WWE Royal Rumble 2023 Review

 

 

Semua mata tertuju pada event Royal Rumble pertama dalam rezim Triple H. Tentu saja alasan pertamanya adalah karena fans pengen lihat kejutan apa lagi yang bakal dihadirkan oleh si The Game. Semenjak jadi Head of Creative, Triple H memang telah mengejutkan banyak orang, dengan ngasih banyak surprise seputar return dari berbagai superstar. Match Royal Rumble yang memang selalu hype oleh surprise entrant, tak pelak klop dengan strategi Triple H tersebut. Makanya return atau bahkan cameo dari ‘certain’ superstar(s) seperti sangat amat sudah diantisipasi penonton. Alasan yang pertama ini sebenarnya cukup kontras dengan alasan kedua. Fans ingin kepastian, apakah Vince McMahon yang tahu-tahu balik  ke kursi jabatan telah kembali punya kendali dalam kreatif. Dua alasan itu membuat semua mata yang tertuju ke acara ini jadi menontonnya dengan ngeri-ngeri sedap. Sebab Royal Rumble 2023 ternyata menyuguhkan pertandingan yang minim surprise, tapi luar biasa solid secara storytelling. Sehingga pertanyaan itu terasa semakin urgen; Apakah Vince benar-benar sudah kembali?

Biasanya acara Royal Rumble memang memfokuskan build up kepada partai Royal Rumble. Tiga-puluh man, dan woman – dalam divisi masing-masing, mati-matian bertahan untuk stay di dalam ring, demi kesempatan emas mendapatkan kesempatan bertanding pada pertandingan kejuaraan dunia sebagai main event di WrestleMania. Hypenya ada di situ. Siapa yang berhak menang. Journey seperti apa yang membuat mereka pantas menang. Vince sendiri pernah menjadikan partai Royal Rumble sebagai cerita untuk satu orang superstar, saat Roman Reigns mempertahankan gelarnya dalam match tersebut. Segitu pentingnya partai ini sebagai salah satu dari empat acara besar di WWE. Aku gak tahu apakah kali ini ide Vince atau Triple H, yang jelas Royal Rumble 2023 adalah acara yang mengambil resiko besar. Acara ini tidak lagi menjadikan partai Royal Rumble itu sebagai pusat dari bangunan acara. Memang, ini bukan kali pertama match Royal Rumble tidak dijadikan main event. Sebelumnya, ada 6 kali saat acara Royal Rumble tidak ditutup sebagai match Royal Rumble sebagai puncak (tahun 88, 96, 97, 98, 2006, 2013). Tapi di saat-saat itu, match tersebut masih tetap terasa sebagai fokus. Beda dengan 2023 sekarang. Kayaknya baru sekarang match Royal Rumble cowok dijadikan pembuka acara. Bayangin ‘meminta’ penonton untuk jor-joran langsung dari awal, dalam sebuah show empat-jam! Kalo bukan ambil resiko, mungkin itu bisa dibilang bego. WWE gak mau main rahasia-rahasian dengan peserta Royal Rumble kali ini, Mereka ngereveal peserta yang ikut pada grafik promo matchnya.  Mereka ngereveal Cody Rhodes bakal balik, masuk Royal Rumble. Kalo pun ada surprise, palingan cuma Nia Jax (yang langsung diberondong “Boo!” oleh penonton hihihi) Aku hampir bilang WWE jadi kurang peduli sama Royal Rumble, tapi terhenti begitu menyaksikan sampai abis pertandingan Royal Rumble di sini.

Minimnya surprise entrant (yang biasanya kebanyakan diisi oleh nostalgia act, ataupun returning superstar) justru membuka ruang lebih banyak untuk WWE memadatkan cerita. Dan begitulah dua match Royal Rumble kali ini dibentuk. Memuat banyak storyline dari superstar yang memang masih aktif, sebagai landasan atau teaser seteru di WrestleMania beberapa bulan ke depan. Misalnya, di Royal Rumble cowok, kita melihat ada teaser Edge dengan Judgement Day, Dominik dengan Rey. Aku suka mereka membuat Rey gak muncul-muncul, dan ternyata peserta berikutnya adalah Dominik, dengan memakai topeng dirinya. Something dreadful terjadi di backstage, dan Dominik merebut topeng bapaknya. That’s rich for moving storyline. Seth Rollins dengan Logan Paul, juga menarik. Lesnar lawan Lashley, Lesnar lawan Gunther! Man, Gunther di sini dibikin kayak boss banget. Bertahan dari posisi pertama hingga final-two, facing Cody. Kayaknya aku belum pernah nonton final-two yang seintens duel mereka. Selain cerita, kehadiran superstar yang gak-surprise ini juga dibarengi dengan aksi gulat yang lebih solid. Royal Rumble cewek push action ini lebih jauh lagi, saat mereka melakukan sekuen yang sangat beresiko untuk kemenangan Rhe Ripley. Gimana gak resiko, mereka membuat Rhea yang tinggi itu gelantungan di rope sambil dihajar Liv. Salah-salah kedua kaki Rhea bisa nyentuh lantai, dan malah kalah. Mungkiiin, mereka sudah menyiapkan dua skenario pemenang, tapi ya tetap saja risky, Dan itulah yang bikin match tersebut jadi precious. Momen kemenangan, baik Cody maupun Rhea terasa real. If anything, dua match Royal Rumble ini ngingetin kita bahwa battle royal 30 orang itu bukan cuma soal surprise. Ngingetin kita bahwa wrestling, gak cuma punya one royal family… eh, itu mah lagunya Cody Rhodes. Maksudnya, wrestling gak cuma punya ‘kejadian tak-terduga’. Melainkan juga soal bercerita. ‘Kejutan’ bisa datang dari build up cerita yang benar-benar solid.

I really like the phrase “All Rhodes leads to WrestleMania”

 

Yang jadi fokus di acara ini sebenarnya adalah juara yang harus dihadapi pemenang Royal Rumble itu sendiri. Sang juara itu adalah Roman Reigns. The absolute dominant force. Head of the table, Chief dari keluarga gulatnya. Duel WrestleMania bisa jadi perang antara dua royalty family. Or ada something yang entirely different. Karena Roman sendiri sedang dalam puncak feud dengan Sami Zayn, yang selama beberapa bulan belakangan ini jadi honorary member dari keluarga Bloodline-nya. Man, storyline di main event acara ini adalah salah satu penceritaan terbaik dalam sejarah dunia entertainment. Match antara Kevin Owens dengan Roman Reigns sendiri sebenarnya gak begitu spesial, tapi itu karena match tersebut hanyalah build up untuk turning point dramatis storyline mereka semua. Drama antara Sami, Roman, dan Jey Uso di akhir itu bakal terus dibicarakan fans. Dengar saja betapa gede sorakan penonton saat Sami Zayn akhirnya memukul Roman. Build up momennya perfect dan efektif banget. Ending dramatis tersebut juga mengangkat pertanyaan besar pada penonton. Gimana WWE bakal mengikat storyline ini dengan kemenangan Cody Rhodes. Semuanya terasa sangat kompleks, dan stake gede banget ada di Roman Reigns. Kalo ada dua juara, tentu gak akan seheboh ini. Cody will simply melawan juara satu brand, sementara Sami bakal jadi penantang utama Roman Reigns di WrestleMania. Membuat Roman tetap sebagai pemegang dua sabuk, membuat hal menjadi semakin seru, karena stakenya tinggi, dan storylinenya bisa menjadi lebih gede!

Resiko lain yang diambil acara Royal Rumble kali ini, dan kayaknya enggak membuahkan hasil se-wahh yang di atas adalah membuat match ‘pesanan’ sponsor. Pitch Black match dari produk Mountain Dew antara L.A. Knight dan Bray Wyatt (dengan karakter misterius terbarunya) bikin penasaran fans berkat character work dari para superstar, serta dari seperti apa sih Pitch Black match itu sendiri. Antisipasi buat match ini juga sebenarnya cukup tinggi. Dan resiko dari membendung antisipasi gede seperti itu datang dari pay off semuanya. Pitch Black match ternyata cuma match no-dq dengan estetik lampu neon atau lampu glow in the dark. Seolah kita sedang dalam entrance Jeff Hardy digabung ama Naomi. Visualnya sih sebenarnya gak cheesy amat; tato tengkorak Bray yang kelihatan saat itu justru merupakan sebuah nice touch. Tapi dengan logo produk yang menyala, seantero match tetap terasa cringe.

Match tersebut diadakan back-to-back dengan Women’s Championship antara Alexa Bliss lawan Bianca Belair. As much as I love Alexa (setiap entrance dan aksinya adalah bliss buatku), tapi match yang ini terasa kering. WWE kurang dalam menyatukan dua story supranatural yang saling berkaitan ini. Kayak, percuma aja gitu keduanya dideketin, tapi gak benar-benar ada something yang mengikat keduanya. Momen Bray dan momen Alexa di akhir match masing-masing, yang berhubungan, tapi terasa kayak jalan sendiri-sendiri. WWE tampak masih ingin membuild up. Tapi jadinya muncul keraguan, apakah memang masih build up, atau sekali lagi WWE belum sepenuhnya yakin terhadap apa yang mau mereka lakukan dengan storyline ini. Apa goal dari storyline ini. Dan itu berpengaruh buruk pada dua karakter yang terlibat, karena selama storyline tersebut belum jelas arahnya, mereka juga tidak bisa maksimal di atas ring. Baik Bray ataupun Alexa bakal masih ‘tertahan’ oleh gimmick. Ujung-ujungnya fans bakalan bosan lagi sama mereka. Like, aku sempat mikir kalo Alexa gak stuck di gimmick ‘Potential Ratu iBliss’ ini, spot Liv Morgan di Royal Rumble bisa aja jadi spot buat dirinya, loh!

Menggigit tali dengan gemas, ‘semoga gue gak diumpanin ke Charlotte lagi’

 

Honestly, aku yakin Vince benar-benar kembali punya suara dominan di kreatif, walau aku tak yakin ini sepenuhnya adalah hal yang bagus. Sure, Vince gak bakal melewatkan kesempatan untuk bikin joke-joke boomer di sepanjang Royal Rumble, dan kali ini momen-momen itu gak ada, dan jadinya lebih solid. Belakangan aku memang sudah serabutan banget nonton weekly WWE, makanya jadi jarang review premium event. Ketika aku kembali ngikutin show menjelang Royal Rumble ini, memang terasa ada perbedaan. Ada hal-hal yang rasanya gak bakal terjadi di WWE sebelum era Triple H. Komentator yang terdengar lebih ‘bebas’. Pilihan yang lebih risky, for the sake of creative choice, bukan dalam artian yang memancing kontroversi. Kehadiran match sponsor kayak Pitch Black ataupun superstar datang cosplay jadi karakter untuk promoin produk  (di sini Zelina Vega dandan jadi karakter dari game Street Fighter 6) juga tampak cukup aneh. Tentu, WWE pernah melakuin ini sebelumnya – match zombie di WrestleMania untuk promoin film zombie Batista, tapi itu masih ada sangkut pautnya ama ‘keluarga’ wrestling mereka. Yang pengen kubilang adalah, WWE sekarang terasa kayak suatu produk yang berbeda; terkait gulat, terasa meningkat dan lebih solid, tapi dari sisi entertainment, mereka seperti lagi berubah menjadi satu bentuk yang lain lagi. I mean, di sini Asuka datang dengan dandanannya sebagai Kana di promotion lain. Zaman Vince mana boleh nyebut-nyebut ada acara gulat lain. Jadi perbedaan di entertainment-nya itu di sini. WWE sekarang lebih seperti mengandalkan hiburan yang dimengerti oleh fans garis-keras. Storyline Sami – Owens – Roman – Bloodline kita nikmati karena kita mengerti hubungan dan sejarah mereka. Tapi ‘kekuatan’ Vince juga tak harus dilupakan sepenuhnya. Kekuatannya untuk membuat sesuatu yang instantly captivating bagi penonton manapun. I do feel WWE kekinian kurang di aspek ini. Dan ini juga sebabnya kenapa acara Royal Rumble kurang nendang oleh surprise.

Menuju WrestleMania, WWE perlu menemukan keseimbangan antara rezim Vince dan rezim Triple H. Orevall Royal Rumble ini adalah show yang solid. Namun tes sesungguhnya adalah di WrestleMania, let the count down begin.. 5..4..3..2..1… teeet!!!

 

The Palace of Wisdom menobatkan Men Royal Rumble match sebagai MATCH OF THE NIGHT

 

 




 

Full Result

1. 30-MAN ROYAL RUMBLE  Cody Rhodes menang, di final mengeliminasi Gunther
2. MOUNTAIN DEW PITCH BLACK Bray Wyatt mengalahkan
3. RAW WOMEN’S CHAMPIONSHIP Bianca Belair bertahan atas Alexa Bliss 
4. 30-WOMAN ROYAL RUMBLE Rhea Ripley menang, berturut ngeluarin Asuka dan Liv Morgan di final-three
5. UNDISPUTED WWE UNIVERSAL CHAMPIONSHIP Juara Bertahan Roman Reigns masih memegang rekor juara terlama dengan ngalahin Kevin Owens

 




That’s all we have for now.

Remember, in life there are winners.
And there are losers.

 

 

 

 
We are the longest reigning BLOG KRITIK FILM TERPILIH PIALA MAYA.



WWE Clash at the Castle Review

 

 

Terakhir kali WWE ngadain stadium show di United Kingdom itu sudah sekitar tiga-puluh tahun yang lalu. Tepatnya pada SummerSlam 1992. Main event saat itu adalah Kejuaraan Intercontinental antara Bret Hart yang mempertahankan gelarnya melawan hometown-boy British Bulldog. Dalam pertandingan yang dikenang sebagai pertandingan SummerSlam yang paling hebat tersebut, British Bulldog keluar sebagai pemenang. Diiringi sorak sorai penonton Eropa yang selalu bersemangat. Kejayaan itulah yang tampaknya pengen dirasakan oleh Drew McIntyre dalam Clash at the Castle. Ini adalah homecoming dari Drew, sehingga tidak ada lagi tempat dan saat yang lebih tepat bagi Scottish Warrior ini untuk menumbangkan Roman Reigns dari singgasana, di depan mata orang-orang sebangsa. Jadi stake bagi superstar yang paling kelihatan kematangannya ini sangat tinggi. Banyak fans, termasuk aku, yang percaya ini adalah waktu bagi Drew, tapi juga sulit membayangkan skenario Roman Reigns kalah seperti apa. Sehingga jadilah Clash at the Castle sebagai salah satu Premium Live Event WWE yang paling hype dan benar-benar dinantikan oleh fans, bukan hanya di Eropa tapi juga di seluruh dunia.

Kespesialan acara ini semakin diperkuat oleh reaksi penonton di Stadion Principality, Cardiff. Energi mereka seolah jadi tenaga listrik yang bikin show tambah semarak, aku bisa merasakan kemeriahan itu menguar ke luar layar komputerku. Yah, kita orang Indonesia memang cuma masih bisa mimpi merasakan keseruan nonton WWE langsung, dan menyaksikan Clash at the Castle kali ini rasa iriku sama penonton luar yang bisa nonton langsung semakin besar. Pecah banget soalnya! Penonton di arena terlihat sangat antusias dan have fun. Penonton Eropa memang gak ada lawan deh soal chant dan yel-yel. Mereka nyanyi-nyanyi manggil Bayley, sampai si Bayley yang mesti meranin heel jadi agak salah tingkah. Mati-matian mengembalikan heat kepada dirinya. Penonton Cardiff lalu nyanyiin bareng lagu Metalingus, waktu Edge keluar. Pop si Edge kayaknya yang paling meriah di antara yang lain. Satu-satunya yang ngalahin ramenya sorakan buat Edge ya si Drew McIntyre itu. Perjalanan karir Drew di WWE dirangkum epik lewat video footage, pake lagu entrance Broken Dreams yang dirindukan oleh semua orang, sebelum akhirnya Drew muncul dengan entrancenya yang sekarang. Disambut penuh gegap gempita. Menurutku WWE melewat kesempatan untuk jadi lebih heboh di sini. Alih-alih cuma di footage, kayaknya lebih dramatis kalo Drew memang muncul dengan entrance lamanya, sehingga dia berjalan ke ring bakal diiringi oleh nyanyian fans, seperti yang fans lakukan kepada Edge. Tapi mungkin saja WWE tidak menyangka penonton bakal seantusias dan terinvolve seperti itu. Gila memang. Bahkan di akhir acara, yang sedikit agak aneh itu, para fans di arena nyanyi bareng Drew McIntyre dan petinju Tyson Fury. Lagunya benar-benar outta nowhere. Lagu band Oasis!

