CEK TOKO SEBELAH 2 Review

 

“Never be ashamed of where you came from; Who your family is.”

 

 

Masih ingat Erwin yang menolak diwarisi toko kelontong oleh ayahnya, karena pengen berkarir di Singapura? Begini keadaannya sekarang; Erwin terduduk galau. Dia mendapat ultimatum keras dari ibu calon mertua. Kalo cinta dan masih mau menikahi Natalie, Erwin harus merelakan untuk tidak mengambil kerjaan di Singapur. Harus tetap stay di Indonesia. Tapi itu juga akan berarti dia telah membuat ayahnya – yang sudah merelakan toko keluarga demi mendahulukan anak-anaknya – kecewa. Ernest Prakasa menempatkan karakter yang ia perankan  dalam posisi yang sulit, sebagai kait emosi dalam sekuel Cek Toko Sebelah. Tanpa kehilangan warna komedi yang menghiasi latar dan karakter-karakternya, drama keluarga Tionghoa ini ternyata masih berlanjut, dengan permasalahan ‘permintaan orangtua’ yang lebih berat. Sampai bawa-bawa soal gender dan kelas sosial segala, saat keluarga Erwin yang sederhana ditemukan dengan tuntutan keluarga Natalie yang dikepalai oleh ibu yang powerful nan kaya raya.

Dari CTS jadi CRS; Crazy Rich Sebelah

 

Sementara Erwin bergulat dengan permintaan ibu Natalie, Yohan dan istrinya yang galak, Ayu (Dion Wiyoko dan Adinia Wirasti reprised their role, dengan penambahan muatan drama) harus berhadapan dengan permintaan baru dari ayah mereka. Koh Afuk meminta anak sulungnya itu untuk segera punya momongan. Agaknya, Koh Afuk yang sudah pensiun dari ngurusin toko itu merasa kesepian. Pengen main-main ama cucu. Masalahnya adalah, Ayu belum siap untuk punya anak. Sehingga ini memancing tensi di antara keluarga mereka. Apalagi ketika Koh Afuk dengan sengaja ngide supaya temannya menitipkan anak kepada Yohan dan Ayu. Kehadiran Amanda dan kameranya (Widuri Puteri, penampilan singkat dan berkesan) diharapkan ngasih perubahan suasana di rumah Yohan dan Ayu. Buatku, permasalahan keluarga Yohan terasa lebih menohok. Perspektif Ayu yang ditonjolkan di persoalan gak mau punya anak ini ngasih muatan emosional yang kuat terhadap tema yang menjadi benang merah keseluruhan cerita Cek Toko Sebelah 2. Yakni tentang tidak malu terhadap keluarga sendiri. Jika pada cerita Erwin, permasalahan tersebut tercermin secara gamblang; di hadapan ibu camer yang kaya, Erwin terdesak dan terpaksa bohong mengenai ayahnya yang kini pensiunan yang gak ada kerjaan dan mengenai abangnya yang pernah berurusan dengan substance terlarang, maka pada Ayu hal tersebut tercermin jadi suatu sudut pandang di level yang berbeda. Karena keluarga Ayu got real dark, dan ini scarred her for life.

Kita tidak bisa memilih di mana dan dari siapa kita lahir. Beberapa orang terlahir berkecukupan, sementara beberapa lagi lahir dalam kekurangan. Beberapa lahir dalam keluarga yang menyayangi, beberapa lahir basically sama saja kayak tanpa sosok orangtua. Tapi alih-alih malu, akar tersebut sebaiknya dijadikan pijakan untuk menjadi orang yang lebih baik. Seperti orangtua kita yang punya alasan tersendiri, kita juga mestinya punya alasan untuk jadi lebih baik. 

