JAILANGKUNG: SANDEKALA Review

 

“Family means no one gets left behind”

 

 

Skor sejauh ini untuk franchise Jailangkung modern adalah 0-2. As in, dari dua film pertamanya (Jailangkung tahun 2017 dan Jailangkung 2 tahun 2018) belum ada satupun yang memenuhi standar ‘bagus’. Sekadar menghibur pun tidak. Bukan salah temanya. Tema berkomunikasi dengan arwah (lewat perantara boneka, ataupun medium lain) sesungguhnya memang beresonansi dan punya daya tarik tersendiri bagi kita manusia yang bakal hampir selalu berurusan dengan kehilangan. Sehingga masih banyak sudut untuk digali. Buktinya, di luar juga ada ‘permainan memanggil arwah’ yang seperti jailangkung, dan sering juga dijadikan film.  Franchise Jailangkung ini sendiri toh memang berusaha menggali dengan memasukkan mitos lokal lain sebagai balut dari kisah kehilangan dalam keluarga. Sebelum ini ada Mati Anak, legenda kapal SS Ourang Medan, dan kini mereka mengangkat Sandekala. Pamali anak kecil bermain di kala senja. Dan Kimo Stamboel – yang sebelum ini cukup mengangkat sedikit ‘derajat’ franchise Danur lewat spin off Ivanna – kali ini seperti diemban misi yang sama. Visi dan gayanya diharapkan bisa menyelamatkan franchise horor yang nyaris kandas, tapi belum mau mati ini.

Tantangan is up there bagi Kimo, karena Jailangkung: Sandekala memilih untuk tetap grounded dengan cerita keluarga. If I’m not wrong, film ini adalah kali pertama Kimo bermain horor di lingkup 13+ alih-alih 17+ yang biasa ia garap. So yea,  di film ini Kimo akan  punya lebih sedikit darah dan kebrutalan (meski tidak hilang sama sekali), dan harus lebih fokus mengangkat cerita dan drama dari situasi horor yang merundungi keluarga Sandra sebagai sentral narasi.

Kita bertemu keluarga Sandra saat mereka sedang family trip ke danau. Tapi ini bukan acara jalan-jalan liburan yang happy-happy. Melainkan dalam rangka meluruskan hal-hal kusut dalam keluarga mereka. Dari dialog-dialog, kita mendapat informasi bahwa Sandra yang tengah hamil, lagi ‘dimusuhi’ sama putri sulungnya, Niki. Film actually cukup decent dalam menampilkan potret keluarga ini layaknya keluarga beneran dengan segala masalah-masalah kecilnya, walaupun masih standar trope keluarga dalam film horor. Anak remaja yang mulai renggang dengan orangtua.  Adek yang overly curious sehingga bikin kakaknya lebih jengkel lagi. Ayah yang berusaha jadi penengah. Ibu yang semakin stres karena tidak mengerti tingkah anaknya. Ketakutan Sandra  akan kehilangan anaknya jadi terwujud dalam bentuk yang lebih mengerikan. Si putra bungsu, Kinan, yang mengeksplorasi hutan sekitar danau sore itu tiba-tiba menghilang. Polisi segera diberitahu, pencarian dilakukan tapi nihil. Daerah tersebut memang dikenal dengan kasus anak-hilang sehingga sekarang penyelidikian di luar yang dilakukan pihak berwenang harus dilakukan. Niki dan keluarganya dengan segera tahu mereka bukan berurusan dengan penculik dari kalangan manusia.

So glad mereka menyingkirkan mantra “Datang gendong, pulang bopong” dan kembali ke mantra Jailangkung yang biasa.

