Road to EUROPE ON SCREEN 2019 Festival Film Uni-Eropa ke-19

 

Sinema bukan semata soal hiburan.  Tetapi juga merupakan sarana yang baik untuk meningkatkan kesadaran. Terhadap kemanusiaan. Terhadap lingkungan. Terhadap budaya. Tahun 2019 ini, dua-puluh-tujuh negara Eropa kembali dikumpulkan film-film produksi terkini mereka. “Bukan masalah besar kecilnya negara. Melainkan soal cakupan representasi budaya”, ujar Duta Besar Uni Eropa untuk Indonesia, Vincent Guerend di depan media saat press conference di Goethe-Institute Jakarta, Selasa 2 April 2019. Fakta menarik yang bisa dipungut dari bincang-bincang tersebut adalah ternyata setiap kali ada film Indonesia yang syuting di negara-negara Eropa, hampir bisa dipastikan kunjungan di negara tersebut bakal meningkat. Jadi, ya, Festival yang sudah delapan-belas kali diselenggarakan ini mengemban misi mulia untuk memupuk kerja sama antara perfilman dan industri kreatif Eropa dengan Indonesia, dalam semangat kebudayaan, sebagai sektor ekonomi yang meningkat pesat.

Melanjutkan tradisi, tahun ini Europe on Screen akan menjadi lebih besar dari yang sudah-sudah. Seratus-satu film berkualitas akan mengisi acara sepanjang tiga-belas hari. Tersebar dalam 277 layar di 19 venue di delapan kota seluruh berbeda. Jakarta, Medan, Bandung, Surabaya, Yogyakarta, Denpasar, dan dengan bangga Mr. Vincent menambahkan dua kota lagi yakni Bekasi dan Tangerang.

Satu kesamaan yang dipertahankan adalah, semua rangkaian acara di festival ini GRATIS dan TERBUKA UNTUK UMUM. Bahkan screeningnya ada yang diadain dengan ala-ala layar tancep loh. Jika itu belum cukup untuk membendung rasa penasaran kalian untuk hadir, Europe on Screen 2019 sesungguhnya punya enam hal istimewa yang akan bisa kita dapatkan.

 

 

 

1. SUB-KATEGORI #OURLAND

Europe on Screen dalam pengkurasian film-filmnya memang tidak membatasi dengan tema. Sehingga jangkauan film yang diikutsertakan bisa meluas. Secara garis besar, film di Europe on Screen dibagi menjadi dua; film cerita dan dokumenter. Nah, di kategori dokumenter yang diistilahkan dengan ‘Realities’ itu, tahun ini Europe on Screen memberikan fokus kepada pelestarian lingkungan hidup. Dihimpunlah dokumenter-dokumenter yang mengangkat isu mengenai tanah tempat tinggal kita; apakah itu sebagai tempat yang harus diperjuangkan, ataupun apakah itu sebagai daerah eksplorasi.

Makala, Welcome to Sodom, Giants and the Morning After, Untamed Romania, adalah empat dari tujuh dokumenter yang bakal diputar dalam sub #OurLand, yang akan membuat kita melihat tanah kita dalam perspektif baru dan menarik.

 

 

2. PROGRAM SPECIAL #BAUHAUS100

Merayakan seratus tahun gaya arsitektur Jerman Bauhaus dan mengenang sutradara ternama asal Italia, Bernardo Bertolucci.

Didirikan di kota Weimar pada tahun 1919, sekolah Bauhaus berdiri secara resmia hanya empat-belas tahun. Tetapi kreasi dan pemikiran yang diciptakan sekolah ini terus digunakan. Sekolah desain dan seni di Jerman ini terus memberikan pengaruh besar dalam kehidupan modern sampai saat ini.

Europe on Screen 2019 menghadirkan dua program spesial untuk merayakan #Bauhaus100. Pertama adalah pemutaran dokumenter Bauhaus Spirit yang khusus dibuat untuk perayaan ini. Dan kedua, adalah pameran instalasi video Bauhaus yang memutar klip dan film pendek arsip karya sekolah Bauhaus selama beberapa dekade.

 

 

 

3. PEMUTARAN FILM NOMINASI ACADEMY AWARDS 2019

Rangkaian festival Europe on Screen 2019 yang penuh oleh film-film berkualitas dari negara-negara Uni-Eropa akan dibuka oleh pemutaran The Guilty. Sebuah thriller dari Denmark tentang seorang penerima panggilan darurat yang berubah hidupnya saat menjawab telepon dari seorang wanita yang diculik. The Guilty ini merupakan film yang dikirimkan ke Oscar sebagai perwakilan negara Denmark dalam kategori Best Foreign Language Film.