 

Memang, seperti film pertamanya, Cek Toko Sebelah 2 juga dikembangkan dengan multi-perspektif. Erwin, Koh Afuk, dan karakter lain punya cerita atau masalah sendiri. Tentu saja ini membuka ruang yang luas untuk eksplorasi karakter tersebut. Membuat mereka punya momen masing-masing, baik itu yang ringan maupun yang emosional. Kayak, kita jadi bisa melihat gimana hubungan Erwin dan Natalie yang sweet dan lucu terjalin. Karakter Natalie sudah ada sejak film pertama, namun baru di film ini personalitynya diperlihatkan mendalam. Dan Laura Basuki adalah pilihan yang lebih dari cukup, as in, Laura Basuki bener-bener menghidupkan karakter ini, jadi natural, berkat range aktingnya. Natalie di sini bisa menimpali awkwardnya Erwin dengan berbagai feeling, bisa unyu kayak anak remaja, bisa juga serius kayak orang dewasa pacaran beneran. Chew Kinwah juga mampu membawa Koh Afuk tetap dinamis, meskipun di film kali ini perannya cukup ‘berkurang’, dalam artian screen time maupun ya, literally gak banyak banget yang dilakukannya di sini selain gelisah Yohan belum punya anak dan Erwin bohong mengenai dirinya. But when he did, impact emosionalnya bakal gak kalah gede.

Dari semua karakter, yang mau aku khususkan di sini adalah antagonisnya. Si Ibu calon mertua,  yang diperankan oleh Maya Hasan. Penulisan karakternya keren. Antagonis sebenarnya tidak bisa begitu saja disederhakan sebagai penjahat. Antagonis lebih tepatnya adalah lawan dari protagonis; orang yang menjadi rintangan dari karakter utama cerita. Dan dalam cerita yang bagus protagonis versus antagonis bukanlah soal benar lawan salah, baik lawan jahat. Melainkan soal perbedaan prinsip, standpoint. Belief.  Antagonis yang hebat membuat kita mengerti standpointnya. Membuat kita paham dia bisa berpikir seperti itu darimana. Dengan kita paham si antagonis, maka otomatis kita jadi mengerti betapa dia jadi sebenarnya rintangan buat protagonis. Jadi hambatan yang bakal memaksa protagonis untuk berubah, memikirkan ulang pilihannya. Nah si mama Natalie ini persis demikian. Kita bisa melihat dia nyusahin Erwin dengan syarat-syarat dan campur tangan di segala urusan, tapi kita juga tahu dia ada benarnya. Omongan si tante soal keadilan dan tindakannya setelah tahu Erwin bohong, kita tidak melihat itu sebagai tindakan seorang yang jahat, walaupun kita tahu dia bakal bikin ‘hero’ kita sengsara. Aku memang lantas teringat sama ibu mertua di Crazy Rich Asians (2018). Sosok matriarkal yang sama powerfulnya. ‘Kebenciannya’ terhadap Rachel yang ia sangka gold-digger, terus mendorong si protagonis untuk menunjukkan bahwa ia orang yang tepat untuk anak si ibu. Membuat protagonis mengembangkan diri. Dan puncaknya adalah adegan mahyong yang menyabet Best Movie Scene di My Dirt Sheet Awards 8Mile (2018). Point is, dinamika antagonis dan protagonis membuat narasi jadi ada gonjang-ganjing sampai akhirnya punya konklusi yang terasa earned bagi semua orang. Saat journey mereka berakhir dan mereka melihat dengan lebih baik sekarang. Cek Toko Sebelah 2 harusnya bisa mencapai ketinggian emosi yang sama. Atau mungkin malah lebih, mengingat ada lebih banyak karakter dan masalah.

