INCREDIBLES 2 Review

“All parents are super heroes.”

 

 

Dipersalahkan padahal kita tahu kita melakukan sesuatu yang benar itu  memang rasanya menyebalkan. Kita sudah berjuang, tapi orang-orang salah mengerti apa yang kita lakukan. Karena semua itu memang soal perspektif. Apalagi pada dasarnya, seringkali kita semua menilai dari hasil. Dalam dunia criminal misalnya, kita pengen penjahat segera ditangkap dan dijebloskan ke dalam bui. Namun kita kerap kesal melihat cara kerja polisi yang lamban, bertele-tele dengan segala prosedur itu. Di lain pihak, keberadaan pihak yang main hakim sendiri, yang bertindak di atas hukum, seringkali dituduh meresahkan.

Katakanlah, pahlawan super.

Kehancuran yang mereka sebabkan bukan tidak mungkin lebih gede dari yang diakibatkan oleh penjahat yang hanya ingin merampok bank. Not to mention, penjahat yang cerdik itu juga tidak seratus persen berhasil ditangkap. Karena kejadian seperti demikianlah, superhero-superhero di film Incredibles 2 dicap undang-undang sebagai sesuatu yang dilarang. Keluarga Bob Parr yang sudah kita kenal baik (mereka dan kerabat mereka tak berubah banyak semenjak terakhir kali kita melihat mereka empat belas tahun silam) termasuk yang dicekal keberadaannya lantaran mereka semua berkekuatan super. Mereka disuruh hidup normal, menghentikan profesi menangkap penjahat karena itu sama saja dengan mereka melanggar hukum.

Pahlawan dan penjahat sebenarnya adalah masalah perbedaan perspektif. Pahlawan bagi satu orang bukan tidak mungkin penjahat bagi beberapa orang lain yang melihatnya dalam ssudut pandang dan alasan yang berbeda. Dan terkadang, untuk membuat hal lebih menarik, media menyederhanakan atribut dan kelemahan mereka untuk menyetir sudut pandang kita – membuat kita melihat mereka semakin ke entah pahlawan atau penjahat.

 

Yang dengan berani disampaikan oleh animasi sekuel buatan Brad Bird ini adalah bahwa terkadang untuk memperbaiki peraturan, kita harus melanggar aturan tersebut terlebih dahulu. Bob dan Hellen diajak kerjasama oleh pasangan kakak beradik yang punya perusahaan telekomunikasi untuk mengembalikan citra baik superhero ke mata masyarakat. Mereka bermaksud merekam semua aksi menumpas penjahat lewat kamera kecil yang dipasang di kostum, supaya pemirsa sekalian dapat melihat langsung sudut pandang superhero, apa yang tepatnya rintangan dan kesulitan yang mereka hadapi dalam upaya menegakkan kebenaran. Tak peduli harus melanggar bejibun peraturan dalam prosesnya. Tapi untuk melakukan itu, superhero yang dipasangi kamera haruslah main aman, enggak yang gasrak gusruk terjang sana sini seperti Mr. Incredible. Maka, jadilah Elastigirl yang dipilih sebagai perwakilan superhero. Dan selama Elastigirl jadi the face of a good cause, memerangi tokoh penjahat baru bernama Screenslayer yang bisa menghipnotis orang-orang lewat monitor apapun, Bob Parr terpaksa kudu diam di rumah – menjadi bapak rumah tangga yang baik, ngurusin tiga anaknya yang bandel, yang baru merasakan gejolak remaja, dan yang baru tumbuh gigi.. eh salah, baru tumbuh kekuatan super.

sekalian aja Elastigirl bikin vlog pembasmian penjahat

 

Incredibles 2 membuktikan perbedaan besar kualitas antara sebuah sekuel yang dipatok kontrak dengan sekuel yang benar-benar dipikirkan dengan matang. Maksudku, lihat saja bagaimana sekuel yang jaraknya deket-deket kayak sekuel Cars, atau bahkan ada yang jaraknya cuma setahun kayak sekuel Jailangkung – mereka adalah franchise yang diniatkan harus punya sekuel yang keluar dalam batas waktu yang dekat, jadi pembuatnya belum sempat mengolah cerita dengan benar-benar baik. Sebagian besar kasus malah sengaja membagi satu cerita besar menjadi tiga agar bisa punya trilogi. Pembuat Incredibles, Brad Bird, semenjak film The Incredibles (2004) rilis sudah mengatakan akan ada sekuelnya, hanya saja dia tidak akan membuatnya sampa dia merasa punya cerita yang lebih baik, atau paling enggak sama baiknya dengan film yang pertama.

