“If you want to lift yourself up, lift up someone else”
Akuisisi besar-besaran Disney terhadap 20th Century Fox sukses bikin para penggemar superhero Marvel menggelinjang sejak 2018. Soalnya X-Men dan beberapa IP karakter Marvel lain yang muncul sebagai bagian dari permulaan genre ini di era 2000an, ada di bawah naungan Fox. Dengan membeli Fox, berarti sekarang Disney bisa leluasa meluaskan jagat semesta Marvel Cinematic Universe dengan karakter-karakter superhero ikonik seperti geng X-Men yang lisensinya kembali jatuh ke tangan Disney. Ini kan momen yang gede banget buat penggemar superhero. Istilahnya, setelah sekian lama superhero Marvel terbagi, sekarang mereka bisa bersatu di bawah naungan studio yang sama (kecuali geng Spider-Man nih yang masih alot urusannya). Sebuah momen yang rasa-rasanya kok ya pantas dijadikan film. Bayangkan menceritakan superhero pindah studio dengan segala komplikasi dan candaan yang bisa dihasilkan dari sana. Pasti lucu dan seru sekali. Dan itulah yang persisnya dilakukan Shawn Levy pada film ketiga dari Deadpool. Sutradara ini tahu bahwa tidak ada lagi ‘tempat’ yang lebih tepat untuk membahas penggabungan ini – merayakan beserta seluruh nostalgianya – selain pada bingkai dunia Deadpool, yang memang dikenal lewat kelemesan mulutnya dalam nge-break the fourth wall.
Namun nanti bagaimana dengan cerita si Deadpool itu sendiri? Well, seperti yang terpampang nyata pada judul, di film ini dia tidak sendiri. Tidak, jika Wade Wilson ingin dunia yang berisi teman-teman dan orang tercintanya selamat. Jadi ceritanya, universe atau timeline Deadpool akan segera menghilang, karena sudah tidak lagi stabil. Mainly, karena anchor-being nya, yakni Logan alias Wolverine sudah tiada. Oleh TVA – organisasi yang berwenang terhadap semua universe – Wade diberikan kesempatan. Atau mungkin tepatnya, pilihan. Wade bekerja untuk mereka, atau tetap tinggal dan ikut menghilang bersama seantero semestanya. Sebagai seorang Deadpool yang pada dasarnya liar – nakal – brutal, Wade memilih aksinya sendiri. Dia pergi lintas semesta, mencari Wolverine untuk dibawa ke semestanya. Tapi Wolverine yang didapatkan oleh Deadpool adalah Logan yang sedang dalam titik terendah dalam hidupnya. Keadaan semakin ribet bagi Deadpool karena TVA menganggap mereka berdua bikin kacau, sehingga dua superhero yang sikapnya berlawanan ini dibuang ke Void. Tanah buangan karakter-karakter yang tidak punya tempat di semesta manapun.
So yea, pada intinya ini film sebenarnya kisah buddy trip adventure. Dan kayaknya memang di antara karakter superhero komik, yang paling hits untuk dipasangkan, ya Deadpool dan Wolverine. Dari segi aktor aja, Ryan Reynolds dan Hugh Jackman udah sama-sama ikonik dan gak bisa lepas dari tokoh superhero komik mereka masing-masing. Mereka sama-sama kayak born to play these roles, gak kebayang kalo orang lain yang meranin Deadpool dan Wolverine. Plus, peran mereka ini punya history yang butuh untuk segera diperbaiki. Kita butuh interaksi Deadpool dan Wolverine yang bukan dari film X-Men Origins: Wolverine (2009)! Lalu dari segi karakter, dua superhero ini udah ngeceklis formula buddy trip dengan perfect. Dua tokoh sentral yang punya karakterisasi berlawan. Yang satu karakternya gak bisa diam, heboh, kurang ajar, bercanda melulu. Sementara satunya lebih pendiam, tapi bukan tenang juga, melainkan penggerutu, gak sabaran, dan di cerita versi ini, Wolverine-nya dibikin amat gampang ngamuk. Jadi adegan ‘bonding’ mereka kocak, karena akan meliputi banyak sekali berantem rated-R alias berdarah-darah. Yang jadi semakin seru karena kalo ada satu kesamaan dari mereka, maka itu adalah dua-duanya gak bisa mati. Dan itulah masalahnya. Wolverine dalam lore-nya sudah mati. Bagaimana menghidupkan dia kembali tanpa melecehkan kehormatan cerita sebelumnya? Well, di sinilah ketika MCU sudah menyiapkan jawaban yang menurutku, still merupakan sebuah pedang bermata-dua. Konsep multiverse itu sendiri.
