SEWU DINO Review

 

“Scratch my back and I’ll scratch yours”

 

 

Cerita horor sebenarnya memang simple, gak perlu diperibet. Tarok karakter dalam ruangan bersama mayat, jadi cerita horor. Mayatnya mungkin hidup, si karakter mungkin berhalusinasi. Tarok karakter berdua saja di dalam ruangan, bisa juga jadi cerita horor. Mereka bisa saling bunuh hingga yang satu jadi hantu. Mereka bisa saling curiga dan parno sendiri. Heck, tarok karakter seorang diri saja dalam ruangan kosong, dia bisa jatoh dalam kegilaaan, dan jadilah juga cerita horor. Kejadian horornya bisa sederhana, tapi penggaliannya harus mendalam. Ketakutan yang dirasakan itu harus dieksplor hingga ke akarnya. Jika ketakutan itu tidak digali ke personal karakternya, tidak direlatekan kepada kita, horor hanya akan jadi rangkaian kejadian tak-masuk akal yang menjengkelkan. Hantunya hanya akan jadi monster yang harus dikalahkan seperti pada cerita superhero. Karakternya hanya akan jadi si bego yang kita teriakin karena dia tidak melakukan hal yang dilakukan orang beneran. Tapi kebanyakan horor kita sekarang kebalikan dari itu. Banyak cerita yang berumit-rumit ria dengan lore dunia, intrik kubu-kubu, simbolisme, twist and turns, dan sebagainya, tapi pada pembahasannya malah menyederhanakan cerita sebagai wahana jumpscare dan kesurupan kayang-kayang. Jarang yang menyentuh ‘kegelapan’ di dalam sana.

Sewu Dino, untungnya digarap oleh Kimo Stamboel yang memang penggemar horor tulen. Cerita yang sebenarnya ribet karena menyangkut perang santet antara dua kubu, dia fokuskan kepada karakter yang harus mandiin orang yang sudah kesurupan selama hampir seribu hari. Dan aku yang awalnya kurang antusias, ternyata jadi menikmati ini. Kupikir film ini bakal sama seperti KKN di Desa Penari tahun lalu. Cerita dari thread Twitter yang turns out hanya mega marketing gimmick; enggak pernah menggali ceritanya yang actually relate – mahasiswa kota kkn ke desa – dan malah asyik bergumul dengan kejadian-kejadian mistis konyol. Karakter journey-nya dibiarkan dangkal. Sewu Dino ternyata dikembangkan berbeda dari threadnya oleh Kimo. Kudengar banyak pembaca thread yang kurang suka sama film ini, but screw them. Karena, memang Sewu Dino bukan film horor terbaik. Tapi cerita ini adalah versi yang  punya decent horror story di tengah-tengah kemelut santetnya.

Menghitung hari, dino demi dino

 

Ceritanya tentang Sri, gadis yang mencari nafkah untuk pengobatan ayahnya. Dia mencoba melamar jadi pembantu di tempat Mbah Karsa, yang dikenal warga sebagai orang sukses yang punya banyak tempat usaha sehingga selalu butuh banyak tangan tambahan. Nyatanya, Mbah Karsa butuh ‘stok’ perempuan dengan set kemampuan khusus untuk melaksanakan ritual menyelamatkan cucunya yang kena santet. Sri diterima karena gadis ini punya sesuatu yang ia sendiri tak tahu gunanya apa. Sri lahir di jumat kliwon, dan itu adalah syarat kunci untuk membebaskan cucu Mbah Karsa. Jadi, Sri bersama dua perempuan lain ditempatkan di pondok tengah hutan. Mereka harus memandikan Dela yang kesurupan setiap senja. Pekerjaan yang jelas berbahaya, karena setan yang telah bersemayam nyaris seribu hari itu selalu berusaha untuk lepas dan menyerang para pemandinya.