Mungkin si Drew mau berpesan supaya penonton gak look back in anger terhadap hasil match main eventnya.

 

Dari Chosen One ke parodi anak band hingga ke Warrior seperti yang kita lihat sekarang, Drew telah menempuh banyak perkembangan. Actually, dia sempat memegang posisi teratas saat era pandemi. Sehingga match melawan Roman Reigns, di tanah bangsanya sendiri ini, memang berarti banyak bagi Drew McIntyre. Lebih daripada simbol slay the dragon yang jadi tema acara. Match mereka memang dibook oleh WWE sebagai sesuatu yang epik.  Rasakan deh feelnya, beda banget dengan tipikal main event WWE sebelum ini. Duelnya itu kerasa di sini. Masing-masing pihak merasa pantas jadi juara. Aku suka Roman Reigns nambah heat dengan ngambil mic dan minta penonton mengacknowledge dirinya di tengah-tengah berantem.  Finisher lawan finishernya pun tak terasa seperti spam. Gak kayak banyak-banyakan finisher. Melainkan ada intensitas terbuild setiap kalinya. Masing-masing kick out, bikin penonton semakin terhujam  ke dalam emosi. WWE juga kembali menggunakan interferensi, yang dimainkan sebagai penambah lapisan hiburan. Seperti misalnya saat Theory yang datang buat cash in, tapi malah kena bogem Tyson Fury dari sesi penonton. Puncak dramatisnya ya memang saat ending. Saat Drew seperti sudah mau menang, tapi ternyata ada satu anggota keluarga Roman Reigns lagi, satu Bloodline lagi yang menghalangi. Aku notice ada spanduk fans yang bertuliskan “If Roman wins, we riot”, dan aku setuju kalo Reigns menang dengan cara biasa, penonton bakal marah. Tapi kali ini WWE menghadirkan satu faktor yang baru. Faktor yang memperkuat tema maju bersama keluarga yang diincar oleh WWE.

Bicara tentang keluarga, ada satu lagi yang jadi sorotan di acara ini. Yakni keluarga Mysterio. Rey dan anaknya, Dominik, sudah cukup lama di-bully oleh faksi Judgment Day.  Di acara ini, Rey join forces dengan Edge, mantan ketua Judgment Day, melawan Damien Priest dan Finn Balor, dengan Rhea Ripley terus mengintai bukan hanya mereka tapi juga Dominik di luar ring. Secara match, aku memang gak ragu sama Rey dan Edge yang dulunya memang rekan tag team (they even beat Brock Lesnar sebagai team di 2002 itu). Yang menarik dari partai ini adalah ceritanya. Antara Edge kembali dikhianati oleh yang ia anggap teman, atau malah Rey yang dikhianati oleh anaknya sendiri. WWE akhirnya memberikan jawaban sesuai match dengan cara yang tetap mengejutkan, meskipun beberapa dari kita mungkin telah mengantisipasi. Plots thicken di sana-sini, membuat setiap match jadi semakin berarti.

Kayaknya udah lama sekali di WWE, pertandingan perempuan tidak menjadi highlight utama. Clash at the Castle punya 6 pertandingan, dan empat di antaranya benar-benar terasa kuat dan penting. Sementara dua pertandingan lagi – yang kebetulan adalah pertandingan perempuan – tidak sestrong empat yang lain. Bukan karena pertandingannya jelek, tapi hanya bukan fokus utama saja. Pertandingan pembuka tim Bianca, Asuka, dan Alexa melawan trio Bayley-Iyo-Dakota sangat amat fresh. Ini adalah kali pertama Damage Control bekerja sama sebagai tim. Certainly, ini bukan match yang enggak-penting. Malah partai ini salah satu selling point utama. Hanya saja memang tidak terasa seurgen match yang lain. WWE menggarap match ini, seperti layaknya match dengan banyak superstar, you know, bergantian unjuk kebolehan. Penonton pun tidak tampak benar-benar peduli sama matchnya, melainkan lebih ke seru-seruan dengan interaksi kepada para superstar. Bayley kayaknya yang paling mereka peduliin. Alexa, Asuka, Iyo mendapat respon yang standar, sementara Dakota Kai kasiannya kayak dapat respon paling minim. Sekali lagi, bukan karena mereka jelek. Penontonnya saja yang sepertinya belum panas, dan mau hore-hore saja di awal. Bianca Belair aja popnya tidak segede yang seharusnya.

Pertandingan cewek yang satunya, Kejuaraan Cewek antara Liv Morgan melawan Shayna Baszler adalah yang paling ‘dicuekin’ sama penonton yang heboh. Dan aku bisa melihat kenapa. Liv Morgan adalah fan favorit yang jadi juara karena Money in the Bank. Ngalahin Ronda Rousey.  Nah alih-alih membangun Liv sebagai juara yang membuktikan diri – bahwa kemenangannya atas Ronda bukanlah karena koper ataupun keberuntungan, WWE malah menaruh Liv sebagai juara underdog. Padahal build upnya sudah benar. Liv diceritakan belajar teknik submission, untuk mempersiapkan diri melawan penantang yang masih sekaliber dengan Ronda, yakni Shayna. Dalam match kita juga melihat gimana Liv berusaha menggunakan submission tapi dengan gampang ditepis oleh Shayna, dan Liv juga dibuat menang dengan clean. Tapi ini memang tidak dramatis karena belum benar-benar memperlihatkan struggle dari Liv. Itulah yang sebenarnya dicari oleh penonton, tapi tidak mereka dapat. WWE harus segera membook Liv dengan lebih kuat. Kalo kata aku mah, terusin saja storyline Liv belajar submission, dan bikin karakternya berkembang menjadi pengguna submission. Sehingga next time dia bertemu dengan Ronda, things would be very different, dan perkembangan Liv nyata terasa. Soalnya jarang juga kan ada storyline soal superstar yang berpindah gaya tarung.

Family Clash at the Castle

 

Liv harusnya dapat character development tegas seperti yang dilakukan WWE pada Matt Riddle. Karakter Riddle yang selama ini santuy kini diberikan match dan storyline yang emosional. Yang digali dari tempat personal. WWE dulu sering pake bumbu begini dalam storyline. Sehingga dulu feud itu benar-benar terasa kayak antara dua orang yang berantem dan saling benci beneran. Semoga dengan Triple H di belakang kemudi, feud-feud personal semakin banyak kita jumpai. Riddle dan Rollins benar-benar menyuguhkan pertandingan penuh emosi. Development Riddle di sini adalah dia yang biasanya enjoy kini bertarung dengan kepala panas, sehingga malah jadi mudah dimanfaatkan oleh Rollins.

Mengetahui kapan harus memainkan karakter, kapan harus menyerahkan semua kepada aksi ring yang intens, sepertinya itulah rahasia kesuksesan acara pro-wrestling di jaman fans yang pinter tapi cepat bosan seperti sekarang ini. Itulah sebabnya kenapa rejim Vince gak disukai, karena terlalu fokus kepada drama dan karakter. Penonton jadi cari alternatif match yang seru. Triple H berusaha menyeimbangkan ini. Dan dia sudah cukup banyak ‘latihan’ ketika menangani NXT. Triple H mengerti pentingnya match yang pure aksi bagi para fans. Maka dia memberikan kita match yang aku yakin disetujui banyak kalangan sebagai MATCH OF THE NIGHT, yakni Gunther melawan Sheamus, Aku mungkin salah ngitung jam, tapi aku yakin near fall pertama yang kita dapatkan terjadi di menit kelima belas match ini. Bayangkan. Sheamus dan Gunther fokus menyerang dengan tampar-menampar dada. Kalo dibaca mungkin terdengar konyol, tapi man, dada Sheamus langsung memar dan berdarah, padahal belum sampai satu menit match ini berjalan. Level main-fisik match ini luar biasa, tanpa kehilangan bobot drama, karena actually penonton jadi benar-benar tersedot. Dan lantas terombang-ambing begitu false finish after false finish berlangsung. Honestly aku sangsi Gunther bisa beradaptasi dengan style entertainment di main roster, tapi aku terbukti salah. Gunther bermain ke dalam gaya ini dengan sangat baik. Psikologi ringnya juga bagus. Dan dia tahu gimana mancing drama lewat move set. Seperti yang ia lakukan ketika menggunakan apa yang tampak kayak botch powerbomb tapi sesungguhnya adalah powerbomb terperinci yang khusus dilakukan untuk mencederai lower back Sheamus.  Powerbomb ngilu yang actually berbuah adegan dramatis sebagai finishing match.

 

Clash at the Castle adalah show yang heboh dan fun oleh reaksi dan semangat penonton. Didukung oleh empat (dari enam) match yang sangat-sangat terbuild up, punya cerita dan drama, serta aksi fisik yang seru dan meyakinkan. Acara kali ini begitu padat dan menghibur, ekuivalennya mungkin ya benar, seperti melihat orang melawan naga!

 

Tampar-tampar dada, they said. It’d be fun, they said

 

 




Full Results:

1. SIX WOMEN TAG TEAM  Bayley, Dakota Kai, Iyo Sky mengalahkan Biance Belair, Asuka, dan Alexa Bliss
2. INTERCONTINENTAL CHAMPIONSHIP Gunther bertahan dari Sheamus
3. SMACKDOWN  WOMEN’S CHAMPIONSHIP Liv Morgan masih juara ngalahin Shayna Baszler
4. TAG TEAM Edge dan Rey Mysterio menang dari The Judgment Day 
5. SINGLE Seth Rollins unggul dari Matt Riddle
6. UNDISPUTED WWE UNIVERSAL CHAMPIONSHIP Juara Bertahan Roman Reigns masih memegang rekor juara terlama dengan ngalahin Drew McIntyre

 

 




That’s all we have for now.

Remember, in life there are winners.
And there are losers.

 

 

 

 
We are the longest reigning BLOG KRITIK FILM TERPILIH PIALA MAYA.



WWE SummerSlam 2022 Review

 

 

SummerSlam adalah live premium event pertama yang tidak dikepalai oleh Vince McMahon, and it was such a blast! Hampir seperti ini adalah acara pesta merayakan kepergian pemilik WWE tersebut!

Hush gak boleh gitu hahaha… Kolot kolot (dan banyak kasus) begitu, Mr McMahon jasanya buat gedein bisnis ini toh gak bisa dibilang sedikit. Pro-wrestling bisa gede, WWE bisa bertahun-tahun jadi hiburan keluarga Amerika, pesaing-pesaing muncul dan menyemarakkan gulat hiburan juga kan karena ulahnya. Secara pribadi, I admire Vince dari bagaimana dia membentuk acara WWE show per show. Dalam pencapaian terbaiknya, WWE di tangan Vince terbangun sebagaimana struktur film yang dramatis, yang emosional. Aku harap yang baik-baik dari Vince bisa diteruskan oleh Triple H, sebagai pengganti kepala creative, yang memang di acara ini tampak pengen segera melakukan perubahan dengan gegap gempita!

Gak tau juga, mungkin karena bias dari denger berita Vince mundur (sesuatu yang sudah diharapkan banyak orang sedari dulu) dan diganti Triple H atau gimana, tapi SummerSlam vibenya terasa lebih meriah. Semua orang kayaknya datang ke acara di Kota Musik Nashville itu dengan optimis, dan aura positif tersebutlah yang tertranslasikan ke keseluruhan acara. Ibarat minum ramuan Felix Felicis, Triple H dengan SummerSlam terasa can’t do no wrong.

Padahal secara match aja nih, sebenarnya pas aku nonton, aku agak sering merasa gerakan-gerakan yang sloppy. Seperti pada Bianca Belair lawan Becky Lynch, buatku di awal-awal itu terasa agak rough, mereka tidak bermain se-tight biasa. Aku gak tau apa karena euforia itu terasa juga di para superstar atau apa, tapi itu gak menjelma jadi masalah besar. Karena match-match di acara ini tetap terasa spektakuler. Ada sense of edginess, bahkan dalam match yang gak-imbang kayak Lashley lawan Theory. Ada feel of urgency dalam pagelaran kali ini. Semua itu barulah benar-benar pecah dengan gemilang saat partai utama SummerSlam turun tanding. Brock Lesnar dan Roman Reigns bukan hanya menyuguhkan Last Man Standing pertama yang pernah diadakan di SummerSlam, mereka ultimately menghadirkan sesuatu yang sama sekali belum pernah kita lihat sebelumnya di dalam ring wrestling.

Bukan tangga, bukan mobil, bukan motor, tapi Lesnar datang bawa traktor!!!

 

Satu kata untuk menggambarkan match tersebut adalah edan! Tadinya aku apatis. Tadinya aku udah pasrah ngeliat Lesnar – Reigns untuk kesekian kalinya. Udah apal ‘rutinitas’ match mereka yang spam finisher dengan tempo cepat. Tapi begitu melihat Lesnar balik dan naik ke traktor itu, aku tahu ini bakalan spesial. Penonton heboh sepanjang match, mereka juga pengen tahu mau diapakan traktor tersebut dalam environment tidak-ada peraturan dan tidak-ada Vince McMahon ini. Dan match itu sendiri tahu aspek penarik yang mereka punya tersebut. Match ini aware dan tahu persis apa yang mereka jual. Pada akhirnya, match ini lebih daripada sekedar adu finisher. Lebih dari seru-seruan dengan senjata dan alat-alat. Match ini bergerak dengan build up yang seksama. Perhatikan deh gimana Lesnar membuild penggunaan traktor; dia gak langsung naik dan ngangkat ring, tapi ada beberapa kali bulak-balik sepanjang match. Membuild intensitas, sekaligus cerita bahwa bukan perkara mudah mengalahkan lawannya. Bagi Reigns juga sama, dia menjatuhkan Lesnar untuk 10 hitungan itu, ada build upnya. Dia gak lantas dibantu oleh Uso. Tapi melibatkan banyak orang, bahkan Paul Heyman dan Theory. Semuanya itu memuncak berbarengan, menghasilkan tontonan yang sukses bikin kita semua serak di Minggu siang. Aku hanya bisa membayangkan Triple H tersenyum puas seiring dengan Roman Reigns berlatar ring terjungkal, bergaya di atas puing-puing yang menimbun tubuh Brock Lesnar.

Karir championship Lesnar disimbolikkan berakhir (at least selama Reigns jadi juara). Kiprah Vince Mcmahon di kursi kreatif is also pretty much berakhir. Tapi karena hidup adalah sebuah keseimbangan, saat ada yang berakhir maka tentu ada yang baru lahir. Di SummerSlam 2022 kita turut menyaksikan ‘kelahiran’mulai dari proyek-proyek baru dari Triple H, hingga ke ‘kelahiran’ talent-talent baik itu yang baru maupun yang rejuvenated. Feud Rey Mysterio dengan Judgment Day sangat bisa mewakilkan kelahiran ini. Untuk sebelum SummerSlam memang kelihatannya Judgment Day mulai kehilangan arahan, tapi di match mereka kali ini potensi itu mulai terlihat kembali. Jika dilakukan dengan benar seteru yang melibatkan Edge ini bakal bisa ngasih nafas baru untuk semua yang terlibat. Veteran seperti Edge, Rey, dan Finn Balor bakal dapat kesempatan untuk mengeksplorasi sisi lain dari karakter mereka, sementara bagi anak-anak baru seperti Dominik, Damian Priest, dan Rhea Ripley (TERUTAMA Rhea Ripley yang looks very menacing) ini jelas bukan batu-loncatan biasa.

