The Horror Show at Extreme Rules (Extreme Rules 2020) Review


 
 
Pertama-tama, marilah kita panjatkan apresiasi kepada poster, yang mungkin sebenarnya gambar teaser, tapi tak pelak merupakan salah satu promo terkreatif yang pernah dirilis oleh WWE. Memejeng Sasha Banks berpose seperti Florence Pugh dalam poster film Midsommar (2019) bukan saja ide pinter, melainkan juga berfungsi sebagai penegas bahwa acara ini adalah cara WWE membuat film horor versi mereka sendiri.
Extreme Rules sudah dikenal sebagai acara yang berkonsep ekstrim. Selama ini selalu dijual sebagai ‘malam di mana WWE bermain keras’. Atau dalam penerapannya; malam kala semua pertandingannya punya stipulasi yang tak-biasa. Tahun ini, WWE menghadirkan Extreme Rules dengan penekanan kepada elemen horor yang ditimbulkan dari storyline dan jenis pertandingannya itu sendiri. Ada dua konsep atau stipulasi pertandingan yang jadi ujung tombak acara ini. SWAMP FIGHT dan EYE FOR AN AYE MATCH. Yang belakangan particularly interesting karena WWE menjanjikan akhir pertandingan yang brutal; untuk menang dalam pertandingan ini kau harus mencabut bola mata lawanmu. Ini membawa kita kembali pada permasalahan ‘kegedean nama’ yang membayangi Backlash bulan kemaren yang memejeng The Greatest Match Ever sebagai nilai jual. Sekali lagi kita bertanya; bagaimana WWE akan melakukan itu?. Sekali lagi kita meragukan.

Mungkin Horror di sini merujuk pada keadaan Covid-19 yang semakin parah, ya gak Apollo Crews?

 
Konsep Eye-for-an-Eye, pada kenyataannya, menjelma menjadi pertandingan yang seru. Stipulasi ini membuka berbagai cara baru yang bisa digunakan oleh Seth Rollins dan Rey Mysterio untuk saling menyerang. Mereka menggunakan benda-benda seperti kaki kursi, ujung kendo stick, dan bahkan pulpen sebagai senjata yang langsung menarget mata. It was pretty violent, untuk standar WWE. Secara cerita, ini adalah pertandingan yang sangat personal bagi Rey yang matanya sudah dilukai duluan oleh Rollins. Jadi ini adalah ajang balas dendam bagi superstar bertopeng tersebut. They are not just out to stab opponent’s eye, melainkan ada bobot drama sehingga pertandingan ini jadi lebih intens lagi. Kita masuk ke pertandingan ini dengan pemahaman bahwa ini bakal jadi pertandingan terakhir Rey di WWE, bahwa dia either menyerahkan estafet perjuangan ke anaknya, atau si Dominick itu justru bakal membelot ke geng Greater Good-nya Rollins. Di lain pihak, kita juga penasaran dan mulai membayangkan bakal sekeren apa Rollins dengan penutup mata kayak Nick Fury; karena biasanya dalam pertandingan dengan stake fisik kayak gini (hair vs. hair atau mask vs. mask) tokoh heel yang kalah karena mereka perlu bertransformasi seperti CM Punk yang dibotakin dulu. Jadi pertandingan ini benar-benar membuat kita penasaran karena hasilnya masih belum kebayang; bukan saja seperti apa cara mereka menang, melainkan juga kedua superstar punya kans yang sama – mereka sama-sama punya kepentingan untuk dibuat ‘kalah’.
Dan aku akan oke kalo ini beneran jadi match terakhir Rey jikasaja endingnya tidak dibuat konyol seperti yang kita lihat pada menit ke-tujuhbelas saat bel berbunyi. Kegedean-nama itu benar-benar jadi backlash di sini. Kita sudah terbuild up untuk sesuatu yang sadis – heck, Rollins datang dengan memamerkan semacam tang, for god sake! – Kita sudah percaya WWE pada titik ini sudah mampu mengimplementasikan efek dan teknik editing yang mumpuni untuk sesuatu seperti mencongkel mata. Namun WWE nge-php kita dengan malah mengeksekusi ending match ini dengan konyol. Mata Rey digencet ke steel steps, dan voila, tau-tau bola mata palsu itu muncul, Rollins muntah melihatnya, dan dia dinyatakan menang. Kesannya jadi seperti antiklimaks. Bayangkan kalo nanti match ini ada di video game, dan cara kita memenangkannya adalah dengan memepet lawan ke steel steps dan menekan X, gitu aja.
Swamp Fight antara Braun Strowman dan Bray Wyatt – yang merupakan another take WWE dalam menggarap so-called cinematic match – juga enggak berprestasi lebih baik. Alih-alih mengeksplorasi environment dan hubungan kedua karakter ini lebih jauh, kita malah diberikan ‘kilas balik trippy’ lagi. Match ini adalah soal Bray yang berusaha membujuk Strowman kembali ke ‘rumah’, dalam artian kembali menjadi dirinya yang dulu. Yakni monster tanpa-hati yang diciptakan oleh Bray Wyatt. Yang kita dapatkan di sini adalah aksi gulat yang semakin minim (digantikan oleh pertarungan melawan minion, ala sinetron) dan beberapa adegan yang supposedly mengerikan dan surealis karena enggak make sense untuk terjadi. Salah satunya – dan yang paling menarik buatku – adalah ini:
Mimpiku malam Jumat nanti

 
Sebelum aku heboh sendiri bilang itu adalah biggest cinematic revealed in 2020, aku harus nahan diri karena semua kejadian ini dilandaskan kepada kita terjadi di ‘dunia Wyatt’. Jadi bisa aja semua ini hanya ada di kepala Strowman. WWE menempatkan kejadian di match ini terletak di antara bego-dan-gakmungkin dengan mungkin-dan-makesense. It could be an illusion, karena di awal kita diperlihatkan Strowman ketemu dengan dirinya sendiri. Namun juga masuk akal karena Alexa Bliss punya sejarah ama Braun. Baru pas nonton Smackdown kemaren aku mikir mereka harusnya bawa Bliss ke feud ini biar seru. And while at it, they should bring Nicholas too lol. Yang jelas, Swamp Fight ini berakhir dengan menimbulkan segudang pertanyaan baru. Sehingga jelas ini sebenarnya adalah ‘cutscene’ penambah cerita feud doang.
Main event sesungguhnya acara ini – I’d like to believe – adalah kejuaraan WWE antara Drew McIntyre melawan Dolph Ziggler. Karena Ziggler begitu uninteresting di titik kita sekarang, WWE tampaknya kerja ekstra keras dalam memberikan stipulasi. Berbeda dengan dua stipulasi utama di atas, stipulasi pada pertandingan ini lebih simpel tapi berdampak lebih gede dan bekerja dengan lebih baik – baik dari segi kayfabe alias karakter, maupun dari segi hiburan. Ziggler membeberkan stipulasi pilihannya beberapa menit sebelum match dimulai, and it was: Extreme Rules match yang hanya berlaku untuk dirinya. Sungguh pilihan (alias konsep) yang cerdas. Jadi, Ziggler boleh ngapain aja, boleh menyerang pakai senjata apapun yang ia mau, boleh curang tanpa takut didiskualifikasi. Sementara Drew enggak boleh. Drew akan kehilangan gelarnya kalo melakukan semua itu. Ini menciptakan semacam kevulnerablean bagi Drew – sesuatu yang ia butuhkan karena kita perlu sesuatu untuk percaya dia dalam bahaya sehingga lebih mudah bagi kita untuk mendukung juara bertahan ini untuk menang. Match ini berlangsung singkat, tapi sangat menarik. Karena banyak momen-momen seru saat Drew harus menahan diri, dan di lain waktu dia harus mengerahkan seluruh tenaganya hanya untuk bangkit dan gak count-out. Ending Claymore vs. Superkick itu juga sangat spektakuler. Kalo diberikan lawan yang lebih up-to-date lagi, niscara pertandingan ini bisa berkali lipat lebih seru.

Ziggler menciptakan Drew McIntyre. Bray Wyatt menciptakan Strowman. Kita menciptakan horor kita sendiri. Makanya, harus kita sendirilah yang berjuang balik menghadapinya.

 
 
Satu lagi hal penting untuk dibahas adalah Bayley dan Sasha Banks. Guilty karena mencuri skit “Cringe Hallo” milik The Iiconics, mereka toh memang lagi over-overnya. Dan gimmick heel mereka sebagai role-model dengan dua belt (empat kalo digabung!) semakin memperdalam relationship dan incident yang paling kita tunggu-tunggu; perpecahan keduanya. Perlu kita perhatikan, meskipun kini mereka sedang di-push sebagai top tag-team dari kedua brand, WWE tetap menanamkan benih-benih untuk angle permusuhan dengan memperlihatkan Sasha memilih untuk mengenakan kejuaraan wanita milik Bayley di pinggangnya (sabuk tag team mereka hanya disandang di bahu) saat megangin sabuk-sabuk tersebut di match Bayley melawan Nikki Cross.

‘2 Beltz Banks’? I prefer ‘Dos Intros Boss’

 
Poster itu juga mengungkapkan bahwa Sasha Banks bisa jadi adalah bintang utama di sini. Dan ya, memang Sasha begitu on fire tonight. Matchnya melawan Asuka harusnya jadi Match of the Night di review gulat manapun. Sasha dan Asuka mengisi pertandingan mereka dengan spot-spot unik dan keren. Mereka seringkali bertukar jurus dengan fantastis, misalnya spot German Suplex dari pinggir ring. Sasha memberikan match ini energi dan berhasil membuat Asuka tampak mengerikan, seperti pada jaman mereka di NXT dulu. Sempat ada botch saat dia terjatuh dari posisi hendak melompat menyerang dari turnbuckle, tapi Sasha berhasil menutupinya dengan permainan karakter, yang juga langsung ‘disambut’ dengan baik oleh Asuka. Kedua superstar ini menunjukkan komunikasi dan penguasaan ring yang cerdas. Sayangnya, match ini harus dinodai oleh ending yang enggak jelas. Sehingga batal menjadi Match of the Night. Drama gak-perlu yang menjadi penutup pertandingan ini berfungsi untuk membuat kita semakin benci kepada Bayley, sehingga mungkin jika Bayley dan Sasha beneran berantem, Sasha-lah yang melakoni peran babyface.
 
 
 
Jika aksi yang kalian cari, ada fair amount of really good wrestling dalam acara ini. Jika hal unik yang kalian cari, The Horror Show at Extreme Rules menawarkan banyak momen unik, yang seringkali tidak tergolong menyenangkan untuk diingat. Seperti ending yang lemah dan cinematic match yang ‘serius enggak konyol juga enggak’. I must say; acara ini terbaik saat dia menggunakan stipulasi kreatifnya untuk mendorong inovasi dalam aksi gulat. Seperti yang kita nikmati pada partai yang menjadi pilihanku untuk MATCH OF THE NIGHT, Drew McIntyre melawan Dolph Ziggler.
 