Untuk penutup acara, bakal diputarkan secara ekslusif film yang tak kalah ‘seru’nya. What Have We Done to Deserve This?, sebuah komedi asal Austria yang menyabet nominasi Best Film di Focus Switzerland, Germany, Austria, Zurich Film Festival 2018 berkat keberaniannya mengangkat isu seorang feminis ateis yang seolah mendapat mimpi buruk ketika putri remajanya memilih masuk ke agama Islam.

Dan kami beruntung sekali di acara Press Conference diputarkan salah satunya yang paling bergengsi, yaitu dokumenter yang masuk nominasi Oscar; Of Fathers and Sons adalah cerita yang sangat menggetarkan hati tentang dua orang anak dalam keluarga radikal Suriah yang digembleng oleh sang ayah untuk menjadi pasukan Jihad.

Udah kebayang dong sekarang, film-film seperti apa yang bakal menghiasi Europe on Screen? Yea? Coba kalikan seratus-satu kali. Wuiihh!!

 

 

 

4. KESEMPATAN KEPADA FILM PENDEK

Tidak terbatas pada film-film panjang, Europe on Screen juga mengadakan penanyangan berbagai film pendek, animasi atau bukan, karya pembuat film pemula dari Eropa.

Untuk pembuat film Indonesia, malah lebih spesial lagi. Europe on Screen mengadakan program pendanaan proyek film pendek. ‘Short Film Pitching Project’ ini idenya adalah mengundang dan memberi kesempatan pada pemula untuk mewujudkan kreativitas film pendek mereka. Untuk tahun ini, EOS sudah memilih sembilan ide cerita – dari seratus pendaftar. Tahapan selanjutnya adalah kesembilan finalis akan mempresentasikan ide cerita mereka di hadapan para juri yang terdiri dari produser dan sutradara film. Proses penjurian ini akan diadakan secara terbuka sebagai bagian dari penutup Festival. Tiga ide cerita terpilih akan mendapatkan dana produksi.

Europe on Screen 2019 akan memutarkan dua film pendek terpilih tahun 2018 yang berjudul Bangkis dan Lasagna.

Pengen gak sih film pendek kita diwujudin dan diputer di festival bergengsi ini? Aku sih iyes.

 

 

 

5. SINEAS EROPA BAGI-BAGI ILMU

Dua film Indonesia yang diputar di Europe on Screen adalah Arini dan The Gift. Pemutaran film tersebut akan dibarengi oleh pembuat film masing-masing yang bakal berbagi pengalaman syuting film di Eropa.

Segmen diskusi ini adalah wujud dari bagaimana film dapat menginspirasi banyak orang. Makanya, Europe on Screen juga akan menghadirkan langsung beberapa pekerja film Eropa untuk, bukan hanya membimbing, namun juga bekerja sama dengan kita dan para penggerak film tanah air.

Di antaranya adalah Lina Flint, produser film The Guilty, yang akan mendiskusikan apa-apa saja yang dibutuhkan ketika kita pengen memproduksi film bergenre thriller. Karena thriller – yang lagi digandrungi oleh penonton di sini – sebenarnya salah satu genre yang cukup sulit dibuat. Enggak bisa sekadar bikin kaget atau terkejut, melainkan juga harus ada rasa gelisah, tegang, saat menontonnya. Penulisan naskah juga harus diperhatikan. Maka turut dihadirkanlah Emil Nygaard Albertsen yang naskah The Guilty garapannya baru saja memenangkan Best Screenplay di Robert Award. Emil akan membagi ilmu seputar menulis naskah thriller yang baik nan mencekam.

Tak ketinggalan, bakal ada pengetahuan tentang bagaimana cara mendesain poster yang efektif dari desainer ternama asal Belgia, Amira Daoudi. Ia mendesain poster film Cargo, In Blue, dan Zagros, yang tiga-tiganya turut ditayangkan pada festival tahun ini. Darinya kita bisa mendapat ilmu bahwa poster haruslah bisa bertindak sebagai alat marketing yang menarik perhatian calon penonton sekaligus sebagai karya seni yang menangkap esensi film dengan estetis.