Aku suka surprise, terutama jika surprisenya melingkupi Dakota Kai dan Io Shirai (yang kayaknya bakal ganti nama jadi Iyo Skye). Makanya di Minggu pagi itu aku jungkir balik di ruang tivi. Siapa sangka Bayley muncul dan membawa dua superstar yang udah jarang muncul dan bahkan satunya udah gak dikontrak. Kabarnya memang stable trio ini sudah lama dipitch oleh Triple H, tapi selalu ditolak oleh Vince. Baru di SummerSlam inilah pitch tersebut bisa direalisasi, dijadikan sebuah surprise yang benar-benar worked greatly. Gak ada yang tahu loh itu, mereka bakal muncul di akhir match Bianca lawan Becky. Bahkan Bianca Belair kayak kaget beneran mendengar musik Dakota Kai tau-tau berkumandang. Selain sebagai surprise, kedatangan mereka juga ngasih api optimis baru buat skena divisi superstar cewek brand Raw. The roster never looked this good, melimpah oleh potensial. Di sisi brand Smackdown, however, WWE mulai mengeksplorasi juara baru perempuan mereka. Liv Morgan yang bulan lalu merebut sabuk dari Ronda Rousey via koper Money in the Bank, diposisikan sebagai semacam underdog dalam title defense pertamanya against Ronda si Lesnar versi cewek. Di match di sini, Liv harus membuktikan dirinya memang layak, dan sebaliknya Ronda bertindak sebagai antagonis, mematahkan hal tersebut. Di bawah kendali kreatif Triple H, match mereka tidak menjelma seperti match underdog kebanyakan. Ada yang berbeda, sehingga match ini walaupun yang paling lemah di antara yang lain, tapi tetap menarik. Aku gak begitu ngefans ama Liv, tapi berhasil dibuat untuk peduli. Ending match yang kontroversial pun tidak terasa lame, melainkan jadi penghantar bagus untuk kelanjutan kisah mereka

Kai en Sky, Bay Bay!!!

 

Street Profits (particularly Montez Ford) dan Theory juga semakin dieksplorasi. Dengan banyak rumor yang beredar, di titik ini masih belum jelas ke arah mana galian ini akan dikembangkan. Yang menarik adalah soal Theory, yang dinilai banyak orang bakal redup karena dia adalah proyek Vince McMahon, dan juga si Theory itu sendiri cukup gak disukai banyak orang (di luar perannya sebagai heel). Di SummerSlam ini kita lihat Theory kalah cukup cepat (also not really memorable) dari Lashley, dan cash in kopernya juga kandas. Untukku pribadi, Theory masih di bawah radar. Aku gak suka dan gak benci, he just there. Sehubungan dengan visi Triple H over McMahon, menurutku setidaknya Theory akan dipertahankan karena dia punya natural heat, dan kuyakin Triple H bakal memanfaatkan ini. Aku juga gak bakal nolak kalo Theory bakal dipertemukan lagi dengan bos lamanya di NXT, Johnny Gargano, yang juga dipantau banyak orang untuk balik ke WWE di bahwa kendali Triple H.

Bicara tentang ‘kelahiran’ karir, Pat McAfee dan Logan Paul sekali lagi nunjukin passion dan skill pro-wrestling yang mencengangkan meskipun mereka bukan pegulat pada awalnya. Skill di sini bukan terbatas pada in-ring action, tapi juga bagaimana ‘berakting’ di atas ring. Untuk masing-masing match mereka, public figure yang udah resmi jadi pemain smekdon ini nunjukin perkembangan yang signifikan. Mereka berusaha membalancekan basic yang jadi footing untuk karir mereka di WWE. Match McAfee dengan Happy Corbin memberikan mantan atlit football tersebut ruang untuk beraksi di dalam ring, untuk memainkan kharisma yang sudah ia bangun sebagai komentator ke dalam aksi-aksi fisik. Sebaliknya Logan Paul, Youtuber dan juga boxer, yang udah natural beraksi seolah dia sudah latihan gulat sejak lama dipasangkan untuk bertanding dengan The Miz untuk mempertajam psikologi di atas ring. Logan Paul impresif soal aksi, tapi dalam urusan character-work, kita bisa lihat dia belum semulus itu. Masih ada momen-momen ketika dia blank stare dan fokusnya hanya di spot ke spot berikutnya. Don’t get me wrong, Logan Paul bisa dibilang selebriti yang paling jago bergulat, dan dia bisa banget jadi gede di sini. Ruang untuk improvenya sudah kelihatan. Salut.

 

 

 

Tahun 2022 adalah tahun yang aneh untuk wrestling. Kita telah lihat Vince, Stone Cold, dan bahkan Ric Flair kembali bertanding di atas ring untuk terakhir kalinya. Kita telah melihat begitu banyak pegulat yang dipecat, pindah, atau yang dibungkam karena protes pada arahan karakternya. Sekarang kita melihat seorang bapak yang telah membesarkan industri olahraga hiburan ini undur diri dari jabatannya (terkait kasus pribadi) WWE sekarang seolah berada di hari setelah lebaran. It’s a clean state for them, untuk membangun sesuatu yang baru. Untuk kembali ke jalan yang benar. Dan SummerSlam adalah lebaran itu. Acara yang super fun dan spektakuler, yang terasa berbeda, dan boleh jadi membangkitkan kembali passion nonton gulat dari fans yang udah capek dengan formula yang itu-itu melulu. The Palace of Wisdom menobatkan Last Man Standing antara Roman Reigns yang mempertaruhkan 700 hari kejuaraannya melawan Brock Lesnar sebagai MATCH OF THE NIGHT.

 

 

 

Full Results:

1. RAW WOMEN’S CHAMPIONSHIP Bianca Belair bertahan jadi juara atas Becky Lynch
2. SINGLE Logan Paul ngalahin The Miz yang ditemani oleh Maryse dan Ciampa
3. UNITED STATES CHAMPIONSHIP Juara Bertahan Bobby Lashley ngalahin Theory
4. TAG TEAM NO-DQ The Mysterios mengalahkan The Judgment Day 
5. SINGLE Pat McAfee unggul dari Happy Corbin
6. UNDISPUTED TAG TEAM CHAMPIONSHIP DENGAN JEFF JARRETT SEBAGAI SPECIAL REFEREE The Usos masih juara ngalahin Street Profits
7. SMACKDOWN WOMEN’S CHAMPIONSHIP Liv Morgan menang atas Ronda Rousey
8. UNDISPUTED WWE UNIVERSAL CHAMPIONSHIP LAST MAN STANDING Roman Reigns masih memegang rekor juara terlama setelah ngalahin Brock Lesnar

 

That’s all we have for now.

Remember, in life there are winners.
And there are losers.

 

 

 

 
We are the longest reigning BLOG KRITIK FILM TERPILIH PIALA MAYA.

 


WWE Money in the Bank 2022 Review

 

 

Money in the Bank sudah dikiaskan dalam berbagai cara. You know, namanya berasal dari gimmick pertandingan yang pemenangnya bakal mendapat jaminan kontrak pertandingan kejuaraan. kapanpun di manapun si pemenang mau. WWE menyebut ‘pencairan’ kontrak tersebut sebagai ‘perampokan’. Pertandingannya sendiri  sering kita anggap sebagai lomba panjat pinang ala gulat. Tahun kemaren WWE menyebut pertandingan ini sebagai investasi, karena punya risk dan reward yang gede. Dan tahun ini, mumpung mereka mengadakannya di Las Vegas, WWE menyebut Money in the Bank sebagai sebuah gamble. Judi. Mereka gak tau aja ya, belakangan nonton WWE memang berasa untung-untungan. Kadang bagus, kadang meh banget. Nonton MITB 2022, however,  memang berasa nyaris seperti dapat sebuah jackpot. Karena di acara ini, WWE memberikan banyak hal yang diminta oleh para fans.

WWE akhirnya memberikan kemenangan kepada superstar yang benar-benar memerlukan sebuah kemenangan. Superstar seperti Liv Morgan.  Liv sudah lama jadi fan favorite tapi belum pernah diberikan push yang total. Untuk periode waktu yang lama sekali, Liv cuma jadi penggembira. Ternyata WWE mendengarkan juga permintaan penggemar. Liv yang tiap hari semakin over, ditambah dengan rumor akan muncul berakting di film The Kill Room, sekarang jadi bintang tersembunyi dalam pertandingan Money in the Bank. Kenapa aku bilang bintang tersembunyi? Karena begitulah WWE membangun match ini buat Liv.  Pertandingan Money in the Bank partai cewek yang dijadikan pembuka itu dipenuhi oleh superstar yang sedang hot-hotnya dipush, dan difavoritkan menang. WWE justru membangun ini dari feud antara Becky Lynch dengan Asuka, dua langganan juara.  This come out as a swerve, pertandingan ini dibuat dengan format ala car-crash seperti biasa, masing-masing peserta akan dapat spot berbahaya, tapi fokus seperti terus kembali kepada Becky yang ingin mengubah nasib buruknya ataupun kepada Asuka yang returnnya belum memberikan ledakan besar. Singkatnya, Liv sama sekali tidak ditonjolkan. Match yang sebenarnya standar itu lantas pecah begitu penonton mulai melihat jalan kemenangan Liv Morgan. Dan mengingat ini baru partai pertama, kemenangan Liv jadi mengeset mood yang bagus bagi penonton, dan WWE menangkap ini dan terus mengolahnya menjadi drama.

Mari berharap Liv Morgan tidak jadi seperti push Nikki A.S.H. tahun kemaren

 

Gimana gak drama? Kupikir pertandingan pembuka itu jadi terakhir kalinya kita melihat Liv malam ini. Twitter sudah berisik ngasih congrats kepada Liv, tapi perayaan terbesar ternyata baru akan terjadi di paruh akhir acara. Setelah pertandingan bergaya submission yang berlangsung cukup cepat antara Ronda Rousey mempertahankan sabuknya melawan Natalya – match yang gak benar-benar punya interest, selain untuk melihat Ronda ‘disekolahin’ ama veteran kayak Natalya – musik Liv terdengar dan dia muncul mau ngecash in kopernya kepada Ronda. Aku sempat melompat dan ngumpat WWE mau ngetroll kita dengan bikin Liv kalah, like, seems there’s no way Ronda yang dipush sebagai superstar MMA kuat – Lesnar versi divisi cewek – bakal kalah seperti itu. Yang kondisinya bahkan gak parah-parah amat. Liv yang baru saja ikut pertandingan tangga kayaknya lebih babak belur dibanding Ronda. Apalagi pas melihat Liv langsung kena Ankle Lock, salah satu submission ‘terkuat’ dalam ring WWE – dipakai sebagai finisher oleh legends technical semacam Ken Shamrock dan Kurt Angle – I was like DAMN!! Di sini, aku minta maaf kepada WWE karena udah suudzon kayak gitu, karena ternyata mereka cuma memainkan itu untuk drama. Liv pulled through and win her first Women’s Championship! Dan dia melakukannya pakai pin ala Rhea Ripley for extra cheers!!

Ya, bukan saja memberikan apa yang fans inginkan, tapi WWE melakukannya dengan dramatis. Melalui build up yang unik, karena justru menurunkan ekspektasi kita. Ah, ini kayak match biasa. Tapi lalu kemudian the power of doing-what-fans-wants menunjukkan keampuhannya. Tentu, apa yang dimau fans gak bisa dituruti begitu saja. Kayak film aja, kebanyakan ngikut maunya penonton malah akan membuat filmnya jadi ‘ketebak’ alias gak surprise atau yang paling parah, film jadi gak punya tone dan visi yang jelas. Terlalu catering penonton justru jangka panjang akan membuat stuk karena penonton akan cepat jadi bosan. WWE sedari dulu bergulat dengan ini. Mereka gak mau ngasih gitu aja. Kita udah sering dengar gimana WWE membatasi gerakan-gerakan heboh yang dilakukan oleh superstar untuk alasan sepele seperti gerakan tersebut sudah dilakukan di awal. WWE percaya kepada build up yang proper dan generate reaction yang terukur. Money in the Bank kali ini hanyalah satu dari momen langka ketika keinginan fans sudah memuncak dan semuanya harus dilakukan sekarang. Jadi,  WWE mencoba melakukannya dengan dramatis. Mengubah ekspektasi menjadi sesuatu yang lebih heboh. Mereka ngasih kita kemenangan Lashley, feud antara Sheamus dengan Drew yang dibangun tampak menyenangkan selama MITB cowok berlangsung, aksi-aksi Riddle, dan bahkan vignette misterius yang langsung membuat fans seantero dunia berspekulasi bahwa Bray Wyatt is coming back!! 

Dramatisasi yang heboh bukan hanya dilakukan untuk nurutin fans. Lihat aja Theory di MITB cowok. Loh kok ada Theory? Tuh, kan! In a classic GM-interruption fashion, sebelum MITB cowok dimulai, kita melihat Adam Pearce nongol dan ngasih tau bahwa ada seorang peserta tambahan. Ini kan ‘akal-akalan’ WWE biar fans langsung histeris. Ada yang bilang Cody jadi surprise. Ada juga yang ngaitkan dengan berita Logan Paul udah teken kontrak, sehingga ngarep si Youtuber itu yang jadi peserta kejutan. Taunya si Theory bangsat! Kemarahan dan kekeselan penonton di arena langsung terasa loh. Tapi inilah yang diincar WWE. Heat yang membuat pertandingan ujungnya menjadi lebih dramatis. Sama seperti Liv, Theory juga dibuat gak menonjol. Saat enam superstar lain bekerja sama melempar Omos ke meja komentator, Theory gak ada. Dia disimpan untuk bikin penonton marah. Itulah bedanya dia dengan Liv di MITB cewek. WWE tidak lagi mengincar kejutan yang menyenangkan, melainkan ingin membuat Theory sebagai heel nomer wahid. Yang bahkan lebih dibenci daripada Seth Rollins (yang sama seperti istrinya, Becky Lynch, perlahan mulai mendapat simpati meski masih berperan sebagai heel). Acara ini bagai kita yang naik tangga emosional. Namun semuanya terdeliver perfectly menghibur, meskipun matchnya masih standar.

MITB tidak punya satu match spesial, aku kesulitan mencari MOTN di sini. Karena di sini semuanya adalah tentang deliver ekspektasi dan dramatisasi. Match yang paling garing mungkin Bianca lawan Carmella, Kita semua tahu itu filler, dan WWE gak menaikkan status match itu dengan mengharuskan superstarnya ngelakuin spot dahsyat. Melainkan, WWE terus menarik drama. Carmella dibikin masih dendam, for some reason. Dan kekalahan tragis Street Profits di kejuaraan Tag Team dibikin problematik.

Jika Liv plausible buat ngalahin Ronda, apakah Theory bisa juga dibuat ngalahin Lesnar atau Roman Reigns?

 

 

I’m seriously mempertimbangkan kejuaraan tag team antara Uso melawan Street Profits sebagai MOTN karena sebegitu dramatisnya WWE mendesign alur match mereka. Di awal memang agak boring, tapi Street Profits yang dibuild kuat (mereka bilang semacam prophecy atau semacamnya) dan kita yang dibuild untuk menginginkan ada juara baru, membuat match escalate very quickly. Semangat di atas ring meledak saat Dawkins dan Ford terus menerus ngasih ofensif yang gede, tapi WWE kayak main tarik ulur dengan membuat Jimmy dan Jey terus saja kick out. Ini match yang awalnya aku biasa saja namun membuatku jadi paling terinvest ke dalam emosinya. Penonton di arena pada teriak-teriak “Fight forever!” Sentuhan problematik di akhir juga membuat feud mereka semakin seru, dan kupikir WWE sengaja merancang seperti itu untuk menanamkan build ke SummerSlam. Di satu sisi memang MITB kali ini kayak hanya gimmick. WWE gak benar-benar melakukan hal baru dengan konsep MITB, spotnya pun semuanya sudah kita lihat sebelumnya. Ini adalah everyday show, yang worked great simply karena WWE ngegas di bagian dramatisasi. WWE tahu keinginan fans sudah long overdue, mereka juga tahu exactly apa yang bikin fans ngamuk, dan semua itu akhirnya dimainkan sebagai vokal utama acara ini. Hasilnya ya seru. Bintang baru mulai dapat sorotan, khususnya si Liv dan Theory. Secara teori, ini adalah show yang sukses karena mendeliver suguhannya dengan gemilang. Akan ada banyak yang dijadikan pembicaraan oleh fans dari sini. Sedangkan untuk MOTN, akhirnya aku memutuskan untuk menjadikan Street Profits lawan Usos sebagai MATCH OF THE NIGHT.

