Tags
2019, action, comedy, drama, friendship, funny, live, love, marvel, review, sequel, spoiler, superhero, teenager, thought
“Treated like children but expected to act like adults”
Blip – peristiwa di mana separuh penghuni Bumi lenyap oleh jentikan Thanos – mengakibatkan cukup kekacauan untuk membuat hidup sosial menjadi awkward. Yang selamat kini menjadi lima tahun lebih tua, karena waktu berjalan normal bagi mereka. Sementara orang-orang yang menjadi korban – kemudian dikembalikan oleh Hulk ke dunia dalam Avengers: Endgame (2019) – tetap di usia yang sama saat mereka menghilang meskipun seharusnya umur mereka sudah nambah lima tahun. Mereka ini yang harus menyesuaikan diri dengan orang-orang di sekitar yang tadinya lebih muda menjadi sebaya – atau bahkan lebih tua daripada mereka. Meskipun Spider-Man: Far from Home menggambarkannya dengan ringan dan membuat kita tertawa karena sepertinya hal tersebut tampak sangat komikal, tapi sesungguhnya dampak Blip tersebut enggak jauh-jauh amat dari yang kita duga. Blip memaksa remaja untuk menjadi lebih tua dari mereka seharusnya.
Karena remaja di dunia nyata pun menghadapi hal yang sama seperti Peter Parker, MJ, dan teman-teman setiap harinya; kecanggungan berinteraksi sosial di mana orang-orang mengharapkan mereka untuk bertindak seperti orang dewasa sekaligus masih meremehkan karena mereka dianggap masih kecil.
Sulitnya mengarungi hidup di masa remaja, di mana kita ingin dianggap dewasa tapi gak mau dihadapkan sama tanggungjawab orang dewasa, menjadi tema besar dalam sekuel dari Spider-Man: Homecoming (2017) garapan Jon Watts ini. Disimbolkan oleh kegalauan Peter Parker memilih prioritas hidupnya. Meskipun sudah diingatkan oleh Nick Fury bahwa dirinya sudah pernah bertempur di luar angkasa, Peter Parker masih merasa belum siap untuk menjadi pahlawan-super pembela kebenaran seperti Avengers. Seperti Tony Stark, mentor sekaligus figur ayah baginya. Mungkin sepatu besi itu memang terlalu besar untuk diisi. Atau mungkin Parker menyadari tanggungjawab pahlawan super begitu besar, dan bahkan bisa beresiko besar terhadap dirinya dan orang-orang sekitar. Yang jelas, saat study-tour bersama teman-teman sekelasnya, Parker cuma ingin satu hal. Bisa berliburan bersama M.J. Tapi trip mereka ke kota-kota di Benua Eropa somehow bertepatan dengan koordinat kemunculan monster-monster elemental. Membuat Parker harus memilih. Meneruskan hidupnya bersama teman-teman sebagai remaja yang mulai mekar rasa cinta. Atau mengemban tugas berat bersama Nick Fury dan Mysterio; seorang superhero dari dimensi lain untuk mengalahkan para monster dengan mempertaruhkan segala hal, termasuk masa remajanya tersebut.

What would Tony Stark do?
Seperti Homecoming, Far from Home juga bekerja terbaik sebagai film remaja. Ini udah kayak film remaja dengan topeng superhero. Kuatnya keinginan Parker terhadap M.J. sampai-sampai membuat kita bisa lupa loh kalo ini film superhero. Dan mereka berdua ini memang cute banget relationshipnya hhihi. Sutradara Jon Watts berhasil membangun elemen cinta-remaja ini sebagai fondasi yang menggerakkan sekaligus sebagai salah satu pilar cerita. Karena elemen tersebut merupakan faktor penting untuk menunjukkan kedewasaan Parker. Dan film sangat bijaksana dalam menangani proses pendewasaan ini. Parker tidak lantas dibuat sebagai si serius hanya karena dia sudah mengalami apa yang ia alami sebagai salah satu dari Avengers. Parker juga tidak digambarkan depresi atau terhanyut oleh dukanya terhadap Tony Stark. Parker dipersembahkan kepada kita sebagai cerminan remaja diri kita saat menghadapi masalah. Kita pengen bareng teman-teman. Kita pengen ‘liburan’ dari semua itu. Kita pengen menyerahkan beban itu kepada orang yang lebih dewasa. Menjadikan kita lebih takut akan kehilangan semua itu, lebih dari takut terhadap monster. Remaja punya ‘masalah penting’ sendiri, dan butuh proses untuk menyortir itu semua. Itulah yang disebut dengan pendewasaan. Dan apa yang terjadi pada Peter Parker dalam film ini menggambarkan itu semua dalam tingkatan yang lebih super, karena elemen superhero yang dimiliki oleh cerita.
