Clash of Champions 2017 Review

 

Juara di WWE, berarti kalian kudu siap mempertahankan sabuk emas melawan penantang macam apapun. Namun begitu, di acara Clash of Champions, ada hal lain yang lebih gede yang dipertaruhkan oleh WWE; kemampuan mereka untuk menciptakan drama dan kejutan. Dan ‘lawan’ mereka tentu saja adalah para penonton – penggemar setia jaman now – yang semakin hari semakin pinter.

 

Kejutan yang dihadirkan oleh Clash of Champions sebagai acara brand Smackdown di Boston malam itu adalah; tidak ada kejutan. Setiap hasil akhir pertandingan, siapa pemenangnya, kenapa mereka menang, sudah bisa ditebak oleh fans. WWE, sebagai sebuah bisnis olahraga-hiburan paham betul bahwa yang terpenting adalah bukan apa yang mereka ceritakan, melainkan bagaimana mereka menceritakan. Bagaimana mereka mengolah sesuatu narasi yang sudah ketebak menjadi sebuah pementasan yang intens dan membuat penonton terinvest ke dalamnya. Jadi, beberapa pertandingan di Clash of Champions dirancang penuh oleh drama. Toh, terkadang WWE memang nekat, bercerita dengan mengorbankan aksi adalah resiko yang tak ragu untuk mereka ambil. Pada akhirnya, semua bergantung kepada pilihan kita; ingin menyaksikan gulat profesional sebagai olahraga kompetisi atau bergulat dengan logika dan menikmati itu semua sebagai suguhan film aksi, atau malah, suguhan sinetron.

Natalya dan Genk Juara

 

Dulu masih gampang untuk kita, sebagai penonton, nonton WWE dan flat out tenggelam dalam dramanya. Dulu kita masih sabar untuk suspend our belief selama dua jam acara berlangsung. Aku masih ingat tahun 2000an awal dulu, satu episode Smackdown didedikasikan untuk membangun cerita gimana D-Generation X mengatur acara dengan seenak udel. Pertandingan di acara itu semuanya jelek-jelek, enggak ada yang bersih, dan kita dapat stipulasi norak semacam The Rock dan Mankind harus bertarung memperebutkan kontrak kerja yang digantung di atas pole. Back then, semua penonton menikmatinya. Orang dulu tidak peduli gimana aslinya Kurt Angle adalah atlet beneran, dan digunakan dengan cara yang memalukan – dibuat sebagai pengecut – di televisi. Tetapi tentu saja, sebagai penonton kita punya ekspektasi, dan makin ke sini, penonton semakin cerdas. Kita ingin bisa menikmati acara ini dalam level yang lebih tinggi. Sekarang, semua orang sudah jadi ‘smark’. Smart-Mark. Penonton yang tahu WWE itu udah ada skenario, tapi masih menuntut supaya WWE tampak senyata mungkin. Ketidakpuasan kita inilah yang jadi lawan berat WWE dalam upaya mereka mempertahankan apa yang terbaik yang bisa mereka lakukan; ngedeliver hiburan dalam kemasan aksi yang mendebarkan.

Faktanya adalah susah untuk mengejutkan – memberikan kejutan yang  menyenangkan bagi – fans kekinian. Arus informasi berputar pesat, di internet kita bisa dengan gampang menemukan situasi real maupun kayfabe terkini, rumor-rumor, tentang apa yang terjadi belakang layar WWE. Kita tahu Daniel Bryan akan terlibat dalam storyline Kevin Owens dengan Shane McMahon, bahkan sebelum pertandingan tag team mereka di Clash of Champions diresmikan. Dan saat ulasan ini ditulis, santer sudah kabar kalo this whole match didedikasikan buat kembalinya Bryan beraksi di dalam ring Wrestlemania April nanti. Attitude era penuh oleh match-match ‘terlalu skenario’ seperti yang kita lihat pada match Owens dan Zayn melawan Orton dan Nakamura di sini. Namun apa yang dulu kita bilang seru, sekarang kita bilang kurang ajar. Keempat pegulat yang bertanding sesungguhnya bukan fokus. Alih-alih itu, match ini adalah tentang Shane dengan Bryan, yang digariskan bakal cekcok di saat mereka berdua berperan sebagai wasit. Walaupun penceritaan match ini sangat baik, mereka ngebuild up konflik – bagian favoritku adalah ketika Shane menghentikan hitungannya atas pin yang dilakukan oleh Zayn, yang memnggiring kita ke akhiran yang keren, tapi aksinya tampak salah tempat. Sekuens para wasit itu mengganggu. Nakamura dan Orton gak kebagian spot, dan ini bukan match yang baik karenanya.

