Money in the Bank 2021 Review

 

Sebagai manusia kita ngertilah soal keselamatan dan resiko. Sedapat mungkin, kita biasanya nyari yang resikonya paling kecil, like, kalo lagi nyebrang kita akan cenderung untuk milih nunggu ampe benar-benar kosong sebelum menyeberang daripada harus berjalan cepat-cepat di antara seliweran kendaraan dengan resiko tertabrak. Makanya, gak banyak dari kita yang bisa ikut main-main saham. Dalam investasi keuangan, ada yang namanya risk dan reward, dengan prinsip semakin tinggi resiko, maka rewardnya pun akan semakin gede pula. Kenapa kita ngomongin ini di artikel gulat? Karena WWE punya pertandingan yang juga berhubungan dengan ‘money’ dan prinsip risk-reward tersebut.

Pada Money in the Bank – sebagaimana yang diberitahukan dengan epik oleh video pembuka acara ini – resiko itulah yang menjadi reward. Ketika kalian harus bersaing dengan tujuh superstar lain, berebut naik tangga untuk meraih koper berisi kontrak kejuaraan, mau tak mau kalian harus mengambil semua resiko. Cedera, luka, patah tulang, semua itu akan menjadi reward, bersama dengan kesempatan emas. 

 

Inilah kenapa Money in the Bank selalu jadi jaminan seru (kecuali mungkin MITB tahun lalu yang lebih mendekati ke arah lucu). Hampir dipastikan, kita bakal mendapat aksi-aksi seru karena para superstar akan ngegas melakukan apa saja dengan tangga-tangga tersebut untuk memastikan lawan-lawannya tetep bobok cantik di lantai. Faktor lain yang bikin seru adalah bahwa biasanya pemenang pertandingan ini tidak terduga. Bahkan jika bisa diduga pun, pemenang MITB biasanya selalu adalah superstar fresh alias wajah baru dalam title pictures. Karena memang konsep MITB difungsikan sebagai ‘tangga’ untuk menaikkan talent papan tengah menjadi superstar papan atas. Main Eventer. Dan dua faktor seru itulah yang persisnya kita dapatkan dalam dua pertandingan MITB pada acara Money in the Bank kali ini. 

Nikki A.S.H (Almost Super Hero) memenangi partai MITB cewek dalam sirkumtansi yang bener-bener cocok dideskripsikan sebagai ‘tak-terduga’. Bukan saja karena gimmicknya yang sekarang ternyata lebih dianggap serius ketimbang gimmick ‘cewek edan’ dia yang dulu, tapi juga karena kemenangan Nikki – cara match ini berakhir – terasa sangat berbeda sekali. People surely will be divided by this. Kalian bakal either suka, atau enggak. Kemenangan Nikki terasa kayak playful take dari skenario yang mungkin pernah kita ucapkan saat nonton drama MITB. You know, sekali dua kali mungkin kalian pernah ‘capek’ juga ngeliat superstar ngambil koper kelamaan dan sibuk ganti-gantian manjat, sehingga kalian bilang “Langsung ambil aja kek”. Kemenangan Nikki terasa kayak seperti itu. Hebatnya, in the end, momen itu tetep terasa spesial. Karena keseluruhan match-nya sendiri memang enggak keren-keren amat. In fact, partai MITB cewek ini tampak lebih soft. Impact dari aksi-aksinya banyak yang ditolong oleh cut camera. Ironisnya, WWE mungkin gak mau ngambil resiko lebih banyak terhadap superstar cewek dalam waktu Bayley cedera cukup lama ini. Tapi dalam cahaya yang lebih positif, aku percaya dalam partai pembuka show ini – yang juga berarti partai pembuka dari acara yang akhirnya bisa ditonton langsung oleh fans ini – WWE pengen ngepush karakter ketimbang aksi. Makanya kita lihat Liv Morgan dan Alexa Bliss, yang sama-sama fans favorite, diberikan kesempatan bersinar dengan character-work mereka. Begitu juga dengan Tamina dan Natalya yang perlu untuk membangun kharisma sebagai juara tag-team.

mitbd3cb7ed531b58f17-600x338
WWE mengganti penyebutan Nikki menjadi Nikki A.S.H karena Nikki Ash kedengarannya kayak Nikki pan(sensor)

 

Sebaliknya pada partai MITB cowok yang muncul belakangan, barulah fans mendapat apa yang sudah lama diinginkan. Single push untuk Big E! Fans sudah lama menunggu gebrakan besar seperti ini sejak Big E dipisah dari tim New Day. Tapi dari yang terlihat di acara ini, aku punya dugaan kalo chapter Big E dengan rekan-rekan New Day bakal punya lanjutan sedikit. Aku akan ngomongin nanti, sebentar lagi, saat bahas match Kofi Kingston dengan Bobby Lashley.  For now, match MITB partai cowok ini sendiri juga sangat seru. Penuh oleh sekuen di mana kedelapan superstar akan berusaha naik tangga bergantian, menyerang dengan moves gede bergantian, dan setiap sekuen tersebut selalu diakhir dengan ‘punchline’ yang benar-benar keras. Salut buat Kevin Owens yang paling banyak kebagian jadi receiving end ‘punchline-puncline’ tersebut. Pertandingan ini juga dipakai untuk meneruskan storyline antara Drew Mcintyre dengan Jinder Mahal (yang bukan peserta match) sehingga jadi punya layer dan kedalaman. Pertandingan ini bahkan terasa extend ke luar sebab WWE menggunakan sket komedi sebelum pertandingan ini dimulai. Sket yang berfungsi untuk memperkuat karakterisasi beberapa superstar yang akan berlaga, yang nantinya menambah konteks adegan saat mereka beneran berantem di ring. Sket komedi itu berupa Riddle dan Shinsuke Nakamura, bersama Rick Boogs, ngerock bareng nyanyiin lagu tema Randy Orton, dengan Kevin Owens ‘terpana’ – ngeliatin sambil kayak, “Ini lawan gue nanti? ckckck” – di belakang mereka. I genuinely laughed at that scene.

Demi menyambut fans kembali ke arena, WWE tampak lebih bermurah hati. Mereka sudah mempersiapkan fans untuk pulang dengan excited dan bergembira. Karena tiga match terakhir acara ini berlangsung dengan sangat menghibur. MITB cowok yang penuh aksi-aksi tadi, lalu match Rhea dan Charlotte yang kuat banget di storytelling (ugh yea, aku gak nyangka aku harus bilang suka sama match yang ada Charlotte-nya) dan main event antara Reigns lawan Edge yang penuh drama. Plus WWE punya kejutan di akhir match tersebut.

Ada begitu banyak development dari awal hingga ke akhir pertandingan Rhea Ripley melawan Charlotte. Konteks seteru mereka dilandaskan dengan gemilang oleh video package, dan kemudian pertandingannya sendiri sudah seperti film! Alur match mereka udah kayak ada babak-babak tersendiri. Dari Rhea yang confident, ke Charlotte yang lebih ‘senior’ mulai menghormatinya, ke keduanya sama-sama desperate, dan berakhir pada low point pada kedua karakter, dengan karakter yang lebih licik berhasil memenangkan pertandingan. Aku gak suka sama Charlotte – is not even gak suka karena heelnya dia bagus – Aku juga berpikir Charlotte gak perlu nambah angka kejuaraan. Tapi both Charlotte dan Rhea bercerita dengan baik di sini. Mereka melakukannya dengan excellent sembari beraksi dengan sangat-sangat kuat. Aku selalu suka dengan pertandingan yang bercerita dengan baik, seperti ini. Dan kedua superstar berhasil. Pertandingan mereka benar-benar terlihat seperti kejuaraan tingkat elit. Not even chant “We want Becky” dari penonton membuat mereka slow the match down.

Main event, however, akan membuat kita bernostalgia sama pertandingan di era Attitude dan Ruthless Agression. Karena punchlinenya adalah drama seperti yang biasa kita lihat pada WWE jaman 2000an. Interferensi curang, wasit yang gak sengaja terjatuh, berantem brutal hingga ke pinggiran ring, susul menyusul finisher. Paruh akhir Edge melawan Roman Reigns superseru! Perfect match untuk partai terakhir, kejuaraan pula. Tapi match ini punya dua masalah. Pertama, paruh awalnya lambat banget. Dengan cerita mereka yang sudah memanas, seharusnya pertandingan dimulai dengan langsung ngegas aja. Kedua adalah durasi yang kepanjangan. Pertandingan Edge, sejak dia kembali berlaga di atas ring, selalu punya masalah ini. Edge no doubt punya passion tak tertandingi terhadap gulat. Kita tahu dia cinta sama bisnis ini, dan dia rela ngambil resiko supaya bisa terus melakukan apa yang ia cintai ini. Sehingga, menurutku, Edge sebenarnya tidak perlu lagi untuk membuktikan semua itu. Dia enggak perlu untuk melakukan match yang ekstra panjang. Kita semua respek Edge, dan percaya dia lebih dari sekadar “pemain lama yang balik nongol sesekali”. But I do think there’s an ‘ego’ here. Sama kayak nulis, yang kadang-kadang sebenarnya kepanjangan dan kita perlu untuk mengedit diri sendiri. Aku pikir, Edge juga perlu untuk ‘mengedit’ pertandingan yang hendak ia lakukan seperti demikian.

mitblashmitb-1000x600
New Day perlu bikin game sendiri sebagaimana Bobby Lashley perlu untuk nge-squash Kofi Kingston di sini

 

Dua pertandingan lagi yang belum kusebut sebenarnya enggak jelek, cuma memang adalah low-point dari acara ini. Kejuaraan Tag Team antara A.J. Styles dan Omos melawan Viking Raiders seharusnya bisa jadi kontes yang brutal, tapi yang kita lihat hanyalah match yang kikuk.  Secara formula, tag team ini solid. Tapi karena sebagian besar Omos-lah yang ada di driver seat, maka kekikukan itu kentara. Omos benar-benar mengintimidasi saat dia diam, dan saat dia dalam mode menyerang. Namun begitu dia harus ngesell gerakan lawan, Omos ini hampir sama ‘anggun’nya dengan Great Khali. Dia mestinya bisa mengimprove ini dengan diberikan kesempatan untuk mengeksplor sisi vulnerable karakternya. Jangan melulu diberikan tugas untuk ngesquash.

Berbeda dengan Lashley lawan Kofi Kingston, yang memang harus dibuat sebagai squash. Kofi harus dihajar habis-habisan di sini, karena ini adalah cerita Lashley tentang dia yang membuktikan dirinya tidak berubah menjadi soft. Ini adalah push bagi Lashley, untuk mempersiapkan dirinya menghadapi Goldberg, seperti yang sudah diberitakan. Membuat Lashley sedikit kepayahan melawan Kofi aja bakal membuat kredibilitas partai gede itu turun. Lashley butuh untuk benar-benar tampak kuat. Kita toh berharap Lashley yang bakal menang atas Goldberg, kan? Dibantainya Kofi juga membuka peluang untuk satu lagi storyline, yakni Big E. Seperti yang sudah kusinggung dikit di atas. Saat kemenangan MITB Big E, komentator sempat menekankan bahwa Big E bisa menantang juara brand yang ia pilih. Mengingat Reigns bakal sibuk dengan John Cena yang made a very surprising and welcome return, Big E bisa saja mampir ke Raw untuk ‘menyelamatkan’ teman-temannya. Benturan physical antara Lashley dan Big E certainly akan membantu kedua-duanya untuk menjadi karakter yang lebih kuat.

mitbe8a705f436ba6b7a-1200x675
ICONIC!!

 

 

2021 benar-benar tahun yang aneh. Aku gak nyangka bakal senang lihat John Cena balik, bakal gak marah lihat Charlotte menang sabuk lagi, dan aku gak nyangka bakal bilang match yang involving A.J. Styles adalah match yang paling lemah dalam satu acara WWE. But hey, mungkin ini justru menunjukkan betapa standar Money in the Bank 2021 memang tinggi! Storyline demi storyline fresh terset up dengan baik untuk membuat kita excited menunggu SummerSlam, ada Seth Rollins-Edge, Roman Reigns-John Cena, Alexa Bliss-Nikki, possible Big E-Lashley, dan bahkan Jinder Mahal-Drew McIntyre. Untuk penilaian, well, meskipun Charlotte dan Rhea certainly lebih kuat, tapi karena aku gak suka Charlotte dan ini seharusnya subjektif, maka aku menobatkan Money in the Bank cowok sebagai MATCH OF THE NIGHT.

 

 

Full Results:

1. WOMEN’S MONEY IN THE BANK LADDER MATCH Nikki A.S.H mengungguli Alexa Bliss, Liv Morgan, Asuka, Zelina Vega, Tamina, Natalya, Naomi
2. RAW TAG TEAM CHAMPIONSHIP Juara bertahan A.J. Styles dan Omos mengalahkan Viking Raiders
3. WWE CHAMPIONSHIP Almighty Bobby Lashley menghajar Kofi Kingston 
4. RAW WOMEN’S CHAMPIONSHIP Charlotte merebut sabuk dari Rhea Ripley
5. MEN’S MONEY IN THE BANK LADDER MATCH Big E dapat koper ngalahin Riddle, Ricochet, Seth Rollins, Kevin Owens, Shinsuke Nakamura, John Morrison, Drew McIntyre
6. UNIVERSAL CHAMPIONSHIP Roman Reigns retain atas Edge

 

 

 

That’s all we have for now.

Remember, in life there are winners.
And there are losers.

 

 

 

 

 
We are the longest reigning BLOG KRITIK FILM TERPILIH PIALA MAYA

 

 

Hell in a Cell 2021 Review

 

Terhitung hingga ulasan ini beres ditulis, ada empat puluh delapan pertandingan Hell in a Cell yang telah diselenggarakan oleh WWE sejak pertama kali diciptakan 24 tahun yang lalu. Dari otak Jim Cornette-lah pertandingan kandang neraka ini berasal. Cornette melakukan ‘lempar batu sekali, dua burung kena’ saat menciptakan itu.

Konsep Hell in a Cell ini originally bukan sebagai gimmick pertandingan semata, melainkan juga untuk memperkenalkan karakter baru. Idenya adalah mereka ingin munculin karakter baru yang seram dan kuat di luar batas wajar manusia sebagai counterfeit dari karakter Undertaker. Musuh-abadi dari pegulat dengan kekuatan supernatural tersebut. Jadi membangun situasi untuk mendukung ‘ilusi’ karakter baru tersebut, supaya penonton dalam sekali lihat bisa langsung percaya bahwa monster ini adalah ancaman yang legit untuk Undertaker. Jadi, mereka membuat kandang, menempatkan Undertaker dengan Shawn Michaels (juara saat itu yang suka bermain curang dengan dibantu oleh rekan-rekannya) untuk bertanding di dalam, dan ngebuild up kandang tersebut sebagai struktur kuat yang akan menjamin tidak akan ada yang bisa mengganggu dua superstar yang bertanding di dalamnya. Dan datanglah Kane. Monster dengan topeng, dengan lampu merah redup dan ilustrasi api seolah dari neraka. Mencabik pintu kandang dengan gampangnya. The rest are history. Cornette sukses berat membentuk Kane, dan Hell in a Cell itu sendiri sebagai yang akan diingat oleh penonton selamanya.