Di bagian pondok inilah Sewu Dino benar-benar fun. Film actually meluangkan banyak waktu untuk set up dan build up kerjaan horor yang harus dilakukan para gadis tukang mandiin itu. Salah satu set up penting yang dilandaskan film adalah kenapa Sri mau-maunya mandiin Dela. Kayaknya lebih aman mandiin harimau sirkus deh, ketimbang mandiin orang kesurupan yang suka menggigit dan mencekek manusia. Motivasi Sri bukan hanya karena duit, tapi kita dikasih info soal Sri yang berusaha tidak mengulangi kejadian yang membuat adiknya sendiri tiada. Sri tidak ada di sana, makanya sekarang dia ingin membantu gadis muda ini. Meskipun gak gampang baginya. Kita melihat Sri yang justru jadi orang pertama yang pengen kabur saat melihat ‘job desk’ dan resiko yang menantinya. Tapi itulah yang nanti jadi konflik. Yang fun lagi buatku adalah gimana film ngebuild up ‘ritual memandikan’ tersebut. Cara-caranya, batas waktunya, dan sebagainya. Banyak aturan yang harus Sri dan dua temannya ikuti. Salah satunya mereka harus mandiin Dela sambil dengar kaset rekaman suara Mbah Karsa yang bacain langkah-langkahnya. Tentu saja ini nanti bakal berkaitan dengan momen-momen scare yang dipunya oleh film. Like, mereka harus ngiket dulu tangan dan kaki si Dela sebelum membuka keranda bambu. There’s no way hal akan baik-baik saja saat mereka melakukannya hahaha…

Kimo gas pol di sini. Gak ada sensasi ‘adegan datar’ di film ini. Horor yang ia suguhkan benar-benar main fisik. Beberapa kali film ini hampir jadi body horor saking banyaknya ‘abuse’ yang diberikan on-cam kepada tubuh para karakter. Aku sampai heran masa iya film ini ‘cuma’ dikasih rating 13+ sama lembaga sensor. In my opinion, this should be higher. Apalagi tayangnya di masa lebaran. Jadi tontonan keluarga deh, pasti. Anyway, sensasi horor di sini terasa lebih well-crafted ketimbang pada KKN. Momen-momen kecil seperti suara rekaman yang tiba-tiba mati sukses bikin kita semakin mengantisipasi kengerian, untuk kemudian dipecahkan oleh ‘punchline’ seperti jumpscare atau serangan setan. Kimo sendiri pernah publicly bilang dia menggemari dan terinspirasi sama Sam Raimi (Evil Dead, Drag Me to Hell). Dan di Sewu Dino ini pun pengaruh Sam Raimi pun kelihatan. Lucunya, selain itu, aku juga menangkap ada pengaruh game survival horor Jepang pada film ini. Khususnya seri game Fatal Frame. Serius. Begitu banyak momen yang bikin aku teringat sama game itu, I’ll just go ahead and say it: Sewu Dino buatku kayak adaptasi tak-resmi dari Fatal Frame. Ritual yang gagal (kurang elemen disaster doang). Desain antagonis yang pake tali menggelantung di anggota badan, ngingetin sama Rope Maiden. Setiap kali tidur, Sri menjelajahi dunia lain dan melihat gubuk di sana – ini kayak main plot di Fatal Frame 3 yang karakter kita akan bertualang di Manor of Sleep setiap tidur dan nanti hantu-hantu di ‘mimpinya’ itu akan berdampak physically di dunia nyata. Rekaman dan suara-suara mengerikan bicara ke karakter? Udah staple di game dan film horor Jepang kayaknya. Sri harus ke hutan mengecek payung-payung pagar gaib, easily bisa jadi misi dalam game. Dan, berapa kali coba dalam game-game Fatal Frame kita dapat sekuen escape lari-lari dramatis bareng orang yang kita selamatkan? Sekuen escape di film ini, juga punya treatment yang dramatis seperti itu. Yang bikin beda ya Sri di film ini benar-benar melawan dengan fisik, bukan dengan kamera haha

Kayaknya aku kebanyakan main game puasa-puasa….