 

Detil kecil yang membuatku meluluskan interaksi mereka sebagai masalah keluarga yang felt real adalah Niki menunjukkan rasa marah dengan memanggil ibunya dengan nama. Like, in real life, aku pernah beberapa kali mendengar langsung anak-anak cewek yang sedang marah kepada ibu mereka, mengekspresikan emosi tersebut dengan tidak lagi memanggil ‘ibu’ melainkan langsung nyebut nama. Also, belum banyak film indonesia yang menampilkan ‘pertengkaran’ ibu dan anak lewat cara relate seperti ini. I’m not sure, but it might be the first. Sungguh terasa baru, dan tanpa tahu masalahnya pun kita bisa lantas mengerti ada ketegangan serius antara Niki dan Sandra.  Masalah Kinan, si bungsu, yang hilang diculik hantu di hutan seharusnya benar-benar bisa jadi cara ibu dan anak cewek ini meresolve masalah mereka. Mendekatkan apa yang renggang melalui kesulitan dan kengerian yang dilalui bersama. Tapi sayangnya tidak lanjut mengeksplor soal tersebut. Persoalan memanggil nama saja, misalnya, tidak ada tahapan resolvenya. Setelah sempat saling menyalahkan waktu malam Kinan menghilang, Sandra dan Niki jadi otomatis baikan. Niki sudah memanggil ibu kepada Sandra di hari esoknya. Film yang jeli melihat drama dan konflik karakter, pasti tidak akan segampang itu membuat Niki mau memanggil ibu lagi. Bahkan jika mereka di depan orang asing, dialog Niki akan dibuat tidak akan menyebut ibu dulu. Memanggil Sandra dengan ibu akan dijadikan titik balik penyadaran karakter yang dramatis, yang harusnya disimpan untuk momen akhir, dalam sebuah cerita yang dramatis.  Buatku, film bukan saja melewatkan kesempatan, melainkan benar-benar lupa total ada bahasan yang harus diselesaikan di antara karakter. Bahasan ibu dan anak cewek inilah yang padahal jadi ruh sebenarnya cerita.

Yang namanya orangtua pasti takut kehilangan anaknya, by any means. Film ini sebenarnya cukup kuat menekankan persoalan tersebut, dengan membuat kisah kehilangan menjadi horor, secara paralel dialami baik oleh protagonis maupun antagonisnya. Kontras dimainkan dengan membuat Niki, si anak yang mulai menjauhi keluarganya, lebih pantas menjadi sudut pandang utama. Kehilangan adik, dan resiko kehilangan seluruh keluarga oleh bahaya pada akhirnya jadi pelajaran utama yang tersampaikan kepada penonton. Bahwa apapun yang dirasakan sesaat, gak ada orang yang mau kehilangan keluarganya.

 

Usaha untuk menjadikan ini sebagai cerita yang lebih grounded sebenarnya terasa. Gak jauh-jauh, kita bisa bandingkan racikan horor Kimo di film ini dengan di Ivanna yang tayang berdekatan. Sandekala, meski eksplorasinya masih kurang, tapi fokusnya memang lebih kuat sebagai drama keluarga yang harus berurusan dengan kehilangan anak. Misteri hantunya juga ada,  dengan sekuen-sekuen penyelidikan sederhana dan segala macam, tapi di film ini kita bisa lihat misteri itu dihadirkan bareng untuk memuat mitologi sandekala dan jailangkung, serta untuk mendorong para karakter untuk semakin diteror kehilangan. Bukan hanya misteri yang diungkap lewat eksposisi, yang karakternya gak banyak ngapa-ngapain selain jerit-jeritan. Karakter dalam Jailangkung: Sandekala melewati perjalanan atau range emosi yang lebih kentara. Syifa Hadju sebagai Niki menempuh hal-hal yang memang biasa dialami oleh protagonis dalam horor yang decent. Walaupun skala yang dilakukan masih kecil alias sederhana, tapi tahapan protagonis dan perkembangan karakternya ada.  Sandra yang diperankan Titi Kamal didesain lebih sederhana lagi, tapi at least kevulnerable-an seorang ibu dari karakter ini dipush terus. Yang gak maksimal buatku pada Sandra adalah bahwa karakter ini diberikan ‘handicap’ yaitu dibuat hamil, tidak benar-benar menambah banyak untuk cerita. Hanya untuk membuatnya semakin vulnerable saja. Gak banyak dimainkan ke dalam perkembangan cerita ataupun obstacle horor yang harus ditempuhnya. Mungkin juga itu karena Kimo harus menahan diri di elemen horor. Like, cerita 13+ certainly gak bakal boleh ngasih lihat something gory/gross dengan kehamilan atau semacamnya. But he did ngasih Titi Kamal sekuen yang bikin penonton di sebelahku melonjak-lonjak histeris di kursinya.