 

 

 

6. ADA KUIS SURPRISE SCREENING!

Sudah jadi adatnya, setiap tahun Europe on Screen ngadain pemutaran misterius. Di mana judul film yang bakal diputar baru akan diberitahukan tepat sebelum pemutaran film tersebut. Tentu saja ini menghasilkan pengalaman menonton yang unik, seru, dan excited abis karena biasanya kita gak tau harus mengharapkan apa. Nonton tanpa ekspektasi adalah salah satu cara menonton yang paling asik.

Tahun ini, keseruan surprise screening akan semakin bertambah lantaran Europe on Screen mengadakan kuis tebak-tebakan judul film yang bakal diputar. Kita bisa ikutan kuis ini dengan melihat petunjuk yang akan dipos pada akun instagram @europeonscreen

 

 

 

Festival ini akan berlangsung mulai dari tanggal 18 April hingga 30 April 2019 (habis Pemilu, kita pesta lagi horee!) Jangan lewatkan tanggal-tanggal pemutaran di kota-kota kalian.

And I guess, I will see you there!

 

 

 

 

 

 

That’s all we have for now.
Film mana yang paling ingin kalian tonton? Bagaimana pendapatmu tentang perfilman di Eropa.

Beritahu kita semua di komen

Remember, in life there are winners.
And there are losers.

 

 

 

 

We?
We are the longest reigning BLOG KRITIK FILM TERPILIH PIALA MAYA.

THE WAY I LOVE YOU – Beragam Cinta dan Cara Menunjukkannya [Movie Preview]

 

Banyak cara menunjukkan rasa cinta kepada orang yang kita sayangi. Namun yang sering dilupakan adalah cinta itu sendiri sebenarnya bukan sebatas ama pacar. Antara cowok dan cewek. The Way I Love You, cerita asli tulisan Johanna Wattimena dan Gendis Hapsari, mengembangkan cinta yang biasa dikenal oleh kalangan remaja calon penontonnya. Dan ini buatku menarik karena meskipun film remaja Indonesia kebanyakan memang bergenre cinta alias drama romantis, namun yang benar-benar original bukan adaptasi novel dan semacamnya bisa kita hitung dengan jari.

“Film ini berbeda karena tidak seratus persen cinta-cintaan, enggak melulu seru-seruan. Ada harunya juga. Cerita TWILY melingkupi keluarga. Ada rasa persaudaraan. Ada persahabatan,” terang Rizky Nazar, yang bermain dalam film ini sebagai Bara, saat konferensi pers yang diadakan dengan asik di HARRIS Hotel & Conventions Festival Citylink, Bandung, siang 2 Februari 2019.

Bercerita tentang Senja yang dekat dengan sepupu ceweknya. Akrab banget udah kayak kakak-adik. Berbeda dengan sang sepupu, Senja ini anaknya pendiem. Pemikir. Pikiran-pikirannya biasanya ia tuangkan ke dalam tulisan. Blog-lah yang membawanya kenal dengan seorang cowok. kedekatan mereka membawa pengaruh terhadap hubungan Senja dengan sepupu, dengan cowok sepupunya, dan bahkan Senja sendiri merasa ada yang berbeda saat dia beneran ketemuan sama cowok teman blognya tersebut. Kisah keempat tokoh ini bahkan bakal dijanjikan semakin menarik karena Rizky Nazar juga menyebutkan ada twist di dalam plot ceritanya.

Bukan hanya Rizky Nazar seorang yang menempuh macet dari Jakarta untuk bincang-bincang dengan teman-teman media dan komunitas di Bandung. Aktor muda itu hadir bersama dua pemeran lain; Baskara Mahendra yang berperan sebagai Rasya, dan tentu saja tak ketinggalan (nyaris, karena datangnya belakangan hihi) Syifa Hadju yang menjadi Senja. Dengan ceria mereka berbagi cerita keseruan saat proses reading dan syuting. Syutingnya berlangsung selama dua-puluh hari, dan sebagian besar berlokasi di Jakarta. “Di Bogor kita cuma dua hari” tambah Rizky. Ketika ditanya mengenai tantangan saat syuting oleh salah satu media, ketiga aktor remaja yang lagi naik daun itu sepakat menjawab selain pendalaman karakter, mereka tidak menemukan kesulitan yang berarti. Kecuali ketika Rizky sedikit kesusahan mengendarai sepeda motor tahun 70-an. Malahan Baskara dan Rizky menyebutkan keseruan karena sutradara Rudy Aryanto memberikan mereka semua kebebasan. “Pak Rudy open terhadap masukan. Beliau selalu ngobrolin scene bareng pemain. Menerima sudut pandang dari kita-kita” tembah Rizky lagi.