Kenapa aku malah membahas kejadian berpuluh tahun lalu alih-alih langsung ngereview pay-per-view yang baru saja kita saksikan? Well, tentu saja untuk membandingkan. Yang tentu saja berkaitan erat dengan menilik keadaan produk WWE sekarang ini. Hell in a Cell jadi studi kasus yang menarik, karena jelas sekali dari sejarahnya tersebut, pertandingan ini benar-benar dibangun dengan konsep yang baik. Pertandingan WWE di tahun segitu benar-benar terkonsep dengan baik. Di era modern ini, sebaliknya, Hell in a Cell hanya terasa sebagai environment. Gimmick tanpa ada bobotnya. Malah, Hell in a Cell berubah menjadi pay-per-view yang selalu ada setiap tahun; tidak lagi dilangsungkan karena kebutuhan skenario. Kayaknya langka sekali sekarang ada match Hell in a Cell yang benar-benar memanfaatkan struktur kandang itu sendiri, entah itu untuk storyline seperti yang dilakukan Jim Cornette pada awalnya, atau sekadar untuk hardcore-hardcorean seperti yang dilakukan oleh Undertaker dan Mick Foley.

Beruntungnya kita, dalam acara yang disebut sebagai pay-per-view terakhir yang berada dalam kandang Thunderdome ini (bulan depan WWE akan kembali tampil di depan penonton di dalam arena), dua match Hell in a Cell yang diberlangsungkan sangat mewakili HIAC di era kekinian dan di era lampau!

 

Pertama adalah main eventnya; Drew McIntyre lawan Almighty Bobby Lashley. Pertandingan Hell in a Cell mereka sangat terkonsep. Udah kayak match di jaman dulu itu. Di sini, kandang itu benar-benar kembali difungsikan sebagai ‘penangkal gangguan’. Dibuild-upnya adalah supaya Lashley tidak bisa dibantu oleh MVP, manajernya. Karena stake McIntyre juga dibuat gede; ini adalah kesempatan terakhirnya untuk menantang kejuaraan. Jika dia kalah, maka dia tidak bisa lagi menantanng kejuaraan ini selama masih dipegang oleh Lashley. See, ada desain di baliknya, ada stake dalam cerita. Inilah sebabnya kenapa partai ini berhasil membuat aku tertarik untuk nonton lagi. Not gonna lie, belakangan ini memang minatku untuk ngikutin Raw dan Smackdown berkurang jauh. Aku bahkan gak bergairah untuk mengulas WrestleMania Backlash bulan lalu – karena aku benar-benar benci sama namanya hahaha… Cerita Lashley dan McIntyre – walaupun pertandingan mereka kerap diulang-ulang – tak pelak membuat aku penasaran juga sama eksekusi konsepnya.

hiac20210620_HIAC_Bliss-c1b03933a430ade45d9cf464e2be6a43
Di samping itu, aku juga tertarik sama Bayley-Bianca, Alexa Bliss, dan Roman-Mysterio (yang sayangnya dicancel dari acara)

 

For the most part, the match was really great. Cerita dan konsep itu dengan cepat dipick up oleh kedua superstar yang memainkan ‘tarian’ dengan tempo cepat. Dan, katakanlah, brutal. Karena memang banyak menggunakan senjata-senjata, seperti kursi, kendo stick, meja, steel step, dan lain-lain. Mereka juga mainnya keras banget, jadi semakin terasa urgennya pertandingan ini. Terutama bagi McIntyre yang berhasil bikin dia kelihatan perlu banget untuk menang. Konsep Hell in a Cell itu dimainkan dengan baik saat ternyata justru McIntyre-lah yang membuat kandang itu bisa ‘dijebol’ oleh MVP. Sayangnya, cerita yang dimainkan di sini mulai terasa payah saat masuk ke pilihan ending. Dan inilah salah satu penyakit dari penulisan WWE jaman sekarang ini.

Mereka tau mereka punya talent-talent yang luar biasa. Mereka terbukti bisa memanfaatkan talent tersebut untuk match yang seru. Namun seringkali match akan berakhir kentang karena WWE gak punya visi storyline yang jelas. Mereka hanya mengulang formula yang sama. Sehingga banyak match WWE jadi terkesan jelek, berkat ending yang tidak memuaskan. McIntyre dan Lashley udahan lewat pin yang simpel. Begitu juga dengan Cesaro dan Seth Rollins yang matchnya kita saksikan cukup seru. The right person is winning, hanya saja cara kalahnya selalu entah itu terasa tidak konklusif, atau tidak membantu apa-apa terhadap superstar yang kalah.   

Contoh terparah dari kasus ini dapat kita lihat pada pertandingan antara Rhea Ripley melawan Charlotte. Man. Aku gak ngerti kenapa WWE terus saja memprotek Charlotte padahalnya harusnya mereka ngepush Rhea, si juara, yang actually disukai oleh penonton. Dalam match ini keliatan banget, Charlotte dibikin kuat sementara Rhea tampak seperti orang yang seperti berusaha keras untuk membuktikan diri berada di level Charlotte. Storyline kayak gini oke saat Rhea baru debut tahun lalu. Tidak sekarang. Match mereka berakhir awkward oleh DQ yang seolah Rhea terdesak banget. Partai mereka ini harusnya jadi final buat feud mereka, dengan dilangsungkan di Hell in a Cell. Tapi kita semua tahu, alasan match ini tidak di dalam kandang dengan aturan no-dq itu adalah karena WWE enggan membuat Charlotte kalah bersih.

hiacbobby-lashley-drew-mcintyre-hell-in-a-cell
Paduka Anak Emas sendiri sering membuktikan bahwa dirinya tak lebih pantas untuk dipush dibandingkan orang lain.

 

Partai Hell in a Cell kedua (meskipun lebih tepatnya pertama, karena jadi partai pembuka) tidak punya konsep. Persis kayak HIAC modern kebanyakan. Hanya pertandingan dengan senjata, di dalam kandang. Kandangnya tidak digunakan maksimal, paling cuma untuk benturin-benturin musuh dan dipanjat-panjat dikit. Namun toh, pertandingan ini tetap asik untuk diikuti karena Bayley (I called her ‘Lady Loki of WWE’) dan Bianca Belair benar-benar sudah matang dalam permainan karakter masing-masing. Terutama Bayley, karakternya sudah fleksibel banget. Sehingga, kalah pun gak bakal melukai karakternya. They know this dan benar-benar bermain sesuai keunggulan masing-masing. Kita melihat penggunaan rambut Belair dalam cara yang lumayan kreatif. Begitu juga dengan taktik heel Bayley yang gak kalah kreatifnya. Jika ini bukan Hell in a Cell, aku akan berikan nilai tinggi untuk match ini. Really. Satu-satunya hal bego di sini cuma Michael Cole yang sekali lagi membuktikan dia ngomentari match itu sambil baca skrip doang. Bayley belum ngambil double kendo stick aja, si Cole udah bilang duluan hahaha…

 

 

WWE memang masih jadi tempat tujuan jika kita mencari hiburan gulat yang gak sekadar aksi, tapi juga kuat di karakter. Cuma memang, nonton WWE ini kudu siap sebel aja. Karena bookingannya yang seringkali menurunkan nilai match-match yang tadinya sudah bagus. WWE bagus dalam gimmick match, tapi mereka terlalu cuek dan gampang banget mengorbankan konsep dan gulat itu sendiri. Match Alexa Bliss dan Shayna Baszler misalnya, it’s nothing melainkan cuma untuk nunjukin Alexa kini punya ilmu hipnotis/merasuki orang. Dua HIACnya ada yang kuat di konsep, tapi eksekusi malesin, dan ada juga yang menghibur tapi gak ada konsep. Pada akhirnya memang, gulat standar (tapi dimainkan dengan penuh passion dan chemistry) seperti yang disuguhkan – berkali-kali kepada kita – oleh Sami Zayn dan Kevin Owens lah yang menjadi MATCH OF THE NIGHT

 

 

Full Results:

1. SMACKDOWN WOMEN’S CHAMPIONSHIP HELL IN A CELL Bianca Belair bertahan sebagai juara atas Bayley
2. SINGLE Seth Rollins mengalahkan Cesaro
3. SINGLE Alexa Bliss ngalahin Shayna Baszler
4. SINGLE Sami Zayna beat Kevin Owens
5. RAW WOMEN’S CHAMPIONSHIP Charlotte menang DQ dari juara bertahan Rhea Ripley
6. WWE CHAMPIONSHIP HELL IN A CELL Almighty Bobby Lashley tetap juara mengalahkan Drew McIntyre 

 

 

 

That’s all we have for now.

Remember, in life there are winners.
And there are losers.

 

 

 

 

 
We are the longest reigning BLOG KRITIK FILM TERPILIH PIALA MAYA

WrestleMania 37 -Night II Review

Meskipun ditambahin belakangan – alias ceritanya tak terasa berkembang natural karena seperti diubah dari rencana awal, tapi perseteruan antara Roman Reigns dengan Edge dengan Daniel Bryan tak pelak merupakan storyline terflesh-out yang dipunya oleh WrestleMania 37 secara keseluruhan. This is what we invested in the most. Pertandingan mereka ini benar-benar pantas mendapat posisi sebagai pertandingan terakhir. Sebagai main event. Main event di antara main event, kalo perlu. Makanya, WWE menempatkan ini pada Malam Kedua. Dan bicara soal storyline, pertandingan-pertandingan pada Malam Kedua ini memang punya cerita yang lebih terbentuk. Sebut saja seteru Randy Orton dengan The Fiend yang sudah dibangun sejak tahun lalu. Apollo Crews dengan Big E, yang bahkan sudah melewati satu pergantian arahan karakter dalam pengembangannya. Yang komedi seperti cerita teori konspirasi Samy Zayn aja cukup terbuild up. 

WrestleMania 37 Malam Kedua ini, di atas kertas, jadi terasa lebih solid. Padat oleh feud yang bukan cuma gede di nama-nama pemainnya. Apalagi, dengan absennya cuaca buruk yang mengganggu teknis, Malam Kedua diharapkan banyak penonton lebih baik daripada Malam Kesatu. Dan garis standar itu sudah diset dengan cukup tinggi oleh Malam Kesatu, yang sukses menghibur dan heboh walaupun sempat mengalami delay dan berbagai gangguan.

 

Nyatanya, Malam Kedua ini secara kualitas hiburan, dimulai dengan cukup bergelombang. Alias kurang begitu baik. Match horor antara Orton melawan The Fiend yang udah bikin penasaran banyak orang, ternyata enggak benar-benar sebuah match. Setidaknya, bukan dalam sense match yang punya akhir atau penyelesaian untuk feudnya. Match ini ternyata hanya jembatan untuk development berikutnya dari cerita The Fiend. Namun mengatakannya mengecewakan pun bagiku sebenarnya tidak tepat. Karena aku sudah punya dugaan, atau tepatnya kecurigaan. Karena selama ini pandemi ini match dari The Fiend selalu mengandalkan cut-cut teatrikal. Match dan storyline The Fiend yang karakternya supernatural itu didesain khusus untuk masa-masa arena enggak ada penonton. Sehingga WWE bisa bebas bereksperimen dengan trik-trik editing. Sedangkan, WrestleMania 37 sudah diisi kembali oleh penonton. Tanda tanya besar itu jadi muncul; bagaimana WWE melakukan match dan menyambung trik The Fiend ke depannya. Nah, inilah yang ternyata beneran jadi fokus oleh WWE. Orton melawan The Fiend di malam ini terasa sangat bland, karena basically tidak ada hal baru yang bisa mereka lakukan. Sehingga pilihan bagi WWE adalah menyingkat pertarungan, membuat penonton tetap hype dengan efek-efek pada entrance (The Fiend yang terbakar jadi sembuh, Alexa Bliss dengan kotak Jack-in-the-box gede), dan ‘mengganti’ arahan match pakai kejutan atau katakanlah twist dari segi cerita. Alexa Bliss mendistract Fiend, muncul lengkap dengan mahkota duri dan darah hitam mengalir deras dari keningnya.

wm9d0744c6-alexa-bliss-turns-on-the-fiend-as-randy-orton-wins-at-wrestlemania-37
Kenalin, Alexa iBliss

 

Adalah pilihan yang aneh dari WWE untuk menempatkan kejuaraan Tag Team Cewek sesudah pertandingan yang basically cuma promo-drama tersebut. Bukan apa-apa. Hanya saja aku tidak bisa mengingat ada penonton atau fans yang benar-benar minta pertandingan antara Shayna dan Nia, melawan Natalya dan Tamina. Heck, pertandingan ini adalah sambungan dari Malam Kesatu di mana Natalya dan Tamina memenangkan hak untuk menantang juara bertahan. Jadi pada dasarnya, build up pertandingan ini cuma satu hari. Permulaan yang benar-benar rough. WWE harus melakukan kerja ekstra keras membangun simpati kita kepada dua veteran, dua anak legend, dua superstar yang biasanya cuma jadi batu loncatan. WWE bahkan berusaha membuat kita peduli sama seteru antara Nia Jax dengan Tamina, yang pernah jadi rekanan tag team. In fact, Tamina-lah di sini yang dipush sebagai ‘tokoh utama’. And boy, sungguh kerja keras yang nyaris mustahil. Tapi bukan berarti tanpa hasil. WWE justru sebenarnya hampir berhasil dengan push dadakan ini. Aku toh tertarik juga menontonnya. Yang bikin match ini jadi datar, pada akhirnya adalah ke-sloppy-an eksekusi dari superstar.  Aksi di pertandingan itu rangenya mulai dari kayak ngebotch hingga serangan yang benar-benar telak (ampe bikin bibir berdarah!), karena low-key ngebotch itu hihihi….

Show ini pick up the pace setelahnya. Tiga single-match; Satu pertandingan papan-tengah, dan dua kejuaraan mid-card disusun beruntut untuk memastikan kita mendapat tontonan gulat yang berkualitas. Riddle dan Sheamus menyuguhkan kontes fisik yang absolutely entertaining dengan spot-spot gede nan berbahaya. Pertandingan mereka diakhiri dengan penyelesaian menggunakan kombinasi gerakan yang unik. Riddle pun ngesold dampaknya dengan meyakinkan. Dia terduduk bersandar di pembatas arena dengan mulut berdarah. Penilaianku untuk Riddle adalah oke. Pribadinya mungkin memang terlalu ‘sok-berattitude’ seperti yang dikabarkan, tapi sejauh ini dia tampak mau bekerja sama jika itu menyangkut aksi di dalam ring. Dan buatku, itu dulu yang penting.

Kevin Owens dan Sami Zayn, sudah bermain di  level khusus mereka sendiri. Mereka sudah begitu saling mengenal sehingga chemistry dan kekompakan (dalam pertengkaran) itu sudah natural. Mereka di sini berhasil membuat pertandingan yang sepertinya tadinya diniatkan untuk ‘komedi’ menjadi pertarungan legit. Dengan tentu saja tidak sedikitpun mengurangi nilai ‘menghibur’nya. Mereka berhasil membuat pertandingan mereka terasa spesial. Really, mereka gak butuh si Youtuber itu. Logan Paul memang gak menambah banyak untuk pertandingan ini. Dia gak terjun beraksi kayak Bad Bunny yang bikin orang surprise di Malam Kesatu. Surprise pada Malam Kedua ini justru datang di akhir pertandingan antara Big E dengan Apollo Crews. Match mereka dibikin singkat – bahkan mungkin terlalu singkat untuk live up to the name pertandingan Nigeria Drum Fight. Tapi pertandingan ini berfungsi sebagai bridge untuk melanjutkan feud, dan melakukan fungsi itu lebih baik dan memuaskan ketimbang pertandingan Orton dan Fiend di awal. 

wm20210411_WM37_RiddleSheamus_Alt--d0b0152d9fbd8df8a571af53ada17bf6
Sangat keras untuk sebuah pertandingan yang masalah utamanya adalah otoped.