MOTN

 

 

Full Results:

1. WOMEN’S MONEY IN THE BANK LADDER MATCH Liv Morgan mengungguli Alexa Bliss, Asuka, Becky Lynch, Lacey Evans, Raquel Rodriguez, dan Shotzi
2. UNITED STATES CHAMPIONSHIP Bobby Lashley jadi juara baru ngalahin Theory
3. RAW WOMEN’S CHAMPIONSHIP Bianca Belair retains atas Carmella
4. UNDISPUTED TAG TEAM CHAMPIONSHIP The Usos bertahan dari Street Profits
5. SMACKDOWN WOMEN’S CHAMPIONSHIP Juara bertahan Ronda Rousey mengalahkan Natalya
6. SMACKDOWN WOMEN’S CHAMPIONSHIP MONEY IN THE BANK CASH-IN Liv Morgan merebut sabuk dari Ronda Rousey
7. MEN’S MONEY IN THE BANK LADDER MATCH Theory jadi surprise entrant dan mengalahkan Drew McIntyre, Madcap Moss, Omos, Riddle, Sami Zayn, Seth Rollins, Sheamus

 

 

That’s all we have for now.

Remember, in life there are winners.
And there are losers.

 

 

 

 
We are the longest reigning BLOG KRITIK FILM TERPILIH PIALA MAYA.

 

WWE Hell in a Cell 2022 Review

 

 

 

Bicara soal hell, WWE sedang dalam keadaan semacam hell of a trouble. WWE punya dua flagship brand yang bisa dibilang sebagai pondasi, tapi sekarang satu kaki pondasi tersebut literally enggak sekuat kaki lainnya. Mulai dari ada yang cedera, ada yang minta cuti bentar, hingga yang bermasalah sehingga mengeluarkan diri sendiri, brand Smackdown kini tampak tak sesolid yang biasanya. Ketimpangan ini terasa menjelang live premium event Hell in a Cell yang akhirnya didominasi oleh partai-partai dari brand Raw. Dengan turut absennya superstar paling hot – si Undisputed Champion Roman Reigns – WWE berusaha menjadikan acara ini sebagai kesempatan untuk mendorong wajah-wajah yang lebih fresh. Terutama, WWE ingin memaksimalkan push untuk superstar yang baru saja kembali ke perusahaan ini (sejak setelah enam tahun bergulat untuk perusahaan rival). Cody Rhodes diset bukan saja sebagai bintang-sampul pada poster, melainkan juga dijadikan vocal point dari Hell in a Cell. Spot main event sudah disediakan untuknya. Namun mimpi buruk memang baru saja dimulai bagi WWE. Menjelang jam tayang, Cody Rhodes dikabarkan mengalami cedera saat latihan. The show must go on, WWE berusaha menyulap cedera tersebut menjadi storyline – menaikkan stake untuk storyline Cody Rhodes – kita masuk menonton ini enggak tahu seberapa parah atau apa yang bakal dilakukan oleh WWE. Dan setelah beres nonton tiga jam lebih acara ini, aku cuma bisa bilang: That was one hell of a show!

Di titik ini, aku merasa udah kayak kaset rusak. Entah sudah berapa kali rasanya aku menuliskan soal ragu mau nonton karena WWE tidak demikian berhasil membuild up acara secara keseluruhan, tapi setelah beres kok ternyata memuaskan juga. It’s the superstars. Para pegulat WWE sepertinya memang selalu berusaha menampilkan yang terbaik meskipun ‘lapangan bermain’ mereka enggak sebebas yang diharapkan. Sikap positif dan profesional seperti inilah yang harusnya dijaga. Kita tiru dan kita dukung untuk terus dipertahankan. Seberapapun kesal dan gak suka sama kantor – manajemen, aturan, atau apapun neraka yang tercipta dari lingkungannya- pada akhirnya semua kembali kepada team work, dan yang paling penting adalah mendorong diri untuk menjadi yang terbaik apapun tantangannya. Pertandingan-pertandingan di Hell in a Cell kali ini, kalo dibaca sekilas, jujur aku tak terhype sedikit pun. Tapi nama-nama yang tertera di sana, baik yang sudah terestablish maupun yang baru mencuat, sama-sama berjuang untuk memberikan yang maksimal. Dan effort kolektif mereka itulah yang mengangkat acara ini.

Ini tentang berjuang menaklukkan neraka

 

 

Tengok Kevin Owens dan Ezekiel (alias Elias). Mereka terlibat dalam salah satu storyline terbego yang pernah dipikirkan oleh tim kreatif WWE. Storyline tentang Elias yang comeback dengan tanpa-jenggot dan pakaian berbeda, mengaku bernama Ezekiel, dan memperkenalkan diri sebagai adik dari Elias, dan Kevin Owens – being a sane person he is – enggak percaya. Sinetron Indonesia yang hobi bikin plot orang-kembaran aja kalah dungu sama cerita ini! Tapi kedua superstar ini membuat storyline tersebut super menghibur. Mereka membuat role yang unik. Mereka berhasil membuat kita bersimpati dan mendukung Ezekiel meski kita sama-sama tahu Owens jelas-jelas benar, Dan match mereka di acara ini lebih dari sekadar match komedi. Malahan, match ini malah tampak lebih serius dari yang diniatkan. Itu karena kita sudah demikian terinvest oleh karakter-karakter mereka. Sama halnya dengan Madcap Moss dan Happy Corbin. Berawal dari a rather comedic pairing, Moss dan Corbin (satu-satunya partai dari brand Smackdown yang ngisi acara ini) sukses membawa storyline mereka ke dalam salah satu match yang paling ‘hardcore’ di sini. Transformasi karakter Moss dimainkan dengan meyakinkan dan dia membuktikan dirinya sudah bisa ‘lepas’ dari Corbin, baik secara storyline maupun secara real-sebagai-performer. Moss kini tampak credible sebagai superstar solo, dan aku penasaran apa yang bakal dikasih WWE untuk dirinya ke depan.

Sebaliknya, Omos si raksasa dari Raw yang mau dipush gede-gedean itu masih tampak biasa-biasa saja. Perkembangannya agak sedikit lebih lambat. Bahkan ceritanya kini tampak mulai bergeser ke arah konflik antara Hurt Business ketimbang tentang ngepush dirinya. Beruntung Omos bekerja satu storyline dengan orang-orang yang profesional. Handicap match antara Omos dan MVP melawan Lashley memang masih terasa seperti di level show mingguan, tapi paling enggak aksi-aksinya tampak legit. Semua yang terlibat memainkan peran dan fungsinya dengan baik. And I’m still hype untuk ngeliat Lashley kembali memburu sabuk kejuaraan!

Ngomong-ngomong soal kejuaraan, Hell in a Cell 2022 cuma punya dua championship match. Yang kedua-duanya tampak menjanjikan sebagai proyek masa depan. Pertama, kejuaraan Women brand Raw. Triple threat antara tiga fan favorite; Becky Lynch, Asuka yang baru returned, dan Bianca Belair yang makin ke sini makin nunjukin bahwa dia memang pantas disebut superstar, Partai mereka ini pas banget ditempatkan sebagai pembuka. Aksinya intens, storytelling dan psikologinya dapet, begitu juga range sekuen yang mereka bertiga lakukan. Match kejuaraan jenis ramean seperti triple threat biasanya digunakan WWE untuk memperpanjang napas feud, sekaligus melindungi superstar. Entah itu dari terlalu banyak bergerak (berkaitan dengan protek perihal cedera), maupun dari menelan kekalahan yang bakal merusak momentum. Partai perempuan ini memang agak sedikit terlalu jelas dilakukan untuk memenuhi fungsi tersebut, but it doesn’t stop the superstars to make it very entertaining. Aku suka akhiran match yang semacam membuat Becky dan Bianca seperti circled back ke masing-masing. Kedua,  United States Championship antara Theory melawan Mustafa Ali. Inilah dua bintang muda yang lagi digadangkan WWE, khususnya si Theory. Match mereka di acara ini enerjik, penuh aksi-aksi dengan gerakan yang easily jadi (dan juga reference ke) move favorit. Keliatan keduanya lapar untuk membuktikan diri. Sepertinya yang menahan lajunya match ini adalah Ali yang masih dalam proses ‘hukuman’ oleh WWE.  Ali dulu sempat vokal menyuarakan protes, menuntut untuk dapat spot televisi, dengan nada yang ‘kalo gak mau pake gue mending pecat gue aja’. Kita gak tau di belakang panggung seperti apa; apakah Ali dipush asal harus dihukum dulu apa gimana, yang jelas match yang berlangsung di hometownnya ini adalah kesempatan bagi Ali untuk ngasih yang terbaik, dan dia tahu itu.

Tapi dedikasi yang paling nekat memanglah milik Cody Rhodes. Yang walaupun diberitakan cedera, tetap muncul dan bertanding. Awalnya, demi melihat Cody muncul kayak sehat-sehat aja, kupikir berita cedera itu cuma bo’ongan. Like, storyline yang berusaha dipantik WWE di menit-menit terakhir karena acara mereka kurang hype dan stake. Lalu Cody yang sudah di atas ring, sudah di dalam kandang merah, membuka jaket American Nightmare-nya. Aku terdiam. Komentator terdiam. Semua penonton di arena terdiam. Bahkan tukang sol sepatu yang tadinya ribut di luar rumah juga ikut terdiam (mungkin dia kebetulan keselek hihihi). Dada sebelah kanan Cody merah menghitam. Lebam yang menunjukkan pendarahan di dalam sebab otot yang terlepas. This man memilih tetap bertanding dengan kondisi seperti itu.

Adrenaline in my soul, gendang nyaring ditepak~

 

 

Selama nonton gulat, kayaknya baru kali ini aku nyaksiin hal seperti itu. Kayaknya baru kali ini nuansa disturbing yang real itu menguar, membayangi pertandingan besar. Stake-nya ternyata jadi beneran! Semua penonton tahu Hell in a Cell bukan partai sembarangan, banyak hal yang bisa ‘salah’ terjadi di dalam kerangkeng dan stipulasi tanpa-diskualifikasi itu. Seketika match yang bukan untuk sabuk kejuaraan, yang merupakan kali ketiga dari trilogi Cody-Rollins ini, mendadak jadi terasa amat sangat penting.  Ditambah pula dengan hal kecil yang dilakukan oleh Seth Rollins; datang bergulat dengan kostum polkadot persis kostum khas mendiang ayah Cody, the legendary American Dream Dusty Rhodes. Jadi dengan build up yang mapan, stake yang tinggi, dan set up yang sangat dramatis, pertandingan mereka berjalan dengan even more ‘surprise’. Cody basically bertarung dengan satu tangan, sementara Rollins tampak mengincar kelemahannya (alias dada yang memar jadi kayak lampu kedap-kedip merah di dada Ultraman), dan itu baru phase pertama match. Menit-menit berikutnya menjadi lebih gila lagi. Bukan hanya pake senjata (sledgehammer jadi poin penting narasi dalam partai ini), tapi match ini sendiri juga sempat berubah menjadi match lain saat Cody dan Rollins setuju untuk mengikat diri mereka dengan tali. It’s a bullrope match inside hell in a cell! Respek banget buat Cody yang ngepush kemampuan dirinya yang tengah cedera. Juga buat Rollins yang terbukti jadi salah satu pegulat paling safe untuk dijadikan lawan, sementara tetap bisa memancing heat dari ulah-ulah yang nge-heel abis.

Downside tak terelakkan adalah nambah lagi superstar yang cedera. Dan kali ini Raw juga kena. Cedera Cody Rhodes bisa dipastikan makin kumat, dia hampir pasti bakal rehat panjang. Kuharap gak terlalu ‘panjang’ sehingga mencederai juga momentumnya. Selain Cody, AJ Styles juga ternyata cedera di tengah-tengah pertandingan 6-Man Tag Teamnya melawan tim Judgment Day pimpinan Edge. Kepala Styles sempat bocor, ada beberapa detik wajahnya tampak bersimbah darah setelah melakukan moves di dalam ring, dan sampai akhir match Styles gak terlihat lagi. I hope Styles gak cedera serius (‘cuma’ sobek). However, soal match mereka, sesial-sialnya paling enggak ada tiga superstar muda yang terpush hebat di sini. Rhea Ripley, Damian Priest, dan Liv Morgan. Mereka tampak bisa mengimbangi Finn Balor, AJ Styles, dan Edge yang lebih berpengalaman dalam aksi tim. Match ini seharusnya bisa lebih fun. Secara pribadi, aku lebih suka jika mereka melakukan ini di dalam kandang hell in a cell (konteks dan temanya padahal sudah cocok). But I guess WWE sendiri masih ‘meraba-raba’ soal superstar cewek compete with superstar cowok. Akibatnya mereka masih bermain di aturan bullshit cowok cuma boleh nyerang cowok, cewek cuma boleh nyerang cewek. Aku percaya superstar bakal berusaha yang terbaik apapun situasi yang diberikan, tapi untuk beberapa hal seperti ini aku berharap WWE mau meninjau ulang aturan-aturan mereka  yang agak terlalu mengekang kreativitas.

 

 

 

 

Semua orang berjuang dalam kurungan neraka personal masing-masing. Semua orang berusaha keluar dari sana dengan cara yang terbaik. WWE hampir berhasil melakukannya dengan terbaik, di acara ini. Hampir berhasil mengubah kesulitan dari situasi menjadi sesuatu yang menguntungkan untuk storytelling produk yang mereka lakukan. Karena Hell in a Cell pada akhirnya berhasil jadi tontonan dengan match-match yang walaupun enggak hebat, tapi solid dalam bercerita. Momen yang gak akan terlupa, momen yang bakal jadi highlight dalam sejarah adalah Cody Rhodes memilih untuk tetap bertanding meski cedera, dan bersama Seth Rollins berhasil menyuguhkan pertandingan yang beneran terasa gede, personal, dan juga seru. The Palace of Wisdom menobatkan Cody Rhodes lawan Seth Rollins di Hell in a Cell jadi MATCH OF THE NIGHT.

MOTN

 

 

 

 

Full Results:

1. RAW WOMEN’S CHAMPIONSHIP Bianca Belair mempertahankan sabuk dari Asuka dan Becky Lynch
2. HANDICAP 2-ON-1 Bobby Lashley mengalahkan tim Omos dan MVP
3. SINGLE Kevin Owens ngalahin Ezekiel
4. SIX-PERSON MIXED TAG TEAM The Judgment Day menang atas tim AJ Styles, Finn Balor, dan Liv Morgan
5. NO HOLDS BARRED Madcap Moss akhirnya balas dendam ke Happy Corbin
6. UNITED STATES CHAMPIONSHIP Theory bertahan dari Mustafa Ali
7. HELL IN A CELL Cody Rhodes menang untuk ketiga kalinya melawan Seth Rollins

 

 

That’s all we have for now.

Remember, in life there are winners.
And there are losers.

 

 

 

 
We are the longest reigning BLOG KRITIK FILM TERPILIH PIALA MAYA.

 

WrestleMania 38 Review

wmFPWWHb1UYAAgGFl
Dua malam paling ‘stupendous’ itu telah usai. Ngomong-ngomong, apa sih artinya ‘stupendous’? Kalo dari kamus sih, kata tersebut memiliki arti “menakjubkan, hebat, raksasa”. Dan memang begitulah ternyata adanya. WrestleMania 38 yang dilangsungkan di stadion AT& T, Dallas, Texas memang terasa begitu gede. Heboh. Super spektakuler. Begitu banyak kejutan untuk disoraki, begitu banyak pertandingan untuk dijingkrak-jingkraki, begitu banyak momen untuk diselebrasi! Semuanya merata disebar selama dua malam berturut-turut, masing-masing berdurasi sekitar 4 jam dan total 7 pertandingan. Bayangin gimana gak serak tuh suara yang pada nonton langsung di arena. Aku yang nonton livestream di pagi pertama puasa (yang biasanya masih nyenyak molor karena masih jadwal tidur masih beradaptasi dengan sahur) langsung dibuat melek oleh keseruannya. Mata udah gak peduli lagi cuma dipejemin dua jam. Ke’stupendous’an itu pun tak lantas sirna. Walau acaranya udah masuk ke buku sejarah dengan gemilang, ternyata masih ada satu pertandingan lagi untuk kita simak. Kita urusi. Because that’s what we do in the Palace of Wisdom; kita ngereview yang telah kita tonton. Jadi apa dong satu pertandingan yang masih nyisa itu?