Kita lebih menghargai kejuaraan United States yang mempertemukan Baron Corbin sebagai juara bertahan melawan Bobby Roode dan Dolph Ziggler. Meskipun penambahan Ziggler ke dalam partai tersebut tidak berhasil diceritakan dengan menarik. Kita gembira dengan outcomenya, padahal kita sudah bisa menebak – Ziggler dikabarkan bakal hengkang jadi wajar WWE menjamin Ziggler untuk tetap tinggal dengan memberinya sabuk. Kita overlooked bukti-bukti bahwa Ziggler ini sudah lama sekali berada di zona gak-relevan, dan setiap title reignnya sebelum ini selalu berujung tumpul. Tentu saja kita menyukai match ini karena aksinya. Cepet, finishingnya enak dilihat. Sedikit melibatkan storyline artinya kita tahu dengan begini, para superstar tidak terlalu cedera imagenya.

Tapi tentu saja , WWE lebih ngeri jika superstarnya cedera beneran lantaran kebanyakan aksi yang berlebihan. Jadi WWE tentu saja hampir selalu mengambil keputusan sekalipun ada aksi, mereka akan membuatnya singkat. Makanya kita dapat squash match. Untuk menjaga hal tetap menarik, dalam acara ini kita melihat konsep pertandingan yang baru, yakni fatal 4-way tag team di mana kontestan dari keempat kubu masuk bersamaan dan mereka hanya boleh meng-tag partner sendiri. Banyak gerakan-gerakan dan taktik unik yang tercipta dari sini. Setiap superstar pada dasarnya diberi jangka waktu singkat untuk unjuk kebolehan, yang dimanfaatkan dengan sangat baik oleh  Big E dan Chad Gable. Aku suka banget liat Chaos Theory si Gable, I mean, di sini performa Gable membuktikan kalo WWE sudah salah langkah meninggalkan dirinya demi cerita Anak Kurt Angle di brand Raw. Rusev dan Aiden English juga membuktikan kepada WWE bahwa mereka masih bisa over, meskipun berangkat dari momentum yang serabutan. Fans bener-bener suka sama Rusev Day. Menurutku, pertandingan inilah yang paling dekat dengan sebuah kejutan yang mampu dihadirkan WWE pada Clash of Champions.

Ayo jadikan Rusev Day sebagai hari libur nasional

 

Aku enggak tahu kenapa mereka menyebutnya sebagai Lumberjack padahal karena semua pesertanya cewek maka yang lebih tepat adalah Lumberjill, namun yang jelas, partai yang juga adalah perebutan kejuaraan wanita tersebut adalah yang paling fail dari keseluruhan acara. Dramanya totally enggak bekerja. Penampilan Natalya terlalu dibuat-buat. Sebagai face, Charlotte tampak seperti sebuah miscast yang lebih parah daripada Sasha Banks. Konsep Lumberjacknya juga klise banget. Stipulasi ini dipilih supaya mereka bisa ngepush semua talent di divisi cewek sekaligus, hanya saja eksekusinya sangat serabutan.  Sampai ke poin aku melihat Liv Morgan memukul Ruby Riott yang notabene adalah rekannya sendiri.  Sedari bel berbunyi tidak pernah terasa kalo ini adalah pertandingan kejuaraan, kalo ini adalah cerita Natalya yang mengancam status juara Charlotte.