 

Tapi acara ini dengan cepat kehilangan sensasi ‘big moment’nya. Match-match tersebut seru, tapi terasa normal. Semakin ke sini, aku semakin lupa sedang menyaksikan WrestleMania. Hal ini makin terasa pada match Kejuaraan Cewek dari brand Raw. Asuka melawan Rhea Ripley. Dua superstar dengan karakter yang cukup brutal (dibandingkan dengan average karakter superstar cewek yang lain), menyuguhkan pertandingan yang cukup keras, tapi rasanya datar. Kurang bumbu. Absennya cerita seteru yang compelling itu terasa banget di sini. Bahkan penampilan live rock yang mengiri entrance Rhea enggak berhasil mengangkat sensasi pada match ini. Tadinya kupikir ini merupakan kekurangan bagi acara. Namun lantas muncul kemungkinan baru. Bagaimana jika ternyata memang didesain seperti itu oleh WWE. Bagaimana jika WWE sengaja mengurangi intensitas match-match single yang actually bikin penonton penasaran tersebut. Tujuan apa? Supaya main event acara ini benar-benar sukses terasa gede. Bagaimana jika WWE memang sengaja menyimpan seluruh energi kita untuk pertandingan terakhir tersebut.

Ini tentu saja bukan perkiraan liar. Bertahun-tahun nonton WWE memang sudah terbukti, bahwa bukan rahasia umum lagi mereka seringkali mendesain urutan pertandingan untuk goal mempush up pertandingan utama. Menempatkan pertandingan cewek di antara dua pertandingan kejuaraan dunia, misalnya. Untuk kasus WrestleMania 37 ini, yang main eventnya sudah ‘tercemar’ oleh rewrite, yang udah berubah menjadi Triple Threat alih-alih Single Match (pertandingan satu-lawan-satu dipercaya sebagai lebih bergengsi), yang acaranya sendiri sudah dibagi dua dengan beberapa pertandingan filler ditempatkan di Malam Kesatu, jadi masuk akal kalo partai-partai yang berpotensi ‘steal the show’ harus dinerf oleh WWE sendiri. Seperti yang udah kusebut di atas, Roman Reigns dan Edge dan Daniel Bryan perlu untuk dipush-ulang, perlu untuk dikuatkan posisinya. This is the number one story right now. Sedangkan kita tahu, match tersebut mulai banyak dibecandain. Mulai banyak beredar meme soal Daniel Bryan memasukkan dirinya sendiri di dalam perkelahian apapun

wmEyPuUwYWEAEFy52
Kayak ini

 

Dan yang paling lucu ini:

wm168720053_1424098071281278_3347199088636487312_n

 

WWE ingin memastikan bahwa pertandingan tersebut tetap terasa berkelas. Dan mereka melakukan apapun yang mereka bisa. Dan mereka berhasil. Acara ini bergerak dengan tempo yang didesain oleh WWE. Main event pertandingan ini berhasil mengembalikan sensasi ‘big moment’ tersebut. Pertandingan tersebut berhasil mencuatkan cerita dramatis dari tiga superstar yang pulih dari sakit mereka, dan kini berebut spotlight. Tidak ada babyface cemen di sini. Tidak ada antagonis komikal di sini. Semua karakternya tampil dan berkembang dengan balance. Kita dengan gampang jadi peduli. Aksi-aksi mereka pun terdeliver dengan dahsyat. Baik Reigns, Edge, maupun Bryan semua bertanding seperti ini pertandingan terakhir mereka. Segitu emosionalnya pertandingan ini! Terdeliver dengan baik kepada kita karena kita sudah begitu siap, kita tidak lelah oleh berondongan keseruan. Dan kita meninggalkannya dengan semangat dan euforia gegap gempita. Ah, beginilah rasanya sebuah WrestleMania!!

 

 

 

Jadi, kalian bertanya bagaimana perbandingan Malam Satu dengan Malam Dua Wrestlemania 37? Well, jika kita melihat dari segi kualitas pertandingan satu persatu, Malam Kedua punya lebih banyak pertandingan seru nan berbobot. Tapi jika kita lihat secara overall sebagai sebuah acara hiburan, maka Malam Kesatu-lah yang membawa pulang piala. Sepertinya insiden badai dan segala ‘kekacauan’ yang menyertainya telah menjadi hal menguntungkan bagi Malam Kesatu. Karena jadi seperti mencuatkan dirinya sebagai sesuatu yang khusus. Apalagi karena itu adalah benar-benar pertama kalinya penonton bisa nonton kembali di stadion. Malam Kedua sedikit kurang terasa spesial karena WWE ingin memastikan main event mereka – setelah dua malam dan beragam match seru – tetap terasa spesial dan penonton enggak capek, jadi WWE sengaja menurunkan intensitas di tengah. Namun bagaimana pun juga, Kejuaraaan Universal antara Roman Reigns melawan Daniel Bryan melawan Edge berhasil menjadi Match of the Night. Of the Nights, malah, kalo boleh digabungkan.

 

 

 

Full Result:

1. SINGLE Randy Orton def. The Fiend Bray Wyatt
2. WOMEN’S TAG TEAM CHAMPIONSHIP Shayna Baszler dan Nia Jax berhasil bertahan dari Natalya dan Tamina 
3. SINGLE Kevin Owens ngalahin Sami Zayn
4. UNITED STATES CHAMPIONSHIP Sheamus merebut sabuk Riddle
5. INTERCONTINENTAL CHAMPIONSHIP NIGERIAN DRUM FIGHT Apollo Crews jadi juara baru mengalahkan Big E
6. RAW WOMEN’S CHAMPIONSHIP Rhea Ripley menghentikan reigns Asuka
7. UNIVERSAL CHAMPIONSHIP Roman Reigns kembali keluar sebagai juara atas Edge dan Daniel Bryan

 

 

 

That’s all we have for now.

Remember, in life there are winners.
And there are losers.

 

 

 
We are the longest reigning BLOG KRITIK FILM TERPILIH PIALA MAYA.

WrestleMania 37 -Night I Review

 

 

Mengutip jargon superstar paling ‘nyetrum’ dalam sejarah olahraga-hiburan:

Finally…, the crowds have come back, to, Wres-tle-Maniaaaaaa!!!

Tentu saja, penonton-langsung di arena sangat vital perannya dalam acara hiburan seperti WWE. Makanya, malam kesatu dari WrestleMania 37 ini jadi malam bersejarah. Malam ini menandakan satu tahun perjuangan WWE sebagai show orang-orang bergulat untuk tetap mengudara tanpa penonton di arena, dan bahwa perjuangan itu kini usai sudah. Penonton sudah diperbolehkan hadir, tentu saja dengan mematuhi protokol kesehatan. Dan untuk menyambut mereka semua, sudah barang tentu WWE harus menghadirkan sesuatu yang spesial. Kata sambutan dari Vince McMahon himself (dengan jejeran ‘cast’ dan pengurus berbaris bersamanya), dan sebagai pertandingan yang paling pertama haruslah pertandingan yang dahsyat. Sudah barang tentu, musik pertama yang penonton dengar itu haruslah musik milik seorang pejuang yang benar-benar didukung.

Drew McIntyre merupakan satu-satunya pegulat di locker room itu yang paling pantas mendapat kehormatan tersebut. McIntyre sudah membopong WWE di pundak kekarnya selama pandemi, selama sepi penonton. Performa McIntyre yang sepanjang tahun itu sebagai juara dunia telah memastikan penonton enggak pindah channel. Sehingga make sense sekali – dan sama sekali tidak merendahkan kasta Kejuaraan WWE itu sendiri – McIntyre membuka malam kemenangan WWE atas pembatasan penonton tersebut. Dan teori tersebut memang langsung terbukti mujarab. Penonton di arena langsung sorak sorai (melupakan delay badai yang sempat menghambat acara) saat entrance teatrikal Drew McIntyre. Pertandingan McIntyre melawan Bobby Lashley pun memang sudah dinanti-nanti. Dua powerhouse ini saling hajar, saling banting, saling menunjukkan dominasi – membuat alur pertandingan jadi semakin menarik. Ini adalah salah satu pertandingan pembuka terbaik yang kita lihat dalam dua tahun belakangan. Perfectly signaling that WWE is really back in business.

wmEyooiWEXAAcGRVr
 Bisakah kita melupakan dua special host yang awkward itu dan hanya menikmati set panggung yang menakjubkan?

 

Seperti tahun sebelumnya, WrestleMania kali ini juga diadakan dalam dua malam. Ini membuat WWE punya banyak ruang untuk diisi dengan penampilan lebih banyak superstar. Dan bisa lebih fokus dalam menyusun pertandingan-pertandingannya. Namun tentu saja itu juga mendatangkan pertanyaan-pertanyaan baru yang harus dengan segera ditetapkan oleh WWE sebelum berkembang menjadi masalah. Dua malam itu, apakah berarti acara WrestleMania ini dibagi dua. Like, ketika kita bikin film panjang banget, lalu filmnya kita bagi dua jadi part 1 dan part 2, ditayangkan di waktu berbeda, yang ketika dinilai oleh kritikus, maka penilaiannya akan menganggap dua bagian itu sebagai dua film yang berbeda. Apakah WrestleMania ini juga seperti demikian; apakah pertandingan terakhir di malam kesatu ini bukanlah Main Event yang sebenarnya. Apakah seharusnya aku ngereview satu kali saja nanti setelah malam kedua beres.

Tidak seperti sebelumnya, WWE kini sudah siap untuk memastikan. Kedua malam tersebut bukan part satu dan part dua. Officially, WWE menyebutnya sebagai “WrestleMania 37 Saturday” dan “Wrestlemania 37 Sunday”. Yang menandakan bahwa kedua partai terakhir pada masing-masing malam tersebut adalah benar sebagai Main Event. Dan ini adalah langkah yang adil banget, karena seingatku baru sekali ini dua pemenang Royal Rumble (pemenang cowok dan pemenang cewek) bener-bener dihadiahi posisi main event. Pada malam kesatu ini, yang jadi main event adalah perebutan gelar Smackdown Women’s Champion antara Sasha Banks melawan Bianca Belair. Match yang memang harus disolidifikasi sebagai main event, karena muatan statusnya sebagai pencetak sejarah. Sasha dan Bianca adalah untuk pertama kalinya dua superstar kulit-hitam yang berlaga sebagai main event, yang berlaga memperebutkan kejuaraan tertinggi (sesuai divisinya)! Sebuah feat yang harus dicatat ke dalam history… em, mungkin dalam kasus ini tepatnya ‘herstory’.

Dan match mereka benar-benar terdeliver sebagai pertandingan penutup yang begitu bergengsi. Sejak Bianca didraft ke Smackdown, pertemuannya dengan Sasha sudah jadi dream-match buatku. Aku bersorak ketika Bianca menang Royal Rumble, dan setelahnya, kuakui ketertarikanku terhadap pertandingan mereka ini semakin berkurang. WWE did not do great job dalam ngebuild up cerita seteru mereka. Actually, hampir semua pertandingan atau rivalry di acara WrestleMania 37 ini punya masalah serupa. Terbayang keren, tapi build upnya kurang dari ‘lumayan-memuaskan’. Mungkin WWE sengaja, mungkin WWE ingin nunjukin ke kita kelebihan superstar masa kini. Para superstar kekinian begitu unggul di aksi ring, mereka gak benar-benar butuh build up! Sasha dan Bianca ngedeliver match yang superseru, match yang benar-benar bercerita banyak hal. Mulai dari pembuktian ESTnya Bianca, hingga ke cerita tentang bagaimana Sasha bisa dijuluki sebagai The Boss. Sasha yang terus mengincar rambut Bianca, perfectly membangun rambut tersebut sebagai senjata pamungkas, adalah sentuhan yang manis dalam alur pertandingan ini.

wm159487363_20361268393
Pasti pedih-pedih pas mandi

 

Untuk urusan mini-build up seperti begitu, memang tim WWE jago sekali. Di sini kita juga melihat gimana perfectnya WWE ngetease hal-hal seperti UFOnya Cesaro ke Seth Rollins, pembalasan dendam Braun buat Shane si tukang bully, dan aksi gulat Omos, bahkan aksinya si seleb Bad Bunny. WWE benar-benar tahu apa yang ingin kita lihat, kemudian ngeshape itu perlahan-lahan. Narasi yang diangkat adalah bahwa Rollins benci banget dipermalukan sama jurus puter-puternya Cesaro, jadi gerakan tersebut hanya benar-benar dilakukan di saat yang tepat. WWE tahu kita semua gak mau lihat Braun melawan Shane, jadi mereka membentuk match tersebut sebagai pesan moral, yang dilakukan dengan cukup kreatif lewat pertandingan di dalam kandang. Sampai di detik akhir sebenarnya aku masih kesal kenapa harus New Day lagi yang nampil di WrestleMania, tapi kemudian aku sadar bahwa itu semua adalah soal Omos saat komentator mulai menyebut bahwa yang dilakukan Omos di sini adalah pencapaian debut terbesar dalam beberapa tahun terakhir. New Day suka ngereference Dragon Ball, well, di match ini, Kofi dan Xavier Woods persis kayak Gohan dan Krillin yang dihajar bolak-balik oleh Nappa. Dan Bad Bunny… man, WWE sepertinya benar-benar sudah mulai selektif terhadap seleb yang bakal mereka ‘kasih ijin’ bertanding. Meskipun dari luar tampangnya snob dan gak-meyakinkan, Bad Bunny benar-benar punya move loh! Pertandingan tag teamnya bersama Damian Priest melawan Miz dan Morrison (original Dirt Sheet!) termasuk yang paling menghibur malam ini. Priest gak banyak tampil – dia lebih kayak abang yang jagain adiknya – dan sebagian besar aksi dilakukan oleh Bad Bunny sendiri. Termasuk gerakan Bunny Destroyer yang bikin takjub semua orang di arena!!

WWE mungkin memang sudah berhasil menaklukan corona (terbukti dari banyak juga penonton di arena yang masker mereka ‘kelupaan’ dipasang), tapi bukan berarti sudah tidak ada masalah. Acara ini sebenarnya sempat terdelay oleh cuaca buruk. Sekitar tiga-puluh menit di awal, arena sempat dikosongkan menunggu hujan berpetir reda, dan WWE mengisi durasi dengan wawancara demi wawancara impromptu. Keprofesional kru diuji. Namun sepandai-pandainya Jeff Hardy meloncat, sesekali bakal keselimpet juga. Botch-botch teknis secara sporadis terjadi. Mandy Rose yang jatuh terjerembap saat berjalan di ramp yang tampaknya masih belum kering dipel, suara mic yang gak stabil, announcer yang salah sebut nama pemenang – mungkin karena lagi rusuh di belakang sana. Hal-hal seperti itulah. First-half show ini terasa agak messy, tapi bisa dimaklumi. Meskipun sebenarnya aku cukup penasaran, apakah delay 30 menit itu menyebabkan beberapa match harus dipotong durasinya? Apakah karenanya, para superstar harus memodifikasi match yang sudah mereka latih sebelumnya untuk menyesuaikan waktu kembali? Jika iya, tentunya ini menambah nilai bagi keprofesionalan mereka semua. 

wmBayley
Acara ini butuh lebih banyak Bayley

 

Yang mengganggu buatku sebenarnya lebih ke presentasi acara. Ada satu match yang terasa mengganjal. Seperti gak klop dengan konteks acara ini. Konteks berupa bahwa malam kesatu ini sama pentingnya dengan malam kedua nanti. Match itu adalah pertandingan tag team turmoil divisi cewek. Stipulasi pertandingan tersebut adalah pemenangnya akan menantang juara Tag Team Nia Jax dan Shayna Baszler pada malam kedua esok. Sehingga ada kesan ‘naik level’ di sini. Ada kesan antara acara ini memang bersambung ke malam berikutnya, atau kesan bahwa acara ini belumlah puncak. Dan ini mengganggu karena acara dengan main event sebersejarah Bianca lawan Sasha itu haruslah dianggap sebagai acara yang sama pentingnya – tidak ada tingkat. Pertandingan Tag Team Turmoil itu sendiri menarik, walaupun gak bagus. Menarik karena akhirannya seperti Natalya melakukan pilihan di luar script. Dia batal nge-Sharpshooter, dan ngetag Tamina. Menyuruh partnernya itu untuk mem-‘finish her’ lawannya. Natalya memberikan kemenangan pin kepada Tamina.

