TOM AND JERRY Review

“Fighting in and of itself is not a threat to the relationship.”
 

 
 
Dibuat pada tahun 1940an, Tom and Jerry adalah masa kecil bagi banyak sekali orang. Abang-kakak kita suka. Emak-bapak kita tahu. Heck, bahkan mungkin ada yang nenek atau kakeknya punya kenangan duduk manis di hari Minggu pagi nontonin kucing dan tikus itu kejar-kejaran. We all love Tom and Jerry. Dulu aku setiap kali pergi ngerental vcd film dan smekdon, kalo si rentalnya gak ada uang kembalian, aku selalu minta kembaliannya dijadiin kaset Tom & Jerry aja. Hahaha enggak ding, maksudnya Tom & Jerry selalu tak ketinggalan untuk ikut kusewa. Nonton kartun mereka itu rasanya gak pernah bosan. Slapstick dan tingkah polah Tom yang ngejar Jerry yang usil selalu sukses bikin ngakak, gak peduli udah ditonton seberapa kalipun. That’s how timeless they are.
Tapi generasi kekinian, bisa jadi gak kenal ama Tom dan Jerry. Dan memang untuk itulah film ini dibikin. Kisah kejar-kejaran mereka dihidupkan kembali melalui dunia campuran animasi kartun dengan lingkungan nyata. Namun sayangnya pembuat film ini malah seperti lupa tujuan tadi. Di tengah dunia berisi manusia dan hewan-hewan kartun tersebut, film ini tersesat. Film ini malah menghabiskan waktu lebih banyak tanpa membahas Tom dan Jerry itu sendiri.
Sutradara Tim Story dan penulis naskah Kevin Costello sebenarnya udah kayak memojokkan diri mereka sendiri in the moment mereka memutuskan untuk “yok bikin film Tom dan Jerry kekinian, yook”. Karena si Tom dan Jerry itu sendiri adalah karakter yang tidak bicara. Dengan begitu, cerita pun harus distretch out; Story dan Costello jadi menggunakan karakter manusia dan karakter kartun lain untuk role bicara. Secara garis besar, outline konsep film ini sebenarnya sudah cukup jelas. Karakter Tom dan Jerry akan menghidupkan suasana lewat kejar-kejaran dan humor-fisik, sedangkan cerita akan dikembangkan lewat karakter manusianya. Namun Story dan Castello tidak tampak confident dalam mengembangkan komedi ala Tom dan Jerry. Entah karena ragu Tom & Jerry bisa tertranslasikan dengan sukes buat selera modern atau karena mereka simply gak mengerti apa yang membuat Tom dan Jerry itu digemari. Pembuat film tidak melakukan hal baru terhadap kejar-kejaran kucing dan tikus ini. Mereka hanya mengulang sketsa di kartun, untuk nostalgia. Di sisi lain, karakter-karakter manusia yang dibuat jadi vital itu juga gagal dikembangkan. Tak lebih dari karakter tumpul dan membosankan.