para pemain banyak mendapat pelajaran dari karakter mereka masing-masing

 

Syifa Hadju yang tampil dengan rambut menggulung yang membuatnya tampak semakin cute punya cerita sendiri tentang mendalami karakter Senja. Ia menerangkan perannya itu justru sebenarnya lebih banyak berinteraksi dengan tokoh sepupu, Anya (diperankan oleh Tissa Biani). “Kalo Bara dan Rasya kan, bagi Senja mereka sama-sama ‘orang baru’. Sedangkan sama Anya ini udah deket banget. Padahal aku ama Tissa juga belum lama kenal. Kita jadi sering jalan bareng buat numbuhin chemistry dua sepupu yang akrab itu”, jelas Syifa. Para pemain memang dipertemukan lewat proses casting, dan inilah yang terutama membuat proses syuting mereka menjadi seru. Syifa lanjut membicarakan dia dan Tissa bahkan jadi sering memanggil masing-masing dengan nama tokoh yang mereka perankan supaya feel karakternya lebih dapat lagi.

Kepada keluarga, kepada teman dan sahabat, rasa cinta itu juga sama pentingnya untuk kita tunjukin. Kepada pekerjaan juga. Apa yang diceritakan tiga pemain The Way I Love You ini membuktikan kecintaan dan dedikasi terhadap apa yang mereka lakukan. Syifa, Rizky, dan Baskara dengan bangga menyebutkan aktor-aktor yang bukan sekedar favorit, melainkan juga inspirasi mereka dalam berakting. Rizky menyebut dia sangat mengidolakan Tio Pakusadewo dan Robert Downey Jr. Baskara dengan detil menyebut satu persatu kiprah almarhum Heath Ledger yang ia jadikan panutan. Dan Syifa… psst tau gak siapa aktor yang diidolakan oleh artis yang pernah bermain di Beauty and the Best (2016) dan Ayat-Ayat Cinta 2 (2017) itu?

Siapa ya kira-kira?

Hmmm..

 

Yakin, mau tau?

“Rizky Nazar dan Baskara Mahendra!”, jawab Syifa mantap. “Aku kagum dan selalu ngikutin perjalanan karir film kakak-kakak ini” Waaaah, manis sekali yaaa

 

 

Film The Way I Love You bakal tayang ke hadapan seluruh Indonesia tanggal 7 Februari 2019, segera temukan jalan kalian ke bioskop yaa, jangan sampai lupa dan nyasar sehingga ketinggalan berbaper ria menyambut Valentine bersama film yang satu ini~

ceria-ceria amat ya sehabis makan siang hhihi

 

 

That’s all we have for now.

Remember, in life there are winners.
And there are losers.

 

 

 

 

We?
We are the longest reigning BLOG KRITIK FILM TERPILIH PIALA MAYA.

 

 

DREADOUT: Menjawab Ketakutan Para Fans – [Movie Preview]

 

Film horor Indonesia pertama yang diangkat dari game!

um… wait, let me rephrase that..

Game Indonesia pertama yang begitu sukses secara internasional akhirnya diangkat menjadi film!!!

panjang, but I like the sound of that better.

 

Karena DreadOut buatku, dan aku yakin buat penggemar game survival-horror lainnya juga, adalah game yang fenomenal. Aku malah pertama kali tahu game ini dari channel youtuber luar. Padahal game PC ini terlahir di Bandung, lho! Melalui crowdfunding, developer Digital Happiness berhasil mewujudkan khasanah mitologi horor lokal, terinspirasi dari mekanik game Fatal Frame (2001) dari Jepang, menggabungkan dua elemen tersebut membentuk dunia dan atmosfer yang nyata-nyata fresh nyeremin, seketika membuat para gamer di seluruh dunia berlomba-lomba untuk berpetualang motoin hantu bersama tokohnya, Linda. Jadi, mengatakan ini film pertama yang berani mengadaptasi dari game (lewatlah sudah adaptasi novel dan personal literatur) terdengar agak sedikit ‘mengecilkan’ di telingaku, lantaran, enggak setiap hari kita melihat ada game buatan Indonesia yang menarik perhatian dunia seperti yang berhasil dilakukan oleh game Dreadout. It was more than deserved to have its own movie. Dan lagi, buatku yang penggemar film, sekaligus penggemar game, also, horor adalah genre favoritku untuk keduanya, Dreadout adalah kulminasi dari apa yang namanya ultimate entertainment.