Full Results:
1. SMACKDOWN TAG TEAM CHAMPIONSHIP Cesaro dan Shinsuke Nakamura jadi juara baru ngalahin The New Day (Nakamura tiga tahun berturut-turut menang sabuk di Extreme Rules!) 
2. SMACKDOWN WOMEN’S CHAMPIONSHIP Bayley bertahan dari Nikki Cross Sheamus mengalahkan Jeff Hardy
3. UNITED STATES CHAMPIONSHIP MVP menang W.O. karena Apollo Crews ‘cedera’
4. EYE FOR AN EYE Seth Rollins pop out mata Rey Mysterio
5. RAW WOMEN’S CHAMPIONSHIP Sasha Banks merebut sabuk dari Asuka
6. WWE CHAMPIONSHIP Drew McIntyre bertahan ngalahin Dolph Ziggler
7. SWAMP FIGHT Bray Wyatt menenggelamkan Braun Strowman 
 
 
 
That’s all we have for now.
Remember, in life there are winners.
And there are losers.
 
 
 
 
 
We are the longest reigning BLOG KRITIK FILM TERPILIH PIALA MAYA.

Backlash 2020 Review


 
 
Nama adalah doa. Bukan sekadar merek penanda, melainkan ada hembusan harapan – ada ekspektasi – yang tersematkan ketika seseorang memberikan nama kepada sesuatu. Makanya agama melarang kita memberikan nama-nama atau julukan yang bermakna buruk. Dumbledore aja tau pentingnya sebuah nama, ia menegaskan kepada setiap orang untuk memanggil Voldemort dengan nama yang benar karena julukan hanya akan memperbesar ketakutan. Sebegitu besar pengaruh nama, ia dapat mempengaruhi kepribadian ataupun cara kita memandang sesuatu. Orang-orang dulu percaya nama bahkan bisa mempengaruhi kesehatan; ada banyak cerita tentang anak sakit-sakitan karena ‘enggak cocok nama’ dan lantas beneran sembuh begitu namanya diganti secara resmi oleh orangtuanya. Dan aku tau ini adalah paragraf yang aneh untuk memulai sebuah ulasan acara gulat, maka aku pastikan bahwa kalian enggak salah baca artikel, atau aku enggak keliru ngepos artikel, karena semua ini berhubungan dengan WWE yang memberikan nama “The Greatest Wrestling Match Ever” kepada pertandingan Edge melawan Randy Orton yang jadi main event di Backlash 2020.
See, nama dapat menjadi beban. Kita meletakkan begitu besar tekanan dengan menyebut, atau bahkan menjanjikan sesuatu sebagai ‘sesuatu-yang-terhebat’. I mean, misalnya aku gak akan mempromosikan blog ini sebagai ‘The Greatest Review Blog Ever’ meskipun boleh jadi itu memang strategi pemasaran yang ampuh. Tentu aku berharap blog ini suatu hari bakal jadi yang terbaik, tapi memasang itu sebagai plang identitas hanya akan membawa beban, karena aku bakal terus kepikiran bagaimana jika ‘janji nama’ tersebut tidak terpenuhi. Ini akan membuat menulis jadi less-mengasyikkan dan more-of-a-work. Persis itulah yang terjadi kepada match Edge dan Randy Orton, hanya beberapa saat saja setelah partai tersebut diumumkan secara resmi.
Orang-orang mulai mempertanyakan langkah seperti apa yang bakal dilakukan WWE. Sebagian besar curiga nama itu hanya gimmick untuk mendongkrak rating di tengah terpuruknya performa acara ini semenjak format ‘new-normal’ akibat pandemi. Awas aja kalo jadi sok-sok cinematik lagi begitu komentar salah satu temanku terhadap match ini. Low key; ekspektasi terhadap WWE untuk menghasilkan pertandingan sesuai janji semakin gede. Dan begitu menonton match ini, jelas WWE beneran terberatkan oleh ekspektasi ini. Sebelum mulai, komentator mengumumkan partai utama ini akan di-enhance oleh audio sorakan penonton (ngasih ambience ekstra di belakang teriakan-teriakan awkward pegulat development yang disuruh jadi penonton suruhan), direkam duluan dan enggak live seperti match-match lain pada acara ini, dan menggunakan sudut kamera unik (which means, cut-cut impossible yang dimasukkan untuk menambah dramatisnya pertandingan, seperti shot momen wajah Edge sesaat sebelum dibanting di bawah pitingan yang jelas gak bakal bisa direkam kalo match-nya live dan tanpa cut). Dua dari tiga hal tersebut nyatanya tidak diperlukan sama sekali, karena hanya membuat match ini menjadi tontonan yang semakin awkward. Juga berlawanan dengan pengertian ‘match terbaik’ sebab gulat sejatinya adalah live performance, jadi terbaik dalam konteks ini adalah hal yang berlangsung on-the-go, bukan yang sengaja di-recreate.
Dua hal tersebut juga tidak diperlukan karena Edge dan Orton, toh, benar-benar sanggup menyuguhkan pertandingan gulat tradisional yang kuat secara in-ring psikologi dan menyampaikan cerita dengan efektif. Dua superstar ini tidak membutuhkan perlakuan spesial untuk dapat memberikan kepada kita pertandingan yang katanya terbaik sepanjang masa.

bukan Edge lawan Orton kalo gak ngereference-in Chris Benoit

 
Tentu, match itu jelas bukan terbaik sepanjang masa, tapi ini adalah yang terbaik yang bisa kita dapatkan sejauh era pandemi ini. This is way better than those cinematic matches. Orton dan Edge mengambil moniker nama itu, bukan sebagai beban, melainkan sebagai tantangan yang mereka inkorporasikan menjadi konteks pertandingan. Match yang durasi tiga-puluh-menitan ini diarahkan untuk memuat berbagai reference atau throwback dari pertandingan-pertandingan klasik yang tak pelak merupakan kandidat kalo kita nyebut pertandingan terbaik sepanjang masa di WWE. Edge dan Orton akan ‘menirukan’ laga Savage lawan Steamboat dari Wrestlemania 3, menggunakan jurus-jurus dari legenda semacam Ric Flair, Kurt Angle, Bret Hart, The Rock. It was really fun; fun dalam artian fun positif konteks gulat tentunya. Mereka at some points juga memakai jurus dari superstar yang berpengaruh dalam karir mereka, seperti Orton menggunakan Pedigree milik Triple H yang dulu jadi mentornya di stable Evolution, dan Edge yang menggunakan The Unprettier milik rekan tag team dan sahabat sejatinya di real life, Christian. Alur pertandingan ini sungguh seru karena kedua superstar bertarung dengan mati-matian. Edge kick out dari sejumlah RKO, begitupun Orton masih idup walau udah terkena Spear dan Edgecution berkali-kali.
WWE benar-benar berusaha keras bukan saja ‘membantu’ match ini jadi lebih seru, melainkan juga karena mereka ingin untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama pada match Edge melawan Orton di WrestleMania bulan April lalu. Elemen enhance-audio memang cukup membantu meramaikan suasana, apalagi sekarang komentatornya benar-benar aktif dan semangat mengomentari. Dan memang begitulah seharusnya. Karena bagaimana pun juga ini adalah pertandingan gulat, bukan sebuah kejadian kriminal or something. Komentator gak perlu sok-sok hening dramatis dan ekstra berpura-pura match yang mereka komentari adalah hal mengerikan. Buatlah penonton terus excited dan berikan reaksi dan insight-insight supaya match semakin seru dan kita percaya dengan keseruan tersebut.

Setiap orang, sadar atau tidak – langsung atau tak langsung, akan terdorong untuk bersikap sesuai nama yang ia berikan atau yang diberikan kepadanya. Kita akan berusaha keras memenuhi citra yang diciptakan duluan alih-alih berkembang membentuk citra yang natural. Pemberian nama dapat menghasilkan backlash yang merugikan ketika kita tidak mampu memenuhi hal tersebut. Acara WWE Backlash 2020 menghadapi masalah demikian. Namun ini adalah wrestling show, ia tahu cara ‘bergulat’ dan yang kita dapatkan adalah one-hell-of-a-fun ride!

 
Pertandingan-pertandingan lain yang kita dapatkan di Backlash kali ini juga seru-seru. Aku bahkan oke sama Jeff Hardy melawan Sheamus, walaupun punchline feud mereka terbilang konyol. Nyiramin pipis itu tipikal Vince McMahon banget; komedi yang cuma dia sendiri yang menganggapnya lucu. Untungnya match mereka yang lambat masih punya beberapa momen yang bikin melek, mainly karena Jeff Hardy yang jago nge-bump. Satu lagi filler yang enggak-jelek adalah handicap untuk Universal Championship. Ada penambahan stipulasi yang berfungsi sebagai stake. Aksi dari Miz dan Morrison tampak bervariasi dan sangat balance dengan gaya-tarung Strowman yang powerhouse. Match ini berhasil membuat ketiga superstar yang terlibat tak tampak konyol, dan Twist kecil di akhir membuat pertandingan ini jadi sedikit lebih berarti. Memberi match ini secercah story dan menunjukkan kepada kita Morrison dan Miz kalah bukan exactly karena Strowman, melainkan karena Miz yang naluri egoisnya muncul. Ini bisa jadi permulaan story baru untuk team Dirt Sheet.

Lagu itu mestinya jadi entrance mereka aja untuk memaksimalkan waktu tho

 
 