Penantian kita toh benar-benar terbayar tuntas.

Ini adalah salah satu terbaik yang ditelurkan oleh Pixar. Dikeluarkan dengan pesan yang relevan dengan tidak hanya iklim superhero, namun juga keadaan sosial dan poltik di jaman sekarang. Incredibles 2 adalah film anak-anak, namun tidak merendahkan mereka. Film ini mengajak anak-anak untuk memikirkan perihal yang cerdas dan serius. Tentang baik dan jahat, tentang peran keluarga. Brad Bird menceritakan filmnya dengan efektif dan penuh gaya. Sure, percakapan yang ada sebenarnya tergolong berat. Misalnya ada debat antara Elastigirl dengan Mr. incredible soal bagaimana dia akan menyelamatkan anak-anak dengan meninggalkan mereka di rumah. Film begitu mempercayai anak-anak kecil yang menonton bahwa mereka bisa memahami ini. Dan ketika kita menunjukkan respek kepada orang, respek itu akan berbalik kembali kepada kita. Itulah yang terjadi antara film ini dengan anak kecil penontonnya. Bukan hanya adikku saja yang antusias menyaksikannya, studio tempatku menonton hampir penuh dengan bisik anak-anak yang berdiskusi kepada orangtuanya, gumaman approval dari mereka ketika superhero melakukan aksi heroik, dan teriakan seru ketika mereka mengalahkan penjahat. Untuk sekali itu, aku tidak keberatan bioskop menjadi berisik.

Sama seperti ceritanya, animasi film ini juga menunjukkan kedalaman yang luar biasa. Helaian rambut Elastigirl terender dengan sempurna. Kita bahkan dapat serat-serat kain kostum para superhero dengan jelas. Porsi aksi digarap dengan menyerupai aksi live action. Pergerakannya sangat mengalir, cepat, dan tidak membingungkan. Ada begitu banyak momen aksi yang membuat kita menahan napas, karena indah dan menariknya animasi yang digambarkan. Sekali lagi, sama seperti ceritanya, animasi film ini pun terlihat dewasa. Teknik lightning yang digunakan membuat intensitas setiap adegan tampak menguat berkali lipat. Favoritku adalah adegan flashback tentang keluarga Deavor; tonenya sangat precise namun tidak melupakan hakikatnya sebagai film anak-anak.

Teknik visual seperti ini membuatku teringat sama film-film anime berkualitas yang membuat kita bertanya ini kartun anak apa dewasa sih. Incredibles 2 masih tetap konyol, seperti film anak-anak biasanya, ada lelucon kentut dan segala macam, tapi dia bekerja di dalam konteks yang benar. Like, kalo kita berurusan dengan bayi, maka tidak bisa tidak kita akan bertemu dengan popok dan segala macam isinya. Sehubungan dengan anime, tentu saja aku yang lagi getol-getolnya ngikutin anime My Hero Academia menemukan kesamaan antara pesan dan beberapa karakter. Seperti gimana pandangan penjahatnya terhadap para superhero, ada karakter yang kekuatannya sama. Kekuatan teleportasi kayak game Portal itu benar-benar keren. Yang stand out dilakukan oleh film ini adalah gimana dia tidak serta merta membuat superhero dan lantas ahli, ada kevulnerablean manusiawi yang dihadirkan saat superhero gagal menargetkan kekuatannya, dan mencobanya kembali.

Pertukaran tugas dalam rumah tangga tidak dihadirkan sekedar untuk komedi dan gimmick saja. Film ini menghormati kedua pekerjaan yang dilakukan oleh orangtua dengan menukar peran ibu dan ayah. Karena kalo kita pikirkan secara mendalam, tugas sebagai orangtua bagaimanapun juga adalah misi superhero yang sesungguhnya dalam dunia nyata. Bagaimana mereka seringkali tampak kejam dan antagonis di mata anak-anaknya adalah bukti nyata perspektif hero-villain itu bekerja. Butuh kesabaran dan kerja yang ekstra super untuk menjaga anak-anak, menyelamatkan kebutuhan mereka, membesarkan mereka, dan semua itu tergali lewat bagian cerita Bob Parr di rumah. Tentu, menjaga dan mengawasi itu terdengar jauh kalah keren dari bertindak menghajar penjahat. Itulah yang dikeluhkan oleh Bob, dia ingin beraksi. Itu juga yang bikin Violet kesel, kenapa saat melawan musuh harus dia yang disuruh menjaga Jack-Jack, si bayi.