Fans sudah lama bermain-main dengan kemungkinan misteri Linda dengan The Lady in Red diangkat ke layar lebar. Beruntung produser Wida Handoyo
(Petak Umpet Minako)
yang kebetulan juga penggemar horor, dan pengembang DreadOut Rachmad Imron, peka dan actually listen to the fans, and long story short, ini teaser film DreadOut garapan mereka:

 

 

Tapi…. kok agak lain ya?

Seperti lumrahnya film adaptasi video game di luar negeri, DreadOut ini cukup ‘mengerikan’ buat fans gamenya. Karena ada ekspektasi, ada standar yang sudah di-set. Apakah film ini nantinya akan sesuai dengan ekspektasi. Kita takut filmnya nanti enggak sama. Takut kalo nanti hanya berupa proyek cari duit yang gagal paham mengenai apa sih yang membuat gamenya dicintai in the first place. Aku punya segudang pertanyaan yang menumpuk setelah melihat teaser tadi, to be honest, sebagian besar berupa keraguan.

Beruntung, Minggu tanggal 11 November lalu, aku dapat kesempatan duduk semeja bareng cast dan pembuat film DreadOut. Di antaranya ada Caitlin Halderman, Irsyadillah, Wida Handoyo, dan Rachmad Imron. Kita cuap-cuap seru seputar film ini. Pertanyaan pertamaku literally apakah pocong naik motor bakal ada dalam film hahaha.. Jadi ini dia, lima hal yang dikhawatirkan oleh para fans, dijelaskan dengan penuh passion oleh tim DreadOut:

 

Ceritanya kok beda?

Game DreadOut menceritakan tentang Linda bersama teman-teman sekolah dan ibu Guru mereka yang ‘terdampar’ di sebuah kota mati. Linda menemukan dia bisa melihat makhluk gaib lewat smartphonenya. Sebagai pemain, kita memerankan Linda; menguak misteri di kota, di sekolah kosong, di bangunan-bangunan angker, motoin hantu-hantu yang muncul sebagai cara untuk survive. Ada tema reinkarnasi pada plot game. Dari teaser, set versi film memang cukup mirip, hantu-hantunya bisa kita kenali, tapi ada sedikit perbedaan dari rangkaian adegan. Menurut sinopsis, film ini bakal bercerita tentang Linda dan teman-teman sekolahnya yang berkunjung ke apartemen kosong, dalam usaha mereka mencari konten yang bisa viral. Mereka menemukan portal ke dunia lain, dan semua kengerian terlepas dari sana. Tokoh-tokohnya pun ada yang tidak kita tahu. Seperti Irsyadillah, salah satu cast yang hadir malam itu, yang memerankan Beni – tokoh yang tidak ada di game.

Mbak Wida dan mas Imron menjelaskan, naskah film yang dikembangkan dalam empat tahun ini (gamenya rilis 2013) dikawal ketat oleh pengembang game. Perbedaan yang kita rasakan di teaser dikarenakan film DreadOut mengambil timeline sebelum kejadian yang dialami Linda di dalam game. IT’S A PREQUEL STORY. Film basically membawa kita berkenalan dengan Linda lebih jauh lagi, siapa dirinya, darimana dia mendapat ‘kekuatan’ bisa melihat makhluk halus lewat media tertentu. Film ini membahas akar dari mitologi semesta DreadOut, termasuk menggali lebih dalam hubungan Linda dengan Lady in Red dan The Three Sisters yang jadi bos terakhir dalam versi game.

 

 

Kok Kimo Stamboel sih?

Jika memikirkan sutradara Kimo Stamboel dan video game dalam satu frame konteks, maka aku akan kepikiran Mortal Kombat. Rasanya lebih klop. Kimo yang rekam jejaknya menggarap horor dengan aksi brutal berdarah-darah tampak long stretch jika dikaitkan dengan DreadOut; game survival yang senjata utama protagonisnya (cewek pula) adalah kamera. Hanya ada sedikit porsi aksi dalam game yang mengutamakan menguak misteri ini. Yang aku ingat hanya ada satu adegan laga di mana kita harus kabur dari kejaran teman Linda yang berubah menjadi semacam zombie. Jadi, sebenarnya ke mana arahan film ini akan dibawa? Apakah Kimo adalah pilihan yang tepat jika mengincar horor untuk remaja?

