QODRAT Review

 

“When the devil tempts you to doubt, don’t let your circumstance determine your God”

 

 

Horor dulu simpel. Baik lawan jahat. Hitam lawan putih. Setan lawan Tuhan. Namun hal jadi semakin kompleks seiring kita sadar kalo manusia dapat menjadi lebih iblis daripada setan.  Bahwa agama sekarang bisa dijadiin kedok oleh manusia untuk nurutin hawa nafsunya. Like, setan aja minder ngelihat perilaku manusia sekarang. Agama direduce jadi alat politik, kampanye kebencian. Malah tahun 2000an dulu sempat marak acara tv yang menjual ustadz bak superhero pengusir setan dengan jungkir balik baca ayat yang dijadikan mantra. Sehingga orang jadi gak percaya. Kini semua itu jadi membaur, yang putih ternyata hitam, dan yang hitam ternyata bisa jadi pihak yang baik. Makanya film horor pun sekarang banyak yang agak ‘ribet’. Film Qodrat garapan Charles Gozali tampak dibuat untuk mengembalikan kodrat baik lawan jahat yang mulai mengabu tersebut. Mengembalikan harapan akan masih ada pembela kebenaran, ustadz-ustadz, orang-orang yang truly baik, yang benar-benar bisa memberikan pertolongan.  Orang-orang seperti Ustadz Qodrat.

Ketika kita pertama kali bertemu dengannya, Ustadz Qodrat sedang dalam titik terendah dalam hidupnya. Dia gagal merukiyah putranya sendiri. Alif, sang putra, tewas. Qodrat dipenjara, Dan dia jadi ogah sholat. Setelah kejadian horor yang membuatnya sempat ngerasain mati, Ustadz Qodrat pulang ke Pesantren Kahuripan. Hanya untuk menemukan pesantren dan desanya dalam kondisi bak neraka dunia. Gersang, air dan makanan kurang, dan banyak penduduk, terutama anak-anak yang sakit dan kesurupan. Salah satu dari mereka adalah putra dari Yasmin, yang kebetulan juga bernama Alif. Kesamaan itulah yang digunakan oleh setan musuh bebuyutan Ustadz Qodrat untuk sekali lagi membunuh Qodrat dan mengkafirkan sebanyak mungkin manusia di sana dalam prosesnya.

Pak Ustadz pake jaket kulit jadi kayak Kotaro Minami

 

Kesurupan memang trope yang sudah sering dipake, baik itu di horor lokal maupun horor mancanegara. Qodrat sendiri bahkan sudah ngasih nod  – adegan dengan sesuatu yang clearly mereferensikan – ke film horor yang memulai soal kesurupan dan usir setan, The Exorcist (1973) di adegan pembuka.  Dengan menyajikannya di depan seperti demikian, film tidak hanya ngasih respek ke film ‘senior’ tersebut, tapi juga ngasih tahu ke kita “oke, we’ve done the reference, itu selesai, sekarang; inilah yang baru, yang kami tawarkan”  Dan memang sesegera itu Qodrat berusaha bermain-main dengan cara menampilkan trope kesurupan, dan berusaha menjadi dirinya sendiri. Kayak di awal itu, film actually menggunakan pov orang-pertama, jadi kita belum melihat wajah Qodrat. Kita seolah melihat dari posisi Qodrat langsung, bagaimana tampang si anaknya ketika setan Assauala merajalela di dalam sana. Menit-menit awal itu udah kayak mainin game first-person horor. Setelah itu, vibe film ini jadi kayak film silat jadul, apalagi dengan lokasi desa di bukit. Si Qodrat udah kayak pesilat yang mengembara hingga sampai ke suatu desa. Bedanya. pesantren dan desa itu adalah semacam kampung halaman baginya. Tapi tempat itu jadi nyaris sepenuhnya asing bagi Qodrat. Ini memberikan lapisan kepada konflik karakternya karena menyelamatkan desa tersebut bagi Qodrat juga berarti adalah menyelamatkan sesuatu yang dia kenal, menyelamatkan dirinya sendiri.

