SI DOEL THE MOVIE 2 Review

“Nothing is so exhausting as indecision…”

 

 

“Saya enggak berani ngakalin, bahaya”, jawaban Doel ketika diminta untuk memperbaiki mesin dengan alat seadanya benar-benar mencerminkan prioritas dirinya; dia tidak ingin ada yang celaka. Tidak ingin ada hati yang terluka. Jadi Doel tetap mengelak dari membuat keputusan. Zaenab atau Sarah. Kata-kata Mak Nyak pun mengonfirmasi perihal selain sembahyang dan mengaji, ada satu lagi ‘kerjaan’ anak sulungnya tersebut. Si Doel plin-plan. Si Doel the Movie 2 garapan Rano Karno bikin kita semua geregetan karena benar-benar memfokuskan kepada gimana sulitnya mengambil keputusan ketika kita mempertimbangkan kebahagian orang serta kebahagiaan kita. Tapi untukku, mainly aku geregetan kesel karena aku masuk ke bioskop dengan sudah begitu siap untuk melihat sudut pandang baru mekar dan berkembang selepas film pertamanya tahun lalu.

Nyatanya, film memutuskan untuk tetap berkubang di permasalahan klasik cinta Doel – Zaenab – Sarah kendati di film sebelumnya kita melihat Sarah dengan tegas meminta Doel untuk menceraikan dirinya. Film kali ini dimulai langsung setelah Doel kembali dari Belanda. Dia membawa oleh-oleh bakiak buat Atun dan kabar bahwa dia bertemu Sarah dan putra mereka yang udah beranjak remaja buat Zaenab. Hanya saja, Doel mengulur-ulur waktu untuk memberikan ‘oleh-oleh’ tersebut kepada Zaenab yang dengan cemas menunggu kepastian darinya. Berkas-berkas untuk mengurus perceraian yang diberikan oleh Sarah disimpan Doel jauh-jauh di dalam lemari. Doel menunggu waktu yang tepat. Namun keadaan mulai ribet karena Mandra yang ikut serta ke Belanda sempat menyebarkan foto Doel bersama anaknya lewat Whatsapp. Dan juga, si anak – Dul – nekat pengen liburan ke Jakarta.

I used to be indecisive, but now I’m not quite sure

 

Nostalgia sangat kuat menguar. Film ini bermain dengan sangat aman, meletakkan kita ke tempat yang sudah familiar. Like, literally. Panggung cerita sekarang benar-benar di rumah si Doel. Lengkap dengan warung di depan, bendera sangkar burung di sebelah, oplet biru yang terparkir di halaman, dan kelucuan dan keakraban karakter-karakter seperti Mandra, Atun, bahkan Mak Nyak. Bagi penonton baru, jangan khawatir merasa asing, karena karakter-karakter tersebut tanpa ragu merangkul kita semua. Oleh kesederhanaan; sikap maupun situasi. Lihat saja kocaknya Mandra yang menyombong mengaku kepanasan di Indonesia, padahal baru juga seminggu tinggal di Belanda. Mari kita apresiasi sebentar gimana Atun adalah teman sekaligus saudara yang paling baik sedunia; gimana dia selalu ada untuk Zaenab, gimana dia yang paling duluan khawatir dan mengendus sesuatu bisa menjadi masalah untuk hubungan abangnya dengan Zaenab.

Dan tentu saja, apresiasi paling besar mestinya kita sampaikan buat Mak Nyak Aminah Cendrakasih yang benar-benar berdedikasi pada profesinya. Aku gak bisa kebayang gimana beliau dengan kondisi sakit seperti itu bisa ikut syuting. Yang lebih unbelievable lagi adalah peran Mak Nyak ternyata sangat penting. Film menggunakan kondisi Mak Nyak sebagai sesuatu yang sangat integral di dalam cerita. Sebagai perbandingan; Vince McMahon dapat reputasi jelek dari fans yang ngatain dia tasteless mengeksploitasi cedera, penyakit, ataupun kematian di dunia nyata ketika dia being creative memasukkan kemalangan-kemalangan beneran tersebut sebagai bagian dari storyline di WWE. I mean, Bu Aminah pastilah berbesar hati sekali.

Akan tetapi elemen nostalgia seperti demikian akan dengan cepat menjadi menjenuhkan, terutama ketika ada elemen-elemen baru yang dihadirkan. Karena naturally kita ingin menyaksikan pertumbuhan. Film menggoda kita dengan hal-hal baru mulai dari yang receh seperti Mandra yang tertarik untuk kerja jadi ojek online, ataupun yang lebih signifikan seperti anak Doel yang seumuran dengan anak Atun – heck, situasi Doel dengan anaknya ini bisa saja jadi satu episode utuh, tapi film mengulur-ngulur. Alih-alih pengembangan baru, film akan mengajak kita flashback dengan adegan-adegan yang dicomot dari serial televisi jadul. Jika ada adegan yang benar-benar baru, maka itu hanya kilasan komedi yang bakal dilanjutkan di episode berikutnya. Ya, aku bilang episode karena begitulah film ini terasa. Less-cinematic. Gaya berceritanya sinetron sekali. Film bahkan basically memakai ‘sebelumnya dalam Si Doel’ sebagai prolog dan tulisan pengantar ke film berikutnya sebelum cerita usai, persis kayak episode televisi.