“Awalnya, memang film ini rasa mas Kimo banget” Mas Imron mengenang kisah pertama kali proyek DreadOut mendapat lampu hijau, “Sedari bikin gamenya dulu, saya memang sudah berangan-angan kalo ntar dijadiin film, sutradaranya kalo bisa Kimo Stamboel” Harapan tersebut kewujud, karena Kimo-nya sendiri yang menawarkan diri ikut kerja sama. Ada alasannya kenapa butuh empat tahun untuk merampungkan naskah. Masing-masing kepala bekerja untuk mencari jalan tengah yang paling baik. “Semuanya terasa kekeluargaan,” kata mbak Wida. Banyaknya re-write, brainstorming ide-ide, semua saling mendengarkan dan mengisi.

Rest assured, film DreadOut akan tetap punya ciri khas Kimo sebagai sutradara, ciri yang sudah menjadi trademark dan yang digemari oleh fans – mbak Wida bilang film akan jatuh di rating 17 – dengan tidak mengenyahkan elemen-elemen yang membuat gamenya begitu diminati. Elemen seperti memotret hantu tetap dijadikan sebagai poin utama.

 

 

Lindanya gimana, gak salah casting tuh?

Aku sendiri tidak pernah begitu mempermasalahkan soal casting, malah sebagai tukang review film, aku selalu senang jika ada pemain yang berani mengambil tantangan; yakni peran di luar kebiasaan genre film yang biasa dimainkannya. Apalagi bintang muda seperti Caitlin Halderman, yang masih punya banyak untuk dibuktikan.

Sebenarnya perihal ini, mbak Wida sama mas Imron-lah yang curhat, bahwa mereka mendapat banyak komen dari fans seputar pemilihan pemain regarding penampilan fisik. “Seperti ketika banyak yang protes Lara Croft dimainkan oleh Alicia Vikander,” ujar mbak Wida. Saat mencari pemain, mbak Wida ngescout talent dengan nonton film remaja, dan dia melihat ‘sesuatu’ dari Caitlin. Dia percaya aktris remaja tersebut bisa memberikan sesuatu buat Linda. Untungnya, Caitlin enggak menolak ditawarin main horor.

“Aku gak main gamenya, karena… alasan utamanya sih takut,” gelak Caitlin, “Tapi horor adalah pertama buatku. Aku biasanya main di drama, it’s a big opportunity buatku bisa main di horor, apalagi sutradaranya mas Kimo” Caitlin lebih lanjut menceritakan gimana Kimo ngepush para cast untuk memberikan penampilan yang berbeda, yang enggak standar. “Misalnya meja gerak sendiri nih, kalo di horor lain, kan, biasanya tokohnya ketakutan tapi takutnya itu takut bengong. Nah, mas Kimo mendorong kami untuk memberikan ekspresi takut yang benar-benar mendalam dengan gestur-gestur yang ekspresif,” sambil cerita Caitlin actually memperagakan dengan kocak mana yang takut bengong, mana takut yang nyata.

tips survive di horor game ala Linda dan Beni: Ikutlah menjerit saat yang main gamenya menjerit hhihi

 

Menjalani banyak latihan fisik yang intens, Caitlin bangga bisa melakukan sendiri stun-stun ‘keras’ yang diberikan kepada tokoh yang ia perankan. “Dilempar-lempar. Ditarik-tarik pake sling. Sampe kena celurit. Prop sih, tapi luka juga hahaha” Dari pengkarakteran sendiri, banyak ruang bagi Caitlin untuk menghidupkan Linda. Dalam game, Linda kan hampir enggak ada dialog – dia tipe silent character. Jadi tugas Caitlin-lah untuk meniupkan ruh kepada tokoh ini. “Nanti setelah filmnya keluar, penonton akan melihat Linda dalam film ini dan berpikir, ya inilah Linda yang sebenarnya” kata mas Imron.

 

 

Hantunya muncul semua gak?

Sayangnya, memang tidak semua hantu yang muncul di game bisa dihadirkan di film karena cerita yang mengambil set sebagai prekuel. The Three Sisters akan banyak mendapat sorotan sehubungan cerita yang menggali latar Linda. Tapi jangan khawatir, hantu-hantu lain yang ikonik seperti pocong-pocong bersenjata akan tetap muncul. Bahkan, menurut mas Imron, secara detil Kimo memasukkan throwback elemen-elemen yang ada di dalam gamenya sebagai reference atau ajang seru-seruan yang pasti langsung bisa dikenal oleh penonton yang pernah memainkan gamenya.