Setan telah bersumpah untuk berusaha sekuat tenaga tak kenal lelah demi menyesatkan umat manusia. Kita melihat di film ini bahkan pemuka agama seperti Qodrat berada pada ancaman terjerumus yang nyata. Pesan moral kebaikan dan kejahatan yang dikandung film ini memang tidak lantas menjadikan cerita hitam-putih polos aja, melainkan jadi cerita dengan elemen hitam dan putih yang begitu volatile, dan kita akan merasakan dan merefleksikan kengerian dari bagaimana kedua elemen itu tertampilkan dalam desain film ini.

 

Vibe film silat makin berasa karena ustadz-ustadz di sini jago berantem semua. Rukiyah yang mereka lakukan didesain oleh film melibatkan aksi-aksi fighting seolah ustadz adalah hero dan setan yang merasuki orang adalah supervillain. Tapi tidak pake jurus-jurus flashy, sehingga film ini terasa lebih grounded daripada Jagat Arwah (2022) yang memang lebih menguatkan pada fantasi. Dan perlu diingat, yang dirasuki di sini ini adalah sebagian besar anak kecil jadi aksi di film ini bisa terasa sangat intens. Ustadz Qodrat pasang jurus tapi bukan untuk melukai, tapi setan yang mengamuk lewat wujud anak kecil akan full force menyerang melakukan hal-hal mengancam nyawa. Mereka gak peduli nyakitin siapa saja. Untuk tetap stay true dengan genre horornya, film ini tak lupa memasukkan adegan-adegan yang pure hantu-hantuan. Yang dilakukan dengan cukup variatif, enggak hanya sekadar orang kesurupan teriak-teriak. Ada makhluk-makhluk  horor dengan make up dan efek seram, pastinya. Malah ada creature anjing besar hitam yang berhasil juga blend dengan environment sehingga tampilannya mulus. Terus ada adegan surealis juga; favoritku adalah adegan kue ulang tahun. Yang jadi Bapak di sekuen itu (sori, aku gak tau nama aktornya), kupikir aktingnya brilian juga ngasih vibe supercreepy. Aktor-aktor cilik yang kesurupan juga lumayan sih, cuma aku kurang suka ketika untuk adegan kesurupan maksimal, film mengoverlay suara mereka dengan suara seram. Aku susah mendengar yang mereka katakan, dan kuharap film juga ngasih subtitle untuk dialog-dialog kesurupan, jangan cuma pada dialog ayat Al-Qur’an aja. Bicara soal itu, selalu merinding melihat setan mencemo’oh manusia dengan ayat-ayat kitab suci, dan film ini ngasih banyak momen merinding seperti demikian. Also, film berhasil ngambang di batas yang netral sehingga bacaan ayat-ayat di sini tidak terdengar kayak jampi-jampi konyol ala acara tv pengusir setan, ataupun tidak terdengar totally preachy.