It would be cool kalo Morrison jadi juara, tapi kita tentunya tak mau ada situasi yang sama persis ama story Bayley dan Sasha, yang btw sudah berlangsung lama banget. Kita dari tahun lalu udah gregetan pengen liat dua sahabat ini pecah dan berantem, WWE dengan cerdas mengulur-ngulur. Dan mereka mulai growing on me, honestly. Story relasi mereka ini bekerja jauh lebih baik sekarang karena mereka berdua adalah heel, alih-alih babyface kayak tahun lalu. Karena kedua superstar cewek ini so good sebagai heel jadi kita menebak bagaimana cerita perpecahan bakal ditangani oleh WWE. Yang berkhianat adalah yang menjadi face, ini kejadian yang lebih langka dibanding yang berkhianat berubah menjadi jahat yang sudah kita lihat berkali-kali.
Kejuaraan Tag Team Cewek itu comes full circle karena melibatkan tim-tim yang punya peran terhadap eksistensi sabuk tersebut, seperti yang dijelaskan panjang lebar oleh komentator. Thus make this match interesting. Mereka juga menyuguhkan aksi yang segar, karena kali ini WWE menggunakan rule triple threat yang ketiga perwakilan tim aktif di ring di saat yang bersamaan, instead of two. Peyton Royce paling menonjol di sini. Kedua adalah Alexa Bliss yang di sini terlihat lebih agresif daripada biasanya. Ini bisa jadi karena pengaruh bullying yang baru-baru ini ia terima dari seorang podcaster yang mengkritik performanya dalam bergulat. Alexa tampak benar-benar ingin membuktikan dia adalah The Goddess, sesuai namanya, dan aku senang melihatnya. Sahabat Alexa Bliss, Nia Jax, juga mengalami masalah yang sama. Dalam matchnya melawan Asuka di sini, Nia tampak bermain berbeda dari yang biasanya, dan kemungkinan besar itu karena belakangan ia santer dihujat karena bermain dengan terlampau ugal-ugalan. Nia Jax dengan sukses membuat WWE melarang jurus Buckle Bomb saat ia mencederai Kairi Sane dengan menggunakan jurus tersebut. However, match dia melawan Asuka terasa standar dan cukup boring. Meskipun Asuka berkali-kali melancarkan stiff kick, tapi match ini powerless, apalagi karena endingnya yang basically memperpanjang feud mereka.
Satu lagi yang suffer from bad ending adalah match perebutan sabuk WWE antara Drew McIntyre melawan Bobby Lashley. Padahal partai ini dimulai dengan intriguing. Semua yang terlibat, termasuk MVP yang jadi manager Lashley, punya peran yang membuat match ini sangat berimbang antara aksi dengan story. Lashley dan Drew punya potensi gede, mereka tampak mampu menghasilkan match powerhouse yang seru. Namun keinginan kita tersebut tidak terwujud di sini. Karena, you guessed it, Lana muncul and ruined everything.
Menurutku WWE masih harus terus menilik ulang prioritas mereka. I know, dalam sebuah show, enggak bisa untuk terus memberikan match bagus dan penting, card harus diimbangi dengan match filler, match komedi, main event, promo, dan sebagainya. Hanya saja harusnya posisi filler atau komedi sebaiknya tidak diberikan pada match championship. Perpanjangan feud bisa dilakukan tanpa menjadi mengecewakan. Pada Backlash ini, sebagai bathroom break/pengurang tensi/apalah namanya, WWE menggunakan kejuaraan tag team dalam environment match ‘sinematik’. Dan ini konyol sekali. Street Profits dan Viking Raiders bukannya bergulat, mereka malah kayak main power ranger-power rangeran. Battle komedi yang melibatkan ninja anak motor dan flashback sequece ke lomba-lomba konyol yang jadi feud mereka setiap minggu di Raw sebelum acara ini. Yea, ini fun, ini bekerja memenuhi fungsinya pada struktur acara, but it also is a giant waste of time. Aku bisa ngebayangin Jim Cornett ngumpat-ngumpat ‘pertandingan ini.
 
 
 
Tapi honestly, aku senang WWE tidak lagi menganggap serius ‘cinematic match’ mengingat posisinya sebagai bridge alias bathroom break di acara ini. WWE kembali mementingkan gulat dalam artian yang lebih tradisional. Match Edge melawan Randy Orton, meskipun masih jauh dari Greatest Match Ever, tapi easily adalah MATCH OF THE NIGHT, karena benar-benar menawarkan aksi seru, psikologi yang tepat, dan cerita yang padu. Match-match lainnya, meskipun beberapa punya ending yang males (dan malesin), juga dibangun dengan actual wrestling yang seru. WWE harus menyadari bahwa mereka mampu menghadirkan sesuatu yang spesial, aku percaya mereka masih bisa, dan mengurangi bergantung pada hal muluk dan penggunaan nama-nama yang berlebihan seperti ‘greates ever’ atau ‘first time ever’ yang jatohnya malah jadi annoying duluan.
 
 
 
 
Full Results:
1. WOMEN’S TAG TEAM CHAMPIONSHIP TRIPLE THREAT Sasha Banks dan Bayley tetap juara ngalahin Alexa Bliss dan Nikki Cross, dan The IIconics 
2. SINGLE Sheamus mengalahkan Jeff Hardy
3. RAW WOMEN’S CHAMPIONSHIP Asuka menang ring-out atas Nia Jax
4. UNIVERSAL CHAMPIONSHIP HANDICAP Braun Strowman retains over John Morrison and The Miz
5. WWE CHAMPIONSHIP Drew McIntyre masih juara ngalahin Bobby Lashley
6. RAW TAG TEAM CHAMPIONSHIP The Street Profits dan The Viking Raiders malah ngelawak
7. THE GREATEST WRESTLING MATCH EVER Randy Orton unggul dari Edge  
 
 
 
That’s all we have for now.
Remember, in life there are winners.
And there are losers.
 
 
 
 
 
We are the longest reigning BLOG KRITIK FILM TERPILIH PIALA MAYA.

Money in the Bank 2020 Review


 
 
Tangga Korporat, WWE mengumumkan, adalah yang akan dipanjati oleh para superstar yang berlomba untuk mendapatkan kontrak pertandingan kejuaraan tahun ini, alih-alih ‘tangga-pertandingan’ yang biasa. Sebagai bukti geliatnya konsisten menghadirkan tayangan olahraga hiburan di tengah pandemi, langkah ini jelas menarik. Premis pertandingan Money in the Bank yang berbeda menjanjikan banyak hal-unik karena akan ada begitu banyak kemungkinan yang terjadi. Terlebih, penonton masih ter-wah-kan oleh konsep ala-sinematik yang dihadirkan pada Boneyard Match dan Firefly Funhouse di WrestleMania sebulan sebelumnya. The buzz was loud. The expectation was high. WWE pun dengan cepat menangkis skeptis yang menganggap seunik apapun bakal boring karena ada dua MITB yang disuguhkan, dengan pengumuman lanjutan bahwa MITB cewek dan cowok akan dilangsungkan pada saat bersamaan! Jadi, dengan lebih banyak superstar yang terlibat, seperti apa kiranya MITB diadakan?
Acaranya sendiri masih diadakan di Performance Center. Tanpa penonton live. Hanya pertandingan MITB yang diboyong ke kantor alias markas besar WWE di Stamford. Para superstar yang menjadi peserta match tersebut (enam masing-masing partai men and women) akan memulai ‘memanjat’ dari lantai bawah gedung. Dua koper yang berisi kontrak digantung di atas ring, di atas puncak gedung! So yea, it could be a really massive hunt game. Ada begitu banyak potensi. Perebutan di atap outdoor itu sekiranya bisa menegangkan kayak acara Fear Factor. Sementara, brawl di dalam gedung akan menarik. Dulu WWE sering ngadain match di mana para superstar bertarung sambil ‘jalan-jalan’ ke backstage; ada begitu banyak momen seru dan kocak dari sana. Namun baru kali inilah WWE benar-benar ‘menjual’ latar tempat sebagai obstacle course alias elemen penting pada konsep pertandingannya. Mereka bisa membawa kita ke semacam tur isi kantor WWE. Mau dipersembahkan sebenarnya keadaan kantor, atau mereka bisa menjual tempat itu sebagai a make-believe place, like, mereka bisa mendandani beberapa ruangan, menjadikannya sebagai set-piece yang bakal digunakan secara kreatif. MITB cowok dan cewek yang dilangsungkan bersamaan juga bisa dijadikan sebagai semacam tes intergender match. Ada Asuka, Nia Jax, Shayna Baszler, Dana Brooke yang masuk akal bertanding melawan laki-laki. Bahkan Lacey Evans, si superstar feminis, bakal jadi tontonan menarik diberikan interaksi bersama superstar cowok semacam King Corbin.
And it could be symbolic too. Superstar yang saling berlomba dari lantai paling dasar, menerjang apapun untuk bisa sampai ke atas. Benar-benar merepresentasikan perjuangan karir seseorang yang ingin berhasil di WWE. Kita banyak mendengar soal ‘glass-ceiling’, ‘brass-ring’, ataupun politik-politik di belakang panggung semacam Triple H yang suka nge-bury, John Cena yang menggunakan privilege golden boy untuk mengatur hasil pertandingan, atau locker-room leader yang nunjukin kesenioran. One could hope WWE menempuh jalur meta, dan memasukkan adegan-adegan simbolik dari elemen-elemen itu ke dalam plot atau bookingan pertandingan MITB ini. Yang tentunya bakal tampak pintar dan edgy. Mainly, kebanyakan kita mengharapkan pertandingan sinematik yang mirip film action. Hanya saja, bukan itu semua yang diberikan oleh WWE. MITB kali ini actually lebih over-the-top daripada Boneyard atau Firefly Fun House sekalipun. Arahan yang diambil WWE membuat pertandingan ini tampak konyol, hampir seperti film kartun.

Money in the Bank 2020 gak bisa dibilang jelek-total. Karena toh memang mampu menghibur; tujuan acara ini diadakan untuk menghibur penonton. Tertawa di tengah corona. Tapi tetap bukan tayangan gulat yang bagus. Karena ‘menghibur’nya itu bisa diperdebatkan. Cara terbaik menilai acara ini adalah dengan mengatakannya, simply, sebagai pengingat bahwa WWE sudah mengambil arah yang berbeda dari yang membuat kita jatuh cinta pada awalnya.

 

Sedih juga sih nonton food fight saat siang-siang lagi puasa

 
Aku menyadari hal tersebut sejak nonton film The Main Event (2020), kolaborasi feature pertama antara WWE dengan Netflix. Dari situ terlihat jelas bagaimana WWE bermaksud menjual brand mereka ke luar. Sebagai kartun live-action. Sebagai fantasi. Anak kecil mampu bergulat dengan kekuatan super. Poin yang dibuat film itu, yang merupakan cara WWE memandang mereka sendiri sebagai jualan adalah, di WWE apapun bisa terjadi. Tidak perlu berpijak pada logika. Karena yang terpenting adalah menghibur seluruh lapisan keluarga.
So yea, pada MITB ini tidak akan ada brawl backstage seru, tidak akan ada frantic chase, melainkan hanya skit-skit komedi yang disebar. Pertandingan bahkan mengandung sedikit sekali wrestling. Yang kita dapatkan di sini adalah cameo-cameo seperti Paul Heyman yang mau makan tapi buffetnya dan seantero ruang makan itu dijadikan arena food fight oleh peserta MITB (WWE cukup tega membuat Shayna harus ikutan perang makanan konyol ini). Jangan salah, ini memang menghibur. Aku bahkan tergelak melihat muka John Laurinaitis kena lempar pie. Tapi ini bukan pro-wrestling yang biasa kita santap. Ini bukan aksi-aksi bergizi yang jadi asupan hiburan kita yang biasa. Aksi dalam match ini berupa banyolan. Ada satu adegan para superstar cewek berlari di ruangan yang sedang dipel, kemudian Dana Brooke jatoh kepleset seolah dia bernama Dono. Corbin comically melempar Mysterio dan Black dari pinggir arena ring, like he kill them. Dan pada satu titik, AJ Styles lebih peduli mencari di mana Daniel Bryan ketimbang buru-buru berlari supaya sampai ke atap lebih duluan daripada yang lain. Sedikit sekali memang elemen dalam pertandingan ini yang masuk akal. Sehingga melihat Vince McMahon cuci tangan pake sanitizer aku jadi curiga, jangan-jangan itu bukan sekedar candaan coronoa, melainkan dia sedang menyampaikan pesan “gue kagak ikut campur tangan sama kekonyolan ini”
Outcome dari match itu sesungguhnya menyenangkan. Serta mengejutkan. Menarik sekali Otis menang, aku penasaran mau dibawa ke mana storyline dia dan Mandy berikutnya dengan kemungkinan sabuk di tengah-tengah mereka. Hanya ‘cara bercerita’nya saja yang mestinya bisa dilakukan lebih baik lagi. Masalahku buat ending MITB cowok ini persis seperti masalahku pada kejuaraan tag team Smackdown di WrestleMania 36; they’re trying too hard to be different. Yang MITB cewek masalahnya lain lagi. Setelah berkali-kali bereksperimen dengan teknik edit dan kamera, WWE tidak kunjung membaik. Setelah Asuka mendapatkan kopernya (dalam situasi aneh kenapa dia menghajar Corbin yang mau naik ngambil koper bagiannya), kamera ngecut gitu aja sehingga superstar cewek lain yang masih ada di ring seperti lenyap gitu aja. Jika kalian juga suka nonton film, dan terbiasa mengamati gerak kamera dan cut-demi-cut adegan, aku yakin kalian juga bisa melihat editing yang dilakukan WWE masih ‘kendor’. Setiap sambungan seperti lazily stitched together. Dan bukan hanya pada match MITB, yang membawa kita ke rest of the whole show…
2020 bukan tahunnya Corona, tapi Tahun Otis