Pertimbangan kemunculan hantu-hantu ini adalah mereka tidak mau mengumbar terlalu banyak, para pembuat ingin menyimpan misteri untuk kesempatan yang akan datang.

 

Jadi apakah bakal ada sekuel? What next in line dalam franchise DreadOut?

Mitologi DreadOut memang luas sekali. “Kami memang sudah membuat cabang-cabang cerita dan lore di dunia game tersebut” kata mas Imron. Gamenya sendiri sudah dalam pembuatan sekuel. Harapannya memang filmnya juga bakal ada sekuel lantaran cerita yang begitu kompleks dari semesta ini. Makanya, film DreadOut ingin tampil netral; maksudnya mereka ingin DreadOut tidak hanya membuat penasaran para gamer, namun juga para penonton yang tidak bermain game. Pasar internasional juga turut menjadi inceran mengingat gamenya sendiri memang lebih banyak menuai untung dari pasar luar. “Yang diincar terutama adalah branding productnya” sambung mbak Wida. Mereka percaya para gamer pasti akan menonton film ini, tantangannya adalah bagaimana menarik appeal dari penonton casual. Melihat dari jajaran cast yang sudah punya fans base kuat – mereka juga memasang Jefri Nichol, Marsha Aruan, Hannah Al Rashid, Ciccio Manaserro, Susan Sameh – sepertinya jumlah penonton enggak bakal menjadi masalah buat film ini.

“Kalo game sehits DreadOut yang udah terkenal di luar negeri dibikin filmnya, masa iya sih penggemar game di sini pada gak mau nonton?”

 

 

 

Jadi apakah film ini bakal terhindar dari kutukan-film adaptasi game?

Well, kita hanya bisa menjawab pertanyaan itu setelah film DreadOut tayang bulan Januari 2019 nanti.

thank you, we’ll see you soon

 

 

 

 

 

That’s all we have for now.
Pada pernah main DreadOut belum? share dong momen terWTF kalian, hantu favorit, kejadian lucu dan segala macem hihi

Remember, in life there are winners.
And there are losers.

 

 

 

 

We?
We got PIALA MAYA for BLOG KRITIK FILM TERPILIH 2017

SURAT CINTA UNTUK STARLA: Jawaban Surat Cinta itu Datang Juga – [Movie Preview]

CFD (Car Free Day) di jalan Ir. H Juanda, Dago, Bandung kedatangan tiga makhluk kece.

Tengoklah kocaknya Romeo yang sibuk nyari makanan. Sementara tak jauh, ada Bimo yang cool banget diam-diam mengatur strategi dari balik kacamata hitamnya yang berbingkai bulat. Strategi apa? Enggak tahu juga, Bimo kelewat misterius, sih. Dan tak ketinggalan, Starla, yang dengan riang pecicilan ke sana ke mari.

Tunggu. Bimo? Starla?? Kok namanya familiar???

Yea, Minggu pagi 10 Desember itu para pengunjung Car Free Day di Dago dikunjungi oleh beberapa pemain film Surat Cinta untuk Starla. Ada Ricky Cuaca, Kevin Royano, dan Caitlin Halderman.

On Sunday, we wear black

 

Panggung mereka yang terparkir di pelataran depan Blossom Family Outlet pun dalam sekejap dipadati fans. Yang lagi olahraga naik sepeda, langsung spontan mengerem, cekiiittt – untung gak nabrak tiang. Yang lagi gerak jalan, lehernya pada muter ngelirik. Badan mereka maju berjalan, namun lehernya tetap di tempat. Hehehe enggak ding, emangnya film horor. Yang lagi ngumpul bareng teman-teman satu geng, serentak mencabut hape dari kantong dan mengarahkannya ke panggung, pada gak jadi selfie.

Maklum, kehadiran film Surat Cinta untuk Starla memang sudah ditunggu-tunggu oleh para fans. Adalah video lirik dari Virgoun (bukan nama zodiak loh ya) yang begitu fenomenal yang bertanggungjawab atas semua kehebohan ini. Lagu single itu sudah ditonton lebih dari 160 juta kali. Maka dibuatlah mini serinya yang bahkan lebih pecah lagi. Tujuh chapter webseri Surat Cinta untuk Starla semakin membuat penonton dan para fans haus. Mereka ingin melihat lebih. Mereka pengen kenal lebih dekat sama Hema dan Starla. Mereka, para fans itu, pantas untuk dapat kejelasan soal hubungan dan nasib kedua tokoh utama tersebut.