Sebelum ini, di thriller horor Inang (2022) kita sudah gimana pasangan ibu dan anak di real life,  dicast sebagai antagonis dan protagonis, dijadikan efek ekstra untuk horor yang dipersembahkan cerita. Tapi film yang lebih psikologis itu tidak memberikan momen ibu dan anak ini berantem horor beneran. Nah di Qodrat ini, akhirnya kita mendapat hal yang semacam itu. Film ini ngecast Vino G. Bastian sebagai Ustadz Qodrat, dan istri aslinya, Marsha Timothy sebagai Yasmin, janda dua anak yang minta pertolongan karena anaknya kesurupan.  Dan later sebagai final battle kita akan lihat Vino dan Marsha ‘bunuh-bunuhan’. Maan, pastilah fun bagi mereka hahaha. Bagi kita, however, intens adegan tersebut jadi semakin bertambah. Karena selain kita udah terbuild up bahwa mereka pasangan beneran, kita juga terbuild up dan terinvest sama karakter masing-masing.  Film actually memberi subplot keluarga Yasmin porsi yang cukup besar, it was easy bersimpati kepada single mother yang anaknya yang masih kecil kesurupan, sementara anaknya yang remaja, well, berada di umur gak suka semua yang dilakukan ibunya. Vino dan Marsha memainkan part mereka dengan baik, namun naskahlah yang sebenarnya berhasil membuat Ustadz Qodrat tidak kerebut spotlightnya oleh Yasmin. Naskah actually berjuang untuk terus mengembalikan kendali di Ustadz Qodrat sebagai tokoh utama. Yaitu dengan cara membuat semua masalah di film ini berakar kepada luka menganga di hatinya yang terbentuk sejak gagal menyelamatkan putranya sendiri.

Bahkan dengan elemen sebanyak itu, film ini sepertinya masih menyimpan lebih banyak lagi untuk very-possible sekuel!!

 

Enggak gampang dengan muatan elemen sebanyak itu menjaga cerita masih tetap pada rel karakter utama. Black Adam (2022) aja gagal kok, film itu malah jadi kayak cerita karakter lain. Makanya, aku mengapresiasi film Qodrat ini, karena usahanya untuk melakukan hal yang benar terkait naskah. But yea, it is a hard thing to do. Qodrat ceritanya oke, karakternya punya plot, naskah menjaga supaya karakter utamanya tetap utama, hanya saja berusaha navigate cerita supaya ‘benar’ dengan elemen sebanyak itu, Qodrat terasa clunky saat berjalan. Pengembangannya masih belum mengalir benar, masih kayak poin-poin saja. Perubahan si Qodrat dari yang tadinya mulai goyah iman gak mau shalat ke menasehati orang supaya memegang kuat iman terasa berlangsung gitu aja. Segampang efek mati suri saja. Padahal efek-efek itu yang mestinya jadi tempat film menggali supaya lebih genuine. Efek setelah sembuh dari kesurupan yang saat kesurupan melukai keluarga sendiri. Efek setelah sahabat meninggal. Alih-alih itu, film berjalan simply karena naskah menuliskan. Bukan seperti rangkaian progresi natural yang ditulis menjadi naskah. Akibat yang utama terasa adalah karakternya jadi kurang bebas terekspresikan.  Ustadz Qodrat jadi kayak beneran munafik ‘berdakwah’ pada orang lain tentang Tuhan sementara dirinya sendiri masih bergulat dengan rasa bersalahnya hingga tak mau shalat subuh. Karakter putrinya si Yasmin juga begitu. Dia jadi kayak beneran gak sayang sama adiknya lantaran naskah menginginkan Qodrat lah yang membongkar kuburan, menyelamatkan anak bungsu Yasmin. Usaha si cewek remaja tersebut menggali kuburan jadi tidak genuine seperti usaha seorang kakak menyelamatkan adiknya yang dikubur hidup-hidup. Nah, itulah maksudku soal naskah menemukan kesulitan membuat situasi jadi genuine dalam usahanya menjaga supaya si Qodrat yang tetap beraksi, supaya semua kembali kepada masalah personal Qodrat.