Erwin masih beruntung, seenggaknya calon mertuanya gak kayak mertua di Bajaj Bajuri hihihi

 

Aku terus menunggu ‘adegan mahyong’ versi Cek Toko Sebelah 2. Menunggu momen Erwin menunjukkan perkembangan, dan stand up for himself. Owning semua kesalahan sekaligus memperlihatkan dia sudah jadi orang yang lebih baik. yang paling pantas untuk Natalie. Dan adalah salah si ibu untuk tidak melihat semua itu. Tapi yang actually kita dapatkan adalah Erwin balik badan dan ‘kabur’ dari si ibu. Momen pembelajaran ternyata ada pada karakter si Ibu dan Koh Afuk. Dua orangtua yang tadinya meminta suatu hal. Kan jadi lucu. Film ini dibuka oleh sekuen dua anak muda yang bertemu lalu jadian , tapi resolve masalah di akhir adalah karakter lain. Like, kalo pembelajarannya memang pada orangtua, maka cara atau struktur bercerita film ini enggak sesuai dengan tujuan tersebut. Sebab dengan membuatnya seperti begini, justru yang tertampilkan adalah karakter utama kita – si Erwin – dan pasangannya – enggak ada problem. Enggak ada pembelajaran. Erwin ninggalin semua orang aja bisa beres dengan gampang.

Multi-stori atau multi-perspektif dituliskan oleh Ernest dengan lebih baik pada film Cek Toko Sebelah yang pertama. Di film itu ketiga karakter sentral selain punya masalah, tapi juga punya development masing-masing. Mereka diberikan stake masing-masing. Karir, cinta, dan warisan. Pada saat penyelesaian, ketiganya terasa ‘ngelingker’, terasa telah menjadi pribadi yang lebih baik ketimbang saat di awal cerita. Sedangkan pada film sekuelnya ini, terasa kayak dibagi-bagi. Yang punya stake adalah Erwin. Yang punya development atau perubahan adalah Ayu dan Ibu Natalie. Yang resolve semuanya Koh Afuk. Ini juga membuat keseluruhan narasi seperti terkotak-kotak episode. Oh awalnya episode kenalan Erwin ama Natalie. Terus pindah dulu ke episode Yohan dan Ayu mengasuh Amanda. Terus ke episode pernikahan. Tiap episode punya puncak dan penyelesaian sendiri. Enggak mengalir bareng-bareng.

Soal jokesnya, aku gak mau bilang banyak. Yang jelas gaya joke khas film-film Ernest tetap dipertahankan. For better and worse. Better, karena sekarang sudah lebih mulus masuk ke narasi utama. Worse, karena beberapa adegan lucu-lucuan tersebut not really add anything to the story. Misalnya kayak candaan soal pikun di sepuluh menit pertama film. Candaan yang sangat elaborate. Perlu diingat, sepuluh menit pertama krusial bagi film karena di periode itu film bakal mati-matian ngeset tone, stake, motivasi protagonis, serta tentang apa sih cerita mereka. Sehingga ketika ada candaan panjang yang membahas soal pikun, seolah film sedang mengeset permasalahan pikun sebagai yang bakal dihadapi oleh karakter. Tapi ternyata tidak. Pikun itu ternyata hanya sebatas candaan selewat, seperti banyak lagi nantinya candaan selewat yang menambah-nambah durasi. I mean, sungguh waktu yang aneh untuk memasukkan candaan, sementara sepuluh menit pertama mestinya digunakan untuk ngeset yang lebih penting. So yea, agak disayangkan penulisan film ini agak menurun dibanding yang pertama. Padahal secara penceritaannya sendiri, Ernest banyak menggunakan teknik-teknik baru. Seperti main di editing seperti jump cut, juga main di kontras warna seperti memberikan warna yang lebih kinclong saat di adegan-adegan orang kaya dan lebih oren saat di adegan lebih sederhana.