Yang paling layak kita apresiasi adalah Jinder Mahal dan AJ Styles yang berlaga di partai utama. Tadinya aku excited melihat Mahal jadi juara, kemudian dia tak mampu membuktikan keunikannya sebagai antagonis yang bermarwah, dan match-matchnya boring semua. Akan tetapi, di sini, dengan kerja sama dari AJ Styles, Mahal terlihat benar-benar berusaha. Match mereka memang tampak membosankan lantaran menjelang partai ini kita disuguhi oleh gimmick-gimmick dan segala tetek bengek drama. Kehadiran Styles membuat elemen aksi pertandingan ini enak untuk dilihat dan diikuti. Styles ngejual serangan orang dan mengeksekusi gerakan sendiri dengan sama fenomenalnya. Kontribusi Mahal buat pertandingan, tentu saja adalah menggerakkan roda drama dengan peran heelnya. Dan Mahal tidak melakukannya dengan berlebihan kali ini. Gangguan Singh Brothers enggak langsung mengakhiri match, kayak yang sudah-sudah. Terlihat sekali matangnya koordinasi antarkedua superstar.

 

 

 

Menurutku, Clash of Champions ini benar-benar bentrok. Aku suka apa yang orang tidak suka, aku eneg ngeliat apa yang orang lain cheer. Kupikir itu karena aku yang sudah terbiasa nonton film menganggap WWE lebih seperti tontonan dengan cerita dan karakter. Namun keseluruhan, terasa seperti WWE menggunakan rumus drama dan aksi yang berbeda pada setiap match supaya penonton tetap tertarik sebab mereka tahu tidak ada surprise yang bisa mereka datangkan di sini. Semua sesuai dengan yang kita harapkan. Semua memenuhi prediksi dan teori yang bergentayangan di internet. Paling tidak, masih lumayan masuk akal, dan WWE berhasil membuatnya cukup menyenangkan.
The Palace of Wisdom menobatkan AJ Styles melawan Jinder Mahal sebagai MATCH OF THE NIGHT.

 

 

Full Result:
1. TRIPLE THREAT WWE UNITED STATES CHAMPIONSHIP Dolph Ziggler jadi juara baru ngalahin Baron Corbin dan Bobby Roode
2. FATAL 4-WAY WWE SMACKDOWN TAG TEAM CHAMPIONSHIP The Usos bertahan atas The New Day, Chad Gable dan Shelton Benjamin, serta Aiden English dan Rusev.
3. LUMBERJACK WWE SMACKDOWN WOMEN’S CHAMPIONSHIP Charlotte tetep juara mengalahkan Natalya
4. TAG TEAM The Bludgeon Brothers membunuh Fashion Police Breezango!!
5. TAG TEAM DENGAN SHANE MCMAHON DAN DANIEL BRYAN SEBAGAI WASIT Kevin Owens dan Sami Zayn dinobatkan menang dari Randy Orton dan Shinsuke Nakamura
6. WWE CHAMPIONSHIP Maharaja kita tap out kena Calf Crusher dari AJ Styles.

 

 

 

That’s all we have for now.

Remember, in life there are winners.
And there are losers.

 

 

 

 

 

We?

We got the PIALA MAYA for BLOG KRITIK FILM TERPILIH 2017

Battleground 2017 Review

 

Dalam salah satu episode serial Netflix tentang gulat wanita, GLOW (2017), Ruth si tokoh utama sempat protes lantaran karakter tokoh heel yang dia pitch ke produser (atau booker, mengingat medan kita adalah ranah wrestling show) – wanita korban perkosaan di dunia post-apocalypse berontak ingin menguasai air dan satu-satunya pria yang tersisa – ditolak mentah-mentah. Alasannya cuma satu, terlalu ribet. Make it simple. Terlebih buat global company segede WWE.  Makanya, meski pesan yang ditimbulkan bisa sangat degrading dan sungguh-sungguh ketinggalan-jaman, kita tetap saja mendapat tokoh antagonis yang otomatis jahat hanya karena mereka berasal dari negara bukan-America seperti Rusev. Dan Jinder Mahal, yang tentu saja demi heat dan draw yang gede-nan-gampang, dijadikan juara WWE.

Pro-wrestling memang adalah tentang karakter yang berwarna, seperti yang disebut dalam video opening acara Battleground, namun warna tersebut hendaklah enggak nyampur-nyampur.