 
Match Bray Wyatt melawan Braun Strowman juga memanfaatkan editing untuk menyampaikan cerita. Partai ini sebenarnya adalah yang paling komplit; gulatnya beneran banyak, ‘gimmick’ juga jalan. Alur pertandingan ini lumayan menarik, soal Braun yang berusaha melawan bujukan Wyatt untuk kembali ke sisinya. Namun eksekusinya, seperti skipped a beat. Pertandingan ini berakhir saat Braun yang jatuh ke luar ring, abruptly muncul dengan topeng hitam yang dulu ia kenakan saat masih jadi hamba Bray Wyatt. Seharusnya timing dan cerita matchnya bisa digarap dengan lebih baik lagi, berikan waktu sedikit lebih banyak supaya plot poin pertandingan ini bisa berkembang sempurna.
However, WWE toh memang tampak memberikan perhatian yang lebih untuk event-event dan segmen cerita. Terlebih karena sekarang penonton mereka semuanya menyaksikan dari rumah. Aksi di dalam ring tidak akan maksimal karena gulat sejatinya membutuhkan penonton live. Superstar dilatih untuk perform live, dan mereka bergantung kepada reaksi penonton. Dengan absennya penonton di studio, aku tidak tahu bagaimana mereka bisa mengimprove pertandingan. Mereka gak bisa begitu saja meningkatkan intensitas dengan menyuruh superstar melakukan jurus-jurus berbahaya sepanjang waktu untuk memancing teriakan geunine dari komentator. Jadi mungkin itu sebabnya kenapa WWE tidak terlihat begitu perhatian sama partai-partai yang mengutamakan pada tradisional wrestling.
Semua match di acara ini berlangsung standar. Tag Team fatal 4 way yang jadi opening berjalan dengan tempo cepat, karena mereka berfungsi sebagai pemancing hype. And just that. Matchnya sendiri enggak spesial, hanya para superstar bergantian menyarangkan jurus masing-masing. Bayley melawan Tamina adalah yang paling parah – jika kita menganggap squash match Lashley lawan R-Truth sebagai pengisi durasi aja. Lambaaaat banget, aku gak yakin apakah Tamina ini ogah-ogahan atau memang gerakannya selamban itu. Hanya ada satu pertandingan yang benar-benar aku apresiasi sebagai tontonan gulat, dan itu adalah Seth Rollins melawan Drew McIntyre. Man, kalolah arena penuh penonton, dijamin match mereka ini akan mendapat tepukan “this is awesome!” setiap beberapa menit sekali. Pertandingan ini tidak diberatkan oleh gimmick; it’s just two guys performing the best they can, sambil mengembangkan karakter mereka. Penilaianku buat Drew mainin peran babyface-nya masih belum final, tapi aku bisa melihat Seth Rollins mulai enjoy sebagai Monday Night Messiah. Dia bahkan keliatan seneng dapat musik baru.
 
 
Ketika kita memikirkan wrestling match yang menghibur, Rollins melawan McIntyre adalah yang paling dekat dengan pikiran kita. Namun tampaknya, hiburan gulat seperti demikian – superstar yang keliatan seperti ‘benar-benar’ bertarung, bukannya melakukan sebuah segmen – mulai menjadi langka. Karena keadaan membutuhkan WWE untuk mencari alternatif hiburan lain. Dan arahan yang dipilih WWE; some of you will love it or some will hate it. Aku, personally, lebih suka tradisional seperti Rollins melawan McIntyre. Aku pikir hiburan yang bisa dinikmati anak-anak enggak mesti jadi receh, dan sebaliknya juga, brawl yang lebih serius pun gak mesti harus ekstrim. WWE di MITB ini buatku masih terlihat berada di tengah-tengah anak tangga menyesuaikan diri dan strugglingnya sebagai bisnis di tengah pandemi. The Palace of Wisdom menobatkan Seth Rollins vs. Drew McIntyre sebagai Match of the Night.
 
 
 
 
Full Results:
1. SMACKDOWN TAG TEAM CHAMPIONSHIP FATAL 4 WAY The New Day pertahankan gelar dengan berhasil atas Lucha House Party, Miz and Morrison, and Forgotten Sons
2. SINGLE Bobby Lashley squashed R-Truth
3. SMACKDOWN WOMEN’S CHAMPIONSHIP Bayley bertahan mengalahkan Tamina
4. UNIVERSAL CHAMPIONSHIP Braun Strowman retains over Bray Wyatt
5. WWE CHAMPIONSHIP Drew McIntyre masih juara ngalahin Seth Rollins
6. MONEY IN THE BANK CORPORATE LADDER Asuka menang di partai cewek, dan Otis menang di partai cowok 
 
 
That’s all we have for now.
Remember, in life there are winners.
And there are losers.
 
 
 
 
 
We are the longest reigning BLOG KRITIK FILM TERPILIH PIALA MAYA.

WrestleMania 36 Review


 
 
WrestleMania 36 memecahkan buaanyak sekali rekor. WrestleMania pertama yang enggak diadakan live. WrestleMania pertama yang diadakan bukan di stadion gede, melainkan di pusat pelatihan WWE alias Performance Center. WrestleMania pertama yang diadakan pada hari Sabtu. WrestleMania pertama yang diadakan bukan pada hari Minggu — sejak 1986. WrestleMania pertama yang dibagi menjadi dua hari. WrestleMania pertama yang dihost oleh pemain futbal Rob Gronkowski. Tentu saja, WrestleMania ini juga mecahin rekor jumlah penonton di arena, yakni nol orang. Kok bisa?
Well, yea, pastinya kalian sudah tahu kalo dunia kita lagi sakit. Virus Covid-19 alias virus corona mewabah secara global. Pandemi ini mau gak mau membuat banyak bisnis terpaksa tutup. Karena semua orang dihimbau untuk menjaga jarak, menghindar dari berkumpul, demi memutus penyebaran penularan virus yang punya masa inkubasi empat-belas hari tersebut. Jadi semua orang kudu diam di dalam rumah masing-masing, meratapi gak bisa bekerja dan ketakutan setiap hari melihat angka pasien positif terjangkit yang terus bertambah. Di sinilah peran WWE, aku Stephanie McMahon yang membuka WrestleMania 36 dengan speech soal mereka hadir sebagai eskapis – untuk membuat kita lupa terhadap bencana di luar sana. Untuk menghibur semua orang.
WWE adalah bisnis hiburan dengan storyline yang terus bergulir, agenda yang sudah terencana, sehingga mereka tidak bisa begitu saja menambatkan jangkar dan melabuhkan show. Instead, WWE berusaha beradaptasi dengan keadaan. Kreativitas bisnis hiburan seperti WWE memang dituntut untuk bergeliat, mereka harus mencari cara menjual sinetron-aksi live ala teater tetap menarik untuk disaksikan meskipun kini tak ada penonton di studio. Bukan hanya dari segi cerita, melainkan juga mengakali presentasi secara keseluruhan – memanfaatkan keterbatasan resource seperti kru dan superstar yang bisa tampil dengan maksimal. Dalam WrestleMania 36 tampak WWE berhasil crack the code. Ada beberapa match yang arahannya berubah menjadi lebih mirip film kelas B.
Dan the good thing about B-Rated action flicks adalah: they tend to be very, very entertaining.

“Let me in!” kata Corona.. eh salah, maksudnya, kata Bray Wyatt

 
Dua match yang unik, berbeda, dan benar-benar ngepush sisi kreatif WWE adalah Boneyard match antara AJ Styles melawan Undertaker, dan Firefly Funhouse antara John Cena berhadapan dengan The Fiend Bray Wyatt.
Boneyard (istilah yang dipake karena WWE ogak pakai kata graveyard) match adalah brawl yang berlangsung malam hari di areal pekuburan. WWE berhasil mengubah konsep ini menjadi menyenangkan dengan tidak meniatkan menjadi sesuatu yang sok-sok serius. Gimmick-gimmick yang bersangkut paut dengan karakter Undertaker maupun Styles dipakek semua. They just want to have fun with this, and they did. Aksinya sendiri sebenarnya cringe, mirip-mirip berantem di sinetron malah. Namun WWE malah menonjolkannya sehingga malah jatohnya berhasil. Yang kita lihat di sini adalah Undertaker yang jadi American BadAss lagi – dia muncul naik motor dan diiringi musik Metallica. Sementara AJ Styles muncul dibantu, bukan hanya oleh Gallows dan Anderson, melainkan juga oleh beberapa orang berjubah. Taker bakalan berantem dengan orang-orang ini. Semuanya, mulai dari kemunculan, cara ngalahin, ditampilkan dengan smoke & mirrors, alias pake trik. Kamera kerap ngecut, efek-efek cahaya dan musik dipakai proses editing, pengambilan gambar pun ‘sinematik’ kita lupa ini seharusnya adalah pertandingan gulat. Kita bersorak seolah sedang menyaksikan film pendek genre aksi supernatural. At one point, Taker muncul dari belakang Styles seolah berteleportasi, dengan pencahayaan ala film horor. Dialog mereka juga sering terdengar konyol. Namun itu semua memenuhi fungsi yang disebutkan di awal oleh Stephanie; membuat kita terhibur,mengistirahatkan otak kita dari kemumetan keadaan dunia yang lagi sakit.
Jika Boneyard yang menutup malam pertama dengan fenomenal itu mirip seperti film genre, maka Firefly Funhouse di malam kedua adalah aliran arthouse jika pertandingan gulat punya aliran arthouse haha.. Titus O’Neil aja abis nonton langsung bengong. Gue abis nonton apaan barusan. Pertemuan kedua Wyatt dan Cena ini berlangsung berdasarkan sudut pandang Wyatt yang dikalahkan oleh Cena di WrestleMania beberapa tahun yang lalu. Bukan karena Cena lebih unggul, melainkan karena politik. Jadi cerita mereka kali ini adalah Wyatt ingin menyadarkan Cena atas betapa toxicnya pegulat pahlawan anak-anak tersebut. Yang kita dapatkan, yang mereka sebut sebagai ‘pertandingan’ di acara kali ini adalah sebuah perjalanan aneh ke masa lalu. Kita akan melihat Cena kembali ke gimmick-gimmick lamanya, kita akan melihat Wyatt dan Cena nge-renact momen Hulk Hogan hingga ke jaman nWo segala. Cena kebingungan, dia berusaha menyerang Wyatt, tapi Wyatt menghilang dan berubah menjadi boneka babi. Pertandingan ini berakhir dengan kemunculan The Fiend menyerang Cena yang terlalu shock untuk melawan. Ini bahkan lebih menghibur dan aneh dan kreatif daripada Boneyard. Menyaksikannya membuat kita berpikir apa yang sebenarnya terjadi, seolah kita sedang menonton film David Lynch. Meski minim aksi, tapi psikologi dan storytelling partai ini begitu kuat. Menganalogikan Cena dengan Hogan adalah cara yang pintar dan subtil untuk menyinggung masalah ‘anak emas company’ yang selama ini jadi problem bagi superstar babyface.
Kedua match tersebut memang bukan lantas jadi teladan pertandingan gulat yang bagus. At least, not in sense of traditional wrestling. Kalo mau objektif, sure, aku berharap ‘cinematik crap’ seperti begitu cukup sampai di acara ini aja. Karena meskipun prinsipnya mirip sama-sama show bercerita, gulat tetap bukanlah film. Wrestling is supposed to be live action tanpa editing. Tapi aku pikir kita juga harus melihat keadaan. Dan pandemi corona yang belum jelas kapan redanya ini bukan tidak mungkin bakal mengubah arahan produk WWE secara keseluruhan, jika WWE mau terus exist. They could get benefit from it. Misalnya supsertar yang gak harus kerja terlalu capek, like, mereka bisa ngedit dalam spot-spot berbahaya sehingga superstar gak perlu ngambil resiko berlebihan. Seperti saat Uso dijatuhin dari tangga dalam Ladder Match; kamera gak memperlihatkan dia mendarat keras melainkan ngecut dan kemudian baru disambung dengan shot aftermath jatohnya. Elemen surprise juga bisa diperkuat, seperti pada saat match tag team cewek Nikki Cross ngepin Asuka, awalnya di turnbuckle gak ada Kairi Sane, namun WWE sudah merekam adegan yang ada Kairi Sane, dan dua adegan tersebut dijahit bareng sehingga saat ngepin seolah ada Kairi menyelamatkan entah dari mana. WWE juga bisa lebih sering bikin legends balik dan melibatkan mereka dalam aksi kayak Undertaker di Boneyard – bagian sulitnya bisa disyut pake teknik editing – sehingga para legends tampak masih oke bergulat dan tidak terlihat memalukan. I say, jika WWE menolak hiatus dan tetap berlangsung. sepertinya cara paling asik ya menjadikan weekly show ala-ala film alias gak pure wrestling. Mereka bisa develop story dan karakter dengan lebih menarik. Barulah pada saat pay perviewnya diberlangsungkan match.
Tips bertanding aman ala John Morrison: Lipatlah tangga menggunakan kaki

