TLC 2017 Review

 

Bayangkan suatu malam minggu, kalian sudah rapi jali, siap untuk pergi ngedate, tetapi kemudian hujan turun dengan tak-kalah semangatnya. Atau bayangkan kalian sudah siap berhibernasi sepanjang hari di rumah, berepisode serial TV sudah siap untuk ditonton marathon, video games pun sudah menunggu untuk dimainkan, kemudian PET! dengan tanpa berdosa, PLT memutuskan aliran listrik. Manusia punya rencana, namun Tuhan yang menentukan. Memang bukan baru sekali ini WWE mendapati talentnya pada ijin sakit, membuat para penulis kudu merombak ulang skenario. Namun virus tidak pernah menjangkiti ruangan loker lebih mendadak daripada sekarang ini. Hanya 48 jam yang dipunya WWE sebelum acara puncak untuk mengganti dua skenario utama yang tadinya sudah dibangun dalam kurun enam minggu. Tak pelak, susunan pertandingan TLC tahun ini akan membuat kita merasa aneh. Kita tahu pertandingan gulat itu hambar kalo cerita yang melandasi kedua kubu yang bertemu kurang kuat. Di lain pihak, kita toh menggelinjang juga karena ini adalah pertandingan pertama Kurt Angle di ring WWE sejak sebelas tahun yang lalu, dan AJ Styles melawan Finn Balor adalah dream match material.

Pola pikir yang berusaha dipatri oleh WWE di acara ini adalah ‘less is more’. Terasa mendadak, memang, makanya alih-alih membuatnya terlalu serius, WWE menggebah TLC sebagai kendaraan untuk fans bersenang-senang.

 

Dan aku terhibur. Aku suka sebagian besar kejadian. Aku bahkan menikmati ‘konser sayur’ Elias, lebih tepatnya aku menikmati ngeboo si jagoan bergitar itu. Menurutku Elias bekerja dengan baik memancing heat. But I do not like the match, Jordan melawan Elias biasa aja, dan itu adalah penilaian terbaik yang bisa kita berikan kepada mereka. I do enjoy Alexa Bliss vs. Mickie James. Itu adalah pertandingan terbaik Bliss sejauh karirnya di main roster. Dan enggak, aku yakinkan aku enggak bias.

Here’s me when I’m biased: Rambut Aleksya Blissnyaaww unyu banget di TLC, dia pantas menang dengan rambut selucu itu, dan Mickie James Ellsworth udah ketuaan.
Dan ini ketika aku melihat pertandingan mereka dengan objekif: Jurus-jurus Bliss memang enggak wow-wow amat, dia hanya brilian sebagai penampil antagonis, Bliss paham cara memancing emosi penonton. Cerita di pertandingan ini adalah soal seorang juara sombong yang meremehkan lawannya yang lebih matang dan berpengalaman. Mickie mengusahakan yang terbaik dari yang ia mampu, mencoba selalu selangkah dalam mengantisipasi Bliss. Gaung personal yang natural match ini disampaikan dengan baik oleh kedua superstar lewat serangan-serangan ofensif dengan intensitas yang jarang kita lihat di pertandingan cewek. Pada akhirnya, umur memang hanyalah angka, akan tetapi angka enggak bohong. Yang mereka suguhkan adalah sebuah tarung yang tangguh, dan juara bertahan kita berhasil unggul secara bersih.

 

 

Sayangnya, partai wanita lain yang turut dikonteskan dalam acara ini enggak berhasil menyampaikan pesan yang mereka maksudkan. Aku sangat mengapresiasi baik Emma maupun Asuka. Emma adalah pegulat yang cakap, tapi sama seperti Alexa Bliss, sebagai kompetitor  yang kebagian peran heel ada batasan yang harus dipatuhi. Aku percaya di lain cerita, di peran yang berbeda, Emma bisa berimbang dengan meyakinkan melawan Asuka. Tapi tidak di sini. Karena cerita pertemuan mereka ini adalah tentang showcasing Asuka. Untuk berminggu-minggu menuju ke acara ini, kita melihat dan mendengar desas-desus tentang kehebatan Asuka, dan sementara itu kita melihat Emma bergelimang di papan tengah roster cewek Raw. Gini, bayangkan pacar kalian yang belum pernah nonton WWE ngikutin  build up TLC di mana Asuka sangat dihype sebagai petarung yang garang. Ekspektasi yang ada tentulah Asuka akan mendominasi Emma, not necessarily squash match, namun mestinya Emma tidak mendapat terlalu banyak upper hand seperti yang kita lihat di match ini. Sederhana saja. Asuka mestiya dibuat mendominasi Emma yang kebagian jatah sebagai petarung papan tengah.  Kesempatan untuk membangun Emma sudah lewat, kalo mau dibuat kuat semestinya sejak dari episode Raw menuju ke sini. TLC adalah tentang Asuka, namun dari apa yang kita tonton di TLC, Emma lah yang justru terasa seperti ‘tokoh utama’.