Jika biasanya Kimo suka bermain horor di lingkungan tertutup, tapi brutal sebebasnya, maka film ini kayak kebalikannya. Kebrutalan dia batasi tidak terlalu gamblang dan emosional pada adegan mati yang sadis, tapi environment horornya sekarang luas. Satu wilayah; hutan, danau, beserta desanya. Aku suka usaha film menghidupkan lokasi. Bukan lagi menjadikan sebagai lokasi yang membatasi gerak. Tetapi harus hidup dengan pamali sandekala dan kasus-kasus misterius. Bahkan waktu senja juga berusaha dihidupkan. Film actually ngasih grading kuning yang gloom dan serem sebagai penanda ini waktu bagi hantu keluar. Momen-momen awal saat senja kuning di hutan lebat, dan Niki berusaha mengimbangi langkah adiknya yang jalan duluan excited oleh pemandangan, membuatku serasa mengexperience ulang game Fatal Frame 2 yang konteks adegan, lokasi, dan warnanya sama. It’s a compliment karena Fatal Frame 2 adalah salah satu game horor tersukses lewat atmosfer desa misterius dan mitologi adik kembar yang hilang. Yang berarti film ini, setidaknya, buatku menghasilan kesan yang serupa. Yang berarti atmosfer horornya dapet. Film juga ngasih lihat suasana senja di desa, saat anak-anak digiring masuk rumah masing-masing oleh orangtua mereka. Membuat horor dan desa itu sendiri jadi hidup. Semuanya juga melingkar dibuat oleh film. Portal, tempat bermain anak, yang kita lihat di awal, akan jadi sesuatu di akhir. Film juga memasukkan elemen red herring berupa ada karakter yang dituduh jadi pelaku penculikan anak oleh polisi.

Hampir jadi kayak Miracle in Cell No,7 versi horor, dong!

 

Memang, lagi-lagi momok dalam sinema horor Indonesia adalah naskah. Kayak takut gitu bikin naskah yang benar-benar mendalam. Seperti contoh masalah ibu dan anak cewek yang gak lanjut dibahas tadi, film ini naskahnya stop menggali at some point. Majunya narasi jadi mulai sekenanya aja. Sesederhana dialek dan bahasa karakternya pun, film ini gak mau konsisten menggali. Beberapa kali ada karakter yang mestinya desa dan sunda banget, malah jadi terdengar kayak orang kota biasa. Jelas ini membuat karakternya jadi less-believable. Mengembangkan soal Niki, juga begitu. Alih-alih benar-benar menunjukkan sisi Niki udah gak betah dekat ama keluarganya lama-lama dengan lebih natural, film membuat dia jadi kayak punya kebiasaan ‘bego’ ninggalin keluarga. Adiknya ditinggal pipis di pinggir danau. Ibunya ditinggal di rumah orang asing di tengah hutan, dengan alasan aneh dia ikut sama Faisal – ponakan polisi yang membantu mereka – ngambil mobil. Reasoning kenapa dia harus ikut Faisal itulah yang gak dipunya naskah. Jadinya ‘maksa’. Film harusnya benar-benar mematangkan segala tindakan karakter. Bagaimana menempatkan mereka di titik A dan B untuk majunya cerita harusnya bisa dipikirkan dengan lebih baik lagi.