Salah satu yang banyak dipertanyakan penonton pada Homecoming adalah soal Spidey yang gak punya ‘spider-sense’. Di film ini ternyata terbukti bahwa ‘spider-sense’ merupakan bagian dari proses pendewasaan si Spider-Man sendiri. Ada development yang dapat kita lihat mengenai kemampuan unik Spidey tersebut dalam film ini yang berhubungan dengan pembelajaran inner journey yang disadari oleh Peter Parker.
Makanya Tom Holland tampak sangat cocok dan nyaman bermain sebagai Peter Parker. Holland juga sedang dalam pendewasaan menjadi tokoh ini, film membuat mereka – Parker dan Holland – seperti tumbuh bersama. Sehingga kita mendapat satu karakter yang tampak benar-benar hidup. Aku sendiri gak akan punya masalah melihat Tom Holland terus memainkan Spider-Man, I mean, cukuplah gonta-ganti reboot-reboot lagi superhero yang satu ini. Lantaran mereka sepertinya sudah menemukan yang sangat pas. Chemistry awkward Holland dengan tokoh-tokoh lain juga sangat mengena. Khususnya kepada Zendaya yang menjadi MJ Aku suka banget couple ini. Zendaya juga benar-benar cool memainkan versi karakter Mary Jane (meskipun namanya di sini adalah Michelle Jones) paling cool yang pernah aku lihat dalam film-film Spider-Man.
Di antara mencoba menarik perhatian MJ, dengan bersosialisasi bersama teman-teman, Parker juga harus beraksi memenuhi panggilan Nick Fury. Membuat film ini pun harus beranjak menggarap adegan aksi yang dipenuhi oleh efek-efek CGI yang menawan. Aksi Far from Home digarap dengan lebih intens dibandingkan film pendahulunya, kita merasakan stake, sebab Spidey di sini benar-benar digenjot untuk terus bergerak dan mengambil keputusan. Pun aksi di sini terasa lebih spesial lantaran berhubungan dengan kekuatan Mysterio. Buat penggemar komik ataupun game Spider-Man pasti sudah tahu siapa dan apa yang bisa dilakukan oleh Mysterio. Buat yang belum tahu, aku gak akan bilang banyak selain kekuatannya berhubungan dengan ilusi. Film melakukan ilusi-ilusi tersebut dengan sekuen aksi yang luar biasa. Untuk originnya sendiri, film mengambil cerita yang berbeda dengan versi komik sehingga Mysterio dalam film ini masih punya kejutan untuk para penggemarnya. Meskipun memang untuk penonton yang mengerti bagaimana film terstruktur, cerita sudah bisa tertebak. Agak sedikit obvious; mengingat Spider-Man yang ragu – malahan hampir seperti tak ingin – menjadi superhero, maka antagonis haruslah seseorang yang actually pengen dipanggil sebagai superhero. Penampilan Jake Gyllenhaal, however, membuat Mysterio karakter yang layak untuk diperhatikan, regardless. Dia membuat kita percaya, sebagaimana Mysterio membuat banyak tokoh di film ini percaya. Padahal sebenarnya banyak yang masih harus dimasukakalkan jika kita memperhatikan motivasi ataupun ke-plausible-an tindakan dan ‘cerita’ tokoh ini.

