“Sometimes it’s better to let people handle their own problems”
The Rock dijuluki sebagai The People’s Champion. Di sisi lain, The Rock menyuguhkan penampilan terbaik saat berperan sebagai heel/antagonis. Bahkan, sebagai babyface/protagonis pun, The Rock adalah seorang heel yang dahsyat untuk para antagonis. Kenapa aku malah mengungkit peran Dwayne Johnson di jaman dia masih bergulat di atas ring? Karena dalam Black Adam garapan Jaume Collet-Serra, Dwayne seperti dikembalikan ke akar WWEnya tersebut. Karakter Black Adam originally adalah seorang penjahat, dan dia juga adalah Champion di antara bangsanya. Makanya, karakter ini dan Dwayne Johnson tampak begitu klik. Aku pergi menonton film superhero DC ini dengan sedikit harapan melihat Dwayne kembali ke persona lamanya, seenggaknya barang sedikit. You know, sudah mulai jenuh gak sih melihat Dwayne dapat peran template cowok jagoan berbadan kekar yang gitu-gitu melulu, yang rumornya bahkan dikontrak untuk tidak boleh tampak lemah apalagi kalah. Black Adam, memang memberikan aktor ini sesuatu yang bisa dibilang keluar dari kebiasaan yang belakangan. Hanya saja film ini kelupaan mengembalikan satu hal yang juga merupakan trait The Rock. Kharisma. Di film ini, Dwayne sebagai Black Adam is all about action, tapi diberikan karakterisasi yang minim perkembangan, selain cuma “ternyata dia begini”
Jadi Black Adam aslinya bernama Teth-Adam. Juara Shazam pilihan para Wizard lima ribu tahun yang lalu. Dia ditunjuk setelah berani mengobarkan semangat revolusi pada bangsanya, bangsa Kahndaq, yang diperbudaq. Fast forward ke masa sekarang, bangsa negara fiktif itu ternyata masih belum merdeka. Tanah mereka kini dijajah oleh sindikat kriminal yang disebut Intergang yang mencari mahkota Sabbac, relik berkekuatan super yang disembunyikan oleh Teth-Adam di masa lalu. Makanya, supaya bangsanya selamat, Adrianna dan kelompok kecilnya berusaha menemukan mahkota itu terlebih dahulu. In the process, Adrianna membebaskan Teth-Adam. Bangsa Kahndaq modern yang mengenal Sang Juara lewat legenda, langsung mengelu-elukan makhluk super itu sebagai pahlawan yang bakal membebaskan mereka semua. Teth-Adam memang pelindung bangsa, hanya saja dia menegakkan keadilan dengan caranya sendiri. Cara yang membuat pasukan Justice Society pimpinan Hawkman harus datang dari jauh untuk campur tangan mengamankan Teth-Adam yang justru dianggap sebagai monster perusuh.
Kepada genre superhero, film ini sebenarnya menawarkan cerita yang tak biasa. Mengangkat penggalian baru dengan sedikit mengubah Black Adam yang aslinya total villain menjadi lebih seperti anti-hero. Hero, tapi aksinya bikin gerah superhero yang lain. Jadi si Adam ini punya sense of justice sendiri. Dia percaya yang namanya penjahat, penjajah, ya mestinya dibunuh. Kinda like ketika masyarakat udah geram ama hukum yang bertele-tele, terus lebih milih penghukuman ‘netijen’. Teth-Adam sendiri sebenarnya gak pernah mengakui dirinya pahlawan. Dia hanya mau bangsanya gak tunduk dan pasrah lagi. Dia maunya revolusi. Seteru paling seru di film ini justru datang dari konflik antara Adam dengan Hawkman, pemimpin geng Justice Society yang datang untuk menangkap dirinya jika tidak mau bekerja sama. Jika Teth-Adam masih terus membunuh. Basically Hawkman di sini bertingkah seperti polisi moral, yang mencoba mengatur bagaimana cara menjadi pahlawan yang benar. Cara film ini menampilkan ‘cara’ Teth-Adam menghukum penjahat versus reaksi Hawkman seringkali jadi kocak. Walaupun konteksnya cukup dark, film berhasil menampilkan dalam nada yang cukup ringan sehingga menghibur melihat konflik paham antara Adam dengan Hawkman. Teth-Adam bukan saja tidak suka diatur, dia juga tidak suka melihat ada bangsa lain yang datang mengusik tanah airnya. Bagi Teth-Adam, Justice Society tak ada bedanya ama Intergang, sama penjajah yang mau ikut campur.