Contoh yang terakhir sebenarnya agak lucu sih. Jadi setelah menyelamatkan desa dan Kepala Pesantren, Qodrat dapat reward berupa… motor keren!! Hahaha, ini kayak outofnowhere banget. Karena kita gak pernah diperlihatkan interest Qodrat ama motor, ataupun transportasi sendiri sebelumnya. Motor itu sepertinya diberikan sepertinya karena nanti di sekuel Qodrat harus punya kendaraan atau semacamnya. Jadi motor itu gak terasa genuine masuk sebagai reward, melainkan dituliskan karena ya harus ada itu, gitu. But at least, karena ini toh kita jadi dapat adegan keren Ustadz Qodrat naik motor di jalanan sepi, udah persis kayak penutup Satria Baja Hitam 90an! XD

 




This could be start for an exciting franchise. For real, this time. Franchise  yang superhero-ish tapi genre horor bermuatan lokal. I’ve been saying this for a long time: mungkin genre superhero Indonesia akan benar-benar meledak bukan dari meniru jagoan-jagoan super dari komik luar melainkan, dari mengangkat cerita-cerita seperti Wali Songo, pahlawan nasional, atau sesuatu yang lokal seperti yang dilakukan film ini, yang dibentuk menjadi seperti superhero. Yang ditiru cukup konsep jagat sinematiknya saja. Mungkin Ustadz memerangi setan seperti inilah konsep superhero yang cocok bergaung pada masyarakat kita. Aku senang film ini hadir dengan kelihatan seperti benar-benar mengembalikan kodrat film ala Indonesia itu seperti apa. Ceritanya ngasih putih lawan hitam, tapi dengan pemikiran yang tidak saklek lewat pengembangan karakternya. Punya banyak elemen, yang sekaligus mengset up sekuel, tapi berhasil membuat cerita stay di jalur milik karakter utama. Walaupun memang, progres ceritanya jadi clunky, ngalirnya kurang genuine. Tapi sekali lagi, film ini mungkin jadi awal franchise kesuperhero-superheroan yang sebenarnya bagi Indonesia, setelah cukup banyak superhero ala barat yang kesannya hanya adem ayem saja.
The Palace of Wisdom gives 6 out of 10 gold stars for QODRAT

 




That’s all we have for now.

Apakah menurut kalian film ini berhasil ngasih cerita yang kental agama tanpa menjadi preachy? Apakah menurut kalian film modern butuh untuk kembali seperti film jadul yang punya garis hitam-putih yang jelas?

Share pendapat kalian  di comments yaa

 

 

 

Remember, in life there are winners.
And there are losers.

 

 

 

 

We?
We are the longest reigning BLOG KRITIK FILM TERPILIH PIALA MAYA



Comments

  1. Aaron says:

    Adegan kue ulang tahun salah satu adegan favorit di film ini. Setuju untuk Asha yang tiba2 berhenti menggali galian Alif untuk dijadikan bagian Qodrat berperan agak aneh, meskipun bisa dibuat ia terdistraksi sama ilusi (dan ada adegan ia menolong Qodrat tapi gagal). Overall jauh di atas dua horor Kimo serta horor lainnya dan mampu mensejajarkan diri dengan PS2 (kualitas cerita bagusan Qodrat). Btw adegan Ibu si Yasmin itu kerasukan lalu jatuh atau justru bunuh diri?

    • Arya says:

      Pas Asha berhenti gali itu penonton di sebelahku langsung nyeletuk “Lah, nyerah?!” wkwkwk.. malah berlari nolong ibunya kan. Iya sih, mungkin bisa pake ilusi.
      Yang bunuh diri yang mana?

      • Aaron says:

        Adegan pas Qodrat dan Asha lagi ngobrol sambil jalan, ayah Yasmin yang melihat langsung emosi sementara ibunya Yasmin lagi kalut berdiri dekat jurang. Gak diperlihatkan bunuh dirinya karena depresi semata atau terpengaruh suara dari Assuala

        • Arya says:

          Ooo si Jihan yang temennya Asha itu ya. Kalo Yasmin mah nama si Marsha Timothy.
          Depresi berat, plus digebah bisikan-bisikan Assuala kayaknya. Puas tuh pasti si setan itu. Berhasil bikin manusia bunuh diri

          • Aaron says:

            Oh iya yang benar Jihan. Mau ketik Jihan malah keketik Yasmin (terlalu memorable mungkin karakter Marsha Timothy). Adegan kesurupan Jihan juga memorable dan brutal habis. Mas Arya udah nonton special screening Perempuan Bergaun Merah?