 

Bahkan Sri pun mirip sama karakter utama game, dalam hal, dia gak banyak bicara. Agak kurang aktif, unless ‘tombolnya’ dipencet. Kalo yang ini sih, sebenarnya kekurangan film ini menurutku. Namun bukan exactly kekurangan dari karakter ataupun dari Mikha Tambayong memerankannya. Mikha melakukan cukup banyak; sebagai protagonis horor dia didera cukup banyak di babak akhir. Sekali lagi, Kimo tahu gimana harus ngetreat cerita horor.  Hanya saja, di momen Sri mulai ‘gerak’ film udah habis. Di awal-awal, aku mengerti Sri diarahkan untuk jadi karakter yang rasional. Dia kabur duluan. Dia gak ‘seringan tangan’ itu mau melakukan kerjaan mengerikan. Tapi ini juga membuatnya jadi kurang dominan. Apalagi karena film ternyata malah menyiapkan ‘twist’ di tengah, regarding ada di antara mereka ada yang ingin menyabotase ritual mandi. Di tengah itu, alih-alih fokus mengembangkan karakter Sri, film malah sibuk bercocok tanam clue. Ngebuild up momen ‘siapa yang jahat’. Kita terputus dari Sri di bagian tengah. Dan ini membuat kita butuh agak lama untuk bisa konek lagi dengan motivasi dan journey karakternya. Makanya momen-momen ketika Sri terpukul telah membunuh satu karakter enggak benar-benar kena. Padahal secara teorinya dia telah ngelakuin something opposite dari tujuannya pengen membantu.  Momen ketika dia menolak duit pun jadi tidak benar-benar nendang. Padahal itu momen puncak yang juga mengusung gagasan cerita. Yang mengaitkan Sri dengan bigger things dalam universe cerita ini.

Menolak duit yang harusnya adalah upah dirinya adalah pembelajaran Sri soal bagaimana ‘cara kerja’ Mbah Karsa. Bahwa semua itu merupakan lingkaran setan. Lingkaran setan di sini bukan hanya soal kau menyerangku, maka aku menyerangmu – seperti Mbah Karsa dengan musuhnya. Tapi juga soal aku membantumu, maka kau harus membantuku. Yang dilakukan Sri sebenarnya adalah menolak untuk terus terikat dengan Mbah Karsa. Dia ingin lepas dari lingkaran itu, karena baginya goal sudah tercapai. Dia sudah meredeem diri dengan membantu Dela.

 

Film ini sempat dipermasalahkan soal bahasanya. Yang campur-campur Jawa Indonesia. Buatku, aku gak terlalu ngeh ke bahasa saat menonton. Mungkin karena terbiasa nonton film asing, yang bahasanya ku gak tau. Jadi for me, yang ‘terdengar’ itu ya cuma subtitle dan emotions yang mau diceritakan. Tapi memang, kalo mau pake bahasa tertentu, film harus komit dan benar-benar menjadikan bahasa itu sebagai identitas. Bukan sebagai gimmick. Pada Sewu Dino, memang Jawanya masih kayak gimmick, belum terlalu jadi identitas atau karakter. Tapi buatku gak nganggu. Menurutku yang tidak benar-benar perlu itu ya, ada ‘twist’ di tengah. Cerita terasa lebih ‘natural’ dan  fun ketika ketiga karakter di pondok itu merasa dipermainkan oleh setan di dalam tubuh Dela. Akan lebih menarik melihat gimana setan itu membuat mereka malah jadi saling serang di hari terakhir tugas mereka, misalnya, ketimbang masukin alur seseorang dengan sengaja sabotase dan si setan membiarkannya. Aku senang aja sama situasi horor tertutup mereka setiap hari harus masuk ke sana mandiin orang kesurupan. Malah aku pengennya jangan tiga hari doang, tapi full seribu hari aja sekalian. Repetitif, repetitif, deh!

Namun lore soal ada dua kubu di luar mereka semua itu memang akhirnya membayangi cerita yang sudah berusaha dibuat simpel oleh Kimo. Di momen akhir saat Sri mulai menguat sebagai karakter, Sewu Dino mulai tercampur aduk. Akan ada karakter yang tau-tau muncul. Akan ada lebih banyak misteri untuk dipecahkan. Ini membuat film jadi tidak berakhir memuaskan, walaupun journey karakter utama kita selesai dengan gemilang. Sewu Dino tetap terasa jadi sesuatu yang belum selesai, dan ini bukan cara yang benar-benar tepat untuk mengirim penonton pulang. Tidak cukup membuat penasaran, melainkan hanya ya gak puas saja. Terakhir kali aku ngerasa puas nonton horor yang ada cult-cultnya itu ya pas nonton akhir dari season 4 serial Servant di Apple TV+ Momen psikologikal horor dan turn around karakternya terasa banget. Kalian bisa langsung klik link berikut ini untuk langganan Apple TV+ dan catch up banyak lagi tontonan original lainnya https://apple.co/40MNvdM

