulau. Moana berangkat bersama kru beneran dan-tunggu, di mana Maui? Maui ternyata beraksi duluan sendirian, tapi sekarang dia sedang stuck kena perangkap perempuan kelelawar dan dia mungkin perlu Moana untuk sekali lagi menyelamatkan dirinya.
Set up temanya sebenarnya perfect. Dua hal yang dikontraskan pada cerita kali ini adalah sendirian atau bareng-bareng. Dan kedua hal tersebut dieksplorasi dimensinya. Sendirian bukan lantas berarti individualistis, misalnya, Maui yang pengen beraksi sendiri bukan karena dia gak suka Moana, tetapi justru karena dia mengkhawatirkan Moana. Bareng-bareng juga bukan sebatas soal kita dan kelompok kita saja. Seperti ketika nanti diperlihatkan oleh film ini, bahwa Moana and the gank akan bergabung dengan pihak yang dulu pernah musuhan ataupun pihak yang tadinya dianggap musuh. Film juga memanfaatkan role dunia fantasinya untuk mengeksplorasi tema tersebut ke dalam ranah spiritual ketika Moana memutuskan untuk pergi langsung ke pusat bahaya sendirian, demi teman-temannya berhasil. Alias pengorbanan diri. Moana 2 memang sebenarnya masih dalem, jika diberikan pace dan mungkin waktu yang lebih banyak. Yang lebih penting untuk dikembangkan – dan ini yang kurang pada film kedua ini dibandingkan film pertama – adalah waktu untuk Moana bergulat dengan innernya. Momen-momen personal yang menyorot kepada kenapa pengorbanan diri yang dia lakukan itu penting; lebih dari sekadar bentuk tragedi untuk dramatis film. Karena tindakan pilihannya itu merupakan bentuk dari Moana udah belajar tentang tema tadi. Bahwa inner journey-nya sudah komplit.
Film kedua ini kayak menjawab nyanyian Moana di film pertama. “How far I’ll go?” Yang nentuin ya sebenarnya Moana sendiri. Selama ini dia menyangka kini dia bebas mengarungi samudera sejauh mungkin, tapi lantas dikaramkan oleh kenyataan gak semudah itu ninggalin keluarga dan orang tercinta. Jika mau pergi jauh, ya harus bareng-bareng. Makna ‘bareng-bareng’nya itulah yang sejatinya jadi pembelajaran bagi karakter di film ini.
Dua relasionship utama yang harusnya diberi waktu lebih banyak adalah antara Moana dan Maui, serta Moana dengan adeknya. Ya, kini Moana punya adek. Masih kecil tapi sassy, imut banget. Moana dan Maui di film ini kayak ke-reset, awalan cerita tidak seperti melanjutkan hubungan mereka, tapi seperti mengulang. Mereka tidak dibikin bersama lalu berpisah, tapi langsung berpisah petualangan untuk kemudian bertemu lagi. Ini membuat film jadi terkesan ngikutin formula film yang pertama. Sedangkan untuk Moana dengan adeknya, Simea, well, ya mereka sweet banget. Mereka share jokes bareng, mereka punya momen personal kayak Moana ngajarin adeknya knowledge suku mereka (yang sebenarnya low key film ngasih eksposisi ke penonton, tapi dilakukan dengan cute). Tapi dinamika dramanya masih lebih terasa seperti “adek yang gak mau kakaknya pergi”. Bagian Moana juga berat ninggalin, agak ‘malu-malu’ ditampilkan. Padahal ini salah satu yang penonton bisa relate generally. Moana itu kan basically kayak anak rantau. Yang harus ninggalin keluarga demi kehidupan yang lebih baik. Aku sendiri pernah ngerasa kayak Moana. Waktu aku kuliah, adekku yang paling kecil lahir. Dan itu setiap kali mudik, pasti rasanya berat banget ninggalin rumah untuk balik ke pulau rantau lagi. Berat karena di rumah ada makhluk kecil yang enak untuk diganggu hehehe.. enggak ding. Ya sama kayak Moana dan Simea, deh. Moana merasa berat karena dia tahu samudera itu luasnya gak ada yang tau. Dia tahu ini adalah perjalanan panjang yang berbahaya. Bisa-bisa pas dia pulang ntar, Simea udah seusia dia pas berangkat ini. Atau bisa jadi dia gak bakal pulang lagi sama sekali, seperti nasib leluhurnya itu.