 

The way Battleground teresolve sepertinya memang sudah diset untuk membangun clash antar-negara. Acara ini berdentum oleh gaung patriotisme. Namun, jika Nolan’s Dunkirk (2017) menitikberatkan kepada perjuangan bersama melawan segala odds, maka dalam Battleground, as we see John Cena merangkak desperately demi nancepin bendera Amerika dengan Rusev memburu ganas di belakangnya, kesimpelan nature acara gulat membuat semuanya terasa komikal. Patriotisme sedikit tercoreng oleh warna pretentious karena WWE membuat ceritanya terlalu hitam dan putih. Battleground adalah ladang mereka ngebuild up kekuataan Amerika.

Dan di sisi yang berlawanan, kita melihat Jinder Mahal Berjaya, mengalahkan Randy Orton. Mahal membuktikan kepada dunia lewat match Punjabi Prison bahwa dia benar adalah Maharaja di India. Ini lebih seperti Dunkirk di mana kita melihat Singh Brothers dan, even The Great Khali yang bikin surprise tanpa tedeng aling-aling stumbling on the ramp, it was basically semua Jinder’s People keluar untuk mastiin Jinder keluar sebagai pemenang. India bersatu, aku sendiri excited kalo-kalo kita bakal dapet stable semacam India World Order. Dan melihat cara mereka ngebooking begini, Cena dan Jinder will eventually cross path, leading to a great nation war, mungkin saja di Summerslam. Despite this show itself – dan kemungkinan Cena ngebury Jinder, aku niscaya tetep bakal menunggu-nunggu hal tersebut untuk terjadi.

sejak di The Wall (2017), Cena mahir banget akting merangkak

 

Match mereka sendiri menjadi terlalu datar, dengan emosi tersesat entah di mana oleh rapatnya gimmick yang berusaha dibangun.  Contohnya Flag Match antara Cena dengan Rusev. Pertandingan yang sejatinya semacam lomba lari, yang kayak Ladder ataupun Flag, akan selalu memancing dramatic impact dari momen-momen superstar face berjuang mencapai ‘garis finish’. Akan tetapi, jika pada Ladder Match, mereka dapat menggunakan tangga sebagai senjata dan device akrobatik dengan seribu satu cara, maka pada Flag hanya entah berapa kali kita bisa memanfaatkan tiang bendera menjadi alat penyerang yang efektif dan menarik untuk dilihat. So naturally mereka resort ke elemen ‘lomba lari’ tadi, di mana hanya exciting di percobaan pertama. Akting Cena dan tingkah Rusev yang, “lama banget!” koor penonton nobar di Warung Darurat, sengaja ngulur-ngulur waktu kesusahan atau pun bergaya membawa bendera dengan cepat menjadi annoying. And it’s not really believable either, lantaran sebelum match dimulai kita melihat kru memasang bendera dengan sangat sigap. I mean, mendingan krunya aja deh yang tanding. Sepuluh menit terakhir menjadi porsi yang paling seru, Rusev dan Cena finally get to some fun actions. Sayangnya, match ini berlangsung selama dua-puluh menitan, jadi yah, keseruan di akhir itu enggak berarti banyak.

Menaruh Jinder Mahal dalam pertandingan yang hampir setengah jam juga sepertinya bukan pemikiran yang cemerlang. Sejauh ini, aku suka gimana freshnya sabuk kejuaraan tertinggi dipegang oleh superstar yang enggak disangka-sangka. WWE pun benar-benar ngepush status foreigner Jinder Mahal sebagai antagonis kelas kakap. Namun Jinder belum membuktikan bahwa dia deliver sebagai yang top di kelasnya. Tiada ciri khas yang distinctive dari duel-duel si Modern Day Maharaja. Spot menarik dan kocak malah selalu datang dari Singh Brothers. Begitu juga di Punjabi Prison ini. Emosi match terasa datar (makasih juga buat Randy Orton yang tampak main males-malesan sejak kehilangan gelarnya). Penjara itu kehilangan nuansa brutal, meski komentator udah susye paye ngejual ini sebagai mimpi buruk. Crash terkeren justru datang dari salah satu Singh yang jatuh dari ketinggian kandang ke meja komentator. Bagian paling dramatis secara emosi adalah ketika literally kemenangan Orton ditahan oleh Khali dan Mahal sengaja duduk di sana menonton sambil neriakin makian. Mengingat sejarah bahwa Khali adalah orang yang bertanggung jawab untuk kehadiran Punjabi Prison Match, beberapa menit momen tersebut menjadi sangat simbolik.