Tom Holland ada di Holland
Jika kita melakukan reach untuk melihat di balik keseruan menonton drama remaja superhero ini, maka sesungguhnya kita akan melihat banyak hal-hal yang patut dipertanyakan. Film menjawab itu semua dengan membuatnya sebagai komedi. Dan komedi dalam film ini memang berjalan efektif. Membuat kita tertawa. Membuat kita melupakan yang sebelumnya kita pertanyakan. Film menggunakan humor bukan hanya sebagai hiburan, melainkan juga sebagai alasan. Peristiwa Blip tadi, misalnya. Sehabis Endgame, internet meledak oleh teori-teori penonton tentang bagaimana film tersebut gagal memperlihatkan dampak pemulihan Blip terhadap kemanusiaan. Apakah Avengers masih bisa disebut sebagai pahlawan. Far from Home memberikan jawaban atas teori-teori penonton tersebut, tapi mereka tidak benar-benar menjawab melainkan ikut bermain-main dengannya. Efektif memang, kita merasa sudah terjawab dan puas oleh tertawa.
Akan ada banyak momen seperti demikian; ketika film mulai gak masuk akal dan mengalihkan perhatian kita dengan menyambungnya – dalam tingkatan tertentu mengubahnya – menjadi adegan kocak. Contoh yang paling ‘menggangguku’ adalah adegan yang melibatkan Spider-Man dengan kereta api. Film membawa kita melewati fase ini dengan cepat begitu saja saat kita diberikan aftermath yang berupa adegan komedi. Rombongan sekolah Parker juga sebenarnya hanya berfungsi sebagai transisi komedi. Mereka ada di sana, tidak pernah benar-benar berada dalam bahaya, hanya untuk melontarkan celetukan-celetukan lucu sembari menunggu untuk diselamatkan. Dan mengingat ada empat kali bencana yang mirip terjadi, maka porsi menyelamatkan mereka terasa lumayan repetitif. Malahan sedikit memaksa. Karena film harus terus memperlihatkan dua ‘habitat’ Parker ini; teman sekolah dan rekan menyelamatkan dunia.
Sebagai yang langsung menyambung runut kejadian Avengers: Endgame, juga sebagai film yang membungkus phase ketiga dari Marvel Cinematic Universe, film ini punya tanggung jawab besar untuk menjelaskan banyak hal. Dia memilih melaksanakan tugasnya dengan nada komedi. Komedi menjadi lebih penting lagi saat cerita remaja yang diusung harus memiliki kepentingan sebagai episode superhero. Jadi film berusaha menyeimbangkan tone cerita yang ia miliki. Untuk sebagian besar waktu, dia berhasil. Kita mendapat tontonan yang menyenangkan di atas petualangan cinta yang membuat kita gregetan. Kita terinvest ke dalam semua aspek ceritanya, tidak hanya ingin melihat Spidey beraksi. Semuanya terasa punya kepentingan sehingga menontonnya tidak bosan. Ceritanya sendiri pun terasa segar karena untuk pertama kalinya kita dapat cerita solo Spider-Man yang berlangsung di banyak tempat selain New York. Semua hal tersebut actually adalah ilusi yang dilakukan oleh film. Dan di momen-momen ketika kita ‘berkedip’, adakalanya kita melihat sesuatu yang tampak jelas disembunyikan oleh komedi dalam film ini, dan kita sadar cukup banyak yang agak maksa dalam film ini. Tapi di samping semua itu, film ini menyenangkan. Aku suka gimana mereka membuat tokoh-tokohnya berbeda dari yang kita kenal. Dan benar-benar excited setelah menyaksikan mid-credit scene film ini!
The Palace of Wisdom gives 7 gold stars out of 10 for SPIDER-MAN: FAR FROM HOME
That’s all we have for now.
Kalimat judul ‘Far from Home’ bisa diartikan sebagai gambaran posisi Peter Parker yang sudah jauh dari remaja normal. Bahwa dia punya tanggungjawab, dan dia harus melaksanakannya. There’s no turning back. Sehubungan dengan itu, bagaimana sih pendapat kalian tentang remaja yang dituntut harus mengemban tanggung jawab orang dewasa? Haruskah?