Ngomong-ngomong soal titik-titik cerita, well, cerita anak hilang di hutan memang bukan cerita original. Tapi menurutku film ini sebenarnya punya kisah yang lumayan fresh karena balutan ibu yang bertengkar dengan anak perempuannya, juga mitos jailangkung dimainkan ke dalam mitos sandekala dari Sunda. Sayangnya, seperti naskah yang tidak jadi dikembangkan dengan dalam dan fresh, film ini juga tidak menjadikan adegan-adegannya sebagai kisah yang baru. Okelah soal sensasi mirip Fatal Frame 2, atau ada karakter yang ngingetin sama Miracle in Cell.  Namun untuk horornya juga ternyata film memilih untuk memainkan-ulang adegan-adegan atau poin-poin dari film atau media horor lain yang lebih banyak diketahui orang. Seperti misalnya adegan sesuatu yang menyeramkan menyeret orang dari lubang, dan nanti dia ngintip dari lubang sambil menyeringai. Siapapun yang nonton pasti langsung ngeh itu adegan It saat si badut menarik tangan bocah di opening. Paling blatant meniru adalah bagian ketika Niki masuk ke dunia lain. Dunia yang sebenarnya sama dengan dunia normal, hanya lebih mengerikan. Di situ dia akhirnya menemukan adiknya yang hilang dan  dia mendengar suara-suara ibunya dari dunia normal. Yes, benar, ini replika Upside Down-nya Stranger Things. Film ini niruin konsep serial Netflix populer tersebut hingga ke aturan dan segala macemnya. Bedanya cuma, boneka jailangkung adalah kunci untuk membuka portal masuk ke Upside Down hahaha

 

 




Set up dan ‘panggung’ sebenarnya lebih imersif, tapi ternyata cerita tidak mampu mengimbangi. Akhirnya, ya hanya menjadi horor generik. Padahal film ini punya potensi untuk menjadi drama horor keluarga yang deep dan berbobot. Tapi seolah hampir seperti ada batasan yang harus dipatuhi oleh pembuat film horor, yakni jangan sampai terlalu dalem. Batasan inilah yang mestinya dirubuhkan bareng-bareng. Oleh pembuat dan oleh penonton. Karena kita gak akan pernah dapat horor yang benar-benar bagus, kalo ceritanya sendiri takut menggali perasaan tergelap manusia lebih dalam. Tapi dibilang kecewapun, aku tidak sepenuhnya kecewa sama film ini. Aku lebih suka yang dilakukan Kimo di sini ketimbang di Ivanna. Dia mencoba ngasih kita lihat bahwa dia punya lebih daripada sekadar mati-mati yang sadis. Hell, jelas film ini lebih baik dibandingkan dua Jailangkung modern sebelumnya. 
The Palace of Wisdom gives 5.5 out of 10 gold stars for JAILANGKUNG: SANDEKALA

 

 




That’s all we have for now.

Mitologi lokal apalagi yang pengen kalian lihat dimash up dengan jailangkung untuk ke depannya?

Share pendapat kalian  di comments yaa

 

 

 

Remember, in life there are winners.
And there are losers.

 

 

 

 

We?
We are the longest reigning BLOG KRITIK FILM TERPILIH PIALA MAYA

 



Comments

  1. Sarah says:

    Filmny ringan sih ceritany , goreny juga standar mlh pas adegan kepala nabrak pembatas itu mirip hereditary hihi .. tp aku ngerasa film ini kyk bukan garapan kimo. Agak beda aja gtu

    • Arya says:

      Oiya Hereditary!! hahaha dari kemaren udah di ujung lidah, tapi somehow aku lupa nama filmnya wkwkwk
      Kimo-nya memang disuruh bikin yang sedikit lebih tame, berbeda dari biasa, disuruh bikin untuk tontonan keluarga

    • Aaron says:

      Adegan fight di mobil terinspirasi dari babak akhir Rumah Dara, cuma versi ringan dan lebih komikal. Tidak sempurna tapi menghibur. Namun bukan film yang bakal membuat orang mau rewatch film ini

      • Arya says:

        Banyak niruin sih ya.. Ibu dan si hantu itu aja sebenarnya mirip backstory Jason Friday 13th dan ibunya. Padahal Sandekala ada ngasih keunikan hantu tinggi banget, maunya hantu-hantuannya fokus eksplorasi dari situ aja, jadi sekalipun mirip2 ama film lain, horornya masih ada identitas dikit.