          • Arya says:

            Meringis juga pas lihat Jihan jedotin kepala ke kayu pasungnya itu hahaha
            Belum, gak ada dapet info spesial screening di bandung. Gimana filmya? Brutal jugakah?

          • Aaron says:

            Perempuan Bergaun Merah pas ada special screening gak pas waktunya jadi nonton yang reguler, ya setipe sama SIM 2 , bagus di produksi, lemah di cerita, banyak karakter numpang lewat untuk dihabisi satu satu

  2. Revan says:

    Serius baru kali ini aku nonton horor tapi urat nadiku ngilu sampe ke ending hahaha. Adegan potong kue masuk ke dalam adegan terngeri tahun ini berjejer sama adegan liftnya pengabdi setan2.

    Dan woww! aku suka aktingnya yang jadi asha, adegan dia sebenrnya banyak yg bikin gregetan tapi herannya gabisa benci karna loveable sedari awal muncul. Kalau dia tepat milih peran kedepannya pasti bakalan bersinar bgt karna baru kali ini liat dia.

    • Arya says:

      Pinter banget pula bikinnya, gak langsung liatin dia motong tangannya. Ada dialog setan itu bujuk lewat suara dan muka bapaknya. Pas udah kena, pun tak langsung abis. Ada mengaduhnya dulu, terus dipaksa terus. Gila itu serem sih memang bujukan setan hahaha

      Kayaknya debut filmnya ya ini?

  3. Ilham says:

    Seperti yang gw takutkan dari awal trnyata disini juga banyak bgt adegan2 yang bener2 gabisa dicerna kaya terlalu dibuat efek kumur2. Dan ada satu scene dimana nyesel bgt gabisa denger dgn jelas pas waktu adeknya ngomong di gudang bareng kakaknya pas mau buka gembok itu kan adeknya kesurupan dan mulai ngomong masalalunya, gimana dia bisa cacat dan penyebab ayahnya meninggal. Itu dialognya apasih? Kukira bakal ada flashbacknya eh trnyata smpe akhir cuman disinggung itu doang pdhal mnurutku lumayan penting. Kayanya pas adegan kesurupan gni lebih baik dikasih subtitle ajadeh kesel bgt 🙁

    • Arya says:

      Sama, ku juga gak dengar bagian itu. Sebagian besar dialog yang suaranya nyampur begitu, gak terdengar jelas. Sempat mikir mungkin aku yang sial dapat bioskop yang audionya jelek hahaha.
      Either dikasih subtitle, atau mungkin bisa ada cara lain biar seram?

      • Aaron says:

        Yang kudengar sih gara-gara si Asha, terjadi sesuatu yang membuat adiknya harus di kursi roda. Assuala pakai itu untuk memancing si Asha supaya mau buka pintu. Meskipun terdengar tapi kayak unresolved conflict sampai film usai

        • Arya says:

          Berarti memang gak disebut ya kenapa bisa kakinya harus di kursi roda.
          Yang di akhir adiknya mencoba berdiri, ngeliatin ke Qodrat, itu maksudnya apa ya kira-kira? Kirain mau nunjukin udah sembuh karena setannya kalah (for now)

          • Aaron says:

            Menurutku karena kerasukan , makanya Alif bisa berdiri walau gak sempurna, sempat goyah di awal. Mungkin karena gak lumpuh total Mas, lebih ke fisik yang lemah

  4. Joe Lucas (@joe_lucas19) says:

    Mas Arya, izin kasih review disini ya, matur nuwun

    Sedari awal aku sudah harap2 cemas film ini akan mengecewakan kita karena karakter Qodrat kurang diberi latar belakang yang memadai, selain karena kita diperlihatkan bagaimana perasaan depresifnya dia yang kehilangan keluarganya sehingga ingin segera ikut menyusul