Pertandingan siapa yang paling hebat di antara Malam Kesatu vs. Malam Kedua WrestleMania 38!

Pembagian acara menjadi dua malam ini bermula dari bencana yang berjudul WrestleMania 35 (2019). Bencana bukan exactly karena buruk, tapi karena begitu melelahkan bagi semua orang yang ada di sana (kita yang nonton di rumah sih enjoy-enjoy aja). Dua-belas pertandingan, delapan jam, terutama bikin lelah para penonton. Dampaknya, di paruh akhir, energi itu sudah habis. Keseruan match gak lagi bisa diapresiasi maksimal karena udah pada capek. Maka demi mengantisipasi keadaan itulah, tahun depannya WWE mengubah konsep WrestleMania menjadi dua malam, yang dipertahankan hingga sekarang. Keputusan tersebut tentu saja disambut bukan saja pro, tapi juga kontra.
Kebanyakan kontra datang dari fanatik dan penjaga kemurnian wrestling yang percaya bahwa WrestleMania sebagai acara puncak tahunan WWE haruslah tetap dibikin sakral. Dalam artian, tidak perlu menjadi sepanjang itu. WrestleMania harusnya sesuai dengan jargonnya – showcase for the immortal. Yang berarti yang berhak tampil, ya yang udah berhasil mencapai atau mendekati status ‘immortal’ tersebut. Spot pertandingan di WrestleMania harusnya diisi oleh yang superstar yang benar-benar pantas, oleh cerita yang benar-benar sudah dibuild up. Jadi para kontrarian melihat WrestleMania 35 sebagai awal dari WWE telah menggadaikan kesakralan tradisi WrestleMania itu sendiri. Pertandingannya terlalu banyak, sebagian besar tampak seperti filler yang gak perlu. Mengubah konsepnya menjadi dua malam berarti WWE tak lagi fokus merangkai sesuatu yang immortal, melainkan jadi bikin apapun untuk memenuhi kuota belasan pertandingan yang dibagi dua. Nah, kekhawatiran akan WrestleMania jadi ‘perayaan cuma-cuma’ itu jadi makin menjadi-jadi demi melihat susunan pertandingan yang sudah disiapkan WWE untuk WrestleMania 38 kali ini. Tiga pertandingan seleb, sementara tidak ada kejuaraan menengah seperti Intercontinental atau U.S. Lebih banyak nama-nama ‘aneh’, sementara talent beneran yang lebih populer (dan tentu saja yang belum dipecat) dianggurin.
Jujur aku sendiri juga gak kehype oleh overhype yang dilakukan WWE terhadap susunan match medioker mereka. Aku tertarik, paling cuma sama tiga match, di luar main event title unification juara lawan juara Brock Lesnar lawan Roman Reigns. Tapi WWE ternyata mengejutkan kita semua, baik itu yang pro ataupun yang kontra. Matches yang tampak lemah di atas kertas tadi disulap jadi suguhan yang bervariasi positifnya. Ada yang menghibur banget, ada juga yang klasik banget. Para seleb yang bertanding sebagai bintang tamu pun sukses menampilkan ‘gulat hiburan’ dalam versi mereka sendiri. Kalo disuruh milih mana yang paling bagus dan yang paling kusuka, well, yuk kita langsung breakdown aja, malam mana dari WrestleMania 38 yang paling oke.

wm00331-16490490187380-1920
Don’t let Mark Henry’s son stop you!

WrestleMania 38 Night ONE

wmcody-rhodes-wrestlemania-38
Malam Kesatu disusun berdasarkan satu hal. Kejutan. Hal yang paling diantisipasi dan diperbincangkan oleh fans di bulan-bulan awal tahun 2022 ini, dijanjikan akan diungkap di sini. Siapa yang bakal ngelawan Seth Rollins. Leading up to this show, intensitas semakin gede karena berseliweran nama-nama yang tampak sama mungkinnya untuk dipilih WWE sebagai kejutan. Mulai dari Undertaker yang tega banget bilang “Never Say Never” pada penutup pidato Hall of Fame-nya (yang efektif sekali bikin fans gak bisa tidur), hingga ke Shane McMahon yang di detik-detik terakhir masih dijadikan kecohan oleh Seth Rollins yang nyebut “Time is money!”. Aku sendiri sebenarnya gak nyangka WWE bakal berbaik hati ngasih yang actually benar-benar diinginkan fans. But there he is. Cody Rhodes yang diberitakan hengkang dari kompani gulat sebelah (yang turut ia bangun sendiri) akhirnya beneran muncul di atas panggung. Lengkap dengan attribut, musik, dan persona American Nightmare yang dibangunnya di kompani pesaing WWE tersebut. Malam Kesatu bakal memorable oleh momen ini. Ada banyak layer untuk dikupas dari peristiwa kembalinya Rhodes saja.
Kejutan gede berikutnya adalah Stone Cold Steve Austin. Semua sudah tahu Austin bakal muncul di Kevin Owens Show, Owens nantangin dan jelek-jelekin Austin (dan Texas). Tapi gak ada yang mengantisipasi legend dengan riwayat cedera leher, lutut, dan banyak lagi ini bakal turun kembali bergulat. And that’s what exactly happened. Tadinya aku memang merasa susunan match acara ini aneh. Kenapa Talk Show jadi main event. Itu hanya akan membuat acara ini seperti bersambung, tanpa penutup yang real. Keanehan tersebut terjawab ketika Austin menyetujui tantangan Owens untuk bertarung di NO HOLDS BARRED!! Bukan single match biasa, melainkan match tanpa-aturan.  Salut lihat Austin; ini adalah pertandingan pertamanya setelah 19 tahun (dan juga jadi pertandingan terakhir) dan dia buktiin dia benar-benar pantas disebut legend. Matchnya ini, katakanlah gak cengeng. Austin actually took bumps. Dia disuplex ke lantai, bayangin! Tentu saja ini juga berarti salut buat Kevin Owens yang udah buktiin dirinya dipercaya untuk nampil sefisikal itu terhadap legenda yang punya cedera.

wmFPY-E2UXsAMNgLE
Bayangkan kalo tampil di Indonesia, Owens bakal dicekal karena menghina kota, dan Stone Cold dicekal karena minum bir di depan orang puasa.

Susunannya match malam pertama terasa kurang penting, dan banyak yang gimmick dan yang gak penting, tapi kualitas pertandingannya tidak mengecewakan. Di luar ekspektasi semua. Aku bahkan happy dengan match Happy Corbin, karena at least ada rekor yang dipecahkan. Drew McIntyre jadi orang pertama yang kick out dari finisher End of Days. Match Rhodes lawan Rollins jangan ditanya, mereka bermain spam finisher tapi dengan intensitas yang benar-benar kebangun. Rhodes juga diberikan waktu luang untuk ngebangun karakternya sekarang, hingga nostalgia dengan karakter dan orang terpenting dalam karirnya. Bahkan match si YouTuber Logan Paul juga gak kalah seru. Paul earns viewer respects karena sanggup keep up dengan gulat hiburan gaya WWE. Paul mainin heel dengan gemilang. Dia niruin Eddie Guerrero coba, lancang kan. Tapi keren. Yang aneh dari tag teamnya bareng Miz lawan Keluarga Mysterio cuma setelah akhiran saat Miz tau-tau turn heel ke dirinya. Kejuaraan Tag Team yang membuka acara ini sebenarnya juga berpotensi seru, cuma sayang kemalangan menimpa Rick Boogs yang kakinya cedera beneran sehingga match tersebut terpaksa dicut short.
So far, match terbaik adalah Bianca Belair melawan Becky Lynch. Cerita tentang redemption Belair terbangun dan tersampaikan sempurna. Laganya berjalan dengan pace mantap, banyak close call, dan aksi-aksi keren. Bahkan entrance mereka asik punya semua. Berbeda sekali dengan kejuaraan cewek satu lagi antara Ronda Rousey dengan Charlotte Flair yang terkesan chaotic karena kayak terburu-buru. Banyak botch. Kegedean ego, dan fakta bahwa ini adalah match yang gak ada satu orang pun yang minta untuk terjadi.

WrestleMania 38 Night TWO

wmWWE-WrestleMania-38-Edge-Entrance-1024x581
Sekilas susunan Malam Kedua tampak lebih solid dan somehow lebih serius dibandingkan Malam Kesatu. Tapi nyatanya, Malam Kedua gak mau kalah. Malahan sekalinya seru-seruan, Malam Kedua tampil lebih hura-hura loh!
Oh how I enjoyed match Sami Zayn lawan Johnny Knoxville, lebih daripada yang seharusnya. Karena itu bukan wrestling. Lebih seperti live action kartun Tom & Jerry, tapi memang begitu menghibur. Semua ‘perabotan’ Jackass keluar. Mulai dari kru hingga alat-alat prank konyol mereka. I got huge “Called it” moment tatkala sempat mikir di match ini mereka haruslah pakai adegan Wee Man datang bantuin Knoxville dari bawah ring, Hornswoggle style! Dan itu beneran kejadian. Wee Man also body slam Zayn hahaha. Party Boy juga muncul, begitu-begitu dia pernah tanding lawan Umaga. Meskipun yah, dihajar babak belur juga pastinya. Point is, ini jadi match hardcore terkocak yang bisa kita dapatkan di era kekerasan di televisi harus diperhalus. Match ini dengan gemilang memenuhi konteks dan fungsinya. Karena tentu gak bakal ada yang ngarepin Knoxville main di match yang serius.
Bukan berarti selebriti alias orang di luar pegulat gak bisa nyuguhin match wrestling yang kece. Logan Paul udah buktiin di malam pertama, dan di malam kedua ada Pat McAfee. Footballer yang baru banting stir menjadi pegulat. Pertandingannya melawan Austin Theory – anak baru juga – tidak tampak hijau. Melainkan sebuah cerita menggapai mimpi yang seru dan menghibur. Yang tampak hijau justru Omos. Raksasa yang lagi dapat push gede-gedean, dan di sini dia ditandingkan melawan Bobby Lashley. Omos keliatan banget masih ‘kasarnya’ dan butuh banyak latihan dalam penguasaan ring. Matchnya dengan Lashley tampak clumsy, Lashley seharusnya dibikin kayak jadi underdog di sini, tapi itu sama sekali gak kerasa berkat kecanggungan Omos, bahkan dalam bergerak.
Pat McAfee dan Austin Theory statusnya jadi makin terangkat dengan kehadiran Vince McMahon himself di pinggir ring. Menjagokan anak emasnya – Theory. Pemilik WWE itu kayak gak mau ketinggalan have fun, karena ujug-ujug dia juga turun bertanding. Kupikir nobody saw that coming. However, aku mendapat momen “Called it!” kedua saat berpikir pasti bakal kocak kalo Stone Cold ada di Malam Kedua ini, silaturrahmi sama Vince yang ‘kawan lama’nya. As soon as I’m done thinking that, musik kaca pecah itu muncul, dan datanglah Stone Cold Steve Austin!! Bisa ditebak arena langsung ikut pecah oleh sorak sorai. Agak sedikit terharu juga, ini 2022, Austin dan Vince masih berlaga menghibur kita semua.

wmIMG_6733-scaled
Kita semua tahu adegan ini bakal berujung apa hihihi

Pada akhirnya Malam Kedua jadi ‘receh’ juga. Dua kejuaraan tag team yang masing-masing melibatkan multiple team, terlalu cepat dan rusuh untuk jadi kejuaraan yang solid. The right teams win, tapi agak kurang terasa karena tempo yang cepat tersebut. Padahal ada momen Sasha Banks keluar dari kutukan selalu-kalah di WrestleMania. Dua match yang digadangkan bakal dahsyat, gak perform sesuai perkiraan. AJ Styles lawan Edge yang berusaha tampil klasik, justru jadi terasa lamban karena out of place dengan rest of the cards yang tempo matchnya luar biasa cepat semua. Storyline-nya pun ternyata masih kayak belum tuntas, karena match ini dijadikan awal dari sesuatu yang baru untuk Edge, yang tampil kayak Dracula di game Castlevania.
Yang bisa dibilang paling mengecewakan adalah main eventnya. Lesnar dan Reigns. Padahal dengan pembalikan role; Lesnar baik dan Reigns jahat, feud mereka bener-bener ter-refresh dengan pembawaan karakter masing-masing. Aku suka sekali gimana Lesnar ikut merebut mic dan memperkenalkan dirinya sendiri, sambil ngeledek gaya Reigns dan Paul Heyman. Namun sayang, WWE tidak mengubah apa-apa dalam match mereka. Tetap berupa saling spam finisher. Tidak ada match metodikal yang bercerita. Tidak match klasik seperti Styles-Edge. Receh juga enggak. Hanya itung-itungan finisher yang biasa. Akhirannya pun terasa ujug-ujug, karena gak ada yang ngarepin matchnya bakal begitu lagi. Dari build up yang dahsyat, dari cerita yang udah chapter kesekian, dari stake yang tinggi, penonton ngarepin sesuatu yang benar-benar epik. WWE enggak ngasih itu di akhir Malam Kedua.
WWE ternyata masih bisa menarik sesuatu keseruan dari apa yang tampak biasa-biasa aja, bahkan malah meragukan. WrestleMania 38 ini jadi buktinya. Tapi untuk menyimpulkan, ya Malam Kesatu terasa lebih hebat. Kalo disuruh memilih delapan match saja dan menjadikan WrestleMania ini sebagai satu show, maka dengan melihat bagaimana pertandingan tersebut dilakukan oleh WWE, maka aku akan banyak memilih pertandingan di Malam Kesatu. That is THE night. Dan matchnya, sampai Malam Kedua berakhir, ternyata pendapatku masih tetap. Bianca Belair vs. Becky Lynch tetap yang paling solid, paling aksi, paling bercerita. Kejuaraan Perempuan RAW itulah Match of the Stupendous Nights. 
Full Results:
FIRST NIGHT
1. SMACKDOWN TAG TEAM CHAMPIONSHIP The Usos bertahan dari Shinsuke Nakamura dan Rick Boogs
2. SINGLE Drew McIntyre mengalahkan Happy Corbin
3. TAG TEAM The Miz dan Logan Paul menang atas Rey dan Dominik Mysterio
4. RAW WOMEN’S CHAMPIONSHIP Bianca Belair jadi juara baru ngalahin Becky Lynch
5. SINGLE Cody Rhodes muncul jadi misteri opponent dan ngalahin Seth Rollins
6. SMACKDOWN WOMEN’S CHAMPIONSHIP Juara Bertahan Charlotte Flair ngalahin Ronda Rousey
7. NO HOLDS BARRED Stone Cold Steve Austin menghajar Kevin Owen

8. BONEYARD The Undertaker mengubur AJ Styles

SECOND NIGHT
1. RAW TAG TEAM CHAMPIONSHIP TRIPLE THREAT Tim RK-BRO Randy Orton dan Riddle masih juara atas Street Profits dan Alpha Academy 
2. SINGLE Bobby Lashley unggul dari Omos
3. ANYTHING GOES Johnny Knoxville bikin Sami Zayn babak belur
4. WOMEN’S TAG TEAM CHAMPIONSHIP FATAL FOUR WAY Sasha Banks & Naomi merebut sabuk dari Queen Zelina & Carmela, Natalya & Shayna Baszler, dan Rhea Ripley & Liv Morgan
5. SINGLE Edge mengungguli AJ Styles
6. TAG TEAM Sheamus dan Ridge Hollang (bareng Butch) menang atas New Day Kofi Kingston dan Xavier Woods
7. SINGLE Pat McAfee mengalahkan Austin Theory

8. SINGLE Vince McMahon balik mengalahkan Pat McAfee
9. WWE & UNIVERSAL CHAMPIONSHIP WINNER TAKES ALL Roman Reigns jadi Undisputed Champion ngalahin Brock Lesnar

That’s all we have for now.
Remember, in life there are winners.
And there are losers.
 