Di babak awal, film ini sebenarnya cukup menarik. Kita langsung dibawa ke permasalahan batin si Doel. Pertanyaan yang dilemparkan cerita kena tepat di wajah kita; akankah pada akhirnya Doel memberitahu kebenaran kepada Zaenab? Kejadian-kejadian seperti ngebangun rintangan buat si Doel memantapkan hati memilih keputusan. Naskahpun tidak menawarkan jawaban yang mudah, as poligami ditentang oleh Mak Nyak keras-keras. Setiap naskah film dikatakan bagus karena berhasil menuntun kita masuk dengan pertanyaan-pertanyaan yang saling sambung menyambung; yang disebut dengan plot poin. Contohnya: Apakah Joy bisa membuat Riley tetap bahagia adalah pertanyaan pertama yang diangkat oleh Inside Out (2015), yang kemudian di awal babak kedua berubah menjadi apakah Joy bisa kembali kepada Riley, untuk kemudian di awal babak ketiga berubah lagi menjadi apakah Riley masih bisa bahagia. Pertanyaan atau plot-plot poin itu adalah garis besar misi yang harus dijalankan tokoh utama sebagai respon dari rintangan yang ia hadapi. Si Doel the Movie 2 mengangkat pertanyaan-pertanyaan seperti film beneran, hanya saja setiap pertanyaan tersebut dibebankan kepada tokoh-tokoh yang berbeda. Dalam kata lain, ada tiga tokoh berbeda yang menggerakkan cerita.

Puji syukur ada Sarah, kalo cuma Doel dan Zaenab bisa-bisa ceritanya jadi pasif dan annoying kayak Ebi di Single 2 (2019)

 

Babak satu adalah bagian untuk Doel. Babak kedua untuk Zaenab. Dan babak tiga, penyelesaian cerita ini, dikemudikan oleh Sarah. Masing-masing bagian Doel, Zaenab, dan Sarah untungnya punya keparalelan. Tentang mereka berjuang untuk mencapai keputusan masing-masing. Jika bagian Doel hampir-hampir menyebalkan, maka yang paling menyedihkan jelas bagian Zaenab. Karena wanita ini harus mendamaikan dirinya dengan dua orang. Film menangkap ketakutan Zaenab dengan dramatis. Akting Maudy Koesnaedi menyayat hati di sini. Kita mungkin gak bakal cepet lupa sama adegan antara Zaenab, parutan kelapa, dan jarinya. Aku gak mau bocorin terlalu banyak, yang jelas film ini banyak berisi momen-momen dramatis yang anchored ke nostalgia. On the bright side, kita dapat melihat sisi lain dari Zaenab di film ini.

Ketiga tokoh ini mengambil posisi titik-titik sudut sebuah segitiga ketakutan. Doel melambangkan ketidakpastian. Zaenab bergerak berdasarkan kekhawatiran. Sarah didorong oleh kecemasan bahwa dirinyalah penyebab semua ‘kekacauan’ di keluarga Doel. Indecision, fear, and doubt; jika kita menemukan yang satu, maka dua yang lain pasti ada di dekatnya. Pada kasus tokoh film ini, tergantung mereka sendiri mengecilkan jarak, mempersempit ruang segitiga yang mereka ciptakan. Jika tidak, kisah mereka yang melelahkan tidak akan pernah selesai.

 

Jangan kira cerita yang tampak sudah tuntas – masing-masing tokoh yang sudah dapat momen mengambil keputusan – ini undur diri baek-baek. Ada wild card yakni si Dul yang keputusannya mengaduk kembali keputusan yang sebelumnya sudah dibuat. Yang seperti menegasi semua yang sudah dilalui; yang membuat Doel dan Zaenab dan Sarah seperti kembali ke posisi awal. Makanya, menonton film ini rasanya tidak ada yang tercapai sama sekali. Pertanyaan-pertanyaan yang sudah terjawab, dibuka kembali. Lantaran pembuatnya ingin melanjutkan cerita tokoh-tokoh ini, tetapi di saat yang bersamaan tidak berani untuk mengambil langkah baru yang tidak semudah, tidak sefamiliar yang sekarang.