Dilindungi bukan berarti lemah. Mendapat tugas sepele bukan berarti karena kita kurang mampu mengerjakan yang lebih. Karena sebenarnya, menjadi superhero bukan seberapa mentereng tugas dan alat-alat yang kita gunakan. Superhero adalah soal seberapa berat tanggungjawab yang berani kita emban. Berapa banyak amanat yang sanggup kita penuhi.

 

Paralel dengan pembelajaran protagonis, di film ini kita dapat tokoh antagonis yang juga membenci bagaimana penduduk hanya suka menjadi penonton, hanya suka mengawasi superhero yang mereka elu-elukan. Villain film ini berpendapat superhero membuat orang-orang menjadi semakin lemah, tidak bisa melindungi – membuat keputusan untuk diri sendiri. Dia ingin menghukum semua orang yang hanya mau menonton dengan kekuatan hipnotis melalui monitor. Melalui tokoh ini, film juga bicara mengenai ajakan untuk menikmati dunia secara langsung. Ketergantungan terhadap monitor – kalo ada yang belum sadar, kita menatap layar nyaris seluruh waktu dalam sehari kita terjaga sekarang – bahwa kita baru percaya kalo melihat sesuatu yang tayang di monitor, alih-alih melihat dan mengalami langsung, adalah suatu hal yang tak sehat. Panjahat dalam film ini punya motivasi yang bagus. Hanya saja personanya sendiri, gimana film berputar di sekitarnya, tampak lemah. Film memasukkan twist, but not really. Tidak ada surprise yang kurasakan ketika menonton ini. Semua elemen cerita tampak jelas berujung ke mana, siapa akan menjadi apa. Kupikir film yang berfokus pada dilema superhero sebenarnya tidak perlu ada yang dicap literal sebagai penjahat, I would be fine jika ini totally tentang drama keluarga superhero saja. Tapi ini kan juga dibuat sebagai film anak-anak jadi mereka harus punya tokoh yang dijahatkan.

Namanya saja udah terbaca “Evil Endeavor”, mengungkap kedoknya jauh sebelum twist terjadi

 

 

 

 

Film lebaran terbaik yang aku tonton tahun ini, dengan nilai yang jauh di atas. Pixar menunjukkan kematangan sekaligus konsistensi yang luar biasa dalam persembahannya ini. Animasi yang aku tidak tahu ternyata bisa lebih dalem dan menggugah lagi berhasil mereka hadirkan. Cerita superhero yang mengangkat sudut pandang yang jarang dilakukan, terlebih dalam film untuk anak-anak. Tokoh-tokohnya menarik, aksinya seru, kocak, dan jangan heran dan sampai kewalahan saat nonton ini adik-adik kita akan melontarkan pertanyaan yang cerdas. Karena film ini memberikan pesan dan bahan pemikiran yang berbobot di balik aksi kartunnya; untuk kita semua.
The Palace of Wisdom gives 7.5 out of 10 gold stars for INCREDIBLES 2.

 

 

That’s all we have for now.

Remember, in life there are winners.
And there are losers.

 

 

 

 

 

We?
We got PIALA MAYA for BLOG KRITIK FILM TERPILIH 2017

Comments

  1. Debra Stefani says:

    Karena sering baca review di blog ini, kayanya cara saya menilai film mulai mirip kaya Bang Arya hahahaha..
    Terutama pendapat tentang film Jurassic World: Fallen Kingdom dan The Incredibles 2 ini..
    Uda setahun ngikutin en masih betah untuk baca hehehe
    Oh ya Bang, kalo ada masukan anime yang bagus boleh lo nulis di blog juga ^^

    • arya says:

      waah terimakasih lohh.. semoga yang jelek-jelek tidak ikutan tertular xD
      ayo gabung di blog ini, ikutan nulis jugaaa

      My Hero Academia, serius, aku lagi kecanduan anime ini lol.. filosofi tentang ‘pahlawan atau penjahat’nya menarik banget diikutin di samping aksinya oke punya

Leave a Reply