        • Aaron says:

          Iya, kukira bakal jadi film horor creature dimana makhluk jadi penunggu sekaligus peliharaan. Anehnya Rifnu Wikana gak ditahan atas tindakan dia yang mencurigakan

          • Arya says:

            Hahaha berarti lebih baik hukum dan polisi di film ini dong, dibanding dengan yang di film Miracle in Cell yang gak ada bukti tapi main tangkap aja?

  2. Meriska says:

    Di beberapa scene film ini malah boring 🙂 . Scene klimaksny juga yaaa udh bgtu aja , perpindahan dunia Roh dan Ghaibny juga tidak natural sih . film ini seperti film garapan Rizal Mantovani .. pdhl berharap bngt vibes film ini mirip ivanna dr atsmofirny .. soalny ivannany kimo bagus bngt itu

    • Arya says:

      Ivanna aku kurang suka karena ceritanya kurang solid, yang Sandekala skripnya sedikit mendingan. Perpindahan dunianya aku juga tak suka, dan tak perlu juga kayaknya, mending bikin cara lain untuk ngasih peran jailangkung daripada jadi mirip Stranger Things
      Mungkin di sini kerasa beda salah satunya karena seremnya jadi main efek ya, gak banyak praktikal lagi. Kayaknya biar bisa lolos 13+, biar anak leher keplintir bisa less sadis.

  3. Ed says:

    Sebenernya lebih enjoy nonton ini sih daripada Ivanna, walau ada beberapa part yang lambat dan boring.
    Gw dan penonton sebioskop malah ketawa ngakak pas adegan epic di Mobil menjelang ending itu

    • Arya says:

      Teriak-teriak ngebego-begoin sih pas gak nutup-nutup pintu. Si Faisal juga mencet tombol starter aja gak kena-kena hahaha.. .Tapi ya, ngakak seru juga pas tusuk-tusukan di mobil.
      Mungkin next time, Kimo coba bikin horor/slasher komedi deh, kayak2 Ghost Writer gitu yang landasan dramanya juga kuat tapi adegan-adegan kocak. Mungkin bisa jackpot di sana xD

  4. Revan says:

    Aku baru sadarr Tahun ini ternyata bang Arya gaada ngasih nilai horor di atas 6 wkwkwk bahkan pengabdi setan 2 pun nilainya sama kayak inii (btw lebih suka PS2 apa ini bang? Jujur penasaran hahaha).

    pdahal ekspetasi aku untuk jailangkung ini lumayann tinggi. Hmmm jadi bingung, apa nunggu film Qodrat aja ya yang tayang oktober nanti (masih lama :v) wkwkwk.

    Oh ya penasaran sama tanggapannya bang Arya soal film Qodrat gimanaa. Apakah seantusias aku jugaa!??jujur liat teasernya aja kaya udah yakin ini bakalan jadi horor dengan bumbu religi yang baguss.

    • Sarah says:

      Lebih nunggu Perempuan bergaun merah sih soalny di teaser sebelum jailangkung mulai udh ada tanggal tayangny 🙂 .. secara tuh film udh 2 tahun tertunda apalagi vibesny mirip SIM .