Get it on Apple TV

 




Journey karakternya memang gak sampai terlalu dalam, film ini masih sebagian besar berfokus kepada kejadian horor yang terjadi, alih-alih menelisiknya. Tapi seenggaknya film ini menolak jadi terlampau ribet dengan lore dan segala macam perang santet yang membayangi alur karakter utamanya. Melihat dari si protagonis saja, film ini actually adalah cerita horor yang decent, dan digarap ke arah yang fun. Ingin mencuatkan pada situasi horor yang ngeri-ngeri sedap untuk ditonton. Tapi dijamin bikin ngompol kalo kita yang ngalamin. Enggak jelek, meski gak great juga karena masih berusaha catering buat jadi wahana bagi penonton. Ada twist yang gak perlu dijadiin seperti itu, misalnya. Yang jelas secara keseluruhan, film ini lebih baik dari KKN di Desa Penari. While it’s not saying much – karena standar KKN rendah banget – nilai plus film kali ini buatku adalah banyak elemen-elemen dari sini yang membuatnya jadi kayak something dari universe game Fatal Frame 
The Palace of Wisdom gives 5.5 out of 10 gold stars for SEWU DINO

 




That’s all we have for now.

Kalo menurut kalian kenapa Sri gak mau nerima uang bayarannya?

Share pendapat kalian di comments yaa

 

 

Remember, in life there are winners.
And there are losers.

 

 

 

 

We?
We are the longest reigning BLOG KRITIK FILM TERPILIH PIALA MAYA



Comments

  1. Albert says:

    Belum ada komen di Sewu Dino? Aku sih seneng dan terhibur film ini, jauh daripada KKN. Iya yang di tengah si Erna berkhianat itu agak ga nyambung. Waktu nonton aku ga paham dia berbuat gitu ngapain. Sekarang sih terpikir mungkin dia suruhan musuhnya. Pikiranku malah mikir2 twist ini yang jahat neneknya atau cowok di alam gaib. Apa Sri bakal jadi tumbal neneknya ditukar sama Dela di ending? Tapi ternyata endingnya baik2 aja, pikiranku yang kejauhan hahaha. Mungkin nanti ada prekuel pertama kali neneknya nyantet musuhnya hehehe. Setidaknya urusan Sri udah selesai karena nolak duitnya.

    • Arya says:

      Aneh sih mmg motivasi si Erna, kalo gak ditreat sbg twist bisa enak padahal lihat development karakternya.

      Btw flm lebaran lain apa kabar? Setelah Sewu aku mudik, dan kayaknya sepi-sepi aja. Sewu Dino aja di blog ini gak serame KKN dulu hahaha..

  2. Albert says:

    Baru nonton Khanzab selain Sewu Dino mas. Jin dan Jun udah ga bisa, sekarang cuma tayang di 1 bioskop jauh dari rumah. Kejam ya bioskop, cepet banget abisnya hehehe. Khanzab seru juga sih. Ceritanya ya ada santet juga, kan bapaknya si protagonis Rahayu dituduh dukun santet. Lebih kejam dari Sewu Dino lho, di Khanzab mati semua kayaknya kecuali Rahayu ini. Ga seneng sih endingnya terlalu kejam tapi lumayanlah buat seru2an aja.

    Besok rencana nonton Buya. Entah bagus ga. Udah dibuat langsung 3 volume ya? Berani banget ya, aku takut ga laku. Tapi no 2 lah Buya film lebaran ramainya, kalah sama Sewu Dino ini.