 

Malam Kesatu WrestleMania 37 ini adalah show yang hebat. Penonton yang hadir benar-benar adalah bagian dari show, karena sekarang nonton WWE jadi seru kembali. Berisi match-match menghibur, bahkan ada yang di luar dugaan. Matchnya seru, terangkat dari build-up dan cerita feud mereka yang biasa-biasa aja. Setidaknya ‘rasa spesial’ itu hadir di sini. Di awal, sempat terkendala teknis karena cuaca buruk. Tapi hal yang menjadi satu-satunya kritikanku di sini adalah persoalan match ‘bersambung’ yang bentrok dengan niatan untuk membuat malam ini sebagai pagelaran penting yang punya main event sendiri. Untuk pertandingannya sendiri, aku menobatkan Sasha Banks melawan Bianca Belair, The Boss vs. EST of WWE sebagai Match of the Night.

See you at Night II!

 

 

 

Full Result:

1. WWE CHAMPIONSHIP Bobby Lashley bertahan dari Drew McIntyre
2. NO.1 CONTENDER TAG TEAM TURMOIL Natalya dan Tamina mengalahkan The Riott Squad, Carmella dan Billie Kay, Naomi dan Lana
3. SINGLE Cesaro ngalahin Seth Rollins
4. RAW TAG TEAM CHAMPIONSHIP AJ Styles dan Omos merebut sabuk dari The New Day
5. STEEL CAGE Braun Strowman ngasih pelajaran ke Shane McMahon
6. TAG TEAM Bad Bunny dan Damian Priest menang atas The Miz dan John Morrison
7. SMACKDOWN WOMEN’S CHAMPIONSHIP bianca Belair jadi juara baru ngalahin Sasha Banks

 

 

 

That’s all we have for now.

Remember, in life there are winners.
And there are losers.

 

 

 
We are the longest reigning BLOG KRITIK FILM TERPILIH PIALA MAYA.

Fastlane 2021 Review


 
Dengan Fastlane berada di antara WrestleMania dan Elimination Chamber, kali ini ‘Road to WrestleMania’ terasa jadi panjang banget. Aku gak ingat perjalanan menuju puncak itu bisa jadi seboring ini sebelumnya. I mean, sebenarnya sudah sejak 2016 WWE mengubah jadwal mereka dari yang tadinya hanya ada dua event (Royal Rumble dan No Way Out/Elimination Chamber) dalam kurun dua bulan menjelang WrestleMania, menjadi tiga event. Fastlane atau occasionally Roadblock atau satu pay-per-view ditambahkan sebagai filler/teaser WrestleMania. Dan selama itu, buatku, ya fine-fine aja. Biasanya pada Fastlane, cerita pertandingan-pertandingan yang diusung untuk WrestleMania sudah fixed. Tahun lalu bahkan Fastlane ditiadakan, dan diganti dengan ppv hura-hura di Arab Saudi. Jadi, meskipun kita tahu pertandingan di acara ini tidak penting, tapi setidaknya kita sudah hype ke WrestleMania. Tahun ini tidak terasa seperti demikian.

Fastlane selalu akan jadi ‘filler show’, tapi Fastlane tahun ini bahkan terasa lebih parah karena walking into it, WWE jelas sekali masih belum punya visi untuk WrestleMania.

 
Cerita yang ada dalam acara ini, berbagai rivalry yang bakal mengisi partai-partai di WrestleMania, masih seperti ngacak. Antara kemenangan Edge di Royal Rumble, ke memilih Roman Reigns yang sedang hot-hotnya sebagai pemimpin Smackdown, ke ‘kemunculan’ super-dramatis Daniel Bryan ke skena kejuaraan di Elimination Chamber; jalan cerita ini terasa memiliki cabang, yang tidak diniatkan melainkan cabang yang muncul karena WWE bersikap ‘lihat perkembangannya entar’. Kejuaraan Tag Team (baik divisi cowok maupun cewek) sama-sama tak-kelihatan hilalnya; dengan juara Tag Team cewek malah keseret dalam seteru Kejuaraan yang lain – praktisnya membuat mereka tak punya kandidat alias bangunan seteru yang solid untuk WrestleMania. Pada Fastlane kali ini, kita malah melihat beberapa feud baru nongol. Inilah yang menyebabkan jalan itu rasanya panjang sekali. WrestleMania hanya berjarak tiga minggu dari Fastlane, dan dengan melihat beberapa feud baru tampak mulai menuju fix pada Fastlane ini, maka kemungkinan besar pertandingan di WrestleMania akan terasa kurang hype karena praktisnya hanya ada tiga minggu untuk dibangun.

Seth Rollins pake term vision seperti menunjukkan bahwa Vince baru beres nonton serial Marvel

 
Aku sebenarnya udah hype banget sama Sasha Banks melawan Bianca Belair di WrestleMania nanti. Mereka punya ‘brand’ yang sama-sama menarik untuk diadu, untuk dijual. Yang satu The Boss, satunya lagi EST. Jangan dulu soal gimana nanti pertandingannya, ngebayangin seteru mereka aja udah bikin menggelinjang. Tapi ternyata WWE sama sekali tidak menemukan cerita yang cocok untuk kedua pegulat perempuan masa-depan ini. WWE malah ngebuild mereka ke dalam trope cerita penantang-yang-jadi-teman. Trope yang udah usang karena udah berkali-kali dilakukan. Dua superstar yang harusnya jadi rival, malah jadi satu tim dan mereka berusaha merebut sabuk tag team, hanya untuk menemukan bahwa mereka enggak cocok satu sama lain dan baru akhirnya berantem. Betul-betul sebuah kesempatan yang mubazir. Banks dan Belair harusnya punya dua bulan untuk saling mengungguli, saling ‘ribut’ mengembangkan karakter masing-masing, tapi alih-alih itu, mereka dibuat jadi sok-sok berteman dan mengejar sabuk dari juara yang juga enggak punya cerita apa-apa.
Makanya match tag team mereka di sini hambar sekali. Kita tidak sekalipun percaya mereka bakal menang. Kita tahu mereka bakal berantem. Dan seperti AEW dengan ledakan yang kecil dan malu-maluin, momen Belair dan Banks berantem di match ini pun terasa kecil dan malu-maluin. Dilakukan dengan basic, dan juga kikuk banget. Sasha Banks selalu bagus meranin karakter jahat, namun bahkan di sini pun dia tampak tak-meyakinkan. Shayna dan Nia Jax, the actual tag team champions, juga dirugikan oleh match ngadi-ngadi kayak gini, karena mereka seharusnya pun punya waktu dua bulan untuk membangun seteru dengan penantang yang lebih kredibel. Juara Tag Team kita sayangnya hanya jadi bidak dalam build-up konyol kejuaraan cewek yang harusnya bisa unik dan benar-benar gede.
Di Fastlane yang udah semepet ini dengan WrestleMania, WWE baru mulai memperkenalkan kita dengan feud-feud beraneka rupa. Ranging from Apollo Crews yang berganti karakter – yang ternyata menarik dan bikin penasaran banyak orang, hingga ke feud yang tak seorang pun minta, yakni antara Shane McMahon dengan Braun Strowman. Kalo menurutku pribadi sih, orang yang ngepitch Shane lawan Braun itu kudunya dipecat, tapi kalo ternyata ini idenya Vince sendiri ya apa boleh buat. Yang jelas, Shane dan Braun punya build yang begitu bego – melibatkan seember penuh cairan ijo (emangnya ini Nickelodeon!), sehingga fans mulai gusar di sosial media, dan WWE menghadiahi kita yang telah menyuarakan opini dengan mengubah match mereka di Fastlane ini menjadi Braun melawan Elias. Ini udah kayak kata bijak dari Minang. “Batuka baruang jo cigak”. It was a really troll move dari WWE. Satu-satunya hal yang bikin mata kita melek cuma Elbow Drop dari Elias, sisa matchnya datar, dan Shane dan Braun kemungkinan besar tetap akan jadi bertanding – di WrestleMania!
Kadang-kadang memang WWE seaneh itu. Kadang-kadang aku punya perasaan kalo Vince itu gak suka lihat kita senang, sebelum dia nyuruh kita untuk senang. Buktinya, fans udah tertarik ama rivalry antara Apollo Crews dengan Big E, tapi WWE memutuskan untuk meneruskan build up rivalry tersebut dengan cara yang… awkward mungkin kata yang tepat. Aku gak percaya akhiran match tersebut adalah botch. Jadi, Apollo ngeroll up Big E, dihitungan kedua Big E mengcounter sehingga kini dia yang ngepin Apollo, dan menang. Namun yang kelihatan di kita adalah mereka guling-gulingan dan wasit menghitung sampai lima. Sekali lagi, troll move dari WWE yang memutuskan untuk mengakhiri pertandingan Fastlane kedua superstar yang sudah saling membenci ini dengan sesepele itu. Padahal feud mereka yang menarik itu perlu untuk berakhir dengan big ending (no Big E pun intended). And also, intro musik Apollo Crews yang dia neriakin namanya itu cringe banget, mestinya ganti aja sama apa kek, nigerian war cry juga bisa.
Vince juga kayaknya baru beres nonton Black Panther.

 
Padahal kalo mereka mau, mereka bisa kok ngasih yang beneran seru dan menarik. Sheamus lawan Drew McIntyre, misalnya. Walaupun udah tiga kali nyaris berturut-turut kedua superstar itu ditandingkan, tapi WWE masih bisa nemuin narasi yang sesuai dan tetap menjaga hype pertandingannya. Eksekusinya pun beneran deliver. Match No-DQ kedua superstar-satu-kampung itu jadi total intens. Banyak spot-spot brutal yang bikin kita terhibur. Endingnya pun pas dan menutup, enggak kayak dipanjang-panjangin. Match ini fungsinya adalah untuk mengembalikan kembali (sekaligus juga reinvent) Drew McIntyre sebagai penantang kejuaraan untuk WrestleMania. Yang sedikit gak klop buatku adalah, seharusnya mereka juga ngebuild sang juara baru, yakni Bobby Lashley. Aku pikir Lashley bakalan muncul di sini, sekadar ngasih ‘message’ atau apa, tapi tidak.
Match yang benar-benar pas sesuai perkiraan, dan bekerja dengan efektif memenuhi fungsinya justru adalah match yang bukan exactly a match. Alexa Bliss melawan Randy Orton, pertandingan langka cowok melawan cewek, yang semua orang tahu akan berlangsung dalam gimmick teatrikal. Alias dengan gimmick editing kamera dan efek visual. WWE toh berhasil membuat ini tidak konyol dan menarik untuk disaksikan, meskipun kalo kata temenku “keliatan jelas bo’ongnya”. WWE kali ini membawa gimmick teatrikal tersebut lebih dekat ke atas ring. Kita akan melihat bola api terbang dan set lampu yang jatuh nyaris niban Orton, yang editannya cukup seamless. ‘Match’ berakhir dengan seperti yang sudah diduga oleh fans, yakni dengan kemunculan The Fiend. Serunya, WWE berhasil ngasih dua kejutan kecil. Pertama berupa penampilan baru dari The Fiend.
Dan kedua, cara Alexa Bliss ngepin Orton lol.

 
 
Pilihanku sebagai MATCH OF THE NIGHT jatuh kepada main event Universal Championship antara Roman Reigns melawan Daniel Bryan. Secara kualitas, match ini seru dan benar-benar bekerja dalam lingkup sebuah narasi. Bryan ingin mengalahkan Reigns, secara spesifik dengan membuatnya tap out. Maka sepanjang match, kedua superstar ini berusaha menunjukkan narasi tersebut. Bryan berusaha menjegal Reigns, berusaha menguncinya. Sedangkan Reigns berusaha mengoverpower Bryan. Simpel, tapi efektif. Bikin match jadi seru karena ada dinamika yang berjalan. Menjelang akhir, match ini memang jadi agak chaos ala-ala match di Attitude Era (meriah oleh interference dan kebegoan wasit), tapi narasi tadi tetap konsisten dilakukan. Kita akan melihat Reigns beneran tap out atau tidak; itulah yang diangkat terus oleh match ini. Nilai minusku untuk match ini cuma di-build up dan kehadiran Edge sebagai enforcer, yang menurutku kurang beralasan. Karena lucu aja kenapa Edge begitu peduli siapa yang bakal menang, padahal dia sendiri toh sudah pasti bertanding di WrestleMania. Tindakan Edge di sini seperti build up ke arah dia menjadi heel/antagonis, tapi bukankah masih ada cara lain untuk membuat dia menjadi jahat?
 
 
WWE Fastlane 2021 adalah show filler yang kalo gak ditonton pun sebenarnya gak rugi, kita tidak akan melewatkan banyak. Hanya ada satu match yang beneran penting yakni Reigns vs. Bryan, dengan campur tangan Edge. Dan satu match lagi yang fungsinya untuk pure-hiburan aja, yakni Alexa Bliss vs. Randy Orton. Selebihnya, bland, dengan beberapa aksi ring yang cukup seru. Berikut full resultnya:
1. WOMEN’S TAG TEAM CHAMPIONSHIP Shayna Baszler dan Nia Jax bertahan lagi dari Sasha Banks dan Bianca Belair
2. INTERCONTINENTAL CHAMPIONSHIP Big E tetap juara ngalahin Apollo Crews
3. SINGLE Braun Strowman menghajar Elias
4. SINGLE Seth Rollins defeated Shinsuke Nakamura
5. NO HOLDS BARRED Drew McIntyre bikin Sheamus babak belur
6. NO-DQ(?) Alexa Bliss dibantu The Fiend mengalahkan Randy Orton
5. UNIVERSAL CHAMPIONSHIP Daniel Bryan gagal merebut sabuk dari Roman Reigns

 
 
That’s all we have for now.
Remember, in life there are winners.
And there are losers.
 
 
 
 
 
We are the longest reigning BLOG KRITIK FILM TERPILIH PIALA MAYA.

Elimination Chamber 2021 Review


 
Menuju Elimination Chamber 2021, kita semua berpikir bahwa Roman Reigns adalah orang yang paling curang sedunia. Bagaimana tidak? Menggunakan powernya sebagai juara bertahan, Reigns sukses memaksakan kehendaknya kepada manajemen sehingga dia bisa untuk tidak ikutan bertanding di dalam Kandang Setan. Alih-alih seperti juara dunia di brand sebelah – Drew McIntyre harus hancur-hancuran banting tulang melawan lima mantan juara dunia lainnya di dalam pertandingan maut – Reigns simply tinggal nungguin penantangnya ditentukan dari luar kandang. Roman Reigns benar-benar dapat privilege juara malam ini, dia akan bertanding dalam keadaan segar bugar melawan penantang yang jelas sudah amburadul dari Chamber.
Tapi, kita meninggalkan Elimination Chamber dengan mengetahui bahwa bukan Roman Reigns seorang yang jadi curang sedunia di malam hari bertanggal cantik tersebut (PPV ini diselenggarakan pada 2.21.21, menurut waktu setempat). The Miz; menghabiskan sepanjang tahun 2020 dengan perbuatan curang kecil-kecilan. Mulai dari mencoba merebut kejuaraan dengan pertandingan Handicap bareng rekan tag teamnya, lalu menipu Otis supaya mau mempertaruhkan koper Money in the Bank, dan lantas actually memenangkan koper itu – secara apalagi kalo bukan, secara curang. Miz sempat kehilangan koper itu, tapi dia berhasil mendapatkan kembali kesempatan emas itu dengan beragumen masalah teknis. Turns out, puncak semua itu ternyata jauh lebih ngeselin lagi karena The Miz terlihat benar-benar seperti merencanakan semuanya. The Miz, seperti Reigns, menolak untuk tampil dalam pertandingan Chamber. Dan kemudian, kita melihat The Miz melakukan tawar menawar tentang sesuatu kepada manajer The Hurt Business. Rencana dan build up kecurangan The Miz terbayar tuntas, seperti yang kita lihat di akhir acara Elimination Chamber ini. Dia memenangi kejuaraan WWE dalam sirkumtansi yang diperlihatkan seperti heist terbesar di dalam dunia ring segiempat.
Jadi dengan begitu, kita melaju semakin dekat dengan WrestleMania, dengan disupirin oleh dua juara dunia heel yang curang. Dan ini tentu saja merupakan build up yang sangat menarik. Namuuun, di balik semua itu, aku tidak bisa mengenyahkan perasaan merasa dicurangi yang lebih menohok. Bahwa penulis dan produser di WWE-lah yang sesungguhnya menjadi paling curang sedunia (dan akhirat) dalam skenarion yang ternyata lebih bercabang-cabang daripada kelihatannya ini.