Punjabi Prison versi Indonesia: dikurung seharian nontonin sinetron-sinetron Punjabi’s

 

WWE  bukannya enggak berani ngebook orang asing sebagai protagonis, buktinya kita melihat Shinsuke Nakamura melawan Baron Corbin di mana si Corbinlah yang terlihat luar biasa ngeselin. Karakter Corbin works really well, dia ‘talking smack’ semua orang, termasuk penonton. Dia malah memulai match dengan talk trash di depan idung Nakamura. Such a fun heel. Sedangkan untuk bagian Nakamura, para penulis salah kaprah dengan mengarahkan karakter King of Strong Style ini menjadi karakter babyface yang musti dihajar duluan baru ngebales ala ala John Cena. Nakamura enggak butuh dramatic element kayak gitu. He can work well, his strike sangat cepat, dan ‘membumikan’nya seperti pada match ini hanya membunuh tempo dan pace dan electric yang ia miliki. Aku ngerti hasil akhirnya bahwa kedua superstar tersebut pada titik ini harus dilindungi secara menang-kalah. Yang enggak aku ngerti adalah kenapa kedua superstar yang harus dilindungi ini malah dibook tanding berdua. Memangnya enggak ada lawan lain?

Semuanya terasa menurun setelah bel tanda kejuaraan tag team sebagai partai pembuka berakhir. New Day dan Uso menyuguhkan aksi tag yang cepat, banyak false finish yang bikin kita melonjak-lonjak. Kofi dan Uso kick out bergantian dari finisher lawannya masing-masing. Puncak serunya adalah ketika Xavier Woods yang sedang terbang kena stop oleh tendangan di kepalanya. Wuih itu telak banget, enggak lebay deh kalo kubilang itu SUPERKICK TERKEREN sejak Shawn Michaels nendang Shelton Benjamin. Battleground tidak bisa mengembalikan derasnya sorak penonton, not even dengan AJ Styles dan Kevin Owens. Kedua orang ini malah diberikan penyelesaian yang aneh dan datar. Angle wasit pingsannya enggak mengarah ke apa-apa, Owens bahkan enggak tap out, dan sepertinya wasit  bangun kelamaan sehingga endingnya tampak awkward. Dan meski mungkin kita senang Zayn akhirnya menang, both Zayn dan Mike –tiga sama Maria- enggak terlihat credible sebagai pemain papan tengah. Match cewek, however, bisa saja menjadi lebih baik jika saja WWE enggak terlalu doyan dengan eliminasi cepet-cepet. Pertandingannya terasa terburu-buru dan did very little to the girls.

 

Ada tebakan nih; siapa juara WWE saat ini yang jarang mempertahankan gelar di ppv, tetapi bukan Brock Lesnar?

NAOMI

glow is the new black

 

Naomi has yet to impress me. Selain nari-nari dan nyala dalam gelap dan entrancenya bikin anak bayi epilepsi, Naomi belum banyak berkembang. Aku ingin lihat dia bertanding lebih banyak, melawan kompetitor yang mumpuni.  Sejauh ini, berturut-turut di ppv dia terlibat tag team, melawan Lana, dan sama sekali enggak dapat match. Saat melawan Lana, aku belum melihat peningkatan pada skillnya. Perlu diingat, skill dan moveset itu berbeda; ya, Naomi punya moveset yang asik sebab dia highflyer. Tapi itu bukan lantas berarti dia punya skill bagus. It just mean that she is a highflying, dan karena dia face maka ya dia pake jurus-jurus yang enak dilihat. Take Alexa, Bliss sebenarnya bisa berakrobat di atas ring, tapi semenjak jadi heel, porsi aksinya lebih diarahkan untuk moveset antagonis, Twisted Bliss pun jadi jarang dia gunakan. Atau liat saja Neville; sejak jadi jahat, pamungkasnya beralih jadi Ring of Saturn. Skill yang kumaksud adalah kemampuan dalam ngedeliver dan eksekusi moves. Serangan-serangan Naomi masih terlihat lemat dan emotionless. Di Battleground dia jadi komentator, dan bahkan mic skillnya juga masih pas-pasan, masih terdengar ngapalin skrip. I want to see how she’s improving, semoga dia sengaja disimpan buat mengejutkan kita semua, bukan lantaran karena WWE masih ragu sama dia.