Aku pikir, di sini tu mereka kayak sekalian ‘ngetes air’. Wolverine yang dihadirkan di sini adalah Wolverine yang diambil dari universe/timeline lain. See, konsep multiverse memungkinkan Disney untuk bisa ‘menghidup-matikan’ karakter, it doesn’t matter karena ada infinite versions of that character dalam multiverse mereka. Besok-besok bukan tidak mungkin Iron Man atau Black Widow yang dihadirkan kembali (yah, tergantung aktornya kapan mau ‘nostalgia’ aja) Sebagai penggemar, kita akan happy-happy aja melihat superhero favorit kembali. Tapi secara cerita sebuah big picture – sebagai kesinambungan karena ini adalah cinematic universe – kita gak bisa deny bahwa konsep ini melemahkan stake. Ketika mati tidak lagi jadi resiko terbesar buat karakter, maka apa yang bisa kita pedulikan. Ketika journey mereka selesai lalu dimunculkan lagi – entah itu diulang atau completely different out of nowhere – bagaimana kita mengikuti.
Tapi setidaknya, film ini masih sanggup ngasih muatan cerminan paralel buat kedua tokoh sentralnya. Yakni sama-sama soal menjadi bagian dari tim. Deadpool masih kontinu dari dua filmnya sebelumnya. Dia pengen jadi bagian dari sesuatu. Di awal cerita kita dikasih lihat adegan kocak dia lagi interview, ceritanya lagi ngelamar jadi anggota Avengers. Pembelajarannya masih seputar bagaimana dia yang selfish jadi team player. Sama Deadpool-Deadpool dari universe lain aja dia susah akur hihihi.. Stake dihadirkan dari Deadpool harus berjuang demi keselamatan teman-teman universenya. Sedangkan Wolverine, kadang terasa lebih dramatis. Dia menganggap dirinya screw up, di semestanya teman-teman X-Men pada tewas, dan dia tidak ada di sana bersama mereka. Jadi Wolverine versi ini adalah orang yang mencoba to honor his fallen teammates dengan konflik dirinya merasa pantas untuk sendirian. Journey Wolverine ini ultimately akan mengarah kenapa dia terus memakai kostum kuning-biru yang norak. Menurutku ini merupakan penulisan yang cukup pintar dari film ini. Mereka berhasil membuat hal yang udah jadi kultural bagi fans – hal yang sudah lama dituntut oleh fans terkait Wolverine harusnya pakai kostum sesuai komik – menjadi aspek yang punya arti bagi si karakter itu sendiri.
Pada akhirnya mereka belajar untuk menjadi bagian dari satu sama lain. Bahwa tim bukan harus sesuatu yang besar. Tim cukup circle kecil orang-orang yang dipedulikan. Orang-orang yang ketika kita berjuang demi mereka, akan sama saja dengan berjuang untuk kita sendiri. Karena mereka akan melakukan hal yang sama untuk kita.
Bicara soal menjadi bagian dari tim; film ini kayak pengen bilang “Selamat datang” kepada para superhero dari Fox. Para superhero generasi awal di dunia sinematik, yang tentu saja sangat berbekas bagi kita semua. Film ini bukan hanya ngasih platform buat mereka-mereka agar bisa muncul lagi (dan ngasih kesempatan untuk mengakhiri kisah mereka), tapi juga ngajak mereka bermain-main dengan state genre superhero komik sekarang ini. Kayak ada dimunculin aktor yang meranin dua superhero Marvel yang berbeda karena tadinya beda studio. Ataupun juga dihadirkan karakter superhero yang belum kesampaian untuk difilmkan, sehingga castingnya juga nurut ke fan-casting. World-building film didesain untuk membahas itu semua. Gimana Void yang berupa padang tandus udah kayak dunia Mad Max berisi karakter-karakter atau bahkan konsep yang terlupakan. Gimana TVA udah kayak personifikasi dari Disney itu sendiri; mengatur IP Marvel mana masuk ke timeline mana, dan Deadpool semacam breaking the fourth wall mencari tempat untuk semesta dia. Dunia film ini exciting dan fun, tapi aku juga bisa melihat konsep begini dapat menjadi too much buat penonton casual. Babak awal film ini benar-benar struggle nyari pijakan supaya karakter-karakter superhero ini bisa ‘masuk’ ke dunia MCU. Younger audience yang belum nyicipin era superhero Fox 2000an, malah juga bisa missing out kepada cerita dan candaan. Dan ini perlu dicatat oleh filmnya, bukan kesalahan penonton tersebut. Ketika munculin karakter, harus dibahas. Film ini punya villain menarik, tapi karena fokusnya kurang, jadi terasa kayak one-dimensional.