There is some ‘business’ going on…

 
Kita melihat akhirnya Edge – pemenang Royal Rumble 2021 – memutuskan pilihan. Dia menyerang Roman Reigns sebagai bentuk pernyataan bahwa dia akan menantang sabuk si Head of the Table itu di WrestleMania bulan April nanti. Semuanya seperti sudah clear, in terms of feud gede untuk acara terbesar WWE tersebut. Tapi gak pernah benar-benar tampak se-clear itu, karena keadaan yang aneh dari proses menuju pilihan tersebut. The Smackdown Elimination Chamber Match.
Partai pembuka yang penuh aksi-aksi gulat spektakuler, berlangsung selama tiga-puluh menit lebih. Memuat sidestory antara Kevin Owens dengan Jey Uso. Memuat character development yang menarik dari seorang Sami Zayn. Memuat penampilan superhuman Cesaro, yang baru-baru ini mendapat push baru. Memuat perjuangan tak-kenal menyerah Daniel Bryan, sang favorit semua orang. Match ini dibuka oleh Cesaro dengan Daniel Bryan, yang sendirinya tampak seperti dream match. Partai Elimination Chamber ini, yang pemenangnya bakal langsung menantang kejuaraan Roman Reigns ini, otomatis terbuild up sebagai sebuah epik perjuangan si pemenang nanti. Dan WWE benar-benar total, menggarap cerita perjuangan hebat – The Rise of the Ultimate Challenger , mereka menjadikan Daniel Bryan sebagai bintang yang bahkan lebih besar lagi di sini. Bryan harus mulai di match brutal ini sedari menit awal, Bryan harus bertarung dengan cedera lutut. He overcomes the odd. Mengalahkan strategi curang Reigns yang ‘menanamkan’ Jey Uso (sepupu yang jadi anak buah Reigns). Ketika musik Reigns berkumandang menandakan kedatangannya, we want to see Daniel Bryan yang udah kelelahan itu pulled one more miracle. Puncak dramatisnya tentu saja adalah ketika Bryan kalah. Meninggalkan kita dengan “Reigns curang! Reigns gak bakal bisa menang kalo Bryan masih kuat!!” Yang dibangun WWE di sini adalah cerita yang sempurna untuk feud di WrestleMania.
Makanya kedatangan Edge, yang membuat pilihannya itu, jadi terasa mencurangi kita semua. Reigns melawan Edge tentu saja bakal hebat, tapi buatku such a waste banget cerita Bryan dengan Reigns yang udah sedramatis itu harus dihentikan dan diganti dengan feud yang baru mulai lepas landas. Sehingga aku jadi gak yakin kalo ini benar adalah sebuah keputusan. Karena kemungkinan Triple Threat antara Reigns – Edge – Bryan jadi terbuka lebar. Atau, mereka bisa bikin Reigns melawan Bryan di Fastlane bulan depan, tapi match tersebut niscaya bakal terasa seperti filler gede doang.

Atau, apakah ini sebenarnya tanda bahwa WWE memang masih meraba-raba untuk WrestleMania, bahwa masih belum ada yang fix, dan semuanya masih bisa berubah. WWE hanya baru menaruh para ‘pemain’ di dalam kandang, dan mereka mencoba semua kemungkinan sambil jalan?

 
Karena, ini bukan kali pertama WWE menghentikan sesuatu yang lagi anget-angetnya. Ingat gimana Shinsuke Nakamura berjaya di Gauntlet Match, dikembalikan memakai entrance lama supaya penonton mendukung? Ya itu kejadiannya belum lama. Tapi lihat di mana Nakamura sekarang. Dia bahkan gak ikutan di Elimination Chamber ini (yang ada malah si Baron Corbin, ugh!) Push Nakamura immediately dihentikan, WWE saat itu memilih untuk meneruskan Owens sebagai penantang Reigns, meskipun storyline Owens di situ sebenarnya udah mentok.
Dan, tentu saja si Edge. Ingat tahun lalu berita gencar mengabarkan Edge bakal lanjut melawan Orton untuk WrestleMania sekarang ini? Well, yea, rumor tersebut sebenarnya masih bisa untuk jadi ‘kenyataan’. Edge could easily facing Orton, seperti misalnya dengan membuat Orton juara di Elimination Chamber ini, dan kemudian mengalahkan Bray Wyatt di Fastlane, once and for all. Tapi WWE memilih untuk nge-scrap kesemuanya. Termasuk masalah Orton dengan Bray Wyatt (dan Alexa Bliss). Masalah tersebut masih diulur entah untuk sampai kapan. Aku expecting ada penampakan The Fiend mengganggu Orton di Chamber ini, tapi ternyata tidak. Orton malah dibuat gagal oleh ‘hantu-hantu’ dari feud masa lalunya dalam pertandingan malam ini.

“Fickle!”

 
Soal The Miz jadi juara lagi, aku sih happy-happy aja. Setiap kali ada superstar yang storytelling dan promonya bagus dikasih sabuk, aku senang. Aku tipe penonton yang lebih suka sama kerja karakter daripada kerja loncat-loncatan di atas ring. Yang aku kurang sreg dari kejadian Miz jadi juara di sini adalah begitu banyak variable yang bekerja. Sekali lagi, karena WWE jadi masih kayak meraba-raba. Juga, karena aku pesimis – track record WWE soal kontinuiti memang bikin pesimis duluan. Cerita Miz ini melibatkan MVP, Bobby Lashley, Drew McIntyre tentunya, dan John Morrison. Ke mana WWE akan membawa cerita ini? Apakah di WrestleMania nanti mereka akan Fatal 4 Way – atau malah mungkin 5 Way, mengingat Sheamus juga ternyata ada andil dalam cerita McIntyre. Yang jelas, Sheamus dan McIntyre adalah inti dari Chamber match brand Raw kali ini. Apakah feud mereka berdua itu juga akan discrap begitu aja oleh WWE?
We really can’t tell karena WWE juga memang tampak sama sekali masih belum pasti juga. Mereka bisa tampak bersikukuh build up dan kemudian menghilangkannya gitu aja, hanya dalam beberapa jam sebelum tanding. Seperti yang mereka lakukan dalam match Asuka lawan Lacey Evans untuk acara ini. Match yang udah diiklankan tersebut, mendadak tidak jadi tampil. Entah itu karena Evans hamil beneran, atau WWE udah sadar dan nyerah kalo fans tuh gak mau storyline sinetron, apalagi melibatkan Charlotte yang gak belum kuat pada penampilan storytelling.
Sehingga, sejauh ini, kedua kejuaraan utama masih punya kemungkinan untuk dilangsungkan beramai-ramai, alias bukan satu-lawan-satu yang lebih bergengsi. Dan actually kalo kita lihat acara ini, malah ada satu partai lagi yang kemungkinan bakal jadi Triple Threat juga di WrestleMania nanti. Yakni partai Kejuaraan Cewek di Smackdown. For some reason, WWE belum memastikan siapa lawan Bianca Belair di Wrestlemania, dan kita malah mendapat storyline antara Bianca dan Sasha Banks (yang harusnya ditantangnya) dengan Reginald, manager dari Carmella. See, masih ngambang kayaknya semua. Dari cerita mereka berkembang, Reginald yang kayak suka ama Sasha bisa jadi adalah bagian dari rencana Carmella. Segala kemungkinan Triple Threat atau partai ramean kayak gini sesungguhnya juga merupakan pertanda bahwa masih banyak yang di luar itu yang belum mendapat perhatian dari WWE. Asuka belum jelas gimana nasibnya, tag team cowok, Intercontinental, tag team cewek, semuanya masih belum ada storyline yang fix. Kita tuh dibuat persis kayak adegan awkward di match tag team cewek di acara ini. Kita persis kayak Bianca Belair yang kebingungan mau menangkap Sasha Banks yang mau dilempar oleh Nia Jax, tapi Nia Jaxnya masih ragu-ragu.
 
 
 
WWE Elimination Chamber 2021 adalah show yang cukup ‘aneh’ buatku. I feel like, aku harusnya merasa senang dan happy, tapi juga membuatku waspada. Karena masih begitu banyak tampaknya yang masih ‘belum jelas’ dari segi story. At it worst, aku merasa seperti ikut dicurangi olehnya. Pertandingan pengisinya sebenarnya cukup seru. Enggak banyak jumlahnya, namun cukup untuk membuat kita betah duduk. Yang paling gak-banget adalah match tag team cewek, yang endingnya terlalu simpel dan dibuat-buat. Sedangkan, dua match Chambernya sukses nonjok. Yang satu isinya mantan juara dunia. Yang satu lagi dahsyat oleh sebagian besar superstar papan tengah yang tengah di-push sebagai main eventer baru, sehingga mereka pull out all the stops! The Palace of Wisdom menobatkan MATCH OF THE NIGHT kepada SMACKDOWN ELIMINATION CHAMBER
 
 
 
Full Results:
1. SMACKDOWN ELIMINATION CHAMBER Daniel Bryan jadi pemenang atas Jey Uso, Cesaro, Kevin Owens, Sami Zayn, dan Baron Corbin
2. UNIVERSAL CHAMPIONSHIP Roman Reigns menang mudah dari Daniel Bryan yang udah capek
3. UNITED STATES CHAMPIONSHIP TRIPLE THREAT Riddle jadi juara baru ngerebut dari Bobby Lashley dan John Morrison
4. WOMEN’S TAG TEAM CHAMPIONSHIP Shayna Baszler dan Nia Jax bertahan atas Sasha Banks dan Bianca Belair
5. RAW ELIMINATION CHAMBER WWE CHAMPIONSHIP Drew McIntyre kembali juara ngalahin Sheamus, Jeff Hardy, AJ Styles, Kofi Kingston, dan Randy Orton —– hingga The Miz datang merebut sabuk dengan cash in koper Money in the Bank
 
 
 
That’s all we have for now.
Remember, in life there are winners.
And there are losers.
 
 
 
 
 
We are the longest reigning BLOG KRITIK FILM TERPILIH PIALA MAYA.

Royal Rumble 2021 Review


 
 
Jalan menuju kesuksesan biasanya kan berbatu-batu. Tapi jalan menuju WrestleMania tahun 2021 ini, maaaan.. Tentu saja bagi superstar yang terlibat, terutama bagi kedua pemenang pertandingan Royal Rumble (versi cewek dan versi cowok), jalan tersebut masih penuh rintangan dan berliku-liku. Namun bagi kita, ‘pemandangan’ yang tersaji di jalan ini sungguh merupakan pemandangan menyenangkan, dan liku-liku berbatu itu jadi drama yang seru dan menegangkan.

Dimulai oleh Royal Rumble ini, jalan menuju WrestleMania kali ini nyatanya adalah jalan yang sungguh seru dan menyenangkan!

 
Biasanya, aku dalam menulis review selalu pake urutan. Pertama-tama ngomongin yang bagus-bagus dulu, ‘menjual’ tontonan tersebut – memberikannya kesempatan untuk ditonton. Baru kemudian membahas poin-poin kekurangannya – memberikan pembaca ruang untuk berdiskusi soal kekurangan tersebut. Tapi ngereview Royal Rumble kali ini, aku bingung. Karena yang ada hanya hal-hal bagus sehingga aku kesulitan untuk memulai mana duluan yang mau dibahas. Ini seperti ketika kalian baru saja mengalami suatu peristiwa menyenangkan, dan kalian menceritakan peristiwa tersebut kepada teman. Begitu banyak hal menyenangkan yang disemprotkan dalam sekali cuap! Gak tau lagi deh, for once WWE akhirnya benar-benar mendengarkan permintaan dan kritikan fans. WWE benar-benar memberikan apa yang kita mau. Goldberg gak ngambil spot bintang baru yang jelas-jelas lebih mampu bertanding beneran. Charlotte out dari title picture. Pertandingan kejuaraan dengan aksi seru dan cerita yang konsisten, lagi ‘bener’. Dua match Royal Rumble; yang memuaskan sampai-sampai bikin terharu. Dan reunian merayakan persahabatan yang penuh nostalgia. C’mon, siapa sih yang gak suka ‘diginiin’??