 




Setelah Teka-Teki Tika (2021) yang kayak api kebakaran hutan alias naskahnya merambat ke mana-mana, jadi besar secara liar, Ernest Prakasa slowly bangkit dan kembali ke yang bikin dia bercokol di perpetaan film tanah air pada awalnya. Yaitu cerita keluarga yang grounded. Dengan warna yang memberikan identitas kepada karakter dan dunia ceritanya. Sekuel ini berhasil menyambungkan cerita, mengekspansi karakter-karakter yang sudah dikenal lewat permasalahan baru. Multi-storinya membuat dunia cerita menjadi lebih kaya, memuat karakter lebih banyak dan lebih kuat personality. It has moments, hanya saja struktur berceritanya sedikit penurunan dibandingkan film pertama yang lebih ngalir. Film kedua ini dibentuk dengan lebih episodik, dan dibagi-bagi. Karakter antagonisnya dituliskan kuat, tapi protagonisnya tidak diberikan hal yang sama. Yaah, mungkin itu ‘sebelah’ yang dimaksud film ini. Pembangunannya sebelah-sebelah hihi
The Palace of Wisdom gives 5 out of 10 gold stars for CEK TOKO SEBELAH 2

 

 




That’s all we have for now.

Bagaimana menurut kalian soal cowok yang actually punya penghasilan di bawah ceweknya, kayak Erwin dan Natalie?

Share pendapat kalian di comments yaa

 

 

Remember, in life there are winners.
And there are losers.

 

 

 

 

We?
We are the longest reigning BLOG KRITIK FILM TERPILIH PIALA MAYA



Comments

  1. wbs says:

    CTS 2 kisah cinta natalie dan erwin terlalu klise dan too good to be true, sementara penyelesaiannya memang kurang dibandingkan CTS1 meskipun bisa jadi itu sangat grounded ketika erwin awalnya mencoba lari dari masalah. Film ini mungkin mencoba mengingatkan kembali tentang film ngenestnya ernest. Disini juga terlihat kualitas akting ernest masih 11-12 dengan raditya dika yang imho lebih cocok menjadi sutradara ketimbang aktor.

    • Arya says:

      Mestinya setelah kabur, ada momen Erwin dan si ibu resolving their issue together. Tapi ternyata momen itu malah dari Koh Afuk dan si ibu. Jadinya ya kayak memang lari aja.
      Haha iya sih ya, kalo dipikir-pikir too good to be true jadiannya.
      Memang masih perlu banyak belajar, tapi menurutku aktingnya agak lebih mendingan ketimbang raditya dika. Mungkin karena Ernest selalu menghadirkan situasi yang dekat dengan dia, jadi kayak lebih natural aja tektokan dllnya. Kalo Raditya Dika tu beneran kayak sketsa2 dia nunggu punchline, gimmicky banget kesannya

  2. Ilham says:

    Bang ngikutin serial Alice in borderland gak? Kalo iya tanggapan singkatnya tentang yang seri kedua ini dong bagus apa gak hehe. Kalo boleh review singkat juga gapapa bang penasaran hehe.

      • Ilham says:

        Bagus bang ini tuh ceritanya mirip squid game yaitu tentang survival game tapi ini bedanya jangkauannya lebih luas yaitu satu kota. Dimana tiba tiba kota tokyo kedatangan kembang api misterius dan mereka mendadak berada di kota yang misterius dan mengharuskan mereka menyelesaikan game demi game mematikan agar bisa tetap hidup dan kembali kedunia nyata. Yuk nonton bangg

        • Arya says:

          Squid Game aja aku belum jadi-jadi nonton hahaha.. Padahal kemaren-kemaren itu udah rencana, abis namatin All of Us are Dead mau nyobain Squid Game xD
          Jadi mending aku nonton mana nih yang duluan; Squid atau Alice?

          • Ilham says:

            Alice dulu aja bang soalnya udah selesai sama sekuelnya yang baru rilis minggu kemarin. Kalo squid game sekuelnya belum rilis dan menurutku msih bagusan dan sadis alice sih haha. Seru kog bang lihat game2 nya unik2 lebih variatif juga soalnya!