Sehingga jadi cukup terasa juga ada perbedaan antara Deadpool di bawah Disney ini dengan dua Deadpool sebelumnya saat masih di bawah Fox. Deadpool satu (2016) dan Deadpool 2 (2018) lebih terasa fokus ke cerita Deadpool itu sendiri, ke pengembangannya. Deadpool yang dulu kita puas ngakak melihat tingkah si mulut kasar. Film ‘cerewet’ oleh celetukannya yang kemana-mana. Pada film kali ini, yang cerewet nambah. Film lebih berisik oleh referensi. Oleh nostalgia. This is a great device to generate hoorah. Tapi di waktu yang sama, Deadpool ini jadi terasa lebih ‘jinak’. Mungkin karena basically di cerita ini dia transisi dari antihero berusaha menjadi superhero. Don’t get me wrong, film memang masih tepat menyandarkan aksi dan komedi dari betapa crude-nya Deadpool, kayak dia gunain ally sebagai shield dari berondongan peluru – dengan konteks yang udah dibuild up dia pengen merebut anjing peliharaan dan pistol milik si ally. Kreatif dan kocaknya malah mungkin agak peningkatan dari film kedua. Afterall, ini adalah film yang dijual Disney tetap sebagai rated R. Tapi kiprahnya sebagai film meta itu sendiri yang terasa lebih jinak, dan lebih contained sebagai fan-service aja.
Film Deadpool pertama dijual sebagai film untuk merayakan valentine, film romantis kata si Deadpool. Dan kemudian kita diberondong oleh hal-hal crude dan brutal. Kocak. Film kedua, Deadpool bilang ini film keluarga. Dan sama, muatan keluarganya kuat, tapi hal-hal liar bukan konsumsi anak-anaknya juga tak kalah meriah. Film ketiga ini kayak cuma punya aksi brutal. Sementara singgungan yang sempat dilontarkan Deadpool terhadap konsep multiverse itu sendiri, kurang terasa nendang karena film ini tetap bersandar kepada multiverse sebagai fasilitas mereka menciptakan referensi dan nostalgia. Film ini seperti pengen merobohkan konsep multiverse, tapi gak jadi. Sehingga hampir seperti status quo film ini dan karakter-karakternya antara awal dan akhir, sama. Misi filmnya cuma kayak, mari hidupkan kembali Wolverine. Kinda underwhelmed kalo tadi niatnya mau meluaskan jagat sinematik dengan superhero-superhero ikonik, kan.
Nonton ini buatku teringat excitednya nonton wrestling jaman 2000an, saat WWE membeli WCW dan ECW. Ngeliat superstar ikonik dari brand sebelah muncul satu persatu dan bergulat di ring WWE, menghasilkan kombinasi pertandingan yang dulu hanya bisa dibayangkan. Ngeliat Deadpool, Wolverine, dan superhero Fox 2000an lain di dunia Marvel Avengers, rasanya begitu, Excited. Story buddy tripnya juga seru, benar-benar showcasing hal yang membuat Deadpool dan Wolverine itu ikonik. Makin mengundang excitement, Deadpool dengan konsep metanya paling cocok sebagai ‘tempat’ untuk celetukan menyambut dan bikin kisah tentang penggabungan semesta superhero ini. Film ini seperti cerdas dengan celetukan dan candaan tersebut. Tapi ternyata sampai akhir, gak ada yang terasa benar-benar sebuah tendangan. Film ini justru kayak Deadpool paling ‘jinak’.
The Palace of Wisdom gives 6.5 out of 10 gold stars for DEADPOOL & WOLVERINE.
That’s all we have for now.
Pasangan superhero Marvel mana lagi yang menurut kalian seru kalo dipasangkan, atau malah diversuskan?
Silakan share di Komen yaa
Yang pengen punya kaos film lebaran Siksa Kubur versi My Dirt Sheet bisa pesen di sini yaa (ada 2 model, loh!) https://www.ciptaloka.com/+mydirtsheet/
Bagi kalian melewatkan di bioskop, atau pengen nonton ulang Killers of the Flower Moon, film ini bisa ditonton di Apple TV. Kalian bisa subscribe dari link ini yaa https://apple.co/3QWp4Yp
Remember, in life there are winners.
And there are losers.
We?
We are the longest reigning BLOG KRITIK FILM TERPILIH PIALA MAYA and BEST BOOK REVIEW HORROR & THRILLER EDITION ON TWINKL
Sya nnton x men smua, cma gak tau klo balde segala macem
Pas film selesai, gak tau ya berasa kurang puas aja sama klimaksnya, entahlahh gitu.