 

 

Aku akan suka sekali cerita ini jika menyaksikannya di televisi di mana aku tidak perlu mempedulikan struktur-struktur dan kaidah film. Toh tokoh-tokoh ceritanya mengundang simpati, lucu, akrab. Aku akan gak sabar untuk menonton kelanjutannya minggu depan di waktu dan channel yang sama. Tapi aku menyaksikan ini di bioskop. Di tempat kita menonton kreativitas, penceritaan yang inovatif, spektakel yang dibuat dengan menempuh resiko. Film ini berceritanya malah lebih cocok sebagai serial televisi, yang keliatan jelas diulur-ulur untuk jadi episode. Film juga seperti ragu; ia memberikan penyelesaian, namun kemudian merasa insecure sehingga malah berusaha mengangkat kembali yang harusnya sudah tuntas. Jadi tidak ada yang benar-benar berubah di akhir cerita. Kita tetap tidak tahu kenapa bukan Doel yang memberi tahu perihal berkas cerai. Menonton ini sebagai film, bukannya puas dan merasa mendapat sesuatu, malah terasa melelahkan.
The Palace of Wisdom gives 3 out of 10 gold stars for SI DOEL THE MOVIE 2.

 

 

 

 

 

That’s all we have for now.
Kalian lebih suka Doel sama Zaenab atau sama Sarah? Kenapa?

Tell us in the comments 

Remember, in life there are winners.
And there are losers.

 

 

 

 

We?
We are the longest reigning BLOG KRITIK FILM TERPILIH PIALA MAYA.

 

 

 

Comments

  1. Albert says:

    Sebetulnya posisi Doel ini termasuk poligami ga mas? Dia kawin siri sama Zaenab tapi belum cerai resmi juga sama Sarah? Aku pas nonton sih suka banget. Pas keluar baru terpikir kalau ceritanya ga maju hehehe.

    • arya says:

      poligami versi belum resmi kali ya hahaha, aku baru nyadar juga mereka bertiga ini hubungannya sekarang gak ada yang resmi wkwkwk… anggaplah mereka masih pacaran xD

      tapi mungkin sesuai adat mereka, dianggap gak poligami.. kita tanya mak nyak yuk soal adat betawi haha

      • Albert says:

        Semoga lanjutannya betul2 tuntas ini pilih siapa. Udah bosen juga dari sinetron ceritanya bingung terus pilih Sarah apa Zaenab. Liat plot ceritanya lambat banget sebetulnya ragu bisa tuntas 1 film, takutnya maksa endingnya. FIlm lebaran paling bagus Ghost Writer rasanya ya mas?

        • arya says:

          takutnya ntar udah nontonin banyak episode, jawaban filmnya adalah mematikan salah satu dari dua orang itu ahahaha… atau gak ternyata ada yang sakit terus bilang “doel lebih bahagia sama kamu” weekss! jangan sampai deh xD

          iya, aku udah nonton semua film lebaran, dan Ghost Writer yang paling unggul

  2. newadityaap says:

    Sangat setuju kalau ini sebenarnya film rasa sinetron. Inti cerita film bisa dirangkum jadi 30 menit episode sinetron di TV, yang akhirnya kegalauan Doel pun back to square one.

    Curiga juga banyak adegan yang dihilangkan, makanya banyak scene yang tiba-tiba. Tiba-tiba Sarah udah sampai di Jakarta, tiba-tiba Zaenab udah di kafe ketemu siapa itu mantannya Mandra?

    • arya says:

      kalo memang ada yang dihilangkan mestinya mereka ngilangin adegan mandra ngangkut cewek yang dikejar-kejar orang itu ya haha, gak ke mana-mana tuh adegan.

      munaroohh ahahaha, kayaknya pas zaenab pulang dianter itu beda hari suting ya? munarohnya gak ketemu ama mandra, kayak dua aktornya sebenarnya gak ketemu jadwal suting bareng XD

      • newadityaap says:

        Kalau yg adegan Mandra ngangkut Wizzy itu, kayanya cuma cara film ngasih kameo Wizzy yg notabene nyanyiin soundtrack dari film ini. Dan yang seperti itu sebenarnya bisa lebih didramatisir dan cocok jadi satu scene di sinetronnya.

        FYI secara garis besar Si Doel the movie ini bakal jadi trilogi, dan film yang sekarang target inti ceritanya di perasaan Zaenab ini. Dan common sih kalau part 2 of 3 itu ceritanya kentang.