  3. クリス (Chris) (@christmellody) says:

    Ada satu hal yang mengganggu pikiranku ketika selesai menonton, yaitu kalo memang si Erwin harus ke Singapura selama 2 tahun karena tuntutan karier (kontraknya bilang 2 tahun, ‘kan?), tapi ibunya tidak setuju, ya sudah tunda aja pernikahannya 2 tahun lagi seharusnya bisa dong? Seingatku tidak ada urgensi mengapa mereka harus menikah di tahun itu selain keinginan Natalie dan Erwin sendiri yang -balik lagi- sebenarnya bisa ditunda 2 tahun lagi aja enggak sih nikahnya?

    Selain itu, aku merasa judul Cek Toko Sebelah juga kurang cocok untuk film ini karena urusannya enggak sama toko lagi, apa gak Cek Keluarga/Orang Tua/Mertua Sebelah aja gitu ya? Cuma ya namanya sekuel, tentu saja harus ada judul pendahulunya. Terus ada meta bang Ariyo Wahab dipake untuk scene dramatis bikin aku susah fokus, mengingat dia nyanyi “Papa gak pulangggg~” padahal itu scene seharusnya memantik emosi hahahaha

    Selebihnya ini semua karakter perempuan di sini aktingnya ngebanting semua aktornya, OP banget dah mereka

    • Arya says:

      Ohahaha yang nyanyi “papa gak pulang, papa gak bawa uang” itu ya? Cocok sih, abis minggat dia bikin lagu itu buat nyindir keluarganya XD

      Iya juga ya, gak ada urgensi kenapa harus nikah di tahun itu. Apalagi dialognya ada berulang menyebut soal ‘baru pacaran emangnya udah kenal’ gitu-gitu. Padahal sebenarnya cukup ada adegan sesimpel bilang Erwin harus selamanya di Singapura untuk establish urgensi ya; adegan yang bikin Erwin harus memilih sekarang.

      Udah mentok kayaknya judulnya itu ya. Sehingga ketika mau bikin sekuel, ya terpaksa gak nyambung. Atau mungkin bisa jangan pakai angka, tapi kayak Harry Potter/Fantastic Beasts. Yang pakai :

      Makin keliatan ‘sederhana’ ya yang cowok-cowoknya hahaha

  4. Aaron says:

    Secara judul sebenarnya udah gak sesuai sama isi filmnya, dan menurutku film ini dari segi drama lebih dewasa pembawaannya. Namun menurutku konfliknya gak benar2 terasa memuncak, gak ada scene atau babak penceritaan yang membawa film ini ke adegan puncak , terasa berputar-putar aja untuk konflik Erwin Natalie. Gak ada babak dramatis di tengah film seperti pendahulunya. Untuk konflik Ayu Yohan dan Koh Afuk cukup baik, ya cuma itu terasa episodik dan joke nya kayak diada-adakan untuk mancing tawa dan habiskan durasi. Ernest tetap jadi penampil terlemah dengan karakter yang menyebalkan, mengulang kesalahan yang sama, gak benar2 growing up. Filmnya rada sepi mungkin karena selain demam Avatar 2, publik Twitter sentimen sama Ernest juga kali ya dan tbh filmnya formulaic with bits of refinement

    • Arya says:

      Posisi film ini agak gak enak sih. Sebelah-sebelahan ama Avatar 2 dan KKN 1.5
      Strategi film ini dengan nguatin latar keluarga mereka kan. Ada adegan ibadah dan segala macam. Mungkin kalo dijual dengan semangat menyambut natal, bisa naikin atensi masyarakat juga (walau agak risky mengingat masyarakat sini, ya taulah gimana)

      Udah mentok itu judulnya. Udah gak bisa diilangin Cek Toko Sebelahnya. Musti kreatif lagi sih, alih-alih pakai angka 2, mungkin bisa pakai sub judul apa gitu.