Bayangkan kalo Tom dan Jerry kejar-kejarannya di Hotel Cecil

 
Dari sinopsis IMDB-nya, film ini sebenarnya difungsikan sebagai semacam origin; kisah gimana Tom dan Jerry bertemu, kisah gimana kejar-kejaran abadi mereka bermula. Namun dari menonton film ini, tidak tampak seperti itu. Tom dan Jerry seperti sudah musuhan sejak lama, dan film ini tuh terasa seperti hanya satu episode dari episode kejar-kejaran mereka. ‘Origin dari kejar-kejaran’ mereka itu juga gak spesial-spesial amat. Jerry melihat Tom ngamen di taman, dan Jerry mengganggu Tom karena Jerry butuh duit. Gitu doang. Di sini, Jerry itu homeless, dia mencari tempat tinggal dan sampailah dia ke Hotel Royal Gate yang mewah. Tom si kucing yang jadi pianoless berkat Jerry, dendam dan mengejar si tikus hingga ke Hotel Royal Gate. Sementara itu ada manusia bernama Kayla (film kedua Chloe Grace Moretz di tahun 2021. Also, film keduanya di tahun 2021 yang zonk!) yang lagi jobless, sehingga dia akhirnya ‘mendapat’ kerja di Hotel Royal Gate. Di Hotel itulah konflik dan chaos terjadi. Kayla ditugasi mengusir Jerry, Kayla minta bantuan Tom, dan mereka harus cepat dan discreet about the job karena beberapa hari lagi akan ada pesta nikahan bergengsi di hotel tersebut!
See, ceritanya saja sudah langsung bermasalah. Keberhasilan pesta nikah itulah yang jadi tujuan ‘petualangan’ Kayla, atau Tom, atau Jerry, atau whoever the protagonist is. Alih-alih membahas (atau menghibur) dengan aksi Tom ngejar Jerry sambil saling ‘menyakiti’ pake benda-benda berat — which is the true selling points of Tom and Jerry, film malah fokus ke… pernikahan. Kenapa kita harus peduli sama pernikahan tersebut saat filmnya sendiri gak pernah benar-benar mengaitkan kepentingan pernikahan tersebut dengan journey Kayla, Tom, ataupun Jerry. Kita disuruh peduli sama pasangan interracial yang hendak nikah itu. Kupikir tadinya mereka adalah selebriti beneran, kayak cameo gitu. Tapi ternyata tidak, mereka karakter cerita. Yang disebutkan punya banyak penggemar, dan pengen wedding yang mewah (pake gajah!), tapi mempelai wanitanya sebenarnya enggak setuju-setuju amat. Kita disuruh peduli karena di cerita itu mereka orang terkenal, dan kita selalu suka ngikutin drama orang terkenal walaupun rekaan kan?
Not!
Kita nonton ini karena ingin melihat Tom dan Jerry. Banyak-banyak! Kita mau lebih banyak adegan seperti saat Tom nyebrang kabel listrik, berusaha mencapai Jerry yang lagi ngadem di jendela hotel. Tapi di sini mereka udah kayak karakter sampingan. Udah kayak karakter comedic-relief di antara adegan-adegan drama manusia yang karakternya random.

I get it. Film mungkin memang sedang membandingkan relationship unik antara Tom dan Jerry dengan pernikahan. Tom dan Jerry sering kejar-kejaran dan berantem, tapi mereka toh langgeng. Kisah mereka tak lekang waktu. Ketika harus baikan, mereka bisa kok jadi sahabat yang tak-terpisahkan. Supaya hubungan asmara bisa langgeng seperti itu, kita bisa meniru mereka. ‘Perlu’ sesekali bertengkar. Karena sesungguhnya bukan ribut dan berantem itu yang bikin renggang.

 
Dunia yang dihuni manusia dan hewan-hewan kartun itu sebenarnya menarik. Harusnya film mengeksplorasi ini lebih jauh. Tapi cerita malah dikurung di hotel. Hotel yang punya aturan gak boleh ada binatang, tapi karakter ceritanya pada selow aja bawa hewan-hewan ke hotel. Jadi, larangan itu gak dijadikan sebagai eksplorasi atau bahkan sebagai konflik. Kayla di sini tu enggak diam-diam nyelundupin hewan, dia mau ngusir tikus. Jadi aturan tersebut, setting hotel tersebut gak punya pengaruh sama sekali kepada karakter Kayla, atau Tom, atau Jerry. Film ini tuh kayak “Hey, ini situasinya bisa menarik” /  “Nah, let’s make it simple and dumb”

Mari setiap beberapa menit sekali kita rangkum cerita lewat merpati yang ngerap!

 
Si Kayla itu karakternya aneh. Dia nipu untuk mendapatkan kerja di hotel. Tapi arc-nya gak pernah benar-benar terbentuk sebagai cerita seseorang yang harus berbuat demikian, kemudian menyesal, dan berusaha redeem herself. Cerita Kayla dibuat untuk asik-asikan doang, dan dia nyesal dan berubah itu sama sekali gak ada perjuangan naik turunnya. Datang gitu aja sesuai durasi. Dibilang baik, enggak juga. Dibilang jahat, ya gak segitunya. Dibilang lucu, dia garing. Dia cuma ada di sana, mengambil tempat sebagai pusat cerita. Dan kita gak peduli sama dia. Emangnya kenapa kalo dia gagal nangkap Jerry. Emangnya kenapa kalo dia sampai ketahuan nipu. Emangnya kenapa kalo Jerry sampai dius… lupakan, gak bakal ada yang bisa nangkap Jerry – that mouse is slick!. EMANGNYA KENAPA KITA HARUS PEDULI SAMA WEDDING DUA SELEB-PALSU?!!
Semua stake film ini lemah, dan salah satunya dikembangkan dengan gak niat. Kita hanya peduli pada kejadian kocak yang terjadi pada Tom dan Jerry. Kenapa begitu susah untuk film ini memberikan itu kepada kita. Aku mulai berpikir film ini gak paham yang namanya komedi. Begini, ada banyak pemain komedi dalam film ini. Ada Michael Pena yang jadi atasan Kayla. Ada Ken Jeong yang jadi kepala koki di hotel. Ada Patsy Ferran yang jadi bell-girl. Tapi film ini gak ngasih apa-apa untuk mereka semua. Tidak ada dialog-dialog lucu. Bahkan one-liner konyol pun tidak ada. Yang dianggap sebagai komedi oleh film ini tu adalah ketika seseorang bicara sendiri, atau melakukan hal awkward sendiri, terus dia jadi tengsin karena diliatin atau malah karena lawan bicaranya sudah pergi. Hanya itu. Talenta komedian cuma mereka suruh begitu.
 