 
Khusus buat match tradisional alias yang berlangsung beneran di ring, dengan absennya penonton di arena tak bisa dipungkiri menonton WrestleMania ini seringkali terasa hambar. Kayak makan sayur gak pake sendok. Reaksi penonton tak pelak adalah bagian dari show. Untuk mengakali ini, mestinya WWE meningkatkan game komentator mereka. Komentator mestinya digebah untuk ngepush match dengan excitement. Kita butuh reaksi natural mereka, sebagai wakil untuk bisa relate. Sayangnya, kebanyakan match di acara ini komentatornya garing semua. Cuma baca skrip dan menyebut hal yang sedang kita lihat. Match Randy Orton melawan Edge harusnya seru sekali karena mereka berkeliling arena. Akan tetapi, justru partai ini yang terasa paling lamban dan gak mengena. Sebab pada saat hajar-hajaran keras pakai alat-alat, komentatornya kebanyakan diem. Paling sesekali berujar “Uuugh” atau “Oh my”. Sekalinya berujar, mereka ngasih tahu “Edge and Orton are on the top of pickup truck” Duh!!! Kita bisa melihat itu. Yang kita perlukan sekarang adalah reaksi atau celetukan atau bahkan celaan kepada superstar terhadap apa yang hendak mereka lakukan. Seperti Jerry Lawler dan Jim Ross di Attitude Era dulu. Kadang dua komentator itu malah sibuk berdebat berdua, membela dua superstar yang berbeda, dan kita terhanyut oleh emosi mereka. Melangsungkan match di arena tanpa penonton, butuh komentator yang komunikatif seperti demikian untuk membantu delivery match, untuk menyambung reaksi yang terputus.

WrestleMania disebut-sebut sebagai show abadi untuk orang-orang imortal. Kehadirannya di tengah-tengah pandemi dan suasana dunia yang lagi muram tak ayal membawa angin penghibur, tapi benarkan dia bisa ada selamanya? Akankah bisnis gulat-hiburan ini bisa outlast pandemi? Dengan keadaan yang mengharuskan dirinya mengubah arahan dan gaya, mampukah WWE memenuhi fungsinya sebagai sebuah penghiburan. Atau akankah acara ini hanya bertindak sebagai dying breath?

 
Dalam lingkup dua malam berturut-turut, WrestleMania 36 punya lebih dari selusin pertandingan. Yang beberapa terasa seperti filler card, entah itu karena mengerucut kepentingannya oleh keadaan atau karena memang terasa kurang penting. Namun ternyata match-match ‘filler’ ini jatohnya lebih seru karena tiga pertandingan kejuaraan utama dihadirkan dengan amat sangat tidak memuaskan. Terlalu cepat dan tidak berhasil mengimbangi hypenya. Tadinya aku pengen bikin review per malam juga, tapi I’d figure review dua berturut-turut bakal monoton dan lebih baik memang melakukan satu review dan membuatnya sebagai perbandingan.
Malam kesatu WrestleMania 36 terasa sangat tak berimbang. Pertandingannya banyak yang berakhir dengan tidak memuaskan. Contoh paling buruk adalah Shayna Baszler melawan Becky Lynch. Dengan build up feud yang hot – WWE ngeoverbook Shayna jadi kayak vampir pemakan darah dan gladiator kandang yang tangguh, dan di sisi satunya ada The Man yang badass, pertandingan mereka terlalu singkat dan berakhir dengan roll up. Enggak cocok konsep dengan eksekusinya. Dua tipe petarung harusnya berakhir dengan sense ‘mengalahkan’, walaupun misalnya feud mereka masih akan berlangsung. Finish dengan roll up hanya bisa berkesan jika matchnya dibuat dalam tone persaingan berat-sebelah, salah satu licik atau salah satu outsmart yang lain. Ini jauh dari elemen perseteruan Baszler dan Lynch. Sehingga match mereka terasa sia-sia. Malam kesatu kebanyakan berakhir antara dengan roll up atau dengan distraksi. Ironisnya di awal acara JBL sempat berkomentar bahwa bertanding di WrestleMania akan membuatmu kekal – well, gimana bisa terlihat kuat, apalagi kekal, jika pertandinganmu selesai dengan kamu sendiri tampak tidak menduganya.
Porsi kedua yang ditayangkan hari Minggu – Senin di kita – adalah presentasi yang overall lebih solid. Match-matchnya lebih berarti, dengan akhiran yang beneran satu superstar mengalahkan lawannya. Yang membuat malam ini sour di mata fans adalah beberapa hasil pertandingan yang nyebelin, kayak kemenangan Charlotte, ataupun Bayley dan Sasha yang belum berbuah apa-apa. Namun bagiku ini bukan masalah besar. Sure I hate Charlotte winning, aku juga gak suka sama komentator yang sepi dan gak niat menghidupkan match, tapi secara storytelling ini lebih padet daripada malam kesatu. Kejuaraan Dunia di kedua malam berlangsung dengan formula yang sama persis, aku gak peduli sama kemenangan Braun (nilai plusnya cuma bukan Goldberg lagi yang juara), tapi aku kasian ama Drew McIntyre yang selebrasi kemenangannya juga hampa sekali. This guy is fulfilling his prophecy, akhirnya jadi juara dunia setelah terlunta-lunta cukup lama, dan momen ia bersinar ditampilkan dengan seadanya. Kenapa mereka gak ngedit ini sehingga jadi lebih meriah?
 
 
Aku gak bisa bilang WrestleMania ini jelek, tapi juga gak bilang ini spesial banget. Hal baik yang bisa kubilang adalah bahwa ini merupakan usaha terbaik yang bisa dilakukan oleh WWE dalam beradaptasi dengan keadaan. Yang paling penting adalah dia berhasil menghibur kita, selama dua hari berturut-turut, saking excitednya aku bahkan enggak tahu sudah diwajibkan pake masker dan bahwa jumlah pasien corona sudah naik jadi dua ribu lebih. But who’s counting, right? Di luar Boneyard dan Firefly Funhouse, in sense of traditional wrestling The Palace of Wisdom menobatkan Seth Rollins vs. Kevin Owens sebagai Match of the First Night and Charlotte vs. Rhea Ripley sebagai Match of the Second Night.
 
Full Results:
FIRST NIGHT
1. WOMEN’S TAG TEAM CHAMPIONSHIP Alexa Bliss dan Nikki Cross jadi juara baru ngalahin The Kabuki Warriors
2. SINGLE Elias mengalahkan King Baron Corbin
3. RAW WOMEN’S CHAMPIONSHIP Becky Lynch retains atas Shayna Baszler
4. INTERCONTINENTAL CHAMPIONSHIP Sami Zayn bertahan dari Daniel Bryan
5. SMACKDOWN TAG TEAM CHAMPIONSHIP TRIPLE THREAT LADDER John Morrison jadi juara bertahan ngalahin Jimmy Uso dan Kofi Kingston 
6. SINGLE Kevin Owens menang DQ dari Seth Rollins
7. UNIVERSAL CHAMPIONSHIP Braun Strowman merebut sabuk dari Goldberg

8. BONEYARD The Undertaker mengubur AJ Styles

 
SECOND NIGHT
1. NXT WOMEN’S CHAMPIONSHIP Charlotte Flair unggul dari juara Rhea Ripley
2. SINGLE Aleister Black ngalahin Bobby Lashley
3. SINGLE Otis mengalahkan Dolph Ziggler Becky Lynch retains atas Shayna Baszler
4. LAST MAN STANDING Edge menghajar Randy Orton
5. RAW TAG TEAM CHAMPIONSHIP Street Profits bertahan atas Angel Garza dan Austin Theory
6. SMACKDOWN WOMEN’S CHAMPIONSHIP ELIMINATION Bayley sukses bertahan mengalahkan Lacey Evans, Sasha Banks, Tamina, Naomi
7. FIREFLY FUNHOUSE The Fiend Bray Wyatt bisa dibilang ngalahin mental John Cena

8. WWE CHAMPIONSHIP Drew McIntyre menuhin takdirnya jadi juara ngalahin Brock Lesnar

 
 
That’s all we have for now.
Remember, in life there are winners.
And there are losers.
 
 
 
 
 
We are the longest reigning BLOG KRITIK FILM TERPILIH PIALA MAYA.