 

 

 

Battleground is a set-up show dengan akhiran match yang cenderung buruk. Eksekusinya datar, cardnya kayak diisi semuatnya. Honestly hanya Corbin yang keluar dengan lumayan meyakinkan, sementara superstar lain either diberikan booking yang jelek ataupun enggak live up sama karakternya. Ini bukan saja pay per view Smackdown terburuk, namun bisa juga adalah salah satu yang terjelek yang ditawarkan oleh WWE.
The Palace of Wisdom menobatkan New Day versus The Usos sebagai MATCH OF THE NIGHT.

 

Full Results:
1. WWE SMACKDOWN TAG TEAM CHAMPIONSHIP New Day jadi juara baru ngalahin The Usos
2. SINGLE Shinsuke Nakamura menang DQ atas Baron Corbin
3. FATAL 5 WAY ELIMINATION Natalya mengalahkan Charlotte Flair, Becky Lynch, Lana, Tamina
4. WWE UNITED STATES CHAMPIONSHIP Kevin Owens merebut kembali sabuknya dari AJ Sytles
5. FLAG John Cena defeat Rusev
6, SINGLE Sami Zayn menang atas Mike Kanelis
7. WWE CHAMPIONSHIP PUNJABI PRISON Jinder Mahal ngalahin Randy Orton dengan bantuan besar

 

 

 

That’s all we have for now.

Remember, in life there are winners.
And there are losers.

 

 

 

 

 

We? We be the judge.

Backlash 2017 Review

 

Gulat rasa internasional.

 

Paling enggak, itulah yang dirasakan oleh penggemar asli Amerika sono, as wajah-wajah superstar yang mewakili negara lain mulai mendapat spotlight di ppv dari brand Biru. Kalo buat kita-kita sih, setiap episode WWE adalah cita rasa internasional hehehe.. Dolph Ziggler mengritisi dengan keras perlakuan spesial yang didapat oleh superstar paling hits asal Jepang, Shinsuke Nakamura; hype, menurut Ziggler, tidak semestinya mengalahkan popularitas kerja keras. Kevin Owens, a Canadian superstar known for his brute tactic of strength and honesty, mengklaim diri sebagai wajah baru Amerika. Dan Jinder Mahal berniat membawa sabuk kejuaraan ke tengah-tengah kaumnya di India. Acara ini adalah soal MOTIVASI DAN MENDOBRAK PINTU OPPORTUNITY. Tentu saja, hal tersebut menguatkan image Smackdown yang selalu dengan bangga memproklamirkan diri sebagai ranah yang membuka pintu kesempatan selebar-lebarnya.

Kita melihat banyak feud baru, beberapa di antaranya super duper fresh. Aku actually excited menunggu acara ini, karena kupikir WWE bakal bego banget kalo mengesksekusi acara ini enggak semenyenangkan tampaknya di atas kertas. Dan memang, menonton Backlash menghadirkan sensasi menyenangkan. Tapi menyenangkannya kayak kalo kamu main water sliding yang tinggi banget woohooo!! dan ketika sampai ternyata kolamnya dangkal; Senang tapi rasanya kecewa dan kayak orang bego.