(Nyoba komen, biasanya udah nukis panjang gk kekirim2 kaya pas di minus one)
Blade lebih jadul lagi sih kalo gak salah, pemberantas vampir gitu, dibikinnya lebih ke action ketimbang format superhero modern sekarang. Kabarnya mau ada rebootnya tahun depan, ganti pemain. Makanya di Deadpool ini pas adegan mereka nyerbu ke markas Cassandra, ada dialog si Blade nyinggung soal cuma ada satu Blade, dan Deadpool langsung ngeliat kamera gitu kayak bilang ‘oops’
Bener, aku juga ngerasa gitu, aku nyimpulin kurang nendang. Setelah hingar bingar semua universe itu, ternyata akhirnya cuma beda di ada Wolverine dan X-23 aja.
Hahaha maaaaf sekitaran Mei itu memang lagi sering kendala server
Hoalah lgi down to, pantess.
Iya bang, apa yah, berasa endingnya itu udah epik, tapi entah gimana, sampe susah ngejelasinyya hhee.
Pokonya kaya, hah gini doang nih, selesai nih.
Terus gak tau kenapa hype marvel termasuk di indo, di kota sya gitu, biasanya aja gak kaya pas film no way home (trakhir 1 studio penuh) sorak soray wlaupun dihari kerja. Inimah cuma setengah kursi doang aja.
Adegan paling wah, mungkin pas ketemu si johny storm, di sutdio jga pda tepuk tangan kerasa tuh wah nya. Cma kenapa haduh malah di matiin karakternya yah.
Oh ya, entah knapa CGi pas di kepala botak si sodaranya prof x, di beberapa scene kaya kliatan banget editanya gak mulus aga ngeglitch, lumayan ganggu si.
Klo cast fantastic 4 udah kluar blum si bang siapa aja yg meranin? Lucu aja, bisa beda gitu ya pembawaan si criss evans juga
Sama 1 lagi yg bikin kesel, udah nungguin smpe end credit malah gak ada post credit scene clue film laen haha, adanya klarifikasi deadpool yah.
Tapi overall emang suka2 aja si, dibanding yang quantumania (:|) sama ms marvels itu (apaan si ni film),
Emang bener si ya, kayaknya era superhero movie udah cukup redup. Berharap reset DCEU bisa keren ceritanya.
Mungkin juga karena sekarang lagi baru kelar liburan banget, energi penonton pada lesu harus masuk sekolah lagi hahaha.
Di studioku pada kegocek, awalnya pada nyangka Captain America, ternyata Human Torch ahahaha… baru setelah itu kelihatan kerennya akting si Chris Evans, pembawaannya sebagai Johnny memang terasa beda, gak ‘kharismatik’ kayak Capt.
Udah direveal kayaknya cast Fantastic 4, yang ada Pedro Pascal dkk.. aku juga gak ngikutin info2 sih..
Quantumania paling kasian sih ya, udah capek2 build up Kang, eh karena kasus aktornya, terpaksa discrap semua. MCU beralih ke storyline Dommsday. Mungkin karena itu di Void Deadpool ini ada kerangka si Ant-Man, karena konsep dari build up filmnya terpaksa dibuang hahaha
Iya bener. Klo di studio kmaren keknya dah sadar klo bukan capt, jdi pda tepuk tangan, termasuk sya pun rada menganga (literally) smbil tepuk tangan hehe,
Oh ya bener udah di umumin yah, dan kenapa mesti RDJ jdi dr doom yah. Se frustasi itu MCU kayaknya, kalo mau gitu skalian aja cris evan jdiin torch lagi yah.
Harapanku dengan direveal duluan gini, semoga ntar ceritanya benar-benar serius digarap/dijadikan fokus, karena dengan direveal sekarang, berarti tujuan filmnya nanti mestinya udah bukan disurprise2 cameo lagi
Nonton film ini cuma untuk seru-seruan aja, ibarat makan di resto franchise, menu lama yang sempat hilang dan muncul kembali, seperti itu rasanya, kenangan lama kembali tapi masih tetap lapar setelah makan, hehehe. Aku nunggu scene yang memorable di film ini, tapi gak nemu, untung saja pilihan lagu nya enak-enak, jadi berasa seru nonton nya. Seusai nonton, aku baru nyadar bahwa sudah berapa puluh film superheroes yang sudah aku tonton, ck ck ck…
Komen nya kenapa selalu hilang ya, hehehe…
Tapi aku ada kecewa satu lagu. Kirain lagunya Avril bakal dipasang buat momen ‘breakup’ konyol apa gimana gitu, taunya cuma pas adegan naik mobil aja – jadi kayak iklan doang ahaha
Lah hilang gimana, ada kok ini?