Bangsa Kahndaq cuma ingin merdeka. Mengatur sendiri urusan mereka. Menyelesaikan sendiri masalah mereka. Namun sejarah bangsa ini mencatat, sedari dulu mereka dijajah dan dicampuri oleh penguasa ataupun pihak dari luar yang lebih kuat. Makanya ketika Justice Society datang ke sana untuk menangkap sosok pahlawan bagi bangsa Kahndaq, keadaan menjadi semakin kacau. Inilah yang mestinya diperhatikan. Bahwa seringkali sebaiknya kita tidak mencampuri urusan pihak lain yang tidak ada sangkut-pautnya dengan kita.
Menurutku tema cerita Black Adam ini menarik sekali, terutama karena datang dari negara yang terkenal suka ikut campur urusan negara orang lain. Bukan satu dua kali Amerika mengirimkan bala tentara ke negara-negara yang tengah berkonflik, untuk berperang dengan agenda membantu perdamaian. Bukan satu dua kali pula, Teth-Adam di film ini balas ngotot ke Hawkman untuk tidak ikut campur dan membiarkan dirinya dan bangsa Kahndaq mengenyahkan sendiri masalah mereka. Tadinya kupikir film ini sendiri akan memihak kepada Teth-Adam dan bangsa Kahndaq. Kupikir pembuat film ini akan berani menyentil negara mereka. Namun makin ke sini dinamika itu tidak diubah. Hawkman dan Justice Society tidak mengubah pandangan mereka soal mencampuri urusan, mereka tetap memandang Adam sebagai monster yang harus dikerangkeng. Sekalipun akhirnya film menunjukkan Black Adam sadar dirinya memang pahlawan di balik segala dosa-dosa personal dan Adrianna beserta para rakyat Kahndaq diberikan kesempatan untuk berjuang membela tanah mereka, tapi tetap diperlihatkan mereka harus dibantu oleh pihak asing, yakni si Justice Society. Dan meskipun film menyebut Black Adam adalah white knight yang dibutuhkan, tapi pada kenyataannya cerita film ini literally membuat Doctor Fate dari Justice Society, dengan helm super, seolah kesatria berbaju zirah yang menggiring mereka kepada taktik keselamatan. Yang lucunya, tidak perlu dilakukan; Masalah tidak akan menjadi segede di akhir itu – mahkota Sabbac tidak akan jatuh ke tangan penjahat – jika Justice Society tidak pernah datang dan ikut campur dan membiarkan Adam membereskan urusan dengan caranya tersendiri sedari awal.
Itulah tanda film ini punya masalah pada naskah. Alih-alih fokus mengembangkan bagaimana Teth-Adam di dunia modern, berusaha mengsort out urusan personalnya – pilihannya di masa lalu, membuat Teth-Adam belajar apa itu arti menjadi pahlawan, film malah membagi perhatian kita kepada karakter superhero dari luar. Tau-tau kita dijejalin banyak karakter superhero. Ada Hawkman, Dr. Fate, Cyclone, Smasher. Karakter-karakter yang di atas kertas otomatis lebih menarik dibanding Adrianna dan putranya. Relationship antara Teth-Adam dengan kelompok Adrianna – relasi antara leluhur yang dianggap pahlawan dengan rakyat jadi terpingkirkan. Bahasan relasi itu masih ada, sebagai benang utama cerita, tapi tidak diceritakan dengan pengembangan. Melainkan hanya lewat revealing demi revealing, ‘ternyata’ demi ‘ternyata’. Karena film membagi porsi tadi. Progres cerita terutama datang dari pilihan Hawkman and the gank, dan Adam bereaksi terhadap itu. Poin-poin film jadi bergantung kepada karakter luar. Buatku menonton film ini jadi persis seperti yang dirasakan rakyat tertindas bangsa asing. Kenapa yang ditonton jadi malah disetir oleh orang-orang ini?