Ni berdua pasti berantemnya jambak-jambakan jenggot kalo lagi di rumah (of horrors)

 

Puncak ‘menarik’ malam di Chicago itu adalah ketika musik Nakamura berkumandang di pembuka, dan menit-menit kemenangan Jinder Mahal di partai utama. Dan di tengah-tengah acara ini diisi oleh pertandingan dan kejadian yang menarik tapi gak rugi-rugi amat kalo enggak ditonton. Lucu gak sih, bisa menghadirkan sesuatu yang baru namun kesannya enggak penting. Istilahnya, ya, MAKRUH. It’s just no sense of urgency dalam penceritaan sebagian match. Maupun pada aksi-aksinya, jika boleh ngomen yang rada pedesan dikit. Pertandingan Erick Rowan melawan Luke Harper dapat dijadikan perwakilan yang bagus buat menggambarkan sebagian besar pertandingan lain dalam acara ini. Rowan dan Harper, keduanya, adalah performer yang mampu bermain intens, namun tidak ada yang mereka sampaikan dalam pertemuan mereka kali ini. Mereka mestinya sama-sama di tahap saling menyerang dengan beringas; Harper angot karena pernah dikalahkan, dan Rowan ngamuk lantaran pengkhianatan, sayang tidak tercermin sama sekali. Kalo pengen singkat, bikin mereka adu powerbomb aja, mestinya bisa lebih seru dibanding exchanging offense tanpa ada api di baliknya.
Pertandingan yang lain juga eksekusinya fail kayak gitu.

Pada Ziggler lawan Nakamura, tampaknya penulis lupa tujuan seteru ini diadakan. This was supposed to showcasing the unique skill and ability of King of Strong Style. Nyatanya alur match seperti berfokus kepada Ziggler. Ketika Nakamura debut di NXT melawan Sami Zayn, dia ditampilkan begitu dominan dan luar biasa keren. Di Backlash ini, aku gak ngeliat definisi Strong Style dari penampilan Nakamura. Dia seperti memainkan formula superstar face-baru WWE yang biasa; dihajar di awal, untuk kemudian bangkit dengan ledakan. Dan bahkan ‘ledakan’ Nakamura di sini enggak cukup berkobar. Mungkin karena dia bukan melawan superstar selevel Owens atau Styles (no offense buat Ziggler, still an amazing seller, tapi levelnya memang susah bisa naik lagi). Atau mungkin karena bukan Corey Graves yang teriak “Kinshasa!!!!”. Yang jelas pertandingan formulaik mereka yang solid ini enggak sesuai dengan perkataan “salah satu debut terhebat yang pernah aku lihat” dari JBL.

Kepanjangan JBL bisa aja berubah menjadi Jadi Bikin Lawak, karena banyak komentar maupun interaksinya dengan para superstar – sengaja maupun enggak – yang bikin acara ini jadi tambah kocak. Aku ngakak ketika Randy Orton lebih respek ke topi koboi JBL ketimbang kepada duo The Singh Brothers. Dan aku suka gimana JBL berusaha ngesell para superstar heel dengan cara yang hanya dia yang bisa. Maharaja terdengar powerful diucapkan olehnya. Gestur-gestur kecil nan subtil membuat Backlash menjadi menghibur. Pada awalnya aku gak ngeh kalo Tyler Breeze nampil sambil marodiin Kenny Omega (Breeze jadi pake wig dan datang ke ring dengan dandanan janitor atau tukang bersih-bersih alias ‘The Cleaner’), dan begitu nyadar, aku pun ngakak sejadi-jadinya. It’s about time komedi Breezango konek dengan penonton. Kejuaraan Tag Team jadi partai yang paling menghibur, baik juga WWE mau ngeutilize peran komedik, meski aku lebih suka kalo Breezango dibikin sebagai contender yang fun di luar ring, namun actually berskill mumpuni begitu bel berbunyi. Tapinya lagi, yaaah paling enggak pertandingan mereka enggak sesepele tag team cewek yang serabutan dan outcomenya gak klop sama build up dan semua hal yang terjadi di divisi tersebut belakangan ini.

ekspresi ‘bukan-salahku-badannya-ternyata-ringan-banget’

 

Jika disuruh milih mana pertandingan terbaik malam itu, maka kandidatnya adalah kejuaraan United States Owens melawan AJ Styles dan partai tunggal antara Zayn melawan Baron Corbin. These two matches have intensity, diisi dengan penceritaan dan pengarakteran yang tepat, dan tentu saja jurus-jurus oke yang asik untuk diliat. Hasil dari the latter match lumayan surprising buatku karena kupikir mereka sedang ngepush Corbin, dia ditulis kuat recently. Namun hasil bukanlah masalahku buat partai ini, Sami Zayn is a great baby face dan elemen underdog selalu sukses jadi plot yang menarik. My issue adalah match ini terasa terlalu panjang. Back-and-forthnya bisa ditrim sedikit, atau might even better kalo ‘kelas’ partai ini dinaikkan sedikit; buat ini jadi top-3 alihalih Kejuraaan Amerika.