      • Aaron says:

        Lebih setuju pakai subjudul ketimbang murni angka 2 Mas. Tapi yang kuperhatikan universe CTS ini agak kurang well planned karena seriesnya seperti dikembangkan tanpa adanya pertimbangan sama sekuel filmnya, jatuhnya jadi melebar kemana-mana dan main cast nya kurang ada involvement dengan seriesnya. Film dengan semangat natal bakal melempem sih responnya Mas, seperti yg Mas Arya sebutkan. Bagusnya sih pas awal Erwin ketemuan sama Natalie, lebih disorot lagi proses transisi toko tutup, progres hubungan mereka hingga ketemu Mama Natalie (kalau mau lebih relevan sama judulnya)

        • Arya says:

          Aku gak ngikutin seriesnya; emang kalo yang series timeline ceritanya kapan? pas Erwin udah nikah? atau masa-masa mereka masih ngurus toko?

          Kelihatannya memang gak direncanain ada sekuel sih, makanya sekarang ngembanginnya jadi kayak melebar dan udah gak cocok lagi ama judul. Tapi kalo diliat-liat, sebenarnya tokonya masih ada kan ya. Like, Yohan ama Ayu masih jual kue, kan itu bentuk toko juga. Kalo memang mau stay ama judul, mestinya ya Yohan ama Ayu dijadiin utama, since mereka yang punya ‘toko’. Kisah Erwin jadi subplot aja

        • Aaron says:

          Sebenarnya gak ngikutin seriesnya sih Mas, sepintas ada yg bentuknya spin off, ada yang berupa sekuel, cenderung fokus utama ke Koh Afuk & karyawan toko sementara Erwin, Yohan, Natalie, sama Ayu seakan berada di universe lain. Belum lagi tambahan karakter baru

          • Arya says:

            Memang ke mana-mana ya timelinenya. Yang fokus ke Koh Afuk ama karyawan toko kayaknya seru tuh, cocoknya memang seputar toko aja gak sih, biar kayak film Barbershop-nya si Ice Cube. Dari film pertama ampe sekuel-sekuelnya selalu stay di persoalan survive di bisnis pangkas rambut.

            Kalo gak salah, series Cek Toko Sebelah ini tayang di berbagai platform ya? Yang tiap platform beda-beda serialnya. Mungkin serial-serial itu gak ada yg kanon semua ke filmnya?

    • Arya says:

      Skip sih kayaknya hahaha
      Last entry 2022 sebelum publish daftar Top-8 Movies kayaknya cuma review Glass Onion ama mini-review edisi Desember.

      Kenapa filmnya? bosen gak jelas ya?

  5. Albert says:

    Aku suka sih CTS 2. Lebih suka cerita Yohan sih. Untunglah ga cari aman endingnya jadi mau punya anak. Lebih seneng begini biar tau orang bisa bahagia caranya masing2. Laura Basuki cantik banget. Kalau ga dia yang main sama Ernest, mungkin lebih bosenin cerita Erwin. Wah kalau aku jadi Natalie, ditinggal gitu sama Erwin, malah jadi sadar mungkin benar ibunya. Mending batal aja kawinnya. Malah dipertegas lagi dimarahin Erwinnya tapi dimaafin. Erwin jadi tokoh utama memang paling lemah perkembangannya termasuk dari film pertama. Btw kok ga ada cerita toko warisannya ya. Yohan bukan ngurus toko malah jadi tukang foto sekarang.

    • Arya says:

      Udah bener sekuel ya cerita Yohan dan Ayu aja, mereka yang punya toko sekarang, sekaligus masalah punya anak. Erwin mah ke singapur aja haha.. enggak ding. Kalo dibikin kayak gitu kita gabakal dapat Laura Basuki. Secara Laura Basuki adalah pilihan terbaik yang dilakukan oleh film ini xD

  6. Joe Lucas (@joe_lucas19) says:

    Mas Arya, izin komen ya. hehe
    Aku termasuk orang yang telat nonton CTS 1, dan gak seberapa ngikutin film2 karya Ernest, aku cuma liat beberapa filmnya dia, tapi yang jelas kuingat adalah, film2 nya Ernest selalu “harus” lucu dan selalu bawa2 isu sosial yg membumi dan relate dengan kehidupan sehari2. itu bagus, aku gak masalah, tapi entah kenapa agak kurang bisa nge fans ama dia