Mungkin masih bisa dimaafkan jika mereka-mereka itu benar-benar digali. Mind you, mereka ini bukan karakter yang pernah muncul di film lain sebelumnya, melainkan yang sama sekali baru. Yang juga butuh introduksi solid. Masalahnya, dengan begitu banyak karakter, semuanya jadi terasa instan saja. Para karakter superhero punya trait dan kekuatan khusus, dan hanya dimensi itulah yang ditampilkan. Tak membantu pula beberapa di antara mereka mengingatkan kita kepada karakter superhero DC lain, bahkan kepada karakter superhero sebelah. The Rock jadi kena imbasnya. Sisi komedi hingga sisi humanis yang tampak diniatkan untuk karakter ini jadi tidak bisa mencapai maksimal karena cerita terus saja membawa kita kembali kepada seteru Hawkman dengan Teth-Adam. The Rock di sini jadi hanya marah dan berguyon di sela-sela menghajar musuh. Padahal yang sebenarnya dibutuhkan lebih banyak adalah The Rock bersama anak Adrianna, Teth-Adam menyelami fungsinya hadir di sana. Jadi tidak ada di antara mereka yang konek ke kita secara emosi. Film ini hanya aksi dan eksposisi, dengan sedikit komedi untuk mengikat kita kepada karakter. Kita tidak nyambung ke mereka melainkan hanya lewat unsur-unsur luar yang artifisial. Oh, si Cyclone cakep. Oh, si Smasher lucu. Oh, si Adam ngeyel kalo dibilangin. Actionnya juga sebenarnya imersif, bangunan-bangunan yang hancur karena ulah Teth-Adam ‘menyelamatkan’ dunia dijadikan integral ke dalam plot, namun karena ke karakter-karakter sendiri kita gak masuk, maka ya jadinya kita hanya sebatas melihat aksi saja.
Padahal dengan tema yang menarik, karakter anti-hero dan superhero yang menantang pemahaman terhadap konsep kepahlawanan, film ini harusnya bisa jadi sesuatu yang diperbincangkan. Teth-Adam yang tampak dibuild untuk menjadi penjahat besar seharusnya bisa dibuat benar-benar dramatis. Marvel sejauh ini baru Civil War yang benar-benar menggali di daerah moral antar-pahlawan itu sendiri. Sedangkan, film-film DC kalo kita lihat sepertinyalebih sering bermain-main dengan perspektif hitam-putih. Pahlawan-penjahat. Mereka lebih sering menjadikan cerita dengan villain sebagai perspektif utama. Bahkan superheronya saja juga diberikan pilihan yang menantang moral (we’re looking at you, Wonder Woman 2) Eksekusinya saja yang seringkali melempem. Film The Rock ini juga salah satu yang kurang nendang. Film ini malah menyesakkan diri dengan superhero lain. Tidak benar-benar membuat karakter judulnya mendapat eksplorasi yang mendalam. Batman lawan Superman, Justice League lawan ‘dark’ Superman, aku hanya berharap jika nanti Black Adam lawan Superman benar-benar terasa seperti clash epic alih-alih pertemuan yang ‘main aman’ seperti sebelumnya. Dan to be honest, harapanku itu mengecil melihat film ini belum apa-apa sudah mengesampingkan banyak penggalian karakternya.
The Palace of Wisdom gives 5.5 out of 10 gold stars for BLACK ADAM
That’s all we have for now.
Apakah menurut kalian Hawkman dan Justice Society di film ini memang telah lancang mencampuri urusan negara orang?
Share pendapat kalian di comments yaa
Remember, in life there are winners.
And there are losers.
We?