    • Arya says:

      Minggu depan masuk Guardian Galaxy, kebabat abis semua kayaknya film-film lebaran yang kurang perform. Ku cuma bisa berharap Buya segera di platform aja deh, gak kekejar di bioskop kayaknya.. mudikku masih lama hahha

  3. Kay says:

    Mas, aku penasaran. Kok kuat sih nonton film-film horor? XD Aku bakal langsung kebayang-bayang yang serem-serem kalau lagi sendirian atau pas di tempat gelap. Makanya menghindari visual yang seram-seram. Heran sama yang kuat mengonsumsi konten seram-seram XD

  4. Frans says:

    Baru td siang nntn filmnya. Setuju klo ini lbh baik drpd KKN n bahkan lbh baik drpd PS2 yg msh byk bolong plotnya dan almost totally ngegantung itu, hehehe.

    Klo mnrt gw bang, Sri menolak uang itu krn akhirnya dia ngeh bahwa justru keluarga Atmojo yg sebenarnya jahat dan memulai santet Sewu Dino terlebih dulu (adegan ketika Sri bertny ke mbah Karso utk konfirmasi apakah kelg mereka yg memulai dulu kekacauan santet). Jd selain panggilan moral, dia nyadar menerima uang artinya menerima ‘kontrak’ kerjasama pesugihan yg sifatnya spt lingkaran setan.

    Plot twist yg Erna itu mmg terkesan dadakan sih, tp bisa jd (ini asumsi sy aj sih), si Erna ada hub kekerabatan keluarga dgn bojo/istrinya si Sabdo Kuncoro krn muka kedua perempuan tsb mirip (adegan ketika si Dela berhasil diselamatkan Sri dan si Sabdo cm bisa melas ngeliatin foto istrinya yg sdh meninggal disantet).

    Btw, plot hole lainnya sebenarnya jg msh ada. Klo baca cerita novel aslinya di Twitter, selain Sengarturih ada sosok peliharaan lain yaitu Banarogo, tp kykny gak dieksplor mendlm di film ini, at least gak se-eksplisit sosok Sengarturih.
    AND Sengarturih itu sebenarnya sosok yg dikirim keluarga Atmojo utk menyerang kelg Kuncoro, tp knp di film ini justru Sengarturih berbalik sikap dan menyiksa kelg Atmojo dgn merasuki Dela, itu jg msh misterius.

    Klo melihat endingnya, sptnya akan ada sequelnya ya yg akan menjwb plot hole td.

    • Arya says:

      Enaknya memang si Erna ini ada hubungan kerabat atau apa gitu sama keluarga si Sabdo Kuncoro. Kayaknya lanjutan film ini bakal lebih banyak ngebahas keluarga-keluarga itu. Semoga aja gak jadi ribet kayak Mangkujiwo.

      Bener juga ya, mungkin si Sri udah mulai ngerasa si Mbah Karso enggak baik-baik amat. Makanya Sri gak mau terlibat lebih jauh sama mereka.

      Haha iya, enakan tuntas begini daripada menggantung dan gak ada yang tuntas sama sekali. Yang penting kisah Sri beres dulu, selanjutnya mau masih ada misteri tersisa perihal dunia ceritanya ya silakan, kita bisa plong aja nunggunya

  5. Juwita says:

    Haloo salam kenal… Seperti biasa kalau habis nonton horor dan kurang paham atau kurang puas dengan endingnya aku akan mencari review2 untuk mendapat pencerahan hehe. Kalau di bagian Sri nggak mau terima uangnya karena mau memutus lingkaran setan sih aku setuju dan merasa bener juga yaaa. Kalau yg drivernya itu berarti dia sebelumnya terima uang dari Mbah Karsa dong? Dan dia mengaku dari keluarga Atmojo kan dulu bekerjanya. Kok bisa masuk di keluarga Mbah Karsa ya…

    • Arya says:

      Salam kenal jugaa

      Driver ini kayak contoh kasus kalo Sri nerima uang, maka dia kan ikut terlibat lebih jauh sama apapun itu persoalan keluarga Mbah Karsa. Si driver ini mungkin disuruh berkhianat atau semacamnya. Pokoknya jadi abdi-lah akibatnya kalo nerima uang (yang mungkin juga ada literal jampi-jampinya hahaha)

Leave a Reply