Melihat Owens dan Styles bertukar serangan adalah penangkal kantuk yang ampuh luar biasa. Fokus alur match ini rada gajelas di menit-menit awal. Ketika Owens menarget kaki Styles barulah jelas arahnya. And it is also clear bahwa pertemuan mereka di Backlash ini ‘hanya’ pemanasan dari pertemuan-pertemuan mereka yang akan datang. This might caused the match to loss some urgency tapi wow aksi dan serunya partai ini seng ada lawan. Aku gak ada masalah sama hasil count out; writer perlu ngeprotek kedua superstar, dan cara count outnya sendiri actually lumayan kreatif. Dan sekali lagi salut buat Styles yang sanggup take bump secara professional.

Jika ada pelajaran yang bisa diambil dari Backlassh, maka itu adalah; Tempat di mana kau mengawali langkah bukanlah tempat di mana kau berhenti.

 

You know, Breezango bisa menjadi the next 3MB, I hope so. Sejak 3MB dibubarkan, ketika anggotanya sukses nujukin peningkatan dalam berbagai aspek penampilan dan karakterisasi mereka. Slater makin bersinar di tag team. Drew McIntyre masuk jalur indie dan menyemen karir solonya sehingga dipanggil kembali untuk mendapat big push di NXT. Dan Jinder Mahal, oh man, tolong renungkan ini sejenak saat kalian mau memejamkan mata malam nanti; Juara WWE kita, pemegang sabuk tertinggi kita, adalah Jinder Mahal. JINDER. MAHAL. Aku malah gak tau nama finishernya apaan sampai aku nulis ulasan ini. Kita boleh ngeledek he’s on steroid, atau dia cuma untuk keperluan marketing ke India, atau malah title reignnya hanya akan se’hebat’ reign Jack Swagger atau Del Rio. Melihat Jinder mengangkat sabuk, all buffed up, dan penonton ngeboo – memberikan actual heat, membuatku sadar bahwa itu adalah hasil dari kerja keras. Mahal reinvent himself. Katakanlah, dia bertransformasi. Dan yaa, memang dari pertandingan tersebut terlihat masih Orton yang ‘membawa’nya, but biarkan waktu yang menceritakan, beri Mahal kesempatan untuk berkembang lagi. Karena sebagai juara, Mahal dapat membawa kebaruan yang sangat dibutuhkan oleh WWE.

Maha-Raja Iblis Piccolo

 

 

 

 

Refreshing dan fun it might seemed, dengan banyak pasangan wajah baru yang saling berhadapan, akan tetapi eksekusinya malah membuat acara menjadi biasa aja. Banyak pertandingan yang keluar dari fungsi sebagaimana mestinya, dengan hanya menyisakan dua kandidat untuk match terbaik. Dan verdict kami sudah mantep:
The Palace of Wisdom menobatkan Kevin Owens melawan AJ Styles sebagai MATCH OF THE NIGHT.
Full Results:
1. SINGLE Shinsuke Nakamura defeated Dolph Ziggler.
2. WWE SMACKDOWN TAG TEAM CHAMPIONSHIP The Usos bertahan atas Breezango.
3. SINGLE Sami Zayn mengalahkan Baron Corbin.
4. SIX WOMEN TAG TEAM Tim Natalya, Carmella, dan Tamina mengungguli Tim Becky Lynch, Charlotte, dan Naomi
5. WWE UNITED STATES CHAMPIONSHIP Kevin Owens retains over AJ Styles via count out
6. SINGLE Luke Harper mengalahkan Erick Rowan
7. WWE CHAMPIONSHIP Jinder Mahal merebut sabuk Randy Orton.

 

 

 

 
That’s all we have for now.

Remember, in life there are winners.
And there are losers.

 

 

 
We? We be the judge.