Jangan sampai kita melihat dua Sasha tumbang dalam satu hari yang sama

 
 
Kualitas tayangan WWE ini secara produksi juga meningkat tajam. WWE menggunakan kamera baru. Yakni teknologi kamera 8K seperti yang biasa dipakai dalam siaran football NFL. Perbedaannya langsung bisa kita rasakan dengan jelas. Entrance para superstar tampak luar biasa wah. Kalo istilah ‘awam’nya: pada bokeh semua. Kamera akan menyorot dari depan superstar, selama para superstar berjalan menuju ring, dan itu kita bisa lihat ketajaman gambar dan depth-nya cantik gila. Alexa Bliss jadi makin cantik deh hihihi
Yang jelas, WWE memang semakin kreatif dengan properti mereka. Set Thunderdome kali ini diperlihatkan dengan dekat kepada kita saat pertandingan Last Man Standing antara Kevin Owens melawan Roman Reigns berlangsung. Ini bukan saja membuat pertemuan mereka jadi semakin fresh, melainkan juga membuat kita jauh-jauh dari rasa jenuh. Change of pace dari dua match Royal Rumble. Makanya pertandingan Last Man Standing ini ditempatkan di antara dua match Royal Rumble tersebut. Supaya ada pergantian suasana, supaya kita gak jemu dengan konsep itung-itung mundur melulu. Last Man Standing itu pun dipresentasikan sedemikian rupa sehingga tidak mengurangi kepentingan pertandingannya itu sendiri. Reigns dan Owens malah tetap mencuat sebagai pertandingan yang paling intens dan utama di sini. Baik Owens dan Reigns menunjukkan kematangan mereka sebagai superstar kelas kakap – bukan hanya di Smackdown, melainkan bisa jadi juga seantero WWE pada masa ini. Kita melihat pertandingan mereka ini brutal, tapi psikologi di baliknya tetap terjaga. Kita melihat adegan gila seperti Owens ditabrak pake mobil golf, yang nanti diseimbangkan dengan adegan seperti superstar terus mengincar kaki lawannya karena memang logika pertandingan ini adalah pertandingan yang hanya bisa dimenangkan saat lawan tidak mampu berdiri dalam sepuluh hitungan.
Another great character works dapat kita jumpai dalam pertandingan kejuaraan Cewek Smackdown antara Sasha Banks melawan Carmella. Desember lalu di TLC mereka bagus banget adu gulatnya. Di PPV Royal Rumble kali ini, match mereka secara aksi agak sedikit lebih sloppy, tapi kekuatan mereka di sini terletak pada psikologi karakter. Carmella berantem dengan taktik (baca: Reginald) dan Sasha berusaha membuktikan dia masih Boss di divisi ini. Pertandingan ini diniatkan untuk mempush development karakter mereka masing-masing. Menarik sekali menyimak ke mana arahan heel tak-biasa dari Carmella ke depannya (tak biasa karena biasanya superstar cowok yang dibantu curang oleh manager cewek – dan di sini Reginald malah bukan tipe manager ‘tradisional’ ala WWE). Dan tentu saja karakter Sasha juga semakin bikin penasaran, terlebih ketika kita nanti mengetahui siapa yang bakal jadi lawannya di WrestleMania saat pertandingan Royal Rumble cewek usai.
Dua pertandingan Royal Rumble di sini boleh jadi yang bakal jadi paling memorable bagi kita dibandingkan Royal Rumble beberapa tahun belakangan. Karena keduanya memberikan pemenang yang cerita perjuangannya sama-sama heartfelt banget. Pertama, ada Bianca Belair. Relatif-pendatang-baru yang karir gulatnya memang masih semuda itu. Belair dulunya seorang atlet fitness Crossfit dan baru ‘berlatih’ sebagai pegulat di WWE tahun 2016. Hanya lima tahun, dan Belair udah mecahin rekor African-American superstar kedua yang memenangi Royal Rumble – setelah The Rock (ini membuat Bianca praktisnya sebagai African-American superstar cewek pertama yang menang Royal Rumble!) Jet yang membuatnya meroket ini bukan serta-merta dipasangkan begitu saja, Belair membuktikan bahwa dia pantas. Fisiknya luar biasa, karakter worknya bagus, dan dia juga unik dengan rambut panjang yang sesekali dijadikan cambuk untuk menyerang. Belakangan juga Smackdown ngebuild Bianca dengan proper, sehingga kemenangannya memang sudah diharapkan oleh banyak fans. Dan kedua, dari sisi Royal Rumble cowok, ada Edge. Superstar legend yang gak perlu ditanya lagi prestasinya di dalam ring. Kemenangan Edge jadi begitu emosional (dan gak ngeselin) karena karir Edge dipercaya banyak orang – termasuk dirinya sendiri – udah berakhir sejak divonis cedera leher parah. Tahun lalu Edge balik dan bikin kaget banyak orang, dia sudah diset untuk kembali secara permanen, namun dia cedera lagi. Jadi ketika Edge muncul lagi dan actually menang, ini seperti keajaiban gede bagi para fans.
Terakhir kali Edge memenangkan Rumble adalah pada tanggal 31 Januari 2010. Tepat sebelas tahun setelah itu – setelah melalui banyak cedera dan jauh dari ring – Edge kembali mengukir prestasi tersebut. Bukan menang sekadar menang, Edge menang sebagai peserta nomor urut pertama, berhadapan dengan Randy Orton sang musuh bebuyutan. Ya, cerita Edge dalam match Royal Rumble ini benar-benar dimainkan oleh WWE ke dalam konteks sehingga terasa sangat emosional. Dan bukan hanya Edge yang malam Royal Rumble itu ada di atas ring setelah divonis gak-bakal bisa tanding lagi seumur hidup. Ada Daniel Bryan. Dan surprise, surprise… Christian!
“For the benefit of those with flash photography…”

 
Royal Rumble terkenal karena peserta-kejutan, dan kejutan yang disiapkan oleh WWE kali ini sungguh bikin emosi meluap. Bukan hanya nostalgia, tapi kali ini WWE benar-benar menggunakan ‘legend-legend’ itu untuk memperkuat cerita. Para legend kali ini beneran seperti membantu banyak superstar muda, tak lagi tampak seperti ngambil spot mereka. Lihat saja Victoria yang sempat-sempatnya ‘ngajarin’ jurus Widow’s Peak dengan benar kepada Peyton Royce, atau bagaimana Victoria membuat Shayna Baszler tampak kuat. Jillian Hall aja membantu banget buat karakter komedi si Billie Kay. Aku senang karena walaupun banyak legend yang muncul, Edge yang actually jadi hero utama, tapi fokus pengembangan tetap pada superstar masa kini. Damien Priest, misalnya, superstar yang naik kelas dari NXT di Rumble ini dibook kuat banget, eliminasi empat orang – termasuk single-handedly membuang Kane. Dan kemudian ada Bobby Lashley yang membuang Priest, praktisnya membuat Lashley jadi super brute-force. Aku bahkan gak kesel Alexa Bliss tampil singkat banget, karena karakternya gak benar-benar butuh Royal Rumble. Atau, lebih tepatnya, Royal Rumble yang udah keren ini gak butuh kekuatan editing alias transformasi Alexa karena itu akan meruntuhkan match ini – membuatnya jadi gak make sense.
Tentu, acara ini juga gak luput dari botch. Namun di sini botch-nya lebih ke teknis, misalnya soal Paul Heyman yang menghabiskan waktu terlalu lama untuk membuka tangan Reigns yang terborgol. Membuat match Last Man Standing itu jadi konyol karena wasit terpaksa menghentikan hitungan sampai borgolnya terlepas. Accident happens, dan kita gak bisa tau pasti apa memang kuncinya yang macet atau gimana. Knowing WWE, kurasa kejadian ini bisa mereka ubah anglenya untuk dijadikan storyline ke depan. Sama kayak momen Royal Rumble Bianca dan Rhea yang kedua kakinya kayak udah menyentuh lantai – botch yang tak terhindarkan – yang menurutku, jika WWE memilih untuk mengacknowledge ini, WWE bisa menjadikan kejadian tersebut sebagai storyline.
Uh-oh, Carlito baiknya jangan ngelakuin sesuatu yang ‘cool’ dengan apel itu, karena kita masih suasana pandemi hihi

 
 
 
Senangnya ketika acara WWE terasa tidak terlalu panjang, penuh keseruan dan hantaman emosional seperti Royal Rumble ini. Sehingga botch atau konyol-konyol sedikit pun tak jadi masalah besar. Match Goldberg yang isinya finisher melulu juga somehow jadi asik-asik aja buatku. Melihatnya aku malah jadi teringat sama main Yugioh; karena TCG meta jaman sekarang pun duelnya persis seperti begitu. Satu-combo saja, hanya saja jadi seru karena Goldberg dan McIntyre yang tuker-tukeran finisher itu kayak duelist yugioh yang top-deck silih berganti. Dan – maafkan karena aku membuat analogi yugioh lagi – match Royal Rumble cowok bisa kita anggap sebagai deck yugioh yang berisi tiga puluh kartu staple! Alias match tersebut isinya superstar-superstar papan tengah ke atas yang favorit semua! The Palace of Wisdom menobatkan MATCH OF THE NIGHT kepada partai Royal Rumble cowok, sementara kemenangan Bianca Belair dinobatkan sebagai MOMENT OF THE NIGHT
 
 
 
Full Results:
1. WWE CHAMPIONSHIP Drew McIntyre jadi juara bertahan ngalahin Goldberg
2. SMACKDOWN WOMEN’S CHAMPIONSHIP Sasha Banks mempertahankan sabuknya dari Carmella
3. 30-WOMEN’S ROYAL RUMBLE Bianca Belair menang dengan menyuguhkan salah satu penampilan Rumble terbaik
4. UNIVERSAL CHAMPIONSHIP LAST MAN STANDING Roman Reigns tetap juara mengalahkan Kevin Owens
5. 30-MEN’S ROYAL RUMBLE Edge menuju WrestleMania!!!
 
 
 
That’s all we have for now.
Remember, in life there are winners.
And there are losers.
 
 
 
 
 
We are the longest reigning BLOG KRITIK FILM TERPILIH PIALA MAYA.
 
 
 
 
 

TLC: Tables, Ladders, and Chairs 2020 Review


 
 
Akhir tahun dan Natal identik dengan semangat keluarga. Sehubungan dengan itu, maka WWE memberikan kita kisah dua kepala keluarga. Yang satu, kepala keluarga yang bekerja keras demi keluarga. Yang benar-benar berjuang menyediakan keluarganya tangga, kursi, dan meja.. eh salah, sandang, pangan, dan papan. Sementara satunya lagi, adalah kepala keluarga yang menunjuk dirinya sendiri. Menggunakan muslihat dan gertakan supaya ditakuti, supaya anggota keluarga tunduk kepadanya, dan kemudian menggunakan mereka untuk kepentingan pribadinya. Dua kepala keluarga yang menganut paham berbeda soal honor dan perjuangan. Dua kepala keluarga itulah, Kevin Owens dan Roman Reigns, yang dibenturkan oleh WWE sebagai partai puncak. Seharusnya.
Sejak berubah haluan menjadi antagonis, Roman Reigns tak pelak menjadi atraksi utama dalam siaran WWE. Membuat brand Smackdown – tempat Roman Reigns bernaung – solid dalam capaian penonton. Mengalahkan brand Raw yang ratingnya anjlok banget-bangetan. Sampai network/pihak penyiar brand merah itu ngamuk-ngamuk. Tahun 2020 ini memang tahun yang berat bagi show semacam WWE; show yang mengandalkan reaksi live dari penonton. Kalian yang masih getol ngikutin Raw dan Smackdown setiap minggu, pasti ngerasa kalo memang yang paling santer dibicarain adalah soal Roman Reigns. Dan ini bukan hanya karena karakter itu akhirnya berubah jadi jahat (sesuatu yang tadinya dianggap impossible bagi banyak fans, mengingat Roman Reigns adalah golden boy WWE era kekinian), melainkan karena WWE memainkan perubahan karakter tersebut dalam cerita yang tepat.
Settingnya adalah keluarga besar. Sesuatu yang bisa mudah untuk direlasikan. Apalagi WWE kan memang ibaratnya udah kayak sinetron buat cowok; menggodok cerita tentang pria yang ingin jadi kepala keluarga yang hebat jelas beresonansi sekali dengan demographic penontonnya. ‘Drama’ Reigns menjadi semakin seru setelah dibentrokkan dengan Kevin Owens. Their storyline’s just come off natural. Klasik benturan sudut pandang. Dan WWE meng-capitalize story tersebut dengan membiarkan keduanya untuk ‘berperang’ di TLC. Yea, the match is war! Kerasnya pertarungan mereka sangat terasa, dan itu bukan saja karena mereka dibanting-banting ke kursi, tangga, dan meja. WWE gak menahan-nahan, dan benar-benar memanfaatkan peraturan no-dq untuk memperpanas suasana. Owens, the clearly better man in the story – hero yang orang ingin untuk berhasil, dibuat berjuang sangat keras karena baginya ini adalah handicap satu-melawan-dua. Roman Reigns dibantu oleh sepupunya, sesuai dengan karakternya sebagai kepala keluarga yang ngeabuse. Dan Owens, being kepala keluarga yang gak mau menyerah, benar-benar bangkit terus walau apapun yang menghalanginya. Bagusnya, WWE tidak membuat Owens layaknya manusia super. Tidak seperti Roman Reigns kalo dia dikeroyok pas masa-masa dia babyface dulu. Kedua pihak yang berseteru sama-sama desperate dan mati-matian, dalam spektrum berbeda. Dan itulah yang membuat match mereka sangat seru.

Carmella cosplay jadi Cheetah?

 
 
Smackdown is clearly on a roll dengan cerita dan karakter-karakter yang sangat fresh. Match brand biru satu lagi di PPV ini adalah Sasha Banks melawan Carmella. Yang ternyata jauh lebih solid daripada yang aku bayangkan. Build up match ini juga bagus, leading up ke pertandingan dengan elemen dramatis yang gak dimainkan dengan lebay. Carmella tampak meyakinkan sebagai heel dengan karakternya yang baru. Yang smart tapi vicious. Dan aku suka dia punya asisten yang seperti reference dari peran Carmella yang dulu sebagai sidekick R-Truth. Sasha Banks juga tampak begitu berapi-api di match ini. Move tribute buat Eddie Guerrero akan selalu bikin kita bersorak, dan Sasha berhasil pull it off dengan tanpa-cela. Sorotan mainstream yang didapat Sasha karena muncul di season 2 serial The Mandalorian bakal memperlama sabuk juara melingkar di pinggangnya, dan Sasha sudah lebih dari siap untuk menghandle semua ‘tanggungjawab’ dan bertindak sebagai juara.

Survivor Series memang sudah berlalu, tapi persaingan kualitas itu akan terus ada. Puncak tangga sementara ini ditempati oleh Smackdown yang punya cerita lebih seru dan karakter-karakter yang lebih fresh. Sedangkan Raw, meskipun menghidangkan lebih banyak ke atas meja, tapi terasa stale. Butuh api, atau mungkin ledakan, untuk membuat kita bisa lebih betah duduk di kursi menontonnya.

 
Jawaban dari Raw untuk tuntutan dari USA Network perihal rating mereka yang rendah adalah menghadirkan kembali Charlotte Flair. Sebagai rekan tag team Asuka. Sebagai protagonis. Ugh…
Berbeda sekali dengan approach yang diambil oleh Smackdown yang mengangkat elemen fresh. Raw justru tetap tak mengambil resiko. Charlotte instantly didorong ke title picture. Dan bahkan menang, tanpa ada kesusahan. Padahal lawan yang ia hadapi adalah tim yang selama ini meneror divisi wanita di Raw. Ini taktik lama; superstar populer didorong untuk menang terus. Padahal sebenarnya match ini masih bisa dibuat menarik. Bikin Charlotte kesusahan, bikin Nia Jax dan Shayna Baszler tetap mendominasi. Bikin Asuka dan Charlotte dalam bahaya. Tapi enggak. Tidak ada yang spesial di match yang didesain untuk ngehype si Charlotte. Enggak ada intensitas, enggak ada ketegangan, karena dalam hati kita udah was-was kalo resultnya bakal so obvious. Match ini standar aja, dia di-hot tag oleh Asuka dan menggempur habis-habisan. Ini gak baru, ini basi. Heck, bahkan move Charlotte pun gak ada yang baru. Moonsaultnya aja botch kok; keliatan banget gak kena.
Padahal tadinya aku sempat senang. Kejuaraan Tag Team Raw berakhir dengan cukup fresh. Aku lega akhirnya New Day yang tingkahnya udah usang itu kalah, dan pertandingan dimenangkan oleh Hurt Bussiness dengan bibit-bibit seteru baru; Shelton yang ditag-tanpa-consent oleh rekannya sendiri. Nah, hal-hal kayak gini yang bikin kita penasaran untuk menonton kelanjutannya. Untuk meminta apa lagi yang bakal terjadi pada karakter stable Hurt Bussiness itu sendiri.
TLC match versi Raw juga mestinya belajar banyak dari Smackdown. Karena while greatly ngepush Drew McIntryre sebagai pejuang tangguh, superstar yang lain tidak diberikan sesuatu. AJ Styles di-match tersebut merupakan AJ Styles hebat yang biasa. Gak banyak bedanya Styles yang berbodyguard, dengan yang enggak, bahkan di environment no-dq kayak TLC ini. Namun karena both Styles dan McIntyre adalah great wrestlers, maka paruh awal match ini masih seru untuk diikuti. Gak banyak superstar yang mampu menyuguhkan pertandingan TLC yang seru, tanpa bergantung kepada spot-spot gede. Styles dan McIntyre adalah contoh yang ‘gak banyak’ itu. Mereka berdua lebih mengandalkan aplikasi gerakan yang cerdas ketimbang terbang-terbangan atau hancur-hancuran. Bagian paling mengecewakan dari match ini jelas adalah saat Miz datang ngecash-in koper MITB, membuat pertandingan menjadi Triple Threat TLC. Miz di-book bego banget malah nge-cash di tengah match. Dan ujug-ujug gagal. Ini semua menunjukkan WWE udah nyerah dengan koper MITB mereka tahun ini. Mereka benar-benar gak tahu koper itu harus diapain sejak diberikan kepada Otis sebagai pemenangnya yang sah. Mungkin sebaiknya, konsep MITB juga harus diperbarui, atau paling tidak, diistirahatkan dulu beberapa tahun sebelum dimunculkan kembali supaya fresh.