    • Arya says:

      Sama sih, yang ini aku suka ceritanya, kalo Communion aku suka hantu-hantuannya.
      Kalo ekspektasinya berdasarkan dua jailangkung yang parah tahun-tahun kemaren mah, pasti hepi nonton yang sekarang inii

      Bentar lagi Oktobeerrrr hahaha..Oktober ada dua kan, Inang sama Qodrat. Sama satu lagi, Pamali. Dari mitos dan ada video gamenya juga. Aku selalu antusias nungguin horor. Cuma ya itu, film horor kitanya yang suka php. Posternya doang cakep-cakep hihihi

  5. Albert says:

    Aku kok lebih suka Ivana dikit ya mas. Karakter2nya aku lebih suka dan setidaknya ada lebih banyak darah. Iya aku paham sih Jailangkung ini karakternya lebih banyak beraksi daripada Ivana yang banyak eksposisi. Tapi secara umum aksinya itu juga kurang banget. Investigasinya biasa, Misterinya lemah gampang ditebak pelakunya, endingnya kurang seru. Ya karena ratingnya juga 13 sih ya. Kalau dibanding Danur dan Jailangkung modern ya Ivana dan Jailangkung Sandekala paling bagus. Tapi kalau liat kualitas Danur dan 2 Jailangkung itu, sebetulnya ga terlalu membanggakan.

    Btw di awal cerita si ayah bilang Sandra udah 10 tahun take care Niki mas, aku rasa Sandra ini ibu tiri jadi rada “wajar” dipanggil nama. Entah kandung atau tiri harusnya lebih diexplore sih. Sandra marah ke Niki, atau Niki yang merasa bersalah, jangan cepat2 baikanlah. Satu btw lagi, Mas Arya spoiler adegan ketemunya Kinan nih hehehe.

    • Arya says:

      Haha iya, ngeset standarnya rendah banget memang Jailangkung modern sama Danur ini. Kalo kita reaching ngulik-ngulik, standar itu sedikit dinaikkan oleh The Doll, dengan cerita keluarga bertwist gaya berdarah-darah. Mungkin ini kenapa Kimo ditunjuk untuk ‘save the day’. Tapi so far horor mainstream modernnya; Ratu Ilmu Hitam, Dreadout, Ivanna, gak kerasa nendang, karena gaya horor-fisiknya belum ditunjang ama cerita. Baru di Sandekala ini Kimo dapat cerita yang mendingan; at least ada backstory yang mendului karakternya (Ivanna juga ada sebenarnya, but somehow film malah milih karakter Caitlin yang gak ada bumbu-bumbu drama, yang hanya eksposisi berjalan, sbg protagonis utama) Hubungan estranged Sandra dengan Niki ini yang buatku jadi nilai lebih, instantly jadi hook drama yang grounded dan cocok di horor keluarga. Namun ya sayang gak ma(mp)u dikembangkan maksimal.

      Tuh, apalagi kalo ibu tiri, mestinya Niki mau memanggil ibu kepada Sandra itu big deal banget. Mestinya itu endingnya haha, tapi naskahnya brush off itu gitu aja. Soal penyelidikan memang standar horor bgt. Kalo gak liat di internet, ya baca di buku atau dokumen hahaha. Jokan aja ngelakuinnya gitu kok. Iya nih, terpaksa disebut, soalnya pengen liatin kesamaan ama Stranger Things, Kinannya si Will hahaha

      • Albert says:

        Ambil scene horror sana sini ya ternyata. Ya masih lumayan nyambung sih. Jailangkungnya kayak buat buka pintu gerbang ya ke dunia… dunia lain yang mirip upside down. Sama buat senjata bunuh setannya hehehe. Sama itu siapa itu yang dituduh, bener2 mirip Dodo ya sampai kata2nya rasanya juga mirip. Aku nonton trailer horror apa ya Vino jadi Ustad geli bandinginnya sama Dodo.