Elimination Chamber 2020 Review


 
Bertepatan dengan Hari Perempuan Sedunia (International Women’s Day) 2020, enam pegulat wanita berjalan memasuki struktur kerangkeng berterali rantai baja yang dikenal dengan Elimination Chamber. Mereka bertarung memperebutkan hak untuk menantang “The Man” sang Juara Wanita di Wrestlemania. Asuka, Liv Morgan, Natalya, Ruby Riott, Sarah Logan, Shayna Baszler. Mereka sejatinya adalah personifikasi dari karakter wanita masakini. Yang kuat, independen. Berdaya. WWE seharusnya bisa mengapitalisasi ini, lebih dari sekadar membuatnya sebagai partai utama. Namun penulisan alias booking yang dilakukan oleh WWE dalam ngepush superstar wanitanya malah mengurung mereka dalam bayang-bayang perlakuan terhadap superstar pria. Dan kemungkinan terburuknya, WWE malah justru mengubur keenam superstar ini sebagai dampak jangka panjang. 
Masalah utama yang menggerogoti pertandingan ini berasal dari tidak adanya ke-unpredictable-an. Meskipun dengan planting berita Vince McMahon meragukan Shayna, tetapi tetap tidak menyurutkan dengung penggemar yang sudah bersikeras tahu bahwa satu-satunya superstar yang jadi Juara Wanita NXT dua-kali itulah yang bakal menang dan melawan Becky Lynch di bulan April nanti. Jadi, WWE lantas membuat Shayna menjadi begitu powerful dan melibas semua lawannya di pertandingan Elimination Chamber ini – mereka ingin membuatnya sebagai sesuatu yang spesial sehingga sekalipun bagi kita enggak surprise dia yang menang, paling enggak mereka bakal melakukannya dengan sensasi heboh.
I like Shayna Baszler. Aku menikmati masa-masa kejayaannya di NXT. Di sana, dia sudah brutal – Shayna ini memancarkan kesan “well, she could legit broke her opponents if she wanted to” – tapi dia dibuat grounded, as in, dia masih mungkin untuk kalah. Setiap pertandingannya di NXT, kita masih bisa merasakan kemungkinan lawannya bakal mengungguli dia. Sayangnya, kesan itu sirna ketika Shayna muncul di Raw dan mengigit leher Lynch hingga berdarah-darah. WWE demen membuat sensasi besar untuk produk utama mereka. Alih-alih membuat Shayna menang Royal Rumble sehingga bisa diperkenalkan sebagai petarung kuat manusiawi dan kemudian membuild up-nya perlahan sebagai penantang yang legit mengerikan buat Becky Lynch, WWE mengambil jalan yang lebih sensasional dengan membuatnya seperti vampir dan ‘membunuh’ lima superstar-cewek top di Elimination Chamber. Kita semua sudah tahu Shayna bakal lawan Becky tapi WWE tetap mengadakan match Elimination Chamber untuk ‘melantik’nya dengan mengorbankan lima talent lain.
Sehingga yang kita dapatkan adalah pertandingan yang menampilkan Shayna mendapat treatment persis seperti Brock Lesnar di Royal Rumble bulan Januari kemaren – hanya saja sekarang environmentnya adalah kandang – namun lebih membosankan karena jeda antara terbukanya bilik satu peserta dengan bilik berikutnya adalah lima menit sehingga kita akan lebih banyak melihat Shayna bergaya ketimbang actual wrestling. Efek ke depannya bakal lebih parah, karena enggak seperti Royal Rumble, dalam Chamber peserta yang kalah itu adalah yang  bener-bener dihajar sampai out. Kelima lawan Shayna yang malang itu kalah dengan mengenaskan sehingga jika nanti Shayna beneran jadi juara, tidak ada lagi penantang yang dirasa benar-benar kredibel untuk melengserkannya. Because everyone of them has been destroyed easily. Dengan kata lain, WWE sekali lagi mendorong karakter mereka ke sudut mati – membuat mereka bakal susah berkembang – hanya demi sensasi.

Dikarantina, tapi bukan karena corona.

 

Jika ada yang bisa dipetik dari persoalan Shayna Baszler di Elimination Chamber ini, maka itu adalah sensasi jangan terlalu dicari-cari. Seperti misalnya ketika march di IWD2020, kita cukup bawa spanduk bercetuskan opini, menyuarakan pendapat sesuai tempat; enggak perlu ampe buka baju segala kan, yang ada malah mancing ribut ntar. Pesan yang ingin disampaikan WWE jelas dan dapat diterima, hanya saja cara yang mereka pilih dalam menyampaikannya bukanlah cara yang baik dan bisa diterima oleh banyak penonton.

 
Sebagai perhentian terakhir sebelum Wrestlemania, acara ini memang gak bisa berkelit dari posisinya sebagai filler. Setidaknya ada dua kejadian un-unpredictable lagi yang kita saksikan sebelum main-event ‘pembantaian karakter’ tadi terjadi. Kemunculan Undertaker dan kemunculan Kevin Owens. Masing-masing pada match AJ Styles melawan Aleister Black dan match tagteam Seth Rollins dan Murphy melawan Street Profits. Kenapa bisa ketebak? Ya karena sudah sebulan ini mereka nanemin bibit seteru antara Styles dengan Undertaker dan antara Owens dengan Rollins untuk Wrestlemania. Jadi ketika di Chamber ini salah satu dari dua pasangan-feud itu bertarung dengan lawan yang berbeda, maka sudah bisa dipastikan akan ada ‘tamu tak diundang’. Akibatnya tentu saja pada match yang sedang berlangsung itu sendiri. Pada match tagteam tadi misalnya; kemunculan Owens (yang sudah dinanti-nanti) completely mengalihkan fokus dari Street Profits yang menampilkan salah satu aksi pertandingan yang paling menghibur. It was a good match tapi kepentingannya malah jadi seperti membuild up Owens dan Rollins. Begitu juga dengan kasus Black melawan Styles. Aduh, ini mungkin sajian buruk dari kedua superstar hebat itu, karena matchnya sedari awal sudah gak make sense. Pertandingan no-DQ mereka jadi terasa terlampau panjang, karena mereka gak langsung ngegas. Styles ditemani dua rekannya, tapi mereka membantu dengan malu-malu, padahal sah bagi mereka untuk langsung masuk dan menyerang Black sedari bel bunyi.  Dengan begitu, susah untuk kita merasa peduli dan ya kita jadi hanya menanti kemunculan Undertaker saja.

mungkin mereka mengulur waktu dalam rangka nungguin Undertaker jalan menuju ring

 
Literally, hal tak-terduga yang kita dapat di acara ini adalah kemenangan Sami Zayn, dalam pertandingan Handicap 3-lawan-1. Matchnya sendiri sangat gak spesial, bahkan aku cenderung kasian ama Braun Strowman yang keliatan jelas penulis bingung memberikan cerita buat dirinya. Namun setidaknya WWE kali ini menjalankan logika dan enggak membunuh kredibilitas Zayn, Nakamura, dan Cesaro dengan membuat mereka kalah melawan satu orang. Pertandingan Elimination Chamber satu lagi – yang antar 6 tim memperebutkan sabuk Tag Team Smackdown – juga penuh dengan kejutan menyenangkan. Berupa gerakan-gerakan spektakuler dari para superstar dalam menyerang lawan-lawannya. Lince Dorado manjat ampe tengah kandang, dan berayun terjun kayak spiderman kesurupan. Otis berlari menembus pintu kaca anti-peluru. Masing-masing tampak beraksi pada rel karakter mereka, sehingga pertandingan ini jadi terasa enggak sebatas crash-n-burn, melainkan juga beberapa cerita yang numplek jadi satu. Ending pertandingan ini lebih lambat dan kalah menarik dibandingkan porsi tengahnya, tetapi memuat bobot karakterisasi Miz dan Morrison sebagai tim songong yang bertarung dengan otak sebagai pelengkap aksi parkour mereka.
Permulaan acara ini sesungguhnya tidak buruk. WWE memberikan kepada kita variasi gaya gulat, terbaik dari yang mereka punya. Jika kalian suka pure high-flying, maka match Andrade melawan Humberto Carillo sudah barang tentu akan sangat menghibur kalian. Kedua superstar latin ini udah bertemu untuk kesekian kali, hebatnya; belum ada pertandingan mereka yang membosankan. Malahan pertemuan kali ini terasa lebih intens karena ada cerita dendam di antara keduanya. Namun jika kalian prefer ke gulat teknik, dengan banyak submission dan taktis, maka partai pembuka antara Daniel Bryan melawan Drew Gulak bakal jadi kejutan paling menghibu sepanjang acara. Bagaimana tidak. Dua orang yang kayak manusia biasa. Rambut cepak. Celana pendek. So average. Sama sekali gak ada yang sensasional dari mereka. Namun yang mereka suguhkan adalah gulat yang intens baik secara fisik maupun secara psikologi. Cerita seteru mereka cukup unik. Gulak mengkritik Bryan, menyebutkan kelemahan dari gaya gulatnya. Dia bahkan ngajarin beberapa superstar teori untuk mengalahkan Bryan. Bagi Bryan, tentu saja, match ini adalah cara ia memberikan pelajaran kepada Gulak yang banyak bacot. Namun ternyata, sembari match berjalan, kita dapat melihat bahwa Bryan kini berusaha mati-matian untuk membuktikan perkataan Gulak itu tidak benar. Justru ia sendiri yang percaya ia punya kelemahan. Pertandingan mereka sangat bercerita, Gulak menangkis semua serangan Bryan. Emosinya pun dapet karena setiap serangan yang mereka lakukan, kita bisa melihat dampaknya. Bibir robek. Mata memar. Punggung baret. Siku berdarah. Dan German Suplex itu, sungguh luar biasa. Match ini adalah dua-puluh menit tercepat dalam pengalamanku nonton WWE.
 
 
 
Elimination Chamber tak menarik di atas kertas, bukan saja karena matchnya banyak filler, namun juga karena tak ada juara dunia yang muncul dan bertanding. Tapi sesungguhnya ini adalah kesempatan untuk mengepush superstar-superstar muda. WWE melakukan ini kepada Drew Gulak, Humberto, Lucha House Party, Aleister Black, dan bahkan Shayna Baszler. Sesungguhnya ini adalah hal yang patut kita sukuri. Namun nafsu untuk jadi sensasi, atau mungkin juga rasa insecure ingin viewer yang banyak, membuat WWE mengambil langkah yang enggak bijak. Mereka mengulang ‘tradisi’ mengoverpush satu orang dan merendahkan yang lain.  Sehingga partai-partai utama dalam acara ini jadi terasa tak-penting, pointless, tak lebih dari usaha sensasional dalam menyampaikan sesuatu yang semua orang sudah tahu akan terjadi. Hanya ada satu match yang membuat The Palace of Wisdom terkejut dan terhibur karenanya, sehingga kami nobatkan menjadi Match of the Night, dan match itu adalah Daniel Bryan melawan Drew Gulak. 
 