Bakar dulu biar bisa bangkit dari abu

 
 
Ternyata Raw punya jawaban kedua untuk tuntutan pihak network. Dan jawaban kedua ini membawa harapan untuk menjadi lebih baik. Untuk memperbaiki rating, Raw sepertinya ingin diarahkan untuk sedikit lebih ‘ganas’ lagi. Match Firely Inferno antara Randy Orton dan The Fiend sepertinya adalah pemanasan untuk ke arah. Karena match ini ternyata ‘less of a match dan more of a trick yang ngeri’. Dan ini fresh. Konsep Inferno Match yang sudah ada sejak tahun 90an, diubah sehingga bukan hanya tampilannya lebih wah, tapi juga lebih memudahkan buat superstar yang terlibat. Tak lagi berupa ring yang dikelilingi oleh api, melainkan api tersebut ada mengelilingi barikade pembatas ring. Sehingga superstar bisa lebih leluasa bergerak dan beraksi. Konsep ini juga pas dengan karakter The Fiend, yang sama seperti Kane dan Undertaker (penggagas Inferno match original); yakni sama-sama monster supernatural.
Untuk aksinya sendiri, meskipun sebenarnya gak banyak gerakan wrestling, tapi WWE membuatnya tetap seru dengan teknik editing ala cinematic match. Dalam match Inferno, pemenang ditentukan oleh siapa yang lebih dulu membakar anggota tubuh lawannya. Elemen inilah yang dimainkan menjadi maksimal oleh WWE, karena keleluasaan mereka menggunakan teknik editing. Kita bisa melihat adegan-adegan intens seperti The Fiend membakar kursi yang sedang diduduki oleh Orton. Atau Orton membakar The Fiend yang tepar di atas ring. Terlihat brutal jika dieksekusi dengan editing yang baik, padahal match ini justru paling aman. Dan bagi kita, ini udah kayak hiburan nonton film. Dan kupikir, jika memang ini adalah jawaban yang tepat untuk USA Network, aku gak akan masalah menonton Raw dengan sisipan match cinematic seperti ini. Asalkan waktu dan kondisinya tepat.
 
 
So yeah, WWE TLC 2020 masih dapat digolongkan sebagai PPV yang harus-ditonton. Karena cukup banyak elemen fresh dan unik untuk disimak. Khususnya dua pertandingan dari Smackdown. Aku berikan MATCH OF THE NIGHT kepada Roman Reigns melawan Kevin Owens. Pertandingan-pertandingan dari Raw juga sebenarnya masih layak ditonton, meskipun banyak berisi aspek yang mengecewakan dan tidak maksimal dari segi bookingan. Jika kalian suka cinematic match (alias pertandingan yang udah diedit), FireFly Inferno jelas bisa jadi penghibur yang superseru. WWE mulai ‘bermain dengan api’, semoga ini jadi awal perubahan yang baik.
 
 
Full Results:
1. WWE CHAMPIONSHIP TLC Drew McIntyre bertahan dari AJ Styles, dan The Miz yang join di tengah pertandingan
2. SMACKDOWN WOMEN’S CHAMPIONSHIP Sasha Banks mempertahankan sabuk dari Carmella
3. RAW TAG TEAM CHAMPIONSHIP Hurt Bussiness’ Cedric Alexander dan Shelton Benjamin jadi juara baru ngalain The New Day
4. WOMEN’S TAG TEAM CHAMPIONSHIP Asuka dan partner-misterinya, Charlotte Flair merebut sabuk dari Nia Jax dan Shayna Baszler
5. UNIVERSAL CHAMPIONSHIP TLC juara bertahan Roman Reigns mengalahkan Kevin Owens
6. FIREFLY INFERNO Randy Orton membakar The Fiend Bray Wyatt!!
 
 
 
That’s all we have for now.
Remember, in life there are winners.
And there are losers.
 
 
 
 
 
We are the longest reigning BLOG KRITIK FILM TERPILIH PIALA MAYA
 
 

Survivor Series 2020 Review


 
 
Yang spesial dari Survivor Series tahun ini adalah bukan saja ini merupakan acara yang semua pertandingannya adalah champion melawan champion – mempertandingkan juara-juara dari brand Raw melawan juara-juara dari Smackdown – melainkan juga acara yang bertepatan dengan tiga puluh tahun karir Undertaker bergulat di WWE. Acara ini adalah perayaan bagi Undertaker yang resmi menutup kiprah legendarisnya.

Undertaker, tak pelak, adalah salah satu karakter dengan karir tersukses seantero dunia gulat hiburan. Bagaimana tidak. Karakter supernatural yang penuh gimmick seperti itu tentu saja susah untuk dipertahankan, apalagi dikembangkan menjadi sesuatu yang dipedulikan banyak orang. Namun Mark Calaway mampu. Dia mendedikasikan diri kepada karakter yang dipercayakan kepadanya, no matter how over the top it might be. Taker mendapatkan respek besar karena kiprahnya menghidupkan karakter yang ‘mustahil’ tersebut. Benar kiranya, Undertaker adalah survivor dalam artian yang sebenarnya. 

 
Sayangnya, acara Survivor Series 2020 ini seperti tidak mampu merangkul dua kekhususan tersebut. Baik itu perayaan tutup-karir Undertaker maupun pertandingan-pertandingan tim dan juara antarbrand, tidak ada yang berhasil diperlihatkan benar-benar spesial, secara maksimal. WWE melakukan banyak pilihan-pilihan yang aneh. Dan juga penulisan atau booking yang, seperti standar acara mingguan mereka yang biasa, terasa seperti digarap mendadak. Acara selebrasi Undertaker itu dilakukan di akhir, setelah semua pertandingan selesai, sehingga terasa terpisah dari acara. Serupa dengan ekstra pada sebuah dvd/bluray film yang baru saja kita tonton. Penyelenggaraannya pun awkward sekali. Beberapa legend yang bersangkut paut dengan Undertaker datang berkumpul ke atas ring, mulai dari The Godfather, Savio Vega, hingga ke Shawn Michaels, Triple H, dan tentu saja Kane. I wonder if they would wanna bring all of the Streak’s victims tho, karena pastilah menarik kalo ada Randy Orton, Brock Lesnar, dan Batista. Dan CM Punk, anyone? lol..
Balik lagi ke acara, para legend yang berkumpul di atas ring itu tau-tau hilang semua setelah pemutaran video; digantikan posisinya oleh Mr. McMahon yang memanggil Undertaker. Taker datang dan ngasih speech, lalu berlutut, berpose untuk terakhir kalinya bareng hologram Paul Bearer. Kemudian acara berakhir, tidak satupun dari para legend tadi kelihatan lagi, tidak ada interaksi mereka dengan Undertaker. Which is weird, dan tampak pointless, buat apa mereka semua muncul kalo begitu. Buatku, tampak seperti ada perubahan rencana/acara yang dilakukan oleh WWE.

Semoga WWE gak lupa mereka pernah menggunakan lagu Katy Perry untuk entrance Undertaker dalam sebuah klip rekap Wrestlemania resmi.

 
 
Daya tarik yang dijual pada event perang-antar-brand seperti Survivor Series kali ini tentu saja adalah ketika juara masing-masing brand diadu. Superstar lain dari brand tersebut membentuk tim, lalu turut bertanding melawan brand saingan. WWE sudah sering melakukan ini. Dan pada setiap kali gimmick acara seperti ini dilakukan, WWE selalu kesusahan untuk membangun sesuatu yang benar-benar spesial. Seperti pada pertandingan-pertandingan kali ini. Yang paling terasa adalah kurangnya stake alias pertaruhan. ‘Best of the Best’ yang jadi tagline itupun hanya seperti ucapan basi. Mereka harusnya menciptakan sesuatu yang kongkrit untuk bisa dimenangkan oleh brand yang berhasil unggul atas brand lain. Brand supremacy sebagai hadiah tertinggi, katanya, tidak lagi menarik karena tahun demi tahun kita melihat kemenangan brand di Survivor Series tidak pernah berarti banyak. WWE harusnya membangun cerita yang lebih bermakna bagi para superstar yang bakal bertanding. Paling tidak bangun alasan kenapa mereka harus mau bekerja sama memenangkan brand mereka, kenapa mereka harus menang bareng, ciptakan kerugian atau kehilangan ketika mereka gagal. Seperti pada cerita film. Harus ada motivasi, harus ada ganjaran kalo gagal mencapai keinginan, harus ada dorongan yang membuat aksi mereka urgen. Semua itu tidak dapat kita temukan pada match-match di sini.
Padahal dengan adanya momen 30 Tahun Karir Undertaker, WWE bisa saja mengaitkan kemenangan brand tersebut. Like, mereka bisa bikin brand yang menang bakal dapat hak untuk mengirim delegasi sebagai ngasih tribute ke Undertaker. Atau sekalian saja, brand yang menang bakal dapat kehormatan mengirimkan salah satu superstarnya untuk melawan Undertaker di pertandingan terakhir sang Legenda. Seharusnya ada banyak hal/stipulasi kreatif yang bisa WWE lakukan untuk membuat pertandingan di Survivor Series punya lapisan, therefore menjadi jauh lebih menarik lagi.
Tapi nyatanya Survivor Series tahun ini justru semakin membosankan. Karena pertandingan antarjawara yang dihadirkan oleh WWE tidak punya dinamika face-v-heel. Baik melawan jahat. WWE seperti lupa bahwa juar-juara pada dua brand yang mereka punya ternyata pula formula yang sama. Juara Tag Team sama-sama face. Juara papan tengah sama-sama antagonis. Juara cewek juga sama-sama tokoh-baik. Tim di Tradisional Tag Teamnya juga gak ada yang bulet karakternya. Para superstar yang bertanding bisa jungkir balik berkali-kali, bisa ngeSuperkick ratusan kali, bisa ditimpuk ke meja ampe patah-patah pun, tapi tanpa dinamika karakter protagonis-antagonis, tanpa ada drama dan psikologi pada alur, semua yang mereka lakukan akan tetap terasa hambar. Karena bagi kita yang nonton, pertandingan mereka jadi bukan soal siapa yang menang dan kalah. Kita tidak bisa peduli kepada hal tersebut. Ketika yang kita tonton hanya aksi demi aksi, maka acara itu akan terasa garing, tidak ada naik turun. Tidak ada hasil dan konsekuensi. Apa bedanya bagi kita kalo yang menang New Day dan bukan Street Profits? Apa ngaruhnya ke greget kita kalo Smackdown berhasil menyusun Raw, kalo nantinya poin itu akan tetap disusun susul menyusul – karena WWE tidak mau ada brandnya yang kelihatan jadi benar-benar lemah; bisa-bisa mereka diprotes sama network penyiar yang namanya udah jadi bagian dari seragam masing-masing brand.
Bukan pekerjaan gampang, memang, menulis cerita pertandingan untuk partai yang sama-sama baik atau yang sama-sama jahat. Masalahnya, WWE di acara ini sama sekali tidak tampak berusaha maksimal. New Day melawan Street Profits, misalnya. Kedua tim sama-sama face. Persona karakter mereka buatku annoying semua, tapi mereka berempat punya in-ring work yang fantastis. Untuk ngasih bumbu pertandingan ini, WWE bisa saja memasukkan Big E ke dalam equation. Bikin Street Profits datang bersama Big E, untuk kemudian bisa dibikin Big E entah itu membantu mereka sebagai sesama Smackdown, atau malah balik membantu New Day; yang merupakan mantan rekan satu tim. Hal seperti demikian tidak akan merusak karakter, melainkan membantu memberikan lapisan kepada match dan kepada karakter superstar itu sendiri. Yang Intercontinental lawan U.S champion, lebih parah lagi. Juara yang satu suka main curang, yang satunya lagi suka main keroyokan. WWE ninggalin kita untuk bengong gak tahu mau jagoin siapa di antara dua karakter heel tersebut.
Mungkin kita harus jagoin ‘si anak bawang’ aja?

 
 
Melihat itu, aku jadi berpikir jangan-jangan WWE memang gak mikirin soal pemasangan juara ini sedari awal. Mereka gak ada rencana, dan hanya tersadar juara mereka ‘sama’ semua saat sudah masuk acara. The only working pair is Sasha Banks dan Asuka, itupun karena Sasha so good mainin karakter abu-abu (antara heel dan face) dan terutama karena Asuka dan Sasha sudah punya ‘sejarah’. Jadi saat menonton mereka, kita seperti melanjutkan babak baru. Pilihan finish yang dilakukan pun menurutku relatif aman, dan bisa jadi memang beginilah seharusnya. Ini satu lagi masalah yang bakal muncul ketika membuat match juara-lawan-juara; Para juara tersebut haruslah ‘dilindungi’. Naturally, semua pemegang sabuk harus di-book supaya terlihat kuat. Karena kalo tidak mereka jadi gak believeable, atau yang parah malah bisa-bisa sabuknya jadi turun prestise. Melindungi itulah yang sulit. Gak semua superstar berada dalam posisi serupa karakter Sami Zayn, yang masih bisa come out okay setelah dibuat terlihat lemah sebagai juara.
Satu lagi yang mestinya diperhatikan oleh WWE jika mereka memang ingin mempertahankan gimmick perang-brand adalah brand itu sendiri; Raw dan Smackdown, haruslah punya ‘karakter’ juga. Coba kita bedakan keadaan sekarang dengan keadaan saat baru-baru ada brand-split sekitar 2002-2003an. Raw dan Smackdown terasa sangat distinctive, udah kayak dua acara yang berbeda jauh. Punya manager yang beda visi, punya set panggung yang berbeda, punya daftar superstar dengan keahlian yang berbeda – Raw more of a hardcore, sedangkan Smackdown lebih ke cruiserweight. Karakterisasi khusus brand tersebut memudahkan kita untuk memilih favorit; kita lebih suka dan peduli sama brand yang mana, dan ketika mereka beradu kita akan mati-matian menjagokan salah satunya. Brand yang sekarang, selain warna dan musik pembuka, tidak ada lagi perbedaan yang mencolok. Semua sama, dari set hingga ke ‘kelakuan’ superstarnya.
Maka ketika mereka beradu dalam Traditional Tag Team, kita tidak benar-benar melihat mereka sebagai kubu yang berbeda. Partai Traditional Tag Team Cowok adalah match yang paling parah. Kelihatan hanya seperti random superstar yang dikumpulkan. Yang punya cerita cuma Seth Rollins dan Jey Uso. Keduanya berada di Smackdown, tapi kita tetap susah untuk mendukung Smackdown karena karakter mereka berdua berada pada titik yang membingungkan; kita tidak yakin mereka baik atau jahat at that point. Sehingga easily, match yang paling menghibur adalah Traditional Tag Team Cewek. Kedua kubu terasa sangat berbeda, dan mereka punya cerita masing-masing. Ada Bayley yang ngasih karakter ke Smackdown, dan – ya I hate it too – ada Lana untuk tim raw. Tonton dan perhatikan booking membuat Bayley yang heel tersingkir duluan; ini effectively membuat Smackdown tim face di sini, as opposed to Shayna dan Nia Jax, dan Lana. Dan meskipun kita bisa melihat ending yang bau-baunya bakal either menarik atau jengkelin, match ini tetap terasa lebih menarik di antara partai-partai sebelumnya.
“It doesn’t have to be pretty. It just have to be hurt” Exactly

 
 
On the paper, sure it is fun. Acara yang menampilkan adu-brand. Yang terbaik dari masing-masing brand saling berhadapan satu sama lain. Hanya saja pada praktiknya, para superstar just have less things to work with karena WWE enggak menyediakan ruang untuk dinamika karakter pada match-matchnya. Perayaan Undertaker pun seperti terpisah dari acara, padahal mestinya bisa dimasukin dan dijalin mulus ke dalam rangkaian acara. Diberikan weight lebih ke acara.
Bukti mutlak WWE gak punya cerita jangka panjang dan just scrap everything on the go adalah mengganti Orton sebagai juara WWE, dengan Drew McIntyre. WWE sebenarnya tentu paham menulis face-lawan-face atau heel-lawan-heel itu susah dan matchnya bakal ngebosenin, maka khusus untuk main event, mereka terpaksa untuk mengganti pemain. Randy Orton yang heel, meski baru saja jadi juara, tidak akan menarik jika ditandingkan dengan Roman Reigns yang lagi hot-hotnya setelah bertukar peran menjadi antagonis. Mengganti karakter Orton jadi face akan makan lebih banyak waktu. Maka WWE mengembalikan sabuk kepada Drew McIntyre yang sudah jadi salah satu babyface terbesar di Raw. Dengan efektif menunjukkan mereka jadiin Orton juara itu tanpa pemikiran sedari awal, tanpa kesadaran bahwa sebulan setelah itu mereka butuh partai seru juara melawan juara. Dan aku senang WWE comes to their senses pada match ini. Karena McIntyre lawan Reigns – udah kayak battle antara dua kepala suku – easily baik secara teori maupun eksekusi adalah MATCH OF THE NIGHT. Terbaik. Terseru. Endingnya make sense. Semua itu karena ada dinamika, ada drama, psikologi karakter mereka berjalan. Dengan baik pula.
 