 
Sebenarnya Tom dan Jerry udah punya film-panjang, keluar tahun 1992. Full-animation. Sehingga film tersebut seenggaknya masih menampung spirit utuh dari serial kartunnya. Nah, di film baru ini, Story dan Costello yang udah membawa Tom Jerry ke setting dan konsep visual baru, tak punya banyak pilihan selain menampilkan karakter Tom dan Jerry seoriginal mungkin. Mereka kembali pada karakter yang tidak bicara. Role bicara diberikan kepada karakter-karakter manusia, dan karakter kartun yang lain. Akibatnya Tom dan Jerry jadi bener-bener kehilangan suara. Story dan Costello kesusahan mengembangkan cerita dari komedi Tom dan Jerry yang biasa. Mereka membuat sesuatu yang lebih seperti sebuah drama karakter manusia. Tapi itupun tidak maksimal karena penulisan yang punya mindset bahwa film untuk anak-anak harus dibuat sesimpel mungkin. Karakter manusia hampa semua. Dan parahnya kita terjebak pada mereka. Tom dan Jerry-nya cuma sesekali menghiasi layar, and we know we want more of them! 
The Palace of Wisdom gives 1 out of 10 gold stars for TOM AND JERRY
 
 
 
 

 

That’s all we have for now.
Menurut kalian bagaimana pertengkaran bisa menjadi penting dalam suatu relationship?
Share  with us in the comments 
Remember, in life there are winners.
And there are losers.
 

 
 
We?
We are the longest reigning BLOG KRITIK FILM TERPILIH PIALA MAYA

Comments

  1. sursursurusur says:

    buat ditonton dan ngarepin ngilangin stres aja menurutku kelewat boring wkwk, kayak versi malesnya film film keluarga 90an. yg bikin nonton sampe abis juga cuma buat ngeliat ekspresi sitkom chloe moretz tiap scene doang wkwkw

    • arya says:

      Hahaha bener tuh, dibandingkan ama film keluarga 90an yang sering ditayangin di tv aja film ini lebih membosankan.. Kasian si Chloe, filmnnya belakangan ini gak ada yang bener xD

  2. Alid Abdul says:

    Wah film ini masuk daftar tonton, sejak muncul trailernya gak sabar pengen nonton. Tapi gak setuju klo generasi sekarang nggak kenal Tom n Jerry. Ponakanku yang TK saja tahu kok. Video-video banyak bertebaran di YouTube loh. Jadi mereka nontonnya via YT.

    • arya says:

      Wah keren berarti ponakan mas, seleranya keren. Adikku yang SD, pas dikasih tonton kartun Tom Jerry, reaksinya: “Ih ini mah niruin Oggy and the Cockroaches!” wkwkwk

  3. Dyka says:

    Ane blm nonton film ini, tapi begitu baca review nya dan lihat sepotong scene nya di gambar ane berpendapat. Memasukkan unsur kartun kedalam adegan akting manusia sungguhan adalah ide yg benar2 salah. Hal ini juga pernah terjadi dlm film Leony tunes : Space Jam.
    Kartun di paksa masuk dlm dunia manusia, dan manusia di paksa bertingkah konyol seperti karakter kartun.

    • arya says:

      Hollywood tu suka banget kalo ada kartun:themovie pasti bikinnya si tokoh kartun di dunia manusia asli. Padahal gak mesti gitu juga sih. Kenapa gak pure di dunia kartun aja, toh orang suka kartun ya karena kartunnya itu. Kenapa harus selalu ada manusia asli yang ngambil spotlight cerita. Suka aneh emang haha

Leave a Reply to iksanCancel reply