We are the longest reigning BLOG KRITIK FILM TERPILIH PIALA MAYA
Saya setuju dan juga kurang sependapat. Film Black Adam (BA) kalau diukur dari standar Marvel, sudah bagus banget. To be fair, Film Marvel juga sedikit sekali yang philosophically bagus. Civil War mungkin ada pertentangan moralnya, tapi tidak make sense. Sekian banyak superhero cuma 2 kubu, terus fight ya magically draw. Kalau ini kan jelas yg menang Black Adam.
Kalau masalah Naskah, dunia ini tidak bekerja seperti itu. Orang tidak tahu apa yang dia lakukan itu akan berguna atau nggak. Jadi kalau ada orang yg tidak ada gunanya dan hanya menambah rumit masalah, ya dunia itu seperti itu. Dan kalau naskah seperti dunia, itu berarti naskahnya tidak salah. JSA datang dan memang tidak menggerakkan plot, ya itulah subplot. Kadang malah pemeran utamanya sendiri tidak berguna, seperti Indiana Jones dan Lost Arc. Mau ada Indi atau gak ada Indi, Nazinya yang menang. Apakah skenarionya salah? Bukan, karena skenario ini seperti dunia, kita tidak tahu kita berguna atau tidak.
Film ini bagus, hanya memang kurang tergali potensinya. Sepertinya WB takut BA jadi jahat atau antihero sekalian. Agak melenceng dr komiknya. Di komiknya dia gak ragu jadi penguasa. Biasanya di komik, superhero lain respect BA, dia bs berbuat apa saja asal di Khandaq.
Maksudnya gimana berguna/tidak berguna? Aku kurang paham, karena yang dicontohkan adalah JSA dan Black Adam, sementara yang kulihat film ini justru JSAnya yang datang menggerakkan plot (membuat batasan dan larangan kepada aksi Black Adam) dan Black Adam memilih aksi berdasarkan mereka. Problem pada naskahnya adalah, aksi yang dipilih Black Adam hanya berupa melakukan hal yang memang sesuai dengan yang dia percaya. Naskah tidak benar-benar menggali perspektif Black Adam sebagai karakter utama, terhadap larangan/cara JSA, terhadap posisinya sekarang, dll. Jadi sebenarnya ‘problem pada naskah’ itu merujuk kepada penggalian perspektif, bukan apakah naskahnya sesuai dengan dunia nyata atau tidak (untuk urusan ini penulis naskah bebas mau menulis seperti apa)
Mungkin contoh lebih jelasnya di cerita detektif. Kan biasanya karakter utamanya detektif, tapi plot bergulir tentu saja dari aksi penjahat yang melakukan kriminal – yang nantinya jadi kasus yang harus dipecahkan oleh si detektif. Nah, tugas naskah adalah mengembalikan kendali plot itu ke tangan karakter utamanya, si detektif. Caranya adalah dengan memperlihatkan bagaimana kasus itu bisa paralel dengan masalah personal si detektif. Menulis bagaimana pilihan yang detektif pilih dalam memecahkan kasus, bermuara kepada keyakinan si detektif terhadap masalah personalnya. Sehingga plot film bukan hanya dia memecahkan kasus, tapi juga tentang bagaimana dia dealing with masalah personal. Ini membuat film tersebut jadi benar-benar cerita si detektif walaupun awalnya digerakkan oleh kasus oleh penjahat, tapi ini jadi cerita lebih personal ke si detektif.
Nah, di Black Adam ini, momen-momen personal Black Adam itu malah ketutup sama subplot JSA. Udah bener padahal Adam pikirannya balik ke masa lalu, resolving masalah dengan putranya – the real hero. Tapi masalah ini jadi sideline, ketika film membuat Adam tidak mengerti kepentingan dia harus jadi pahlawan sekarang, ketika dia setuju untuk menyerahkan kekuatan dan ternyata nanti dia ‘dinobatkan’ kembali sebagai pahlawan oleh Doctor Fate, yang melihat bigger picture dan mengambil alih aksi. Kalo balik ke analogi cerita detektif tadi, si Black Adam ini resolve konflik personal, tapi dia tidak memecahkan kasus (yang mecahin kasus si Dr. Fate), Black Adam ‘cuma tinggal’ meringkus pelakunya saja.