 
 
 
Full Results:
1. SINGLE Daniel Bryan mengalahkan Drew Gulak.
2. UNITED STATES CHAMPIONSHIP Andrade tetap juara ngalahin Humberto Carrillo.
3. SMACKDOWN TAG TEAM CHAMPIONSHIP ELIMINATION CHAMBER Miz & Morrison bertahan dari The Usos, New Day, Ziggler & Roode, Heavy Machinery, dan Lucha House Party.
4. NO-DQ Aleister Black menang atas AJ Styles.
5. RAW TAG TEAM CHAMPIONSHIP Juara bertahan Street Profits mengalahkan Seth Rollins & Murphy.
6. INTERCONTINENTAL CHAMPIONSHIP HANDICAP 3-ON-1 Sami Zayn, bersama Cesaro dan Shinsuke Nakamura, merebut sabuk dari Braun Strowman.
6. WOMEN’S NO.1 CONTENDER’S ELIMINATION CHAMBER Shana Baszler sapu bersih Sarah Logan, Ruby Riott, Natalya, Liv Morgan, dan Asuka

 
 
 
That’s all we have for now.
Remember, in life there are winners.
And there are losers.
 
 
 
 
 
We are the longest reigning BLOG KRITIK FILM TERPILIH PIALA MAYA.

Royal Rumble 2020 Review


 
On this day, clearly… kalian semua sudah nonton Royal Rumble, atau paling enggak sudah membaca tentang kehebohan paripurna kembalinya salah satu pegulat yang paling gak disangka-sangka untuk kembali. Edge. Sembilan tahun yang lalu, si Rated R Superstar ini mengumumkan dia terpaksa gantung-sepatu lantaran komplikasi cedera leher. Penggemar gulat gak pernah lupa wajahnya saat itu. Dan di Royal Rumble 2020, sebagai peserta urutan ke 21, Edge kita lihat lagi dengan wajah siap tempur. Suasana pecah begitu Edge beraksi. Seantero stadiun baseball yang luas itu terkesima menyaksikan Edge melakukan gerakan-gerakan andalan, seolah dia tidak pernah pergi.

Seperti kita menghitung mundur entrance royal rumble berikutnya, Edge menghitung mundur waktu yang tersisa bagi karirnya. Dan keduanya adalah hitungan yang penuh optimis. Setiap hitungan melambangkan kekhawatiran, pertanyaan, dan harapan. Royal Rumble adalah cerita “bagaimana jika” dan Edge adalah tokoh utama yang pas untuk ini. Karena dia adalah pria yang menyangka dia tidak akan bisa lagi melakukan hal yang ia cintai. Pria yang sudah bekerja keras untuk sampai di atas, untuk kemudian begitu saja disuruh turun tidak boleh naik lagi. Pada akhir countdown tersebut, dia disambut dengan begitu hangat, wajahnya mengingatkan kepada kita bahwa mungkin cuma within sepuluh hitungan orang bisa dipisahkan dari mimpinya.

 

dan gambar inilah yang dianggap lebih penting oleh kamera WWE dibandingkan Spear pertama yang dilakukan Edge dalam pertandingan yang mengisyaratkan reborn karirnya.

 
Selain Edge, ada banyak lagi momen dan cerita keren yang berhasil dihimpun oleh pertandingan Royal Rumble. Makanya acara ini selalu ditunggu-tunggu oleh penggemar. PPV Royal Rumble adalah show selain Wrestlemania yang hypenya selalu gede. Pengalamanku bikin acara nobar, Royal Rumble malah selalu yang paling ramai peserta nobarnya. Di tahun ini, dua pertandingan Royal Rumble yang kita dapatkan terasa sangat seru, terutama yang pertandingan cowok. Bahkan sebelum perhatian dan haru kita dicuri oleh Edge, Brock Lesnar membuat partai ini teramat menarik. Obviously gak semua kalian akan setuju denganku, karena Lesnar memang kebangetan. Lima belas superstar ia buang begitu saja kali ini; legends, juara, pendatang baru, jobber — semuanya dijadikan jobber oleh Lesnar. Aku gak kebayang gimana tim kreatif ngepitch ide ini ke para superstar “Ayo siapa yang mau jadi tumbal Lesnar, nanti dikasih bonus deh”.. Tapi ini menghasilkan pengalaman seru yang belum pernah kita lihat sebelumnya. Berkat Lesnar dan kemampuannya; bergulat dan memancing (alias membelah) reaksi dan emosi penonton, match ini jadi berbeda sekali dari yang sudah-sudah. Belum pernah kita melihat satu ornag mendominasi dari awal, bahkan Reigns saat dalam cerita one-versus-all-nya dulu enggak sepecah ini. Meskipun mengerang dan protes melihat favorit-favoritku dikeluarkan olehnya, deep inside aku ingin melihat Lesnar beneran sampai ke akhir Rumble dengan membuang satu persatu yang datang.
Tapi kemudian Lesnar toh dikeluarkan juga, oleh Drew McIntyre – yang bakal memenangkan partai bergengsi ini dan maju ke partai utama di Wrestlemania. WWE told a perfect somekind-of-passing-a-torch story di sini. Rumble seolah terbagi menjadi dua bagian. Pertama, Lesnar mendominasi. Mengalahkan semua ‘hantu-hantu masa lalunya’ alias superstar-superstar yang pernah bertanding melawannya, yakni Rey Mysterio, Kofi Kingston, Braun Strowman, Ricochet, dan bahkan Shinsuke Nakamura. Lesnar begitu hebat membawa cerita di pertengahan pertama. Aku suka gimana Lesnar bereaksi terhadap NXT’s Keith Lee, yang aku yakin di bawah pengarahan Paul Heyman sehingga lawannya ini tampak beneran menggentarkan. Kita di-tease berbagai versi interaksi, berbagai usaha yang gagal, karena Lesnar beneran kuat. Sampai kemudian – mengambil julukannya dulu – the next big thing datang dalam wujud McIntyre. Kekuatan dan strategi sang juara melawan passion dan semangat penantang – ini cerita klasik yang sempurna, yang dieksekusi dengan menakjubkan. Separuh akhir beralih menjadi cerita McIntyre berjuang memenangkan seantero pertandingan, sebab membuang Lesnar belum cukup. Ia harus menang dan mengambil spot untuk benar-benar bisa mengalahkan Lesnar dan memenuhi ‘ramalan’ yang menjadi gimmicknya dulu – bahwa ia, Drew McIntyre, adalah Sang Terpilih.
PPV Royal Rumble selalu susah untuk direview karena hal-hal begini. The Rumble was so hype, udah kayak nonton film antologi, sehingga kita selalu hanya nunggu match rumble-nya saja. Apalagi sejak ada dua match rumble, cewek dan cowok. Padahal dalam PPV selalu ada match lain yang enggak kalah solidnya. Seperti kali ini ada very physical kontes antara Daniel Bryan yang memilih Strap Match untuk mengalahkan lawannya yang sepertinya urat sakitnya udah putus; The Fiend Bray Wyatt. Salah satu peningkatan yang dapat kita rasakan adalah WWE tidak lagi menggunakan lampu temaram untuk match The Fiend. Matchnya sendiri memang cukup brutal. Cambukan sabuk kulit itu berbekas nyata di kulit kedua superstar ini, mereka benar-benar saling menyakiti. Bray Wyatt beruntung ia mengenakan topeng, sebab aku yakin di balik itu ia juga pasti meringis kesakitan meski tokohnya ditulis untuk tidak ngejual damage untuk menghasilkan efek dramatis dan mengerikan. Asuka melawan Becky Lynch juga sebenarnya told a great story. Bukan saja aksinya solid, melainkan juga mengandung bobot yang penting dalam pembangunan salah satu karakter utama Wrestlemania nantinya.  Semua ini adalah soal Lynch yang harus mampu membuktikan dirinya bisa mengalahkan Asuka yang menyimbolkan ‘demon’ yang belum ia taklukkan. The Man lawan Demon, kalo boleh dibilang. Finishing match ini terbendung bagus, juga dari perspektif Asuka yang belakangan seperti jadi bergantung kepada jurus semburan mautnya.
Kedua match tersebut sayangnya kurang mendapat perhatian karena berada di antara dua partai rumble. Penonton masih terengah dari rumble cewek dan menyimpan tenaga untuk rumble cowok. Jika ditempatkan berbeda, niscaya reaksi kita yang nonton akan berbeda. Buktinya adalah match Roman Reigns melawan Baron Corbin yang sudah basi namun karena dijadikan pembuka acara, maka masih ramai oleh reaksi. Penonton cukup terhibur karena, dan padahal mereka basically hanya, berkeliling arena. Match yang beneran jelek adalah Bayley melawan Lacey Evans. Ceritanya cukup berbobot, tapi dimainkan dengan sangat datar. Lacey masih berjuang untuk konek kepada penonton dan memperkuat deliveri ekspresi dan memperketat timing, meskipun dia sudah diberikan patriotisme dan feminisme sebagai modal untuk karakter babyfacenya. Bayley juga masih belum menemukan kekhasan karakter heelnya, sebab tipuan pura-pura cedera yang ia lakukan masih terlihat akting dan gak ada yang percaya itu bukan trik jahatnya. Kedua superstar belum maksimal
Harusnya ada adegan Izzy nyerang anaknya Lacey aja sekalian biar seru

 
Dua match rumble kali ini sebenarnya punya struktur-gede alias formula yang sama. Satu orang dibuild kuat hingga separuh jalan, dan kemudian dioverthrow oleh new challenger. Lesnar diganti oleh Drew. Hanya saja di rumble cewek, formula ini kebalik. Yang gak really new-lah yang justru mengambil alih dari yang superstar yang baru. Dan ini membuat kesal banyak orang, termasuk aku. Kemenangan Charlotte terasa sangat getir bagi penonton. Terutama karena dia membuang begitu saja Bianca Belair yang masuk dari nomor dua, bertahan 33 menit, dan mengeliminasi delapan orang. Rumble cewek yang menarik di paruh awal; ada begitu banyak interaksi superstar seru seperti Mandy Rose diselamatkan oleh Otis dengan jurus kasur empuk, menjadi kering di paruh akhir. Karena setelah mengeliminasi Belair, tidak ada lagi selain Flair yang viable untuk benar-benar memenangkan pertandingan. Ring diisi oleh bintang tamu seperti Beth Phoenix, returning yang gak benar-benar relevan seperti Naomi, dan ya, surprise seperti Santina Marella. Mestinya SJW marah nih ngelihat WWE jadiin karakter cowok yang kecewekan sebagai komedi semata. Yang jelas, logika -gak-jalan itu adalah Naomi yang bertingkah seolah menyebrang dari meja ke dalam ring adalah lompatan yang sulit, padahal dia tinggal melompat-lompat dengan satu kaki saja karena rule eliminasi adalah menyentuh lantai dengan kedua kaki. Satu-satunya penantang yang mungkin menang selain Charlotte adalah Shayna Baszler. Yang juga mengeliminasi delapan lawannya, namun mesti kalah dengan datar oleh Charlotte.
Aku benar-benar gagal paham kenapa WWE terus ngepush Charlotte ke spotlight. Enggak ada yang mau lihat dia menang karena bakal jadi jalan yang boring menuju Wrestlemania. Siapa yang mau dia tantang? Bayley yang lebih membosankan atau Lynch untuk kesekian kalinya? WWE harus menyiapkan cerita atau kejutan yang out of the box untuk ngangkat Charlotte. Atau mending sekalian semua fourhorsewomen itu diadu saja di winner takes all nanti.
ultimate heel adalah ketika kamu tetap dikasih menang saat semua orang males lihat kamu menang

 
 
Sensasi euforia Royal Rumble enggak hanya mempengaruhi penonton. Tapi juga para superstar. Karena banyak sekali botch pada acara ini. Mulai dari yang simpel bergerak terlalu semangat kayak Lesnar yang kesandung tali saat mau ngejar Elias atau Lacey Evans yang nyaris jatuh saat menggunakan jurusnya, dan kemudian detik berikutnya hampir terpeselet saat springboard dari tali ring, ke yang lupa cue gerakan kayak Aleister Black yang harus dipanggil oleh Rollins karena lupa menendang Rollins dari belakang atau Natalya yang kelupaan berdiri di belakang Santina sehingga Santina harus dua kali bergaya di depan Beth Phonenix, hingga ke yang menyebabkan cedera. Beth Phoenix terlalu bersemangat ngejual pukulan sehingga lupa dirinya against pojokan ring. Alhasil belakang kepalanya berdarah dan sepanjang match rambut Phoenix antara kayak habis diombre atau ketumpahan saus spagheti. AJ Styles juga agak terlalu lincah ngesold Spear dari Edge sehingga bahu kirinya terhimpit dan dia harus keluar lebih cepat daripada rencana supaya cederanya tidak semakin parah.
 