 

meski sempat kecewa Jefri Nichol berhalangan hadir, antusiasme penggemar enggak berkurang sedikitpun

 

“Film ini akan menjawab rasa penasaran penonton yang telah menyaksikan web serinya” jelas Ricky Cuaca yang biasa dipanggil Ricu. Ya, film Surat Cinta untuk Starla adalah surat jawaban yang dibuat sebagai balasan dari surat-surat cinta dari para fans. Ricu, Kevin, dan Caitlin lanjut menerangkan bahwa film ini adalah adaptasi yang not really an adaptation, lebih tepatnya adalah adaptasi lanjutan karena akan ada banyak penambahan dan beberapa perubahan.

Inti ceritanya sih sama. Tentang Hema, seorang cowok ‘pecinta alam’. Namun alih-alih manjat-manjat gunung, Hema menunjukkan obsesi kecintaannya pada alam dengan membuat surat cinta. Surat bukan sembarang surat, dengan mesin ketik yang ia bawa kemana-mana, Hema membuat desain untuk cetakan mural sebagai perwujudan surat cintanya kepada semesta. Kehadiran Starla suatu ketika di hidupnya, membuat Hema kepikiran sesuatu hal yang bahkan lebih indah daripada surat-suratnya yang biasa. Dan drama cinta remaja ini bukan hadir tanpa twist, perubahan sikap Starla yang begitu mendadak bakal menjadi konflik utama yang tak pelak bikin penasaran.

seni corat coret dinding akan berperan besar dalam cerita film ini

 

Penambahan yang dilakukan oleh sutradara Rudy Aryanto dan penulis skenario Tisa TS tentu saja bukan tanpa alasan. Para penggemar pun tidak perlu khawatir film ini akan jadi berbeda dengan apa yang membuat mereka jatuh cinta in the first place. Justru hal itulah  yang menjadi kelebihan film. Ricu yang udah tiga kali ikut main di film keluaran Screenplay Films melanjutkan, “Menampilkan sesuatu yang baru, tapi pada hal yang sudah terkenal. Jelas ini memberi kemudahan untuk memulai promosi.”

Lain lagi dengan Caitlin yang menganggap ini sebagai tantangan. Meneruskan kembali perannya di web seri, aktris yang selayang mirip Ariana Grande ini mengatakan film adalah jawabannya soal bagaimana memenuhi ekspektasi dari penggemar serial Youtube Surat Cinta untuk Starla, “Jangan sampai kualitas cerita versi film malah menurun dari versi mini seri.” Karakter Starla yang ia perankan memang mendapat sedikit perubahan dari versi web seri. Starla di film ini dibuat jadi lebih manja, sekaligus juga lebih setrong dan dewasa. Perihal mengenai apakah film ini juga bisa dinikmati oleh penonton yang sama sekali belum pernah mendengar lagu ataupun belum pernah menonton web serinya, Caitlin memberikan jawaban dengan senyum paling menenangkan yang bisa ia layangkan “Di film akan ada beberapa adegan flashback, jadi semua akan bisa tetap mengerti jalan ceritanya.”

Dan mengenai Bimo sebagai salah seorang peran baru yang belum benar-benar dieksplorasi di web seri, Kevin Royano dengan semangat menjelaskan, “Saya suka nonton miniserinya. Makanya saya senang ketika ditawari ikut main. Sosok Bimo yang saya perankan ini akan menjadi orang di balik konflik Starla dan Hema.” Kevin membuka kacamata gayanya, untuk kemudian melanjutkan, “Film ini, ceritanya lebih dalam dengan twist yang banyak”. Wuih jadi semakin penasaran!!

 

Kita sudah begitu sering mendapat drama remaja dengan karakter yang begitu-begitu saja. Surat Cinta untuk Starla menawarkan banyak pada lead characters yang diberikan sesuatu yang unik untuk dilakukan. Ditambah dengan potensi twist ditambah wahana baper, kita punya cukup alasan untuk menunggu film kolaborasi Screenplay Films dan Legacy Pictures ini sampai di bioskop seluruh Indonesia tanggal 28 Desember 2017. Sebentar lagi kok hehehe

 

ketiga pemain keasyikan diminta My Dirt Sheet ngebayangin apa yang karakter mereka lakukan kalo lagi jalan-jalan di car free day

 

 

 

 

That’s all we have for now.

Remember, in life there are winners.
And there are losers.

 

 

 

 

 

We? We be the judge.