Black Adam cuma 1 yang komen nih. Aku udah nonton minggu lalu bareng Qodrat. Katanya Black Adam action terus ceritanya simple, tapi ternyata banyak juga twistnya ya. Gpplah Justice Society muncul, lebih menghibur daripada Black Adamnya. Dokter Fate sama Hawkman terutama, kalau 2 yang muda kayaknya penggembira aja. Hehehe. Minggu ini Black Panther udah tayang mas, Perempuan Bergaun Merah skip ajalah hehehe.
Oh gitu skip aja? Gimana emang filmnya? Senin aku mulai ke bioskop lagi, tadinya pengen nonton Wakanda ama Gaun Merah itu kalo masih ada hahaha
Cerita sekelompok teman pesta mabuk2an gitu, terus 1 hilang. Lalu ceritanya beriringan Tatjana Saphira investigasi hilangnya temennya ini sambil satu2 anggota pestanya dibunuh Setan Baju Merah. Ya kurang seru sih investigasinya, lambat, dan sebetulnya udah bisa ditebak di tengah siapa pelakunya. Ada clue jelas kok. Tapi pembunuhannya sih cukup sadis.
Ooh berarti selling pembunuhan sadisnya ya. Ringan/lebih ke humor, atau serius gitu filmnya?
Serius filmnya mas. Katanya satu universe sama Sebelum Iblis Menjemput. di Instagram pernah ada itu jawabannya di mana nyambungnya. Adegan Ga penting ternyata hahaha.
Wahahaha disambung-sambungin aja ya. Adegan apa tu nyambungnya?
Kugak jadi ke bioskop nih, ujan bikin mager xD
Oh kubaca lagi ternyata bukan jawaban resmi mas. Cuma komenan orang biasa. Betul enggaknya disuruh nonton sendiri. Katanya tetangga sebelah kamar Dinda itu dukun di Sebelum Iblis Menjemput.
Kulihat lagi dukun di SIM pemerannya Ruth Marini ya. Tapi ga ada di cast Perempuan Merah ini. Kalau betul sih lucu juga mas. Karena adiknya Dinda itu pas tidur dengar di kamar sebelah lagi berisik adegan dewasa gitu. terus adiknnya ini ketuk kamarnya ya dibuka tetangganya ini. Ya kalau betul tetangganya ini si dukun SIM ya enggak penting banget adegannya. Ini adegan rekaan kok supaya adiknya keluar kamar biar bisa diganggu setan.
Wakanda Forever belum nonton mas?
Ooo kayaknya latah mau nyamain horor sebelah yang nyebar-nyebar clue reference dari semesta pembuatnya, gak sih? hihihi
Tapi itu adegannya spicy juga ya, adik terbangun denger suara tetangga lagi adegan dewasa haha, kirain filmnya untuk 13+
Beluumm wkwkwkwk
13+ tapi sadis2 ini pembunuhannya. Hehehe. Lucu juga adegannya mas. Abis labrak tetangganya kan adiknya diganggu hantu, mau masuk kamar terkunci. Kan di kos2an biasa, dia keluar sendiri kok mau masuk terkunci. Kayak hotel aja bisa ngunci sendiri pintunya hehehe. Ayo ditonton Black Panther mas. Bagus filmnya 🙂
Tadi pas nonton Sri Asih lihat si Black Panther masih banyak ya jam tayangnya. Masih di studio satu juga. Amanlah kayaknya kalo ditonton Senin (tadinya udah pasrah nunggu di Disney+ aja haha)
Iya amanlah baru minggu kedua, mas. Bagus ga Sriasih nih? hehehe.
Enggak haha.. udah direview Sri Asih XD
Kalau belum nonton cuma liat nilainya, takut kena spoiler hahaha.
Wahahaha langkah yang tepat