We are the longest reigning BLOG KRITIK FILM TERPILIH PIALA MAYA.

WWE Elimination Chamber 2022 Review

 

Welcome back, Alexa Bliss!!

Sama seperti blog ini, Alexa Bliss juga udah cukup lama gak keliatan di skena gulat. Menurut komentar si Michael Cole, terakhir kali Alexa bertanding itu adalah bulan September tahun lalu. That was Extreme Rules, where Charlotte destroyed her doll, dan itu seharusnya mengakhiri gimmick-pinjaman Alexa. Yah, setidaknya begitulah harapan penonton. Belakangan ini, Alexa muncul di segmen-segmen terapi, dan sekali lagi seperti mengindikasikan dia bakal kembali ke persona dirinya yang dulu. Match Elimination Chamber bakal jadi ajang comeback yang tepat untuk Goddess Alexa Bliss, mengingat dengan gimmick inilah doi pernah memenangkan match kandang barbar ini. So I was excited (begitu pula dengan ribuan penonton di Jeddah yang terdengar jelas menyorakkan namanya) 

Excitement dari antisipasi return ini ternyata bukanlah satu-satunya yang bikin orang penasaran sama Elimination Chamber cewek. Buktinya, begitu Alexa muncul – ternyata dengan tetap memakai gimmick ‘fiend/lilly’ (yang btw menang award Worst Gimmick 2022 dari Wrestling Observer Newsletter) – yang kuasumsikan tetap dipilih karena lebih gampang untuk ngikutin aturan kostum cewek di Jeddah, penonton tetap berapi-api. Match tersebut tetap dapat banyak sorakan riuh-rendah. Semua orang excited melihat semua superstar yang bertanding. Alexa, Bianca, Doudrop, Nikki, Rhea, dan Liv semuanya seperti punya kans yang sama besar untuk menang dan menantang juara Becky Lynch di WrestleMania kelak. Matchnya sendiri terasa sangat cepat – mungkin inilah match Chamber dengan catatan waktu teringkas – penuh aksi, drama yang cukup, dan setiap karakter mendapat kesempatan untuk memainkan kekhasan mereka. Ketika Alexa dan Bianca, dua superstar yang aku jagokan di match ini, jadi final-two; aku merasa seperti pemenang. The night is young (meskipun kita yang di Indonesia nonton streamingnya tengah malam buta!) dan aku benar-benar punya firasat bagus untuk acara ini.

Ayunan adalah sebuah privilege

 

Bicara tentang acara ini sendiri, Elimination Chamber 2022 merupakan Elimination Chamber yang pertama yang go international. Diadain di Arab, dan actually inilah kali kedua aku nonton premium live-event (istilah baru untuk PPV) WWE yang diadakan di Arab. Tahu dong, beberapa tahun belakangan ini WWE mulai rutin ngadain show di negara para sultan tersebut. Tapi gak ada satupun yang menarik buat kutonton. Entah itu Crown Jewel, Super Showdown, atau bahkan Greatest Royal Rumble, semuanya terasa seperti house-show yang ‘diromantisasi’. Yang semua pertandingannya terasa seperti filler anime, you know, yang storylinenya gak ngaruh. Acara-acara WWE yang diadain di negara ini udah kayak pesenan para sultan, siapa yang bertanding, siapa yang bakal dimenangin; hanya untuk menyenangkan tuan rumah yang udah membayar mahal. Dan ini easy-money bagi WWE, karena apapun yang tayang nanti, penonton yang jarang-jarang ngeliat para superstar tanding live itu bakal tetap terhibur dan terkagum-kagum. TLDR, sudah jelas hanya ‘sebatas’ bisnis saja.

Tapi kali ini beda. Elimination Chamber sudah lama diposisikan sebagai salah satu jalan menuju WrestleMania, yang berarti pertandingan yang diadakan harus benar-benar punya efek untuk acara tersebut ke depannya. Merujuk ke komentator sekali lagi, Elimination Chamber membentuk WrestleMania. Penantang dan juara yang bakal berlaga di acara gulat terbesar itu benar-benar ditentukan di sini. WWE tentu paham pentingnya acara ini, dan mereka benar-benar menekankannya. And by God, mereka berhasil membuat Elimination Chamber di Jeddah tidak lagi terasa seperti show hura-hura.

Menempatkan match sepenting Roman Reigns melawan Goldberg di partai pertama adalah langkah yang sukses mengukukuhkan kesan spektakuler acara ini. Ketika ‘big boss’ beserta kejuaraan yang bakal jadi partai utama WrestleMania muncul duluan (dan ini actually adalah kali kedua berturut-turut mereka tampil sebagai pembuka) penonton akan ‘membaca’ bahwa penutup acara nanti pastilah raksasa hebohnya. Dan seketika hype itu terlandaskan. Acara ini dimulai dengan sangat kuat. Bahkan Goldberg tampak prima dan menyuguhkan yang terbaik yang ia bisa (dalam level ‘renta’nya yang sekarang).

Goldberg, you’re next!!! —in line for retirement.

 

Kesan show-penting memang berhasil dipertahankan. Match Drew lawan Madcap Moss yang basically adalah bathroom break terasa penting dan sayang untuk dilewatkan. Begitu juga dengan partai tag-team cewek yang jelas-jelas diadain supaya Ronda Rousey dan Charlotte gak gabut menjelang WrestleMania. Narasi kedua partai ‘esktra’ ini tampak matang. Hingga ke kostum superstar cewek yang diatur juga dimainkan oleh WWE ke dalam karakter dan plot pertandingan. Jadi jangankan soal membentuk acara berikutnya, acara ini sendiri sudah punya bentuk khas sehingga menontonnya jadi punya keseruan tersendiri.

Ada tiga pertandingan cewek yang dilangsungkan di sini. Semuanya digarap penuh respek dan juga alot of fun. Namun dari ketiganya, yang paling pecah adalah partai antara Lita melawan juara bertahan Becky Lynch. Crowd clearly loves Lita. Dan superstar legend itu menyambut cinta tersebut dengan respek luar biasa kepada penonton. Dilihat-lihat, si Lita ini cocok sih nampil di situ. Apalagi ada bagian dari musik entrancenya yang terdengar kayak musik Arab haha.. but in all of the seriousness, Lita melawan Becky adalah partai yang paling ‘bercerita’ malam ini. Secara aksi, memang masih ada sloppy di kanan-kiri. Ini bisa dimaklumi mengingat Lita memang bukan lagi pegulat aktif – dan enggak selincah waktu muda lagi. Di sini dia menunjukkan betapa dia pantas menjadi legend. Dan itu bukan semata karena dia adalah bintang attitude era, ataupun bukan semata karena aksinya, melainkan karena dia adalah pencerita yang hebat. Ada momen-momen ketika kita percaya bahwa Lita mungkin saja membawa pulang sabuk si Becky. Delivery cerita seperti ini tentu bukan karena satu orang saja. Becky telah sukses membangun karakter yang kuat, tapi tidak pernah mendominasi. Inilah juga kenapa champion cewek Raw adalah championship single terseru di WWE sekarang. Kompetitornya tidak terbatas untuk beberapa orang. Juaranya tidak dibuat harus lebih unggul dibanding yang lain. Kalo urutan match di acara ini menempatkan Chamber cewek setelah kejuaraan ini – dalam artian, kita tidak langsung menghubungkan Bianca pasti nuntasin urusan dengan Becky – niscaya semua penonton bakal benar-benar tersold out Lita yang bakal jadi juara baru. Sebegitu hidupnya kompetisi kejuaraan ini.

Sebaliknya, acara ini justru terhitung gagal membuat match yang benar-benar penting, match yang jadi profil utama acara, menjadi penting. Gagal membuatnya tampak urgen. Elimination Chamber cowok, yang dari nama-nama pesertanya tampak seru, malah jadi yang paling datar dan paling nge-cheat dilakukan oleh WWE. Kompetisi itu tidak diciptakan. Tidak seperti Becky Lynch yang tampak setara, Brock Lesnar dibikin jauh di atas yang lain. Brock Lesnar bahkan menghabisi dua mantan-juara dunia lain dengan gampang seolah mereka anak baru seperti Austin Theory. Padahal dengan enam superstar, ada begitu banyak cerita atau bookingan yang bisa diambil sebagai proses menuju kemenangan Brock Lesnar. Teksnya padahal udah ada disebutin di sana loh. ‘Ini adalah Chamber pertama bagi Lesnar’, mereka sebenarnya bisa saja menggali ini sebagai kekurangan Lesnar dibanding yang lain, sebagai celah untuk membuat persaingan mereka menjadi sederajat, yang tentunya bakal bisa bikin match berjalan lebih seru. Tapi enggak, WWE membuat ini tetap singkat. Lesnar menghajar semua superstar seolah dia dimainkan sama bocah di rental PS yang nge-full-in smek dan membuat peserta lainnya kosong.

Tentu saja melihat Lesnar membabi buta, kali ini dengan sentuhan karakter komikal, adalah hal yang juga tergolong seru. Tapi akan lebih seru lagi kalo match ini benar-benar dipersembahkan sebagai ‘pertandingan’. Bukan cuma ‘Lesnar destroys everybody’, alur yang sudah dilakukan berkali-kali. Dan bicara tentang hancur, WWE pulled out some really strange storyline untuk Bobby Lashley. Superstar yang harusnya mempertahankan gelar di sini, tereliminasi gitu aja setelah pod miliknya hancur dan dia – storyline wise – cedera kena puing-puing kaca (plastik). Dan ‘insiden’nya tersebut bahkan tidak ada sangkut pautnya dengan Lesnar, orang yang actually menantang sabuknya one-on-one.

Storyline cedera langsung invalid kalo dilakukan setelah ada superstar yang sakit beneran tapi tetap lanjutkan match

 

 

 

Elimination Chamber akhirnya jadi acara yang aneh. Match-match secondary fun dan terasa penting karena benar-benar dibentuk. Sementara match utamanya justru sederhana, predictable, dan terasa membuang waktu untuk ditonton. Ini adalah salah satu show WWE modern yang paling singkat, tapi durasi sesungguhnya bukan jadi alasan. WWE hanya tidak mau memberikan kompetisi untuk superstar-superstar terpilih. And sikap WWE ini bisa berujung kepada hal yang jauh lebih buruk, seperti ketika mereka basically meniadakan kejuaraan tag team di acara ini. Ujug-ujug dibikin no contest!! Dan acara ini memang membuktikan, hal tersebut berdampak buruk kepada elemen-elemen lain di dalam acara. Hanya memberikan hiburan gampangan, sementara potensi entertainment sebenarnya enggak digali. Aku nonton ini tengah malam, tapi gak sekalipun merasa ngantuk, yang berarti ini acaranya gak bikin bosan kayak Royal Rumble bulan kemaren. Certainly, ini adalah yang terbaik dari show-show yang pernah dilakukan WWE di Arab Saudi. Tapi sesungguhnya ini bisa jadi jauh lebih baik. The Palace of Wisdom menobatkan Becky Lynch versus Lita sebagai MATCH OF THE NIGHT

 

 

 

Full Results:

1. UNIVERSAL CHAMPIONSHIP Roman Reigns mempertahankan sabuk dari Goldberg
2. WOMAN’S ELIMINATION CHAMBER Bianca Belair memenangkan hak menantang Raw Women’s Champion di WrestleMania
3. TAG TEAM Ronda Rousey dan Naomi mengalahkan Charlotte dan Sonya DeVille
4. SINGLE Drew McIntyre menghajar Madcap Moss
5. RAW WOMAN’S CHAMPIONSHIP Becky Lynch tetap juara ngalahin Lita
6. SMACKDOWN TAG TEAM CHAMPIONSHIP batal tanding, why even mention this…
7. WWE CHAMPIONSHIP MAN’S ELIMINATION CHAMBER Brock Lesnar jadi juara baru

 

 

That’s all we have for now.

Remember, in life there are winners.
And there are losers.

 

 

 

 
We are the longest reigning BLOG KRITIK FILM TERPILIH PIALA MAYA.

 

WWE Royal Rumble 2022 Review

Awal tahun 2022 menyimpan kejutan buat penggemar WWE seantero Indonesia. There’s some rumbling about the Rumble. Ya, acara WWE dikabarkan bakal resmi tayang di platform streaming Disney+Hotstar, dan Royal Rumble 2022 bakal jadi acara premiernya. Berita gembira ini bukan datang tanpa drama. Setelah sempat rame di sosmed, pemberitaan soal penayangan tersebut hilang dari dunia maya. Link-link beritanya jika diklik hanya membawa ke halaman kosong. Setelah sempat suudzon sama Peacock/Hulu sebagai distributor resmi WWE di Amerika, aku pun bersorak histeris ketika Disney+Hotstar merilis poster dan trailer Royal Rumble. Yang berarti kabar penayangan itu ternyata beneran, dan kita-kita penggemar WWE tidak perlu susah-susah lagi subscribe Network ataupun memupuk dosa dengan menonton di link bajakan. Kita akhirnya bisa ikut seru-seruan nonton WWE secara live, gak perlu lagi takut-takut mantangin sosmed dan kena spoiler.

rumblebrock-lesnar-wwe-royal-rumble
Sekarang, kita bisa ngasih spoiler duluan!

 

 

Yang jelas, kejadian ini kudu dirayakan. Iya dong. Tahun ini resmi didistribusikan di Indonesia, siapa tahu tahun depan WWE bakal ngadain show live di GBK. WWE kembali melirik pasar Indonesia, yang telah berani nge-ban mereka sejak 2006. Maka, aku, yang sudah sekitar empat bulan ini absen nonton dan mengulas WWE – sebagai bentuk ngambek tayangan WWE kualitasnya jongkok di tempat (yaiyalah mana ada jongkok sambil jalan-jalan) – memutuskan untuk comeback. More hype than ever. Tapi juga more judgemental than ever. Karena kini aku udah seperti penggemar baru. Aku hanya tahu sebagian kecil storyline. Aku gak banyak tahu pemain-pemain baru. Antisipasiku gak memuncak untuk surprise-surprise. Aku jadi membayangkan diriku ini sebagai orang yang baru nonton WWE, orang yang lihat di platform kesayangan mereka ada acara gulat, dan coba menjajalnya. Aku ingin mencoba menjawab apakah WWE Royal Rumble ini bisa tampil menarik/punya appeal buat penonton casual, entah itu yang udah lama gak nonton WWE atau yang sama sekali belum pernah menonton. Apakah jika ini benar-benar pertama kalinya aku nonton WWE, acara ini bisa membuat aku suka.

So yea the stakes are high. And so does the opening match. Roman Reigns melawan Seth Rollins. Kurasa penonton awam cukup familiar dengan dua nama ini. Karena memang mereka adalah salah dua dari nama terbesar yang dipunya WWE era modern. Keduanya kharismatik. Keduanya sama-sama hebat di atas ring, baik itu beraksi maupun bercerita sebagai karakter. Benar saja, pertandingan mereka memperebutkan sabuk juara di acara ini akan sangat menghibur bagi mata manapun yang melihatnya. Bagi penonton yang setidaknya tahu riwayat mereka, match ini adalah tentang riwayat tersebut. Yang circled back ke masa kini. Reigns dan Rollins yang dulu satu tim tapi pecah karena Rollins berkhianat. Alur pertandingan kali ini merefleksikan itu semua, dengan poetic justice berupa role yang bertukar. Rollins tampil dengan musik dan pakaian tim lama mereka saja sudah cukup untuk bikin penggemar menggelinjang. Bagi penonton baru, match ini menarik karena aksinya bakal penuh drama. Ini adalah perfect hook buat ke partai berikutnya.