Sebenarnya, ini adalah formula yang sama dengan yang mereka gunakan untuk ngebuild Nakamura di Smackdown. Pertandingan Asuka melawan Emma persis kayak Nakamura lawan Ziggler. WWE tampaknya merasa insecure soal membentuk karakter babyface yang hebat. Zona nyaman WWE adalah formula skenario ‘pahlawan bangkit di akhir’, seperti skenario pertandingan John Cena; si babyface dihajar duluan, kemudian dengan kekuatan dukungan dari penonton, sang hero bangkit dan menang. Akan tetapi, formula ini tidak bekerja kepada Nakamura, dan jelas tidak bekerja juga pada Asuka. WWE harus berani  mengeksplorasi karakter face dari sisi yang lain, menemukan cara baru memperkenalkan pahlawan; bahwa protagonis bisa kok dibuat mendominasi sekaligus terlihat vulnerable.

 

Pop Quiz!

<Soal pilihan ganda>
Apa faedah dari Kalisto menangin sabuk Cruiserweight dari Enzo hanya untuk kembali kalah kepada Enzo seminggu kemudian?
a. Untuk menyemangati penonton di hari ulang tahun Eddie Guerrero
b. Sebagai pengalihan isu
c. Biar ada alasan buat Kalisto balik pake musik lama
d. Membuat kesel si Neville

 

 

Sakit itu musibah, bukan bahan becandaan. Namun mundurnya Bray Wyatt dari match card karena diagnosis viral meningitis bisa jadi adalah sebuah blessing in disguise buat banyak fans, bahkan mungkin buat Wyatt dan Balor sendiri. Sejujurnya, tidak ada yang exciting nungguin match bergimmick halloween antara Demon King melawan Sister Abigail (aku masih belum bisa membayangkan seperti apa Bray berduel sebagai Sister Abigail). Alih-alih match tersebut, kita malah dapat AJ Styles melawan Finn Balor. Teaser Smackdown melawan Raw untuk payperview bulan depan. Sekilas, memang pertemuan mereka ini tidak ada build upnya, apalagi jika dibandingkan dengan cerita bertema kekuatan gaib yang terus disuapin ke kita.  Sesungguhnya, pertemuan Styles dan Balor sudah lama terbangun secara implisit. You know, mereka berdua ini punya sejarah bersama. Styles dan Balor adalah dua pendiri pertama stable Bullet Club dan menurut Pro Wrestling Database, keduanya belum pernah beradu di atas ring. Catatan duel mereka yang bisa kita temukan adalah pertandingan tag team di Jepang sembilan tahun yang lalu. Impian pertemuan mereka sudah lama menjangkiti para fans, namun tidak seperti virus, mereka tidak membuat kita sakit. Jadi, beneran, di TLC kita dapet pertandingan bersejarah, a long time anticipated dream match. Dan Balor dan Styles bener-bener ngedeliver di sini.  Ya, di partai ini mereka tidak ada cerita, mereka sama-sama face, they just go at each other, berkompetisi, and it was amazing. Tidak sedikit pun performa Styles tampak menurun walaupun dia baru saja diterbangkan dari belahan bumi yang lain. Balor juga bermain gemilang, untuk pertama kalinya sejak ke Raw, Balor menunjukkan kepiawaian yang sebanding dengan yang biasa ia tunjukkan di NXT dahulu.

Yeah, beneran “Too Sweet”

 

Pihak booking WWE pun sepertinya benar-benar melepaskan alur pertandingan ke tangan kedua superstar fenomenal ini. Pertandingannya terasa persis kayak gaya NJPW, di mana spot-spot gede dengan perlahan semakin ditunjukkan seiring berjalannya waktu. Pacenya dipercepat dengan konstan. Tek-tokan moves mereka dimainkan dengan make sense, jurus andalan masing-masing saling dikeluarkan. Pele Kick susul menyusul. They played it out nicely sehingga terasa banget kedua superstar ini berusaha untuk tampil unggul di atas lawannya.Mereka bisa melakukan dengan lebih baik sih, personally aku yakin jika diberikan cerita, kedua superstar ini bisa meruntuhkan atap stadion.