Alih-alih momen kayak gitu, Moana 2 justru lebih menekankan kepada outer journey dan momen-momen Moana bersama krunya di laut. Ini pilihan yang salah dari film yang tadinya diniatkan sebagai serial ini. Durasi terbatas tentu tidak akan bisa mengakomodir petualangan dan tambahan karakter yang cukup bejibun. Film ini justru menyuruh kita menikmati petualangan, tapi petualangannya itu sendiri kayak ringkasan. Banyak, seru, tapi ya ritmenya gak enak. Bonding Moana dengan karakter-karakter kru di perahunya enggak fully terdevelop, mereka jadi akrab aja dalam satu lagu. Development masing-masing sebagai karakter pun datang dan pergi gitu aja. Kayak, ada satu karakter yang hampir mati, beruntung dia berhasil diselamatkan oleh Maui yang sangat ia idolakan. Setelah momen yang sudah pasti momen penting dalam eksistensinya itu, karakter ini justru dibikin semakin menjadi ‘background’. Terus karakter perempuan kelelawar (aku genuinely lupa namanya, maaf) yang kayak penjahat, punya lagu villain sendiri, tapi diungkap ternyata dia gak jahat, dan makna lagunya ternyata dalam – nunjukin karakternya ternyata cukup kompleks – dan nasib karakter ini tidak pernah dimunculkan lagi sampai film dan konflik kutukan itu beres. Outer journey film ini lebih kusut daripada rambut Maui, lebih semrawut daripada tato ajaib si demi god itu (dan demi tuhan, jokes2 si tato hidup itu semakin garing), dan ini yang dipilih film untuk kita nikmati. No wonder, banyak yang kurang puas sama Moana 2.
Soal lagu-lagunya gimana? Secara tema/makna, lagu-lagu di film ini masih berisi. Difungsikan dengan baik, dimainkan ke dalam kreasi visual yang juga fantastis. Tapi secara impresi, kayaknya lagu film ini juga masih jauh sama lagu di film pertama. Bukan soal catchy-nya loh ya. Kalo soal catchy, film ini punya juga kayak Wayfinding atau anthem Chee-hoo! nya Maui (The Rock ijin gak ya ngambil ini dari sepupunya di Smekdon? ahahhaa) Yang kumaksud adalah jejak lagunya di film itu sendiri. Buktinya untuk momen paling tinggi, Moana 2 malah minjem lagu dari film pertamanya. Enggak kayak Lion King 2 yang pede aja pakai lagu sendiri dan gak minjem Circle of Life dari film pertama. Lagu-lagu di Moana 2 ini kayak lagu-lagu di Frozen II (2019). Works dalam tema, tapi susah untuk “keluar”. Gak bisa menandingi lagu originalnya.
Kalo dipikir-pikir lagi, film ini jatohnya memang kayak Frozen II. Sekuel yang nambah cast, meluaskan dunia cerita, dengan niatan supaya petualangan makin seru. Makin epik. Tapi yang kerasa justru sebaliknya. Ceritanya jadi terasa lebih tipis dan datar. Padahal secara tema, film ini punya bahasan yang dalam. Inner journeynya sebenarnya powerful. Tapi film lebih memilih untuk memfokuskan kepada outer journey yang berjubel, yang gak bisa fully develop, yang pacenya berantakan, yang terasa kayak rangkuman episode-episode petualangan tanpa benar-benar ada kesinambungan yang enak. Visual magisnya jadi kerasa hambar. Harusnya Simea juga menjewer telinga film ini sebagai hukuman telah bikin pilihan yang salah.
The Palace of Wisdom gives 6 out of 10 gold stars for MOANA 2.
That’s all we have for now.
Pernahkah kalian punya momen berat untuk ninggalin rumah, tapi harus?
Silakan share pendapatnya di komen yaa
Yang pengen punya kaos film lebaran Siksa Kubur versi My Dirt Sheet bisa pesen di sini yaa (ada 2 model, loh!) https://www.ciptaloka.com/+mydirtsheet/
Bagi kalian melewatkan di bioskop, atau pengen nonton ulang Killers of the Flower Moon, film ini bisa ditonton di Apple TV. Kalian bisa subscribe dari link ini yaa https://apple.co/3QWp4Yp
Remember, in life there are winners.
And there are losers.
We?
We are the longest reigning BLOG KRITIK FILM TERPILIH PIALA MAYA and BEST BOOK REVIEW HORROR & THRILLER EDITION ON TWINKL