        • Arya says:

          Awalnya aku seneng-seneng aja sih film ini ada Dodo versi filmhoror. Karena, ya biasanya di film horor kita selalu ada karakter pendukung yang ‘misterius’, yang biasanya pasti semacam sesepuh yang sok-sok angker. Kayak penjaga makam, pemilik rumah, kepala desa, dll. Jadi kupikir film ini ngasih elemen baru, berupa Dodo. Eeeeh, taunya makin ke belakang, si Dodo di sini tetep balik ke trope karakter misterius itu wkwkwk

          Film Qodrat itu yaa hahaha

          • Albert says:

            Oh cuma beda 0,5 sama Ivana, dan sama nilainya dengan Pengabdi Setan. Pengabdi Setan sih seru horrornya walau ceritanya ya gitu. Jailangkung 1 dan 2 dijumlah cuma 3 nilainya hahaha. Iya Qodrat. Main sama istrinya Marsha Timothi kayaknya. Dua drama nangis Miracle sama Noktah Merah ketemu di horror hehehe.

          • Arya says:

            Setelah sebelumnya saingan jam tayang, memang sudah qodratnya Marsha dan Vino mereka bakal jadi bersama xD

            Amanda ama Jefri juga kayaknya malu kalo ada yang ingat mereka bintang di Jailangkung 1 dan 2 hahaha

          • Revan says:

            Buruan nonton trailernya Qodrat yang baru keluar hari ini bang bagus banget gilee!. Vibesnya mirip2 Sebelum iblis menjemput versi religi. Shot2 nya juga kreatiffff. Semoga gak mengecewakan sih nantinya. Masih lama soalnya hahaha

  6. Joe Lucas says:

    agak disayangkan aku datang ke bioskop sekitar 15 menit setelah film dimulai, jadi aku gak tau kalau ada adegan dimana Niki dan Ibunya bertengkar, padahal itu yang katanya menjadi pondasan di awal film. namun sejak Niki dan keluarganya sampai di danau, which is aku nontonnya mulai dari situ, konflik antara NIki dan Ibunya sudah tidak terasa sama sekali. jadi ya aku gak bisa ngomong banyak soal konflik ini

    bagian paling ngeselin adalah ngapain coba ibu2 hamil ini, ngasih makanan ringan ke ibu2 yang hidup sendirian di tengah hutan?, dengan alasan yang cukup konyol menurutku, Like heyy ibu2 hamil satu ini doyannya ngluyur mulu, bukannya di rumah atau ikut suaminya kek. astaga!

    sosok si Ayah disini juga kurang banget fungsinya, selain cuma buat nenangin keluarganya dan sedih karena anaknya gak ketemu2

    entah aku yang salah apa gimana ya, okelah kalau mitologi Sandekalanya disini cukup dieksplor walau tidak banyak, namun Jailangkung disini tuh buat apa sih sebenernya?, selain cuma buat penghubung antara dunia si setan itu sama dunia manusia?, bahkan cuma dua kali Jailangkung ini dipakai sebagaimana mestinya, yaitu waktu NIki gak sengaja membaca mantra dan akhirnya terhubung dengan dunia si setan, serta akhirnya dia bisa pulang lagi ke dunia manusia di penghujung film. i mean kukira bakal ada adegan dimana Niki dan Faisal, duduk berdua di tengah2 hutan, malam2, cuma modal lilin, lalu mereka “main” Jailangkung untuk bisa berkomunikasi dengan Kinan. mungkin karena Faisal disini dibuat takut sama hal2 mistis ya?

    padahal kalau kita lihat dari awal, saat Niki dengan berani membawa pulang boneka itu, seharusnya dia mencari keberadaan Kinan dari sisi mistis, jika sang Ayah yang tidak percaya takhayul itu hanya bisa mengandalkan tim pencari yang sedari awal sudah tidak bisa mereka andalkan. “semua ini Prosedur kami Pak”. hahahaha.

    dan masa iya boneka itu yang bisa buat si setan mati, kok aku ngerasanya itu cuma kebetulan ada di samping Niki aja, sehingga dibuat sebagai senjata?