    CTS1 sebenarnya cukup seru, tapi memang terlalu banyak “lucu” nya daripada membahas masalah yang serius, jadi aku kurang suka (karena itu aku gk ngikutin seriesnya). Namun saat aku lihat trailer CTS2 ini, aku langsung tertarik, karena aku ngerasa kali ini film jadi lebih serius dan dewasa, gak lagi penuh candaan garing dan cringe, tapi ternyata aku sedikit terlalu berharap lebih

    Setuju soal candaan yg cuma di ada2 in di film ini, karena yg paling aku gak suka dari film ini ya karena harus ada lucunya itu loh, seandainya film ini bisa dibuat serius dari awal sampai akhir mah pasti bakal lebih asyik (bapak pikun itu mungkin untuk mengingatkan pada kita, bahwa film ini tuh sejatinya film komedi drama keluarga. jadi jangan dibawa terlalu serius)

    Soal yg Mas Arya singgung, mengenai konklusi di akhir film yg membuat Ernest jadi lempeng, aku sih kurang konek ya, bagiku malah seru tuh yg waktu Natalie, Ibu, ama Ernest tengkar. bagiku sudah “nampol” bgt adegan itu. Kalau kita berharap lebih kyk Rachel-nya Crazy Rich, jangan disamain mah itu, secara di Novelnya aja, si Rachel tuh harusnya kabur, pernikahan mereka itu terjadi ya karena mereka nekat nikah, ya walaupun akhirnya direstui karena ada pihak ketiga yang bantu sih. Ya bisa diiblang mirip2 dah sama CTS2 ini, Ernest ama Natalie tengkar dulu karena masalah “ditinggal” itu, tapi akhirnya mau nekat nikah, dan pada akhirnya dapat bantuan dari Koh Afuk (mungkin itulah fungsi keberadaan Koh Afuk disini, buat nolong waktu ending film. wkwkwk)

    Yaaa boleh dibilang film ini terinspirasi dari kisah “mertua tidak setuju” Rachel-Nic nya Crazy Rich lahh, tapi jelas kurang kompleks dan kurang Crazy Rich pula. wkwkwk

    Setuju Laura Basuki cantik bgt, jelas dia lebih oke daripada Giselle kemarin. Oh Iya juga, Ernest nih tuh ceritanya dapet pacar yang beda “kasta” mulu ya, cuma yg Giselle kemarin emg songong di orangnya, kalo Natalie, yg songong kan ibunya

    Sebetulnya film ini oke, apalagi bagi cowok yang pernah ngalamin pacaran ama cewek yang beda kasta gini, pasti relate

    oke gtu aja, makasih

    • Arya says:

      Komedinya tuh kayak set-set sitkom digabung jadi satu haha.. like, geng main kartu sebenarnya bisa jadi sitkom tersendiri. Erwin dengan bosnya di kantor, bisa jadi sitkom tersendiri ala The Office. Yohan ama karyawan-karyawan di studio foto, Ayu dan karyawan di bisnis kue. Semua itu kayak set komedi pada jalur masing-masing. Apalagi mereka dulu di toko, wah ini jelas bisa digali terus (mungkin itu yang digali series, aku juga tak nonton jadi tak tahu haha). Tapi di CTS 2, saatnya semua digabungin, ya jadinya kayak tempelan gitu aja komedi-komedinya. Mungkin kalo dipilih satu set, dan fokus di sana aja, bisa lebih… apa ya, aku kemaren nonton ulang lagi film-film Barbershop, itu tiga film tapi benar-benar fokus di toko pangkas warisan dan budaya sosial orang afrika-amerika semua, mengalir di balik bahasan asmara, ngasuh anak, dsb.