Pertandingan Royal Rumble cewek. Ya, bagi yang belum tahu: WWE sekarang memang sudah punya mode pertandingan-pertandingan besar yang dilangsungkan khusus untuk pegulat wanita. Yang seringkali gak kalah serunya ama versi cowok. Seperti Royal Rumble Cewek kali ini. Buatku, para superstar cewek berhasil menyuguhkan laga yang lebih menghibur. Ada lebih banyak nostalgia juga, buat penonton lama. Aku ngakak ketika musik sirene annoying berkumandang dan muncullah si Ivory dalam balutan dress putih yang tertutup rapat. Kontan saja aku terflashback ke jaman 2000an saat tim Right to Censor sering banget muncul jadi buzzkill. Dan gak cuma nostalgia. Ada lebih banyak momen-momen yang memanfaatkan karakter dari superstar yang ikut bertanding. Seperti saat Molly Holly yang datang gimmick superheronya bertemu dengan Nikki A.S.H. yang juga menggunakan gimmick superhero di era modern. Dan ngomong-ngomong soal kostum, interaksi antara Sasha Banks yang berdandan mirip Sailor Moon dengan Melina yang bergaya just like her legendary gimmick juga super duper fun.

WWE selalu jago dalam menampilkan surprise. Streamku sempat macet di menjelang akhir pertandingan Cewek ini. Bener-bener berhenti di itungan ketiga saat countdown kemunculan the next peserta Rumble. Dan begitu streamingnya lancar lagi, aku sudah mendengar lagu “I don’t give a damn about my reputation!” Seketika itu juga aku langsung berdiri jingkrak-jingkrak di sofa. Ronda Rousey balik dan langsung bikin geger arena. Rousey juga sempat diberikan momen bekerja sama dengan Shayna Baszler, sahabatnya di dunia real-fight, yang kusayangkan cuma WWE gak membuat mereka sebagai the final two. 

rumble960
Charlotte harusnya dapat treatment yang sama dengan Muhammad Hassan di Royal Rumble 2005; dikeroyok sampai tereliminasi oleh para superstar lain

 

Memang, belakangan ini WWE gak benar-benar kuat dalam bidang membangun antisipasi. Ini actually adalah salah satu alasan kenapa aku sempat berhenti menonton. WWE used to be great at both surprise and anticipation. Tapi sekarang, misalnya contoh Rousey ataupun Rollins yang ujug-ujug datang mengenakan gimmick The Shield tadi, WWE hanya kuat di menjaga kejutan saja. Membangun antisipasi semakin sering dinomorduakan. Bukti yang paling terasa di match ini adalah soal Mickie James. Juara dari perusaahan gulat sebelah, Impact, yang diundang untuk bertanding di Royal Rumble. Kejadian sebesar ini – WWE akhirya membuka ‘pintu terlarang’ dan mengakui ada gulat lain selain mereka – direveal begitu saja di sosial media. Tidak ada pembangunan antisipasi lanjutan. Dan saat match, Mickie James walaupun diperlakukan dengan penuh hormat sebagai juara, hanya seperti berada di sana. Padahal sebenarnya di atas ring saat itu ada Women’s Champion WWE. Tapi intensitas ataupun interaksi mereka tidak pernah digali. WWE menganggap kejadian ini cuma bagus untuk suprise di sosmed aja, mereka enggak melihat potensi storyline dari situasi tersebut. 

Antisipasi dan surprise. Keduanya sebenarnya tidak bijak untuk dipisahkan. Seperti countdown Royal Rumble itu sendiri. Mereka perlu untuk menghitung mundur dari sepuluh, supaya antisipasi terhadap siapa superstar yang bakal masuk bertanding, sehingga kemunculan tersebut dapat menjadi kejutan yang maksimal. 

 

Ini berdampak kepada pertandingan Royal Rumble Cowok. Mickie James yang nyebrang brand itu jadi dianggap sebagai bentuk dari antisipasi kejutan yang lebih besar oleh penonton. Itulah sebabnya kita mulai berspekulasi sendiri. Jangan-jangan nanti ada superstar Impact lain di partai cowok. Jangan-jangan ada superstar dari acara gulat lain. Tentu saja itu semua hanya ekspektasi kita. Pertandingan tersebut jadi kita tonton dengan mengharap surprise yang kita percaya atau kita adakan sendiri. Tau dong apa yang terjadi jika terlalu banyak berharap? Pertandingan Royal Rumble Cowok jadi terasa menjemukan. Tidak ada surprise (at least, tidak ada surprise yang kita harapkan) Ini membunuh momentum pertandingan tersebut. Pertandingan yang memang sedari awal sudah datar, berlubang botch (aduh Kofi Kingston riwayatmu kini) dan hampir sangat-sangat obvious hasil akhirnya bakal seperti apa. Aku menonton ini vibenya udah kayak Royal Rumble 2004. Cuma sekadar “oh” dan “meh”.

Pertemuan singkat AJ Styles dengan Robert Roode at one point of the match jadi penawar buat penonton. Komentator juga ngomporin pake kalimat “There are massive ‘impact’ between these two”. Para superstar memang terlihat bersenang-senang, apalagi banyak juga dari mereka yang baru pertama kali tampil. Tapi kupikir mereka belum benar-benar konek ke penonton. Aku yang udah lama gak nonton mau gak mau memperhatikan musik entrance. Banyak musik-musik baru, bahkan pemain lama juga musiknya ternyata udah ganti. Berganti menjadi sesuatu yang terdengar generic dan gak membantu untuk karakterisasi mereka. Soal antisipasi ini, Johnny Knoxville did a better job dalam membangun build up kemunculan Jackass ketimbang yang dilakukan oleh WWE haha.

rumble17587459
Kenapa Knoxville jadi mirip sama si Noob Noob dari kartun Rick and Morty?

 

Aku sebenarnya udah excited banget untuk pertandingan antara Brock Lesnar melawan Bobby Lashley. Apalagi video promo perseteruan mereka yang diputar sebelum match benar-benar seperti diedit untuk menguatkan narasi bahwa ini adalah pertemuan impian, pertarungan antara dua powerhouse yang udah buktikan diri di ajang kompetisi bela diri beneran tingkat dunia. Namun antisipasi ini tidak bertemu dengan hasil akhir yang memuaskan. Jauh lebih intens videonya ketimbang actual match. Maklum sih, WWE juga punya kepentingan (selalu punya kepentingan) untuk memajukan narasi atau storyline. Kita cuma bisa berharap ke depannya (soon in near future) Lesnar dan Lashley bisa bertemu kembali dalam pertandingan yang lebih serius. 

 

 

 

Jadi, untuk menjawab pertanyaanku sendiri: Royal Rumble ini sebenarnya tepat sekali untuk memperkenalkan kembali WWE kepada penonton di Indonesia. Banyak kejutan dan nostalgia yang sudah disiapkan. Aku bisa bayangin penonton bakal excited melihat Edge tag-teaman dengan istrinya, ngeliat anak Mysterio sekarang sudah jadi high flyer mumpuni ngikutin jejak bapaknya, ngeliat Jackass, ngeliat drama dan aksi, tertarik untuk pengen tahu kelanjutan story, serta bersorak melihat beragam superstar lama yang muncul menghibur untuk satu malam. Tapi aku tak yakin acara ini saja cukup untuk menggaet penonton yang sama sekali baru. Masih penasaran, mungkin. Tertarik untuk sesekali ngikutin, mungkin. Tapi benar-benar ngefans, susah juga. Wong fans benerannya aja masih jauh dari kata puas menyaksikan ini. The Palace of Wisdom menobatkan Women’s Royal Rumble sebagai MATCH OF THE NIGHT

 

 

Full Results:

1. UNIVERSAL CHAMPIONSHIP Seth Rollins menang tapi gak juara karena Roman Reigns kena diskualifikasi
2. 30-WOMAN ROYAL RUMBLE Ronda Rousey comeback dan langsung menang
3. RAW WOMEN’S CHAMPIONSHIP Becky Lynch tetap juara ngalahin Doudrop
4. WWE CHAMPIONSHIP Juara Bertahan All Mighty Bobby Lashley menang atas Brock Lesnar
5. MIXED TAG TEAM Edge dan Beth Phoenix menghajar The Miz dan Maryse
6. 30-MAN ROYAL RUMBLE Brock Lesnar masuk di nomor 30 dan menang!

 

 

 

That’s all we have for now.

Remember, in life there are winners.
And there are losers.

 

 

 

 

 
We are the longest reigning BLOG KRITIK FILM TERPILIH PIALA MAYA.

 

Money in the Bank 2021 Review

 

Sebagai manusia kita ngertilah soal keselamatan dan resiko. Sedapat mungkin, kita biasanya nyari yang resikonya paling kecil, like, kalo lagi nyebrang kita akan cenderung untuk milih nunggu ampe benar-benar kosong sebelum menyeberang daripada harus berjalan cepat-cepat di antara seliweran kendaraan dengan resiko tertabrak. Makanya, gak banyak dari kita yang bisa ikut main-main saham. Dalam investasi keuangan, ada yang namanya risk dan reward, dengan prinsip semakin tinggi resiko, maka rewardnya pun akan semakin gede pula. Kenapa kita ngomongin ini di artikel gulat? Karena WWE punya pertandingan yang juga berhubungan dengan ‘money’ dan prinsip risk-reward tersebut.

Pada Money in the Bank – sebagaimana yang diberitahukan dengan epik oleh video pembuka acara ini – resiko itulah yang menjadi reward. Ketika kalian harus bersaing dengan tujuh superstar lain, berebut naik tangga untuk meraih koper berisi kontrak kejuaraan, mau tak mau kalian harus mengambil semua resiko. Cedera, luka, patah tulang, semua itu akan menjadi reward, bersama dengan kesempatan emas. 

 

Inilah kenapa Money in the Bank selalu jadi jaminan seru (kecuali mungkin MITB tahun lalu yang lebih mendekati ke arah lucu). Hampir dipastikan, kita bakal mendapat aksi-aksi seru karena para superstar akan ngegas melakukan apa saja dengan tangga-tangga tersebut untuk memastikan lawan-lawannya tetep bobok cantik di lantai. Faktor lain yang bikin seru adalah bahwa biasanya pemenang pertandingan ini tidak terduga. Bahkan jika bisa diduga pun, pemenang MITB biasanya selalu adalah superstar fresh alias wajah baru dalam title pictures. Karena memang konsep MITB difungsikan sebagai ‘tangga’ untuk menaikkan talent papan tengah menjadi superstar papan atas. Main Eventer. Dan dua faktor seru itulah yang persisnya kita dapatkan dalam dua pertandingan MITB pada acara Money in the Bank kali ini. 

Nikki A.S.H (Almost Super Hero) memenangi partai MITB cewek dalam sirkumtansi yang bener-bener cocok dideskripsikan sebagai ‘tak-terduga’. Bukan saja karena gimmicknya yang sekarang ternyata lebih dianggap serius ketimbang gimmick ‘cewek edan’ dia yang dulu, tapi juga karena kemenangan Nikki – cara match ini berakhir – terasa sangat berbeda sekali. People surely will be divided by this. Kalian bakal either suka, atau enggak. Kemenangan Nikki terasa kayak playful take dari skenario yang mungkin pernah kita ucapkan saat nonton drama MITB. You know, sekali dua kali mungkin kalian pernah ‘capek’ juga ngeliat superstar ngambil koper kelamaan dan sibuk ganti-gantian manjat, sehingga kalian bilang “Langsung ambil aja kek”. Kemenangan Nikki terasa kayak seperti itu. Hebatnya, in the end, momen itu tetep terasa spesial. Karena keseluruhan match-nya sendiri memang enggak keren-keren amat. In fact, partai MITB cewek ini tampak lebih soft. Impact dari aksi-aksinya banyak yang ditolong oleh cut camera. Ironisnya, WWE mungkin gak mau ngambil resiko lebih banyak terhadap superstar cewek dalam waktu Bayley cedera cukup lama ini. Tapi dalam cahaya yang lebih positif, aku percaya dalam partai pembuka show ini – yang juga berarti partai pembuka dari acara yang akhirnya bisa ditonton langsung oleh fans ini – WWE pengen ngepush karakter ketimbang aksi. Makanya kita lihat Liv Morgan dan Alexa Bliss, yang sama-sama fans favorite, diberikan kesempatan bersinar dengan character-work mereka. Begitu juga dengan Tamina dan Natalya yang perlu untuk membangun kharisma sebagai juara tag-team.

mitbd3cb7ed531b58f17-600x338
WWE mengganti penyebutan Nikki menjadi Nikki A.S.H karena Nikki Ash kedengarannya kayak Nikki pan(sensor)

 

Sebaliknya pada partai MITB cowok yang muncul belakangan, barulah fans mendapat apa yang sudah lama diinginkan. Single push untuk Big E! Fans sudah lama menunggu gebrakan besar seperti ini sejak Big E dipisah dari tim New Day. Tapi dari yang terlihat di acara ini, aku punya dugaan kalo chapter Big E dengan rekan-rekan New Day bakal punya lanjutan sedikit. Aku akan ngomongin nanti, sebentar lagi, saat bahas match Kofi Kingston dengan Bobby Lashley.  For now, match MITB partai cowok ini sendiri juga sangat seru. Penuh oleh sekuen di mana kedelapan superstar akan berusaha naik tangga bergantian, menyerang dengan moves gede bergantian, dan setiap sekuen tersebut selalu diakhir dengan ‘punchline’ yang benar-benar keras. Salut buat Kevin Owens yang paling banyak kebagian jadi receiving end ‘punchline-puncline’ tersebut. Pertandingan ini juga dipakai untuk meneruskan storyline antara Drew Mcintyre dengan Jinder Mahal (yang bukan peserta match) sehingga jadi punya layer dan kedalaman. Pertandingan ini bahkan terasa extend ke luar sebab WWE menggunakan sket komedi sebelum pertandingan ini dimulai. Sket yang berfungsi untuk memperkuat karakterisasi beberapa superstar yang akan berlaga, yang nantinya menambah konteks adegan saat mereka beneran berantem di ring. Sket komedi itu berupa Riddle dan Shinsuke Nakamura, bersama Rick Boogs, ngerock bareng nyanyiin lagu tema Randy Orton, dengan Kevin Owens ‘terpana’ – ngeliatin sambil kayak, “Ini lawan gue nanti? ckckck” – di belakang mereka. I genuinely laughed at that scene.

Demi menyambut fans kembali ke arena, WWE tampak lebih bermurah hati. Mereka sudah mempersiapkan fans untuk pulang dengan excited dan bergembira. Karena tiga match terakhir acara ini berlangsung dengan sangat menghibur. MITB cowok yang penuh aksi-aksi tadi, lalu match Rhea dan Charlotte yang kuat banget di storytelling (ugh yea, aku gak nyangka aku harus bilang suka sama match yang ada Charlotte-nya) dan main event antara Reigns lawan Edge yang penuh drama. Plus WWE punya kejutan di akhir match tersebut.

Ada begitu banyak development dari awal hingga ke akhir pertandingan Rhea Ripley melawan Charlotte. Konteks seteru mereka dilandaskan dengan gemilang oleh video package, dan kemudian pertandingannya sendiri sudah seperti film! Alur match mereka udah kayak ada babak-babak tersendiri. Dari Rhea yang confident, ke Charlotte yang lebih ‘senior’ mulai menghormatinya, ke keduanya sama-sama desperate, dan berakhir pada low point pada kedua karakter, dengan karakter yang lebih licik berhasil memenangkan pertandingan. Aku gak suka sama Charlotte – is not even gak suka karena heelnya dia bagus – Aku juga berpikir Charlotte gak perlu nambah angka kejuaraan. Tapi both Charlotte dan Rhea bercerita dengan baik di sini. Mereka melakukannya dengan excellent sembari beraksi dengan sangat-sangat kuat. Aku selalu suka dengan pertandingan yang bercerita dengan baik, seperti ini. Dan kedua superstar berhasil. Pertandingan mereka benar-benar terlihat seperti kejuaraan tingkat elit. Not even chant “We want Becky” dari penonton membuat mereka slow the match down.