    katanya banyak ambil adegan dari film2 lain ya?, aku sih kurang pengalaman soal itu, tapi yang buatku langsung teringat sesuatu adalah pas bagian, Kinan yang noleh 180 derajat(kayak film The Exorcist 1972) sama tentu saja IT, yang pas Niki masukin tangan ke bolongan itu

    Kimo Stamboel ini sebetulnya sudah betul, punya selera dan karya2nya sendiri, yaitu horor sadis, tapi memang sayang, dari sisi naskah masih kurang solid banget, karakter2 yang dibuat hanya jadi tumbal kesadisan tanpa penokohan yang kuat, sekaligus sadisnya juga harus ditekan supaya ramah untuk penonton kita

    gatau kenapa ya, akunya yang bosan atau gimana, film horor kok gtu2 aja perasaan, gak ada yang baru atau bener2 nyeremin gtu, sampai bisa bikin kita kepikiran kebawa mimpi

    terakhir, kerasa banget gak sih, karakter dalam film Indonesia tuh yang meranin ya orang2 itu mulu, kayak gak ada yang lain aja. kadang bikin bingung dan bikin bosen jadinya. contoh aja deh, Tara Basro x Jokan berapa kali coba udahan?

    kututup dengan quotes, “sama seperti kebaikan, kejahatan juga harus selalu ada”
    overal 56% sih dari aku

    • Arya says:

      Haha iya, cepet banget memang reda konfliknya. Di danau malem-malem masih berantem, besok paginya udah baikan pas ngasih minum, Niki udah manggil ibu. Mungkin yang nulis naskah niatnya masih berantem, mungkin itu juga sebabnya kenapa si Niki cuek aja main ninggalin ibunya yang hamil di rumah orang asing di tengah hutan, tapi yang kita lihat malah jadi non-konflik. Gak tau juga apakah itu kesalahan menerjemahkan naskah, atau memang naskahnya ditulis minim sehingga key elementnya gak mencuat dan tak tertangkap saat produksi.

      Sama juga ini dengan boneka jailangkungnya. Prolog di awal (yang si Deva Mahenra) mestinya kan itu fungsinya ngasih tahu ke kita bahwa boneka jailangkung digunakan untuk mencari anak yang hilang, yang ternyata nanti throughout the story kita jadi tahu ‘cara kerja’ boneka itu ternyata bukan memanggil arwah tetapi membuka portal ke dunia lain sehingga suara si anak hilang yang diumpetin kedengeran. Sepertinya itu konsep jailangkung yang diniatkan. Tapi gak tertejemahkan dengan baik juga. Si Niki gak ‘tergoda’ main boneka, melainkan cuma baca mantra dan bonekanya bekerja. Si ibu jahat pake jailangkung untuk masukin anak ke dunia lain, tapi gak jelas juga gimana dia makeknya, apakah baca mantra dari jauh atau gimana. Kurang dieksplor juga sebenarnya si boneka itu sendiri. Apa yang bisa, tidak bisa dilakukan, rulenya apa. Tau-tau bisa buat nusuk setannya juga ya hahaha.. Mungkin itu maksudnya dengan menusuk si hantu, berarti bonekanya ikut termasuk ke dalam dunia lain, dan terkunci di sana. Tak ada yang bisa buka dunia lain lagi kalo kuncinya ada di dalam sana. Makanya lalu epilognya nunjukin ternyata bonekanya ada satu lagi, di tangan si Teuku Rifnu. Tapi ya kurang ngena kan ya, feelnya, karena arahannya kurang nonjolkan ke bonekanya.

      Horor kita kayaknya terjebak di lingkaran setan. Pakai aktor yang sama, elemen cerita yang sama, twist dan gore yang sama, oleh sebab ada satu horor begitu yang cukup laku. Dengan kata lain, horor kita gak mau repot-repot ambil resiko bikin yang baru, karena toh selalu laku.

Leave a Reply to AaronCancel reply