        • arya says:

          iya bener, kalo di sinetron kayak gitu mah gakpapa.. tapi kalo di film bikin adegan kayak gitu, apalagi jika hanya buat cameo – semua adegan di film mestinya mendukung satu gagasan yang paralel ama tema besar. Apa hubungannya tiba-tiba ada cewek mau kabur ahahaha..

          mending jadi cameo jadi pembeli di warung atun aja, yang pas si atun nelfon itu..

          kayaknya si wizzy ini bakal muncul lagi di Doel berikutnya

          Apalagi di trilogi yang sebenarnya cuma punya materi untuk dua film ya hahaa, part 2 pasti rasanya buat manjang-manjangin doang

  3. irfan says:

    pas nonton ini sm bapak-ibu, kayanya mereka semua nangis di beberapa adegan zaenab. rasanya emang bener2 perih ya mas, seperih marut jari di parutan kelapa :’)

    tp bapak-ibu kayanya seneng bgt sm film ini, lebih drpd yg pertama. tentu aja bapak-ibu tidak melihat dr sudut pandang kaidah film ya, tp apa krn mereka lebih attached sm serialnya ya? soalnya aku ga ngikutin2 amat serialnya mas hehe

    dan hampir semua supporting actor ngasih clue ke zaenab buat “fight for it” ya mas wkwk ya atun, munaroh, ibunya zaenab. apa mungkin ini petunjuk siapa pemenangnya kelak?wkwk

    • arya says:

      iya, feeling sama nostalgianya memang kuat banget karena dari serial.. makanya yang gak nonton serialnya gak sesedih yang ngikutin

      kalo aku tim Sarah sih, ngikut alesannya si mandra wkwkwk

      • irfan says:

        kayanya doel bakal tetep indecisive deh, mungkin di doel 3 antara sarah zaenab bakal ada yg dipaksa “menghilang” gitu?wkwk

        aku tim suster maryam deh *eh

        • arya says:

          Doel 3 -> doel bakal indecisive mau ngasih nama anak di kandungan Zaenab itu “Sarah” atau enggak ahahaha

          Plot Twistnya: ternyata anaknya laki-laki!

  4. Aaron says:

    Film rasa sinetron. Belum nonton sih cuma memang gak minat buat ikutin kelanjutannya dan dari trailer terasa banget dibuat sedramatis mungkin. Browsing darimana, dengar2 Pak Rano kelarin skripnya dalam waktu kira2 2 hari. Kira2 konflik apa ya yang bakal diangkat di film ketiganya? Gw setengah berharap film ini sama Single 2 gak tembus 1 juta biar jadi pelajaran buat Falcon sama Soraya, jangan tahunya cuma jual brand doang. Ini duo PH mostly tahunya adaptasi melulu.

    • arya says:

      skrip yang manjang-manjangin padahal isinya dikit banget kayak film ini ya ga heranlah sanggup diselesaikan dalam dua hari, gak ada tantangannya sama sekali.

      aku juga berharap gitu, biar dua-duanya gak dibikin sekuel berikutnya, kayak Biang Kerok yang sekuelnya ilang gitu aja xD

  5. Aaron says:

    Sepertinya film Si Doel ini peminatnya cuma di Jawa doang ya Mas Arya, soalnya kulihat di Medan responnya biasa saja, cenderung sepi. Kesannya kayak jadi alternatif kalau film lebaran lain pada ramai.

  6. Avant Garde says:

    Setuju sm komen2 di atas, film rasa sinetron, sinetron dibalut film, itulah kenapa aku malas nonton film ke2 ini haha..

    Film pertama bolehlah buat sekedar nostalgia sm si doel, sarah, jaenab.. meski udah pada tua semua, agak over expired dibanding geng cinta yang masih keliatan muda2 hehehe

    aku lebih suka doel sm jaenab aja, soalnya lebih klop..sama2 orang betawi 😀

    • arya says:

      kalo aku sih sebenarnya udah gak sabar untuk si doel season baru; biarlah ceritanya ganti jadi cerita si dul anak si sarah hidup di kampung, sahabatan ama anak si atun, ngurusin masalah anak-anak – jadi kembali jadi Si Dul Anak Sekolahan haha

  7. Sugi Siswiyanti says:

    Entahlah, saya kecewa ketika ending film ini tidak memberikan jawaban yg ditunggu penonton pada rentang Oktober 2018 – Juni 2019. Kegalauan masih berlanjut meski kali ini Zaenab bisa bersikap asertif pada Doel. Saya ikutan galau memndukung Zaenab atau Sarah. Zaenab akan sangat kosong dan sunyi jika Doel memilih Sarah. Berbeda dengan Sarah. Ia sudah settle dengan jalan hidup yg dipilihnya. Jika Doel menepati ucapannya pada Atun bahwa tak terpikir sama sekali untuk meninggaljan Zaenab, kehidupan Sarah tetap sama, takada yang berubah. Yang menjejak hanya perih karena Si Doel yang harus ia lepaskan.

    • arya says:

      kesel ama si Doelnya kita ya hahaha, padahal kalo dijabar seperti kata Mbak, ‘jawabannya’ mestinya jelas kan.. tapi Doelnya bimbang banget, susah sih kalo dia cintanya ama Sarah

Leave a Reply to newadityaapCancel reply