Share with us in the comments
Remember, in life there are winners.
And there are losers.
We?
We are the longest reigning BLOG KRITIK FILM TERPILIH PIALA MAYA.
Waaa gercep bgt mas. Aku jg br bgt selesai nonton, dan bener, rasa2 ftv gt ya filmnya hahaha. Sesungguhnya aku enjoy ntn film ini tapi entah knp ngerasa kurang ‘marvel’ aja gt, apa krn bobot asmara parker-mj lebih besar dari bobot superheronya ya? Udah gt kayak cm begitu aja masalahnya
Dan setuju, aku lebih excited ntn midcredit sm aftercreditnya, lebih dapet serunya😁
LikeLike
adegan beres kreditnya ngagetin banget ya ahahaha, jadi gasabar nunggu film berikutnya
mungkin karena diniatkan sebagai ‘epilog’ fase ketiga MCU kali ya, jadi supaya kita senang aja gitu, lebih dibuat manusia aja
LikeLike
iyaaa, bener bener buka dunia baru lagi di mcu. dan aku baru kefikiran ini mas; kalo memang happy ada hubungan sm aunt may, apakah happy adalah the next uncle ben? hahaha
LikeLike
tapi itu di akhir, kayaknya mereka ‘putus’ deh hahahaa.. soalnya gak kompak kan jawabnya pas ditanya Parker. Kayak Happy nya doang yang ngarep, May cuma nganggap teman huhuu
LikeLike
Koreksi dikit, Bang. MJ di MCU bukan Mary Jane. Tapi siapakah gitu, lupa, di Homecoming disebut kok.
Asik ya Far From Home. Related sama kehidupan tour anak sekolah, kayak yg liat2an di bis, pdkt, ada temen yg suka ke orang yg sama, ada yg jadian, dan ada yg bingung mau nembak apa ga. Hahaha… Ceritanya enak sih, ngalir aja. Polanya bisa dibilang mirip sama Captain Marvel. Trailernya si baik, tapi ternyata jahat. Kalo Captain Marvel, trailernya si jahat, tapi ternyata si baik. Saya suka sama bagian Spider-Man kehabisan jaringnya. Suka aja gitu kalo ngeliat keterbatasan dari si kuat. Hal yg sama ketika saya lebih suka liat Iron Man pra Infinity War, soalnya masih ada suara ‘ngik ngik’ pas dia bergerak. Ada keringkihan di situ. Hahaha.. Overall menyenangkan lah ini Far From Home. Setelah diuyek2 di Endgame, ini penutup yg pas lah. Dan after credit scenesnya bener2 ngasih tanda tanya besar. Marvel ngerti banget sama penontonnya.
LikeLike
iya bener, Michelle namanya kalo ndak salah di Homecoming yaa.. mungkin Mary Jane diganti jadi Michelle ini, asal semoga jangan ada tokoh Mary Jane juga di Spider-Man ini, nanti Parkernya galau kayak si Doel milih Zaenab atau Sarah ahahaha
bener, tokoh action yang ada ‘kelemahan’ itu yang bikin asik untuk ditonton, kita jadi makin peduli karena dia masih bisa kalah
LikeLike
“Dituntut mengemban tanggung jawab orang dewasa,” – pertanyaanmu, Mas, wkwkwk. Btw aku dulu kok gak pernah merasa ada tuntutan ya? I mean, ketika transisi dr usia belasan ke 20-an. Secara nasihat ya nggak ada sih, keinginan dr ortu untuk bagaimana2. Let it flow aja. Makanya kadang aku fail juga, tp disatu sisi aku merasa sudah cukup sukses (mampu bertanggung jawab) untuk ukuran usiaku saat itu. Jika dibanding dgn adikku di usia yg sama. So menurutku, ada atau nggak nya tuntutan tsb, disampaikan atau tydac, ortu kudu bener2 liat anaknya seperti apa. Ada anak yg ngerti sendiri, ada yg gak ngeh (klo gak diarahkan bener). IKI REVIEW FILM SPIDEY ATAU OH MAMA OH PAPA TO YOOO…. wkwkkwk
LikeLike
ahahaha oh mama oh papa, jadi kebayang Parker curhat disuruh kerja sama Nick Furry
tanggungjawab itu juga gak bakal turun kalo kita memang gak mampu ya, jadi sebenarnya lebih pada kepercayaan – ada yang melihat kepercayaan sebagai tanggungjawab, dan itu bisa menekan kayak si Spidey ini
LikeLike
Kak ga ada niatan mau review parasite?? maaf oot
LikeLike
ada dong, sore ini rencananya aku mau pergi nonton
LikeLike
Kacamata pemberian tony stark juga sebuah scene yang —wah kereenn—-
LikeLike
pengen punya ini! ahahah ..kalah deh kacamata detektif conan xD
LikeLike
Gw sedih sih pas peter ketemu Happy dia harus mastiin kalo itu Happy beneran, walaupun diakhiri dengan komedi. Dan, seperti yang gw tebak dr awal si Mysterio ehmehm. Tp gak akan nyangka dia pake kostum cg wkwkw. Mysterionya juga mirip sama Megamind, yang nyiptain musuh sendiri. Btw, gw ngakak di credit scene ada bos koran yang di spiderman tobey.