    Awal aku tertarik menonton film ini daripada film Inang atau film lainnya semata2 karena terkena “promosi” dari para reviewer langgananku di Youtube, dan pada hari film ini tayang dan tukang review pada mulai membahasnya di kanal masing2, aku semakin terhanyut rayuan “promosi” dan sedikit spoiler dari sana sini. Sehingga pengalamanku menonton benar2 terasa kurang maksimal karena aku sudah tahu bahwa musuhnya adalah si Randy Pangalila alias Jafar, dan karakter Qodrat kurang digali dengan baik, setidaknya itu yang aku dengar dari para reviewer

    Sampai akhir film aku sudah menebak film ini seperti memang sengaja memberi versi awal dan nanti akan ditayangkan kembali dengan versi yang lebih lengkap yaitu extended version nya(sama seperti kasus KKN di Desa Penari), atau bahkan akan dibuatkan sekuel atau trilogi nya sekalian, dan dugaanku ternyata betul, di penghujung film kita akan diperlihatkan Qodrat yang mendadak mendapatkan motor dan pergi meninggalkan desa(perasaaan selama ini gak ada motor itu deh), ditutup dengan tulisan “Qodrat will return” seolah perjalanan Qodrat masih belum selesai dalam menyelesaikan kasus ruqyah sambil terus memaafkan diri dan merelakan kepergian keluarganya . Jadi aku semakin yakin kasus kerasukan selanjutnya tidak lain akan membahas tentang keluarganya sendiri, atau bisa juga melenceng membahas kasus kerasukan lain sambil memberi sedikit kilasan balik mengenai apa yang sebenarnya terjadi pada keluarga Qodrat di masa lalu. Who Knows?

    Satu hal yang aku apresiasi, Film ini terasa spesial karena berani memberikan alternatif baru dunia perhantuan-kerasukan, lewat budaya lokal serta ada unsur action ala film2 jadul Jackie Chan, yang terasa lucu, heboh, namun tetap meyakinkan. Yang dimana aku sudah teramat bosan dengan franchise besar The Conjuring. Ketika baik melawan jahat, dan pada akhirnya yang baik akan selalu menang, tidak ada spesial nya lagi sekarang konsep sederhana seperti itu

    Namun sayang kualitas audio film sungguh menyebalkan, kita akan sangat sering gagal memahami apa yang sedang diucapkan ketika orang sedang kesurupan atau bahkan ketika sekedar ngomong biasa. Padahal suara khas milik Vino G. Bastian sangatlah cocok untuk memerankan karakter Qodrat. Aku aja gak tau nama setan musuh bebuyutan Qodrat, baru tahu setelah baca disini

    Satu detil kecil yang aku suka dan jarang kita temukan di film horor adalah soal “mata kucing”, lewat Asha, saat rumah mereka mati lampu, saat dia ketakutan mencari ibunya yang tak kunjung kembali, disanalah dia menunjukan realitas yang sederhana tapi seringkali terluput, yaitu bagaimana bisa karakter di dalam film seolah tahu harus kemana padahal sekelilingnya gelap gulita, sedangkan Asha, dia berkali2 menabrak perabotan rumahnya sambil terus berpegangan pada apapun yang bisa diraih tangannya

    Masih soal gelap, aku suka bagaimana klimaks film ini dibuat hanya didalam sebuah gudang yang tidak terlalu besar, dan alih2 berusaha menyalakan listrik, si Ibu yang sedang kerasukan mengambil jalan yang lebih mudah dengan membakar barang2 yang ada di pojokan gudang demi mendapatkan cahaya

    Aku sendiri sebagai penonton non-muslim, merasa tidak masalah dengan doa2 yang diucapkan Qodrat saat sedang meruqyah, maksudku aku bahkan mempertanyakan kembali keimananku kepada-Nya semisal diperhadapkan dalam situasi yang serupa