 
 
 
Full Results:
1. TRADITIONAL SURVIVOR SERIES TAG TEAM Tim Raw (AJ Styles, Matt Riddle, Braun Strowman, Keith Lee, dan Sheamus) menyapu bersih Tim Smackdown (King Corbin, Jey Uso, Seth Rollins, Otis, dan Kevin Owens)
2. CHAMPIONS VS. CHAMPIONS Street Profits (Smackdown Tag Team Champions) ngalahin New Day (Raw Tag Team Champions)
3. CHAMPION VS. CHAMPION Bobby Lashley (United States Champion) bikin tap out Sami Zayn (Intercontinental Champion)
4. CHAMPION VS. CHAMPION Sasha Banks (Smackdown Women’s Champion) merebut kemenangan dari Asuka (Raw Women’s Champion)
5. TRADITIONAL SURVIVOR SERIES TAG TEAM Tim Raw menang dengan Lana sebagai sole survivor (Shayna Baszler, Nia Jax, Peyton Royce, Lacey Evans) mengalahkan Tim Smackdown (Bianca Belair, Liv Morgan, Ruby Riott, Natalya, Bayley)
6. CHAMPION VS. CHAMPION Roman Reigns (Universal Champion) unggul atas Drew McIntyre (WWE Champion)
 
 
 
That’s all we have for now.
Remember, in life there are winners.
And there are losers.
 
 
 
 
 
We are the longest reigning BLOG KRITIK FILM TERPILIH PIALA MAYA

Hell in a Cell 2020 Review


 
Sebagai atraksi setiap halloween, ppv Hell in a Cell selalu ‘dijual’ oleh WWE sebagai malam yang intens. Pertandingan-pertandingannya dipersiapkan untuk memiliki cerita yang benar-benar personal, sehingga ketika mereka ditempatkan di Hell in a Cell, pertandingan tadi jadi terasa berkali lipat lebih spesial. Tajuk yang diangkat sebagai tema besar Hell in a Cell tahun ini adalah ‘personal hell’.Tiga HIAC match yang dihadirkan mewakili seteru persahabatan, keluarga, dan kepercayaan. Tiga hal personal yang gampang untuk relate ke kita-kita yang bahkan bukan pegulat. Makanya ketiga pertandingan tersebut seketika menjadi menarik. Menjadikannya HIAC match hanya membuat mereka menjadi lebih seru lagi. Dengan berpijak dari situ, mestinya sudah hampir pasti yang disuguhkan oleh WWE ini adalah tayangan yang luar biasa.
Namun ternyata dari tiga HIAC, hanya ada satu yang benar-benar spesial. Ketiganya memang intens dan personal, tapi tidak terasa seluarbiasa itu. Tidak terasa seperti sebuah puncak, melainkan hanya seperti pengulangan. Dan memang begitulah adanya. Dua dari tiga match HIAC yang kita dapatkan di sini adalah pengulangan dari match di Clash of Champions 2020. WWE punya tugas untuk melanjutkan cerita tersebut, tapi tidak sepenuhnya berhasil melampaui keseruan yang sudah mereka hadirkan pada PPV sebelumnya itu.
Sebelum membahas yang kurang berhasil, kita akan ngomongin yang sukses dulu. Tiga kata. Bayley. Sasha. Banks. Satu-satunya yang failed dari pertemuan mereka ini (at last!) adalah failed-nya WWE dalam memposisikan pertandingan ini. Kejuaraan Wanita Smackdown ini seharusnya dijadikan partai terakhir. Dijadikan main event. Karena begitu seru, kreatif, dan sungguh cocok mengemban cerita dengan build up yang sudah demikian panjang. Ketertarikan kitapun tidak bisa lebih tinggi lagi. Kita masuk ke pertandingan ini mengetahui fakta bahwa Sasha Banks enggak pernah menang HIAC meskipun dia memegang rekor sebagai satu-satunya anggota Four Horsewomen yang paling banyak bertanding di HIAC – semuanya melawan sesama anggota Four Horsewomen! – dan juga fakta bahwa ketegangan antara Sasha dengan Bayley udah mencapai puncak ubun-ubun. Story mereka ditulis dengan sangat baik, setiap detil dijadikan hook. Rekor Bayley menjadi juara selama 380 hari dijadikan stake buat si juara bertahan yang jadi antagonis di cerita ini. Membuat posisi mereka jadi berimbang, keduanya punya stake, keduanya mungkin untuk menang. Membuat kita yang nonton geregetan.

Boss in a Cell!!

 
Menonton bentrokan Bayley dan Sasha Banks ini membuat ingatanku terpelanting ke belakang, ke saat menyaksikan dokumenter WWE Untold mereka yang membahas pertandingan Ironman legendaris mereka di NXT. Saat itu Sasha bilang, mereka gak bisa terlalu banyak latihan karena jika pegulat wanita ‘ketahuan’ melakukan banyak adegan diving berbahaya, maka senior dan para produser akan melarang dan menyuruh untuk mengurangi aksi mereka sedikit. Kenapa aku jadi terflashback ke sana? Well karena di HIAC kali ini aku melihat lutut Sasha Banks beterbangan ke sana kemari! Gerakan Meteora itu dijadikan Sasha sebagai signature dan di match ini kita melihat berbagai macam variasi. Dan semuanya tampak berbahaya. Yang paling mencengangkan adalah Meteora yang dilakukan oleh Sasha sambil berlari di atas meja (sebagai landasan/ramp) untuk kemudian meloncar dan menubruk Bayley ke kandang. Aku yakin sekali Sasha dan Bayley juga merahasiakan spot-spot mereka yang seperti ini, dan barulah mereka meledakkan semuanya ketika sudah live bertanding. Bayley dan Sasha di sini membuktikan kepada dunia gulat hiburan bahwa WWE – kendati strict dan paling main-aman – tetap mempunyai divisi gulat cewek terbaik.
Kecepatan tempo dan kreativitas dua pegulat cewek itu bahkan tidak mampu ditandingi oleh main event acara; Randy Orton dan Drew McIntyre. Keduanya justru stuck di tempo lambat dan alur tanding yang lebih metodikal. Dengan kata lain, partai Kejuaraan tertinggi di WWE Raw itu terasa membosankan ketimbang kejuaraan wanita barusan. Pada satu titik, terlihat seperti Orton dan McIntyre ingin melakukan sesuatu yang luar biasa. Mereka berdua memanjat kandang tinggi itu, dan melanjutkan berantem di atasnya. Namun selain shot epik dan pemandangan yang bikin penonton yang fobia ketinggian keringet dingin, tidak banyak yang kedua pegulat itu hasilkan di atas sana. Mereka hanya adu jotos sebentar, lalu kemudian turun lagi. Aksi menjadi lebih fisikal justru pada saat mereka sudah setengah turun. McIntryre pake gimmick darah di sini, ia muntah darah seolah ada internal bleeding setelah terbanting jatuh ke atas meja komentator dari dinding yang sedang mereka panjat. Sisanya, pertandingan tersebut terasa datar. Bahkan hasil akhir pertandingan ini tidak pernah benar-benar mengejutkan. But I guess kita semua udah mengharapkan pertandingan datar seperti itu ketika ada nama Orton tertera sebagai pesertanya. Dan bahkan sebenarnya match tersebut gak sedatar itu jikasaja mereka tidak harus punya Sasha dan Bayley sebagai patokan. However, di antara ketiga HIAC yang bisa dibilang paling mengecewakan buatku adalah Roman Reigns lawan Jey Uso, yang justru supposedly adalah yang paling unik karena merupakan HIAC pertama yang menggunakan stipulasi I Quit match.

Kurungan yang jadi personal hell itu bagi WWE sendiri sebenarnya adalah soal ke-strict-an mereka dalam mempersembahkan diri sebagai brand. WWE sebenarnya punya lebih dari satu kesempatan seperti HIAC ini untuk sesekali mengambil resiko dan menyimpang sedikit dari ‘rutinitas’ dan format presentasi aman yang mereka lakukan. Tapi tidak pernah hal tersebut dilakukan dengan maksimal. 

 
Hal terbaik dari Kejuaraan Universal itu adalah penerapan I Quit itu sendiri. Tidak lagi wasit nyodorin mic ke peserta yang tepar kayak jaman dulu. Melainkan langsung komunikasi verbal antara semua pihak yang terlibat. Dan berkat itu, Roman Reigns jadi kayak orang sakit jiwa, membuat karakternya menjadi semakin menarik. Nyuruh Jey untuk quit. Ngoceh-ngoceh sendiri soal dia kepala suku. Fresh melihat karakternya seperti ini. Sayangnya, pertandingan mereka ini secara naratif udah kayak pengulangan plek-plek dari pertandingan luar biasa mereka sebulan sebelumnya. Bahkan sekuen di endingnya mirip juga. Sehingga menontonnya jadi biasa aja, walaupun ada kandang neraka itu yang jadi playground mereka sekarang. Kemudian malah pertandingan ini jadi janggal karena hal-hal seperti melakukan gerakan submission yang mencekik lawan. Ini membuat si superstar yang melakukan jadi kelihatan blo’on karena inti I Quit ini kan supaya lawan menyerah dengan bilang “I quit”. Kalo lawan kecekek terus pass out, gimana mereka bilang kata tersebut? Matchnya gak bakal berakhir dong kalo lawannya pingsan. Dan lagi, si wasit juga gak kalah blo’onnya nanyain quit atau enggak setelah si superstar terlepas dari submission. Padahal kan logisnya orang bakal nyerah saat dia kecekek; setelah cekekan atau kuncian lepas, ya mereka gak ada urgensi lagi untuk bilang quit.
Selain proses match yang kurang logis, kejadian setelah ending pertandingan ini juga rada aneh. Development karakter dan cerita setelah ending itu adalah Jey menunjukkan kualitas sebagai orang yang care dengan saudara dan keluarganya. Ini penting karena masalah kedua superstar ini adalah membuktikan bahwa Roman Reigns cocok sebagai kepala suku keluarga gulat mereka. Nah di match ini diperlihatkan Jey cukup tangguh, dia bertahan gak mau menyerah – biarlah badannya sakit dihajar. Namun begitu saudara kembarnya yang disakiti, Jey langsung bilang I quit supaya Reigns menghentikan serangan. Jey berkorban dan memikirkan saudaranya. Tapi lantas, setelah match berakhir, Afa dan Sika muncul dan menyerahkan simbolik kepala suku kepada Roman Reigns, meskipun jelas si Reigns ini menunjukkan bahwa dia rela melakukan apa saja – termasuk menyakiti sepupu/keluarganya sendiri. Kita masih cuma bisa meraba kemana arahnya storyline mereka ini, tapi menurutku ini aneh keluarga besar Reigns justru mendukung dirinya jadi kepala suku. Aku gak tau. Apakah WWE menyelipkan kritikan soal pemerintah tirani – aku ragu writer mereka kepikiran sejauh itu.

Yang jelas bagi Reigns, dia gak akan membiarkan Jey quit seterhormat Khabib menyatakan dirinya quit.

 
 
The rest of the cards adalah match-match gak-spesial, yang mestinya bisa aja dilangsungkan di show mingguan. WWE pun tidak usaha banyak untuk membuat mereka spesial. Retribution dapat match hampa yang justru membuat mereka terlihat lebih lemah lagi karena anggotanya ditumbalkan begitu saja kepada Lashley. Jeff Hardy malah dibikin kayak gak peduli untuk memenangi pertandingan; karena situasinya dituliskan dia DQ gitu aja. Yang paling unfortunate buatku adalah Otis. WWE kayak kehilangan kepercayaan gitu aja ke superstar ini dengan mencabut Money in the Bank darinya. Padahal bukan salah Otisnya, kesempatan aja yang jarang diberikan kepadanya. Mestinya justru di sinilah kesempatan untuk Otis. WWE bisa membuat pertandingan ini sebagai push supaya Otis tampak kredibel dengan mengalahkan mantan juara WWE. Tapi enggak. WWE just give up on him. Menggantikan posisi MITB dengan Miz (alih-alih Morrison), and for some reason membuat Tucker jadi heel.
 
 
Hitam putih di sini bukanlah lagu Isyana, melainkan attire Sasha-Bayley dan Reigns-Jey. WWE membuat simbolik mereka sesederhana itu. Jahat hitam. Protagonis putih. Dan tampaknya memang keseluruhan acara ini enggak pernah berkembang jauh dari kesimpelan semacam itu. Simpel yang berarti kurang usaha. Kurang berani ambil resiko. Untuk acara dengan occasion seseram halloween, dengan gimmick sebrutal hell in a cell, acara ini justru terasa main aman dan datar-datar saja. The Palace of Wisdom menobatkan HIAC Sasha Banks mendobrak ‘kutukan’ melawan mantan sahabatnya, Bayley sebagai MATCH OF THE NIGHT 
 
 
 
 
Full Results:
1. UNIVERSAL CHAMPIONSHIP HELL IN A CELL I QUIT MATCH Roman Reigns bertahan sebagai juara dengan memaksa Jey Uso berkata “I quit”
2. SINGLE Elias menang DQ atas Jeff Hardy
3. MONEY IN THE BANK CONTRACT ON THE LINE The Miz merebut koper dari Otis
4. SMACKDOWN WOMEN’S CHAMPIONSHIP HELL IN A CELL Sasha Banks jadi juara baru ngalahin Bayley
5. UNITED STATES CHAMPIONSHIP Bobby Lashley defending against Slapjack (yea aku tau namanya bego)
6. WWE CHAMPIONSHIP HELL IN A CELL Randy Orton mengalahkan juara bertahan Drew McIntyre 
 
 
 
That’s all we have for now.
Remember, in life there are winners.
And there are losers.
 
 
 
 
 
We are the longest reigning BLOG KRITIK FILM TERPILIH PIALA MAYA