LikeLike
yang aku gak nyangkanya ternyata film ini membuat seolah si Quentin Beck itu udah ada di film ironman yang dulu
hahaha bos spiderman legendaris itu xD
LikeLike
Kok gw jadi pengen nonton Civil War terus zoom bagian BARF hahahaa
LikeLike
oitu di Civil War ya adegannya, oiya! penasaran beneran ada Quentin gak di sana ahahaha
LikeLike
Loh bang film yesterday ga di review nih? Premisnya menarik sih
LikeLike
wah kalo Yesterday kayaknya aku memang skip di bioskop deh
LikeLike
Kog aku expect nya final fight nya ada scene mirip ky now you see me saat jack wilder berantem sm mark ruffalo (sorry lupa nama tokoh nya).
LikeLike
hahaha karena sama-sama main ilusi ya?
LikeLike
Ya jelas repetitif, wong “Nick Furry” dan Mysterio mengatur destination tripnya supaya tepat dengan tempat musuhnya muncul hahaha. Tapi mereka ga pernah terancam ya, ga tegang malah lucu.
Lihat elemental udah habis di tengah juga udah kelihatan siapa antagonisnya. Cuma aku rada bingung pas Spiderman pertama kali melawan ilusi. Rasanya penjelasannya kurang. Sampai Happy telponan sama Nick, aku baru yakin Nick itu beneran masih hidup dan yang dibunuh itu cuma ilusi. itu kekuatan Mysterio atau dari teknologi ya ilusi gitu mas?
LikeLike
iya, adegannya gitu-gitu melulu jadinya
Dari teknologi, Mysterionya gak punya kekuatan apa-apa selain akting dan master teknologi – mirip versi lebih kere dari tony stark ya dia haha
LikeLike
Unik sih tapi ya. Selain ga ada kekuatan, Mysterio dibantu banyak orang barisan sakit hati sama Tony Stark hahaha. Itu gimana nasib Peter setelah mid credit tuh. Dia ga bisa hidup normal lagi dong ya hehehe.
LikeLike
ini fresh banget loh situasinya, zaman internet sekarang kayaknya memang udah susah buat superhero nyembunyiin identitas, jadi filmnya took the next step ngasih tau jati diri spiderman ke dunia, sekaligus membuatnya paling dibenci – ini versi lebih ringan dari John Wick kena excommunicado kayaknya hhihihi
LikeLike
pada akhirnya Peter Parker mengalami nasib yg sama dengan “ayahnya” Tony Stark yaitu sama2 identitasnya terbongkar.. bedanya Tony melakukan dengan gaya paling flamboyan dan ngeselin hhahaha..
LikeLike
bener juga ahahaha… bedanya si Peter kejebak yaa hhihi
LikeLike
Pingback: SPIDER-MAN: FAR FROM HOME Review — MY DIRT SHEET | nichateukhaedotnet