    Paling tegang saat adegan potong kue, sangat unik membuat Asha diajak bertemu Ayahnya kembali lewat cara potong kue yang ternyata adalah lengannya sendiri

    Oh tentu saja aku juga jengkel melihat Asha yang tidak kunjung bisa menyelamatkan adiknya yang terkubur hidup2, jikalau memang mau dibuat Qodrat yang bisa menggali, kenapa kita tidak diperlihatkan gundukan tanah itu tampak berkurang, toh sedari awal, adiknya itu terkubur cukup dalam lho, dan jika Asha berhasil menggali sedikit dengan bantuan sekop, lantas menjadi wajar jika Qodrat bisa menggali hanya menggunakan tangan kosong

    Jadi walau pastinya film ini tidaklah sempurna, namun kita harus turut berbanga diri, perfilman Indonesia terutama horornya telah naik kelas, tidak lagi jualan jumpscare atau jualan porno

    Terakhir, aku bertanya2, jadi sebenarnya kasus kesurupan di desa itu karena ulah si Assualah, atau gara2 Jafar yang menyembah berhala?
    sekian ulasan saya, aku kasih rating 82/100%

    • Arya says:

      Hoi hoii ayo sinii, ada review lagi buat dibaca-bacaaaa

      Entah itu improve atau memang diarahkan seperti begitu, tapi yang jelas, Asha nubruk-nubruk pas jalan dalam gelap itu nice touch banget ya. Ngasih kesan beneran gelap di situ. Real.

      Dibikin series enak juga sih si Qodrat ini. Bertualang, tiap episodenya bantuin keluarga yang berbeda haha

      Iya, si Jafar nyembah berhalanya si Assuala jadi desa itu semacam tumbalnya lah. Jadi gersang kayak kena kutuk. Kayaknya sudah dari lama si setan itu di situ, makanya ‘kenal’ ama Qodrat kan. Kalo film ini ada sekuelnya, mungkin bakal ngulik lebih dalam backstory Qodrat ama Assuala

      • Jebe says:

        Menit2 awal udah males kirain bakal kayak film2 sikopat holywood yg biasa eh ternyata . . . Walau kayk agak lepas2 gitu ceritanya . Pengalaman menonton yg menyenangkan .pasti pecah banget yg nonton di bioskop

        • Arya says:

          Samaa hahaha, di awal-awal itu kirain bakal jadi cerita gender role cowok cewek yang berakhir jadi salah satunya ternyata psikopat. Taunya kagak. Iya sih, tokoh utamanya sempat pindah, jadi kayak dua cerita. Tapi kayaknya itu sengaja, didesain buat nunjukin beda cewek cowok menanggapi situasi terkait sudut pandang memandang dunia

  5. Sarah says:

    Entah yaa karena aku udh sering di cekokin horor di tahun ini … pas liat horor ini jd biasa aja gtu padahal penonton yg lain jejeritan tapi knp aku datar 🙂 apakah itu menandakan diriku ini depresi hahahahah (lupakan) … soalny udh biasa gtu liat gore gore dari yg film sampe korban korban kecelakaan di internet , next ditunggu bngt perempuan bergaun merah kayakny gore juga nih keren

    • Arya says:

      Wah kalo gitu cocoknya nonton Terrifier 2 deh. Aku aja yang merasa perutku cukup kebal, tapi masih ada mual-mual sedikit lihat adegannya. Bener-bener gorefest itu mah, tapi kualitas naskahnya tetep bagus

    • Ilham says:

      Perempuan bergaun merah katanya b banget di reviewer sebelah. Kayanya bakalan aku skip ajadeh pdhal udah niat nabung untuk mnggu ini nnton PBM tpi kayanya gajadi mnding d tabung lagi buat nnton sri asih :). Aku nunggu review disini ajadehhh siapa tau baguss hhehee

Leave a Reply