Main event, however, akan membuat kita bernostalgia sama pertandingan di era Attitude dan Ruthless Agression. Karena punchlinenya adalah drama seperti yang biasa kita lihat pada WWE jaman 2000an. Interferensi curang, wasit yang gak sengaja terjatuh, berantem brutal hingga ke pinggiran ring, susul menyusul finisher. Paruh akhir Edge melawan Roman Reigns superseru! Perfect match untuk partai terakhir, kejuaraan pula. Tapi match ini punya dua masalah. Pertama, paruh awalnya lambat banget. Dengan cerita mereka yang sudah memanas, seharusnya pertandingan dimulai dengan langsung ngegas aja. Kedua adalah durasi yang kepanjangan. Pertandingan Edge, sejak dia kembali berlaga di atas ring, selalu punya masalah ini. Edge no doubt punya passion tak tertandingi terhadap gulat. Kita tahu dia cinta sama bisnis ini, dan dia rela ngambil resiko supaya bisa terus melakukan apa yang ia cintai ini. Sehingga, menurutku, Edge sebenarnya tidak perlu lagi untuk membuktikan semua itu. Dia enggak perlu untuk melakukan match yang ekstra panjang. Kita semua respek Edge, dan percaya dia lebih dari sekadar “pemain lama yang balik nongol sesekali”. But I do think there’s an ‘ego’ here. Sama kayak nulis, yang kadang-kadang sebenarnya kepanjangan dan kita perlu untuk mengedit diri sendiri. Aku pikir, Edge juga perlu untuk ‘mengedit’ pertandingan yang hendak ia lakukan seperti demikian.

mitblashmitb-1000x600
New Day perlu bikin game sendiri sebagaimana Bobby Lashley perlu untuk nge-squash Kofi Kingston di sini

 

Dua pertandingan lagi yang belum kusebut sebenarnya enggak jelek, cuma memang adalah low-point dari acara ini. Kejuaraan Tag Team antara A.J. Styles dan Omos melawan Viking Raiders seharusnya bisa jadi kontes yang brutal, tapi yang kita lihat hanyalah match yang kikuk.  Secara formula, tag team ini solid. Tapi karena sebagian besar Omos-lah yang ada di driver seat, maka kekikukan itu kentara. Omos benar-benar mengintimidasi saat dia diam, dan saat dia dalam mode menyerang. Namun begitu dia harus ngesell gerakan lawan, Omos ini hampir sama ‘anggun’nya dengan Great Khali. Dia mestinya bisa mengimprove ini dengan diberikan kesempatan untuk mengeksplor sisi vulnerable karakternya. Jangan melulu diberikan tugas untuk ngesquash.

Berbeda dengan Lashley lawan Kofi Kingston, yang memang harus dibuat sebagai squash. Kofi harus dihajar habis-habisan di sini, karena ini adalah cerita Lashley tentang dia yang membuktikan dirinya tidak berubah menjadi soft. Ini adalah push bagi Lashley, untuk mempersiapkan dirinya menghadapi Goldberg, seperti yang sudah diberitakan. Membuat Lashley sedikit kepayahan melawan Kofi aja bakal membuat kredibilitas partai gede itu turun. Lashley butuh untuk benar-benar tampak kuat. Kita toh berharap Lashley yang bakal menang atas Goldberg, kan? Dibantainya Kofi juga membuka peluang untuk satu lagi storyline, yakni Big E. Seperti yang sudah kusinggung dikit di atas. Saat kemenangan MITB Big E, komentator sempat menekankan bahwa Big E bisa menantang juara brand yang ia pilih. Mengingat Reigns bakal sibuk dengan John Cena yang made a very surprising and welcome return, Big E bisa saja mampir ke Raw untuk ‘menyelamatkan’ teman-temannya. Benturan physical antara Lashley dan Big E certainly akan membantu kedua-duanya untuk menjadi karakter yang lebih kuat.

mitbe8a705f436ba6b7a-1200x675
ICONIC!!

 

 

2021 benar-benar tahun yang aneh. Aku gak nyangka bakal senang lihat John Cena balik, bakal gak marah lihat Charlotte menang sabuk lagi, dan aku gak nyangka bakal bilang match yang involving A.J. Styles adalah match yang paling lemah dalam satu acara WWE. But hey, mungkin ini justru menunjukkan betapa standar Money in the Bank 2021 memang tinggi! Storyline demi storyline fresh terset up dengan baik untuk membuat kita excited menunggu SummerSlam, ada Seth Rollins-Edge, Roman Reigns-John Cena, Alexa Bliss-Nikki, possible Big E-Lashley, dan bahkan Jinder Mahal-Drew McIntyre. Untuk penilaian, well, meskipun Charlotte dan Rhea certainly lebih kuat, tapi karena aku gak suka Charlotte dan ini seharusnya subjektif, maka aku menobatkan Money in the Bank cowok sebagai MATCH OF THE NIGHT.

 

 

Full Results:

1. WOMEN’S MONEY IN THE BANK LADDER MATCH Nikki A.S.H mengungguli Alexa Bliss, Liv Morgan, Asuka, Zelina Vega, Tamina, Natalya, Naomi
2. RAW TAG TEAM CHAMPIONSHIP Juara bertahan A.J. Styles dan Omos mengalahkan Viking Raiders
3. WWE CHAMPIONSHIP Almighty Bobby Lashley menghajar Kofi Kingston 
4. RAW WOMEN’S CHAMPIONSHIP Charlotte merebut sabuk dari Rhea Ripley
5. MEN’S MONEY IN THE BANK LADDER MATCH Big E dapat koper ngalahin Riddle, Ricochet, Seth Rollins, Kevin Owens, Shinsuke Nakamura, John Morrison, Drew McIntyre
6. UNIVERSAL CHAMPIONSHIP Roman Reigns retain atas Edge

 

 

 

That’s all we have for now.

Remember, in life there are winners.
And there are losers.

 

 

 

 

 
We are the longest reigning BLOG KRITIK FILM TERPILIH PIALA MAYA

 

 

Hell in a Cell 2021 Review

 

Terhitung hingga ulasan ini beres ditulis, ada empat puluh delapan pertandingan Hell in a Cell yang telah diselenggarakan oleh WWE sejak pertama kali diciptakan 24 tahun yang lalu. Dari otak Jim Cornette-lah pertandingan kandang neraka ini berasal. Cornette melakukan ‘lempar batu sekali, dua burung kena’ saat menciptakan itu.

Konsep Hell in a Cell ini originally bukan sebagai gimmick pertandingan semata, melainkan juga untuk memperkenalkan karakter baru. Idenya adalah mereka ingin munculin karakter baru yang seram dan kuat di luar batas wajar manusia sebagai counterfeit dari karakter Undertaker. Musuh-abadi dari pegulat dengan kekuatan supernatural tersebut. Jadi membangun situasi untuk mendukung ‘ilusi’ karakter baru tersebut, supaya penonton dalam sekali lihat bisa langsung percaya bahwa monster ini adalah ancaman yang legit untuk Undertaker. Jadi, mereka membuat kandang, menempatkan Undertaker dengan Shawn Michaels (juara saat itu yang suka bermain curang dengan dibantu oleh rekan-rekannya) untuk bertanding di dalam, dan ngebuild up kandang tersebut sebagai struktur kuat yang akan menjamin tidak akan ada yang bisa mengganggu dua superstar yang bertanding di dalamnya. Dan datanglah Kane. Monster dengan topeng, dengan lampu merah redup dan ilustrasi api seolah dari neraka. Mencabik pintu kandang dengan gampangnya. The rest are history. Cornette sukses berat membentuk Kane, dan Hell in a Cell itu sendiri sebagai yang akan diingat oleh penonton selamanya.

Kenapa aku malah membahas kejadian berpuluh tahun lalu alih-alih langsung ngereview pay-per-view yang baru saja kita saksikan? Well, tentu saja untuk membandingkan. Yang tentu saja berkaitan erat dengan menilik keadaan produk WWE sekarang ini. Hell in a Cell jadi studi kasus yang menarik, karena jelas sekali dari sejarahnya tersebut, pertandingan ini benar-benar dibangun dengan konsep yang baik. Pertandingan WWE di tahun segitu benar-benar terkonsep dengan baik. Di era modern ini, sebaliknya, Hell in a Cell hanya terasa sebagai environment. Gimmick tanpa ada bobotnya. Malah, Hell in a Cell berubah menjadi pay-per-view yang selalu ada setiap tahun; tidak lagi dilangsungkan karena kebutuhan skenario. Kayaknya langka sekali sekarang ada match Hell in a Cell yang benar-benar memanfaatkan struktur kandang itu sendiri, entah itu untuk storyline seperti yang dilakukan Jim Cornette pada awalnya, atau sekadar untuk hardcore-hardcorean seperti yang dilakukan oleh Undertaker dan Mick Foley.

Beruntungnya kita, dalam acara yang disebut sebagai pay-per-view terakhir yang berada dalam kandang Thunderdome ini (bulan depan WWE akan kembali tampil di depan penonton di dalam arena), dua match Hell in a Cell yang diberlangsungkan sangat mewakili HIAC di era kekinian dan di era lampau!

 

Pertama adalah main eventnya; Drew McIntyre lawan Almighty Bobby Lashley. Pertandingan Hell in a Cell mereka sangat terkonsep. Udah kayak match di jaman dulu itu. Di sini, kandang itu benar-benar kembali difungsikan sebagai ‘penangkal gangguan’. Dibuild-upnya adalah supaya Lashley tidak bisa dibantu oleh MVP, manajernya. Karena stake McIntyre juga dibuat gede; ini adalah kesempatan terakhirnya untuk menantang kejuaraan. Jika dia kalah, maka dia tidak bisa lagi menantanng kejuaraan ini selama masih dipegang oleh Lashley. See, ada desain di baliknya, ada stake dalam cerita. Inilah sebabnya kenapa partai ini berhasil membuat aku tertarik untuk nonton lagi. Not gonna lie, belakangan ini memang minatku untuk ngikutin Raw dan Smackdown berkurang jauh. Aku bahkan gak bergairah untuk mengulas WrestleMania Backlash bulan lalu – karena aku benar-benar benci sama namanya hahaha… Cerita Lashley dan McIntyre – walaupun pertandingan mereka kerap diulang-ulang – tak pelak membuat aku penasaran juga sama eksekusi konsepnya.

hiac20210620_HIAC_Bliss-c1b03933a430ade45d9cf464e2be6a43
Di samping itu, aku juga tertarik sama Bayley-Bianca, Alexa Bliss, dan Roman-Mysterio (yang sayangnya dicancel dari acara)

 

For the most part, the match was really great. Cerita dan konsep itu dengan cepat dipick up oleh kedua superstar yang memainkan ‘tarian’ dengan tempo cepat. Dan, katakanlah, brutal. Karena memang banyak menggunakan senjata-senjata, seperti kursi, kendo stick, meja, steel step, dan lain-lain. Mereka juga mainnya keras banget, jadi semakin terasa urgennya pertandingan ini. Terutama bagi McIntyre yang berhasil bikin dia kelihatan perlu banget untuk menang. Konsep Hell in a Cell itu dimainkan dengan baik saat ternyata justru McIntyre-lah yang membuat kandang itu bisa ‘dijebol’ oleh MVP. Sayangnya, cerita yang dimainkan di sini mulai terasa payah saat masuk ke pilihan ending. Dan inilah salah satu penyakit dari penulisan WWE jaman sekarang ini.

Mereka tau mereka punya talent-talent yang luar biasa. Mereka terbukti bisa memanfaatkan talent tersebut untuk match yang seru. Namun seringkali match akan berakhir kentang karena WWE gak punya visi storyline yang jelas. Mereka hanya mengulang formula yang sama. Sehingga banyak match WWE jadi terkesan jelek, berkat ending yang tidak memuaskan. McIntyre dan Lashley udahan lewat pin yang simpel. Begitu juga dengan Cesaro dan Seth Rollins yang matchnya kita saksikan cukup seru. The right person is winning, hanya saja cara kalahnya selalu entah itu terasa tidak konklusif, atau tidak membantu apa-apa terhadap superstar yang kalah.   

Contoh terparah dari kasus ini dapat kita lihat pada pertandingan antara Rhea Ripley melawan Charlotte. Man. Aku gak ngerti kenapa WWE terus saja memprotek Charlotte padahalnya harusnya mereka ngepush Rhea, si juara, yang actually disukai oleh penonton. Dalam match ini keliatan banget, Charlotte dibikin kuat sementara Rhea tampak seperti orang yang seperti berusaha keras untuk membuktikan diri berada di level Charlotte. Storyline kayak gini oke saat Rhea baru debut tahun lalu. Tidak sekarang. Match mereka berakhir awkward oleh DQ yang seolah Rhea terdesak banget. Partai mereka ini harusnya jadi final buat feud mereka, dengan dilangsungkan di Hell in a Cell. Tapi kita semua tahu, alasan match ini tidak di dalam kandang dengan aturan no-dq itu adalah karena WWE enggan membuat Charlotte kalah bersih.

hiacbobby-lashley-drew-mcintyre-hell-in-a-cell
Paduka Anak Emas sendiri sering membuktikan bahwa dirinya tak lebih pantas untuk dipush dibandingkan orang lain.

 

Partai Hell in a Cell kedua (meskipun lebih tepatnya pertama, karena jadi partai pembuka) tidak punya konsep. Persis kayak HIAC modern kebanyakan. Hanya pertandingan dengan senjata, di dalam kandang. Kandangnya tidak digunakan maksimal, paling cuma untuk benturin-benturin musuh dan dipanjat-panjat dikit. Namun toh, pertandingan ini tetap asik untuk diikuti karena Bayley (I called her ‘Lady Loki of WWE’) dan Bianca Belair benar-benar sudah matang dalam permainan karakter masing-masing. Terutama Bayley, karakternya sudah fleksibel banget. Sehingga, kalah pun gak bakal melukai karakternya. They know this dan benar-benar bermain sesuai keunggulan masing-masing. Kita melihat penggunaan rambut Belair dalam cara yang lumayan kreatif. Begitu juga dengan taktik heel Bayley yang gak kalah kreatifnya. Jika ini bukan Hell in a Cell, aku akan berikan nilai tinggi untuk match ini. Really. Satu-satunya hal bego di sini cuma Michael Cole yang sekali lagi membuktikan dia ngomentari match itu sambil baca skrip doang. Bayley belum ngambil double kendo stick aja, si Cole udah bilang duluan hahaha…

 

 

WWE memang masih jadi tempat tujuan jika kita mencari hiburan gulat yang gak sekadar aksi, tapi juga kuat di karakter. Cuma memang, nonton WWE ini kudu siap sebel aja. Karena bookingannya yang seringkali menurunkan nilai match-match yang tadinya sudah bagus. WWE bagus dalam gimmick match, tapi mereka terlalu cuek dan gampang banget mengorbankan konsep dan gulat itu sendiri. Match Alexa Bliss dan Shayna Baszler misalnya, it’s nothing melainkan cuma untuk nunjukin Alexa kini punya ilmu hipnotis/merasuki orang. Dua HIACnya ada yang kuat di konsep, tapi eksekusi malesin, dan ada juga yang menghibur tapi gak ada konsep. Pada akhirnya memang, gulat standar (tapi dimainkan dengan penuh passion dan chemistry) seperti yang disuguhkan – berkali-kali kepada kita – oleh Sami Zayn dan Kevin Owens lah yang menjadi MATCH OF THE NIGHT

 

 

Full Results:

1. SMACKDOWN WOMEN’S CHAMPIONSHIP HELL IN A CELL Bianca Belair bertahan sebagai juara atas Bayley
2. SINGLE Seth Rollins mengalahkan Cesaro
3. SINGLE Alexa Bliss ngalahin Shayna Baszler
4. SINGLE Sami Zayna beat Kevin Owens
5. RAW WOMEN’S CHAMPIONSHIP Charlotte menang DQ dari juara bertahan Rhea Ripley
6. WWE CHAMPIONSHIP HELL IN A CELL Almighty Bobby Lashley tetap juara mengalahkan Drew McIntyre 

 

 

 

That’s all we have for now.

Remember, in life there are winners.
And there are losers.

 

 

 

 

 
We are the longest reigning BLOG KRITIK FILM TERPILIH PIALA MAYA