      Aku pikir awalnya Cek Toko Sebelah berangkat dari concern serupa perihal tradisi keluarga dan budaya, tapi anehnya ya kok cepet aja si toko yang supposedly mewakili itu semua dihilangkan dari franchise filmnya. Dari satu toko, malah jadi beragam set sitkom/

      Mungkin si bapak pikun itu untuk mengisyarakat kita untuk juga lupakan saja soal toko, karena cerita telah move on ke wilayah crazy rich hahaha

  7. Joe Lucas (@joe_lucas19) says:

    Soal Ayu, Yohan, dan Koh Afuk sih emang agak kurang ya, seolah Ernest tuh pengen bgt dapet peran disini

    Soal Toko, wah mari kita lupakan saja soal itu, toh film ini juga seolah sudah lupa dengan judulnya sendiri

    Natali ama Ernest ada urgensi deh rasanya, kan mereka dilarang LDR an, tapi juga Natalie gk boleh ikut Ernest ke Singapore karena harus nemenin Ibunya di JKT

    • Joe Lucas (@joe_lucas19) says:

      Rachel itu dikira gold digger, bukan karena dlu mertua nya ini gold digger juga, tapi karena ibunya NIc itu gak pernah dianggap layak oleh keluarga Young meskipun dia juga terlahir cukup kaya dan berpendidikan, nah apalagi Rachel, yg notabene bukan siapa2
      sedangkan
      Kalo Ernest kan dikira bakal selingkuh, bakal ninggalin Natalie setelah mereka akhirnya nikah, maka dari itu mereka dilarang LDR an. soalnya dulu si ibunya ini, nikahin cowok biasa aja sama kyk Ernest, tapi setelah berhasil nikah malah si suaminya selingkuh

      • Arya says:

        Penulisan ibu Natalie memang kuat sih. Dia gak ada judgment soal duit sebenarnya. Memang pure ‘gak percaya laki-laki’ karena pernah diselingkuhin. Makanya sebenarnya api-nya dengan Erwin kan begitu terbukti Erwin bohong soal kerjaan bapaknya. Triggernya di gak jujur. Makanya juga, buatku kurang pembuktian diri si Erwin kepada dia di sini. Pembuktian bahwa dirinya bisa dipercaya itu seperti apa jadi agak kurang terbahas, lantaran oleh Koh Afuk penyelesaiannya jadi soal anak-anak berbohong demi honor keluarga.

        Kalo pada Rachel kan, beneran ditepis semua keraguan si ibu mertua terhadapnya. Terbuktikan dalam satu permainan mahjong yang menyimbolkan semua. Resolvenya mereka lebih enak.

    • Arya says:

      Hahaha nah ini, mungkin si bapak pikun itu nyimbolin lupakan toko xD

      Si Erwinnya ke singapur nya permanen kali ya, makanya harus nikah atau tidak sama sekali

  8. Avant Garde says:

    Baru kali ini liat film tanpa lihat trailer dan review orang2 karena yakin filmnya sebagus CTS 1. Hasilnya agak kecewa karena tokonya sudah ga ada, cuma toko online dengan kios kecil punya Yohan dan Ayu. Pun kecewa karena komika2 di CTS udah nggak muncul lagi. Cerita yang mudah ditebak dan sederet kekurangan yg udah dibahas sm reviewer lain di atas hehe … Pantesan aja di samping karena jadwal tayangnya bareng Avatar 2, penontonnya sampe sekarang juga belum tembus sejuta…

    • Arya says:

      Laura Basuki carry this movie alone hahaha

      Kalo dipikir-pikir sekarang, heran juga ya. Kok tokonya bisa dengan cepat tergantikan, padahal mestinya itu yang ‘dijaga’ karena berkaitan dengan tradisi dan kultur identitas karakternya. Saat di film pertama, konteksnya masih masuk karena adaptasi perkembangan jaman dan sebagainya. Tapi karena ternyata dilanjut ke cerita berikutnya, tokonya gak ada ya jadinya aneh aja

Leave a Reply