 

Kita tahu WWE benar-benar berjuang dalam menyuguhkan acara ini, apalagi soal budgetnya, saat kita melihat Kane muncul tanpa pyro. Maksudku, jika ada dua superstar yang mendapat perlakuan khusus oleh WWE maka itu adalah Undertaker dan Kane. Cuma dua orang ini yang diperbolehkan memakai gerakan piledriver dalam basis jurus sehari-hari, dan jika orang sespesial Kane enggak bisa mendapat entrancenya yang dulu, kita paham WWE benar-benar dalam posisi keuangan yang sulit.

tunggu saja di Wrestlemania, bahkan pyro superstar pun akan mendapat pyro sendiri

 

 

WWE perlu mempertahankan apa-apa yang menurut mereka bekerja dengan baik. Dan dalam kasus sekarang ini, Roman Reigns dan The Shield adalah aset jangka panjang yang paling berharga yang dipunya oleh WWE. Kredibilitas mereka harus dipertahankan. Kredibilitas itulah yang sebenarnya tergantung tak-terlihat di atas puncak tangga partai utama TLC. Bahkan lebih berharga daripada menggantung sabuk Intercontinental dan Tag Team berbarengan. Kita bisa bilang kalo TLC kali ini adalah akronim dari Sierra, Hotel India, Echo, Lima, dan Delta. It’s all about the Shield. Reuni, dioutnumber oleh lawan-lawan, plot kelompok The Shield diniatkan untuk berputar di sini. Namun kemudian Roman Reigns, pelakon utama dari yang utama, mundur dari medan perang karena penyakit.

Show must go on, makanya kita bisa mengerti keputusan kenapa mesti Kurt Angle yang turun menggantikan. Sebuah langkah yang beresiko lantaran Kurt Angle diperkirakan memang akan kembali bertanding, dengan waktu dan alasan yang lebih proper. Hanya saja waktu mendesak, dan benar-benar tidak ada orang lain – WWE tidak bisa menggunakan sembarang orang untuk mengganti Roman Reigns di sini. Bahkan tidak juga dengan membuat Ambrose dan Rollins menang hanya berdua, walaupun masih akan klop dalam konteks Shield bisa mengalahkan banyak orang asal mereka bersatu. Secara sederhana mindsetnya adalah; Shield harus menang, tanpa membuat Reigns tampak lemah. Mereka tidak bisa membuat Shield menang tanpa Reigns, karena itu berarti itu akan membuat pengaruh Reigns terlihat kecil. Jadi itulah sebabnya mereka memakai Kurt Angle, seorang Hall of Famer, dan kenapa mereka membuat Angle memakai attire Shield, aku yakin seandainya Reigns tidak sakit, pertandingan akan berjalan sama persis dengan yang kita saksikan. Angle literally subsitusi buat Reigns.

kita bisa memanggil Ambrose, Rollins, dan Angle dengan The Shi3ld sekarang

 

Jadi, reasoning di baliknya sudah terjelaskan. Kikikanku ngeliat tampang Kurt Angle yang terlalu ramah dan cengar-cengir pas entrance mereka pun sudah mereda. Sekarang kita bisa menikmati pertandingan mereka apa adanya. Banyak keputusan yang aneh but It was fun. Match ini tampak seperti ide-ide gila Vince dilempar dan bergabung menjadi satu. Aku senang peran Kane ternyata lebih besar dari yang kuduga, Kane adalah jagoanku sejak pertama kali aku nonton gulat. Aku juga senang melihat Kurt Angle beraksi kembali, Angle Slamnya hampir membunuh Cesaro! Ini adalah jenis pertandingan yang serunya bakal membuat kita melupakan kekurangan dan keanehan yang ada.

 

 

Gimmick pay-per-view ini sudah semakin menjauh dari yang seharusnya. Hanya ada satu pertandingan TLC, sementara banyak pertandingan lain yang mestinya bisa terimprove jika diberikan stipulasi yang sama, seperti Cruiserweight Championship yang bisa saja lebih baik jikalau menjadi Ladder Match. Secara keseluruhan, ini adalah acara yang susah untuk dinilai, it was ranged from good matches but not memorable, seperti tag team cruiserweight dan women’s championship, to fans favorites yang just have fun.
The Palace of Wisdom menobatkan Finn Balor melawan AJ Styles sebagai MATCH OF THE NIGHT

 

 

Full Result:
1. SINGLE Asuka debut dan mengalahkan Emma
2. TAG TEAM Cedric Alexander dan Rich Swann ngalahin The Brian Kendrick and Gentleman Jack Gallagher
3. RAW WOMEN’S CHAMPIONSHIP Alexa Bliss retained over Mickie James
4. CRUISERWEIGHT CHAMPIONSHIP Enzo Amore jadi juara lagi ngalahin Kalisto
5. SINGLE Demon King Finn Balor mengalahkan AJ Styles
6. SINGLE Jason Jordan defeating Elias
7. TLC The Shield dan Kurt Angle mengalahkan tim The Miz, Sheamus, Cesaro, Braun Strowman, Kane

 

 

 

That’s all we have for now.

Remember, in life there are winners.
And there are losers.

 

 

 

 

We? We be the judge.

Leave a Reply