 
WWE memulai tahun, seperti biasa, dengan sangat seru. Lesnar yang banyak dipotes sebenarnya bermain dengan keren. Dua match Royal Rumble begitu epik, walaupun yang cewek hasilnya pahit, sehingga match-match yang lain jadi tampak biasa saja. Aku kembali mengadakan nobar setelah vakum nyaris dua tahun, dan nobar kali ini adalah yang paling seru. Apalagi kita menontonnya di dalam bioskop mini. Experience yang cocok sekali lantaran ppv yang satu ini memang menjual spektakel, momen, dan kejutan lebih banyak daripada porsi gulat-benerannya. The Palace of Wisdom menobatkan MATCH OF THE NIGHT kepada partai Royal Rumble cowok yang punya cerita keren yang menjadi set up pertemuan gede antara Drew McIntyre dengan Brock Lesnar di Wrestlemania nanti, dan kemunculan Edge sebagai MOMENT OF THE NIGHT
 
 
Full Results:
1. FALLS COUNT ANYWHERE Roman Reigns mengalahkan King Baron Corbin
2. 30-WOMEN’S ROYAL RUMBLE Charlotte Flair menjadi last woman standing
3. SMACKDOWN WOMEN’S CHAMPIONSHIP Bayley bertahan atas Lacey Evans
4. UNIVERSAL CHAMPIONSHIP STRAP MATCH The Fiend Bray Wyatt tetap juara mengalahkan Daniel Bryan 
5. RAW WOMEN’S CHAMPIONSHIP Juara bertahan Becky Lynch akhirnya bisa mengungguli Asuka
6. 30-MEN’S ROYAL RUMBLE Drew McIntyre membuang mimpi 29 superstar lain menjadi main event Wrestlemania
 
 
 
That’s all we have for now.
Remember, in life there are winners.
And there are losers.
 
 
 
 
 
We are the longest reigning BLOG KRITIK FILM TERPILIH PIALA MAYA.

TLC: Tables, Ladders & Chairs 2019 Review


 
Akhir tahun selalu adalah waktu yang tepat untuk kita berkontemplasi, merefleksikan diri, merenungkan apa saja yang sudah dikerjakan dalam kurun tiga-ratusan hari. Apa kita sudah mengubah hidup menjadi lebih baik atau malah sebaliknya. WWE punya versi tersendiri untuk merayakan masa-masa tutup tahun; dengan tiga benda sakral. Meja. Tangga. Kursi. Tahun ini acara TLC dibuka dengan sambutan dari Bray Wyatt yang tersenyum kepada kita sembari menghias tangga dengan dekorasi seolah itu adalah pohon natal. Bray Wyatt, satu dari sedikit sekali superstar WWE yang beneran mengalami perubahan menarik bukan hanya tahun ini melainkan juga dalam sepuluh tahun terakhir. I mean, look at this

the winner of 10 Years Challenge, everybody!

 
Bray Wyatt merepresentasikan constant change positif yang harusnya dilakukan oleh WWE. Dalam narasinya pada pembuka TLC ini, Wyatt bukan saja bicara tentang kontemplasi (siapa yang udah berbuat nakal dan yang berbuat baik tahun ini), dia juga menegaskan tentang siklus hurt dan heal yang menjadi vokal utama dari karakternya. Duality yang berpusat pada perubahan.  Salah satu hal unik dari karakter Bray Wyatt yang dibuat seperti punya dua kepribadian ini adalah setiap superstar yang berhadapan dengannya mengalami perubahan drastis karena intensnya Wyatt mempengaruhi mereka. Seth Rollins, misalnya, dari yang tadinya pahlawan bagi menonton, go on a downward spiral secara emosi dan berubah menjadi dirinya yang licik jahat seperti dirinya saat mengkhianati The Shield beberapa tahun yang lalu. WWE menggunakan ‘kekuatan spesial’ Wyatt ini sebagai device menghighlight perjalanan superstar-superstar yang menjadi penanda perubahan jaman pada WWE.

Seperti kehidupan kita, ada naik turun. Seperti bisnis WWE, ada kesuksesan, ada kemunculan pesaing baru, ada inovasi, ada juga kemunduran. Dengan menonton TLC 2019, kita bisa menjudge benarkah ada perubahan yang sudah dilakukan WWE yang menunjukkan perkembangan positif dalam skena dunia gulat-hiburan.

 
Malam TLC ini, kita menyaksikan Daniel Bryan kembali menjadi sosok yang kita kenal pada tahun 2010. Tidak ada jenggot berantakan. Tidak ada rambut dan look yang terkesan liar. Tidak ada kapten planet yang sok suci ala SJW. Bryan muncul di akhir pertandingan antara Wyatt melawan Miz, berusaha menuntaskan masalahnya dengan Wyatt yang tampak begitu fenomenal. Ini adalah pertama kalinya Wyatt muncul bertanding dengan persona host acara anak-anak ala Barney atau Kak Seto. Dan his deal kali ini adalah mencoba mengubah The Miz, memancing demon di dalam diri bapak dua anak tersebut. WWE benar-benar melakukan kerja yang sangat baik dalam mengeksplorasi storyline ini. Practically ini adalah horor keluarga – genre yang paling banyak digemari dan melahirkan banyak cerita hebat pada perfilman. Makanya, pertandingan mereka ini terasa kurang-gulat dan lebih kepada drama horor. Aksi dan alur pertandingannya bukan apa-apa dibandingkan dengan kejadian-kejadian yang terungkap. Wyatt yang seperti enggan bertarung, namun kadang ‘setan’nya muncul dan dia menyerang dengan sinis – bahkan tertawa-tawa ketika sedang dihajar. Miz yang emosi, fokus kepada offense karena baginya ini adalah taruhan keselamatan keluarga. Dan kemudian yang kusebut tadi, kemunculan Daniel Bryan versi 2010. Sebenarnya ada satu kejutan lagi, yang ngepush kedalaman karakter Wyatt lebih jauh, tapi menurutku akan mengurangi keseruan jika disebut di sini.
The lack of good wrestling pada Wyatt lawan Miz, ‘disembuhkan’ oleh pertarungan sengit dan sangat fisikal antara Aleister Black melawan Buddy Murphy. Drama di balik seteru mereka tidak begitu ‘wah’ tapi kedua pegulat muda ini berhasil menyuguhkan bukan sekadar aksi yang bikin menggertakkan gigi, melainkan juga psikologi in-ring yang meyakinkan. Mereka saling berusaha mengungguli – komentator bilang mereka berdua sama-sama belum pernah kalah di Raw. Their fight is literally like a fight. Serangan-serangan stiff (serangan yang terlihat ‘kasar’ alias kayak tendangan pukulan beneran dilancarkan silih berganti, terlebih setelah hidung Black patah. Dan itu baru lima menitan into the match, bayangkan serunya pertandingan mereka yang nyaris lima-belas menit ini. Black dan Murphy seolah tidak peduli partai mereka sebenarnya cuma partai untuk kepentingan promosi game kartu WWE (SuperCard) untuk hape.
Sayangnya, hanya dua partai di atas saja yang pantas untuk kita saksikan dalam TLC. Malahan, aku heran pada keputusan WWE menutup tahun 2019 mereka yang penuh dengan breakthrough (a lot of “for the first time-ever!”) dengan acara yang seperti diisi ala kadarnya. Tidak ada championship gede yang dipertaruhkan. Stipulasi yang dipake tampak seperti ngasal dan ketuker-tuker. Dan ada dua partai yang sebenarnya cuma iklan produk. Black-Murphy turned out to be a blast. Namun Kejuaraan Tag Team Raw yang basically adalah promosi KFC berjalan dengan ‘meh’. Agak kurang ajar sebenarnya mereka membuat The Viking Raiders juara tag team yang sangar, yang memulai debut di NXT dengan strong, yang dinaikkelaskan ke main show sebagai bagian yang kita asumsikan sebagai rencana meng-edgy-kan kembali WWE, harus menutup tahun dengan pertandingan tanpa build up yang berlangsung tak ada spesial-spesialnya.

Apa yang lebih parah dari match boring? Match boring yang dikomentari oleh Michael Cole

 
Ladder match antara The Revival melawan New Day untuk kejuaraan Tag Team Smackdown sebenarnya cukup seru. Tapi aku merasa stipulasinya ini salah tempat. Gagasannya adalah soal Revival yang bergaya old school harus berkreasi dalam lingkungan tangga, mereka yang tembak-langsung mungkin kudu beratraksi untuk bisa menang – mereka ditantang untuk melakukan gaya tarung yang mereka benci. Nyatanya, Revival tetap tidak melakukan apa-apa yang baru yang di luar kebiasaan mereka. Pertandingan Tangga tersebut standar-standar aja, gagasan mereka harus ngeflip itu tak tergunakan dengan baik. Big E malah kelihatan canggung dan menghabiskan waktu terlalu lama untuk menyusun tangga. Gaya keras partai ini sepertinya bisa ditunjang lebih baik dalam Chairs Match biasa. Match lain juga kayak gak cocok seperti begini. Roman Reigns melawan Baron Corbin enggak punya urgensi untuk menjadi sebuah TLC match. Dua tahun lalu ketika aku bilang pengen lihat Corbin dan Reigns berantem, yang kubayangkan adalah tarung brutal ala Bloody Roar – Lone Wolf vs. Big Dog. tapi kenyataannya yang kudapat di sini adalah, jangankan tangga, kursi dan meja aja jarang disentuh oleh mereka berdua. What’s the point of having a TLC match then? Jika memang mau ngepush Corbin yang dibantu separuh isi locker room, harusnya bikin apa kek, table match aja. Bikin jadi round-table sekalian, biar kesan kerajaannya makin kuat dan Corbin punya pengawal-pengawal.
WWE punya Marriage Story versi sendiri. Dan seharusnya ini yang ditandingkan sebagai TLC Match. Gantung surat cerai atau surat harta gono gini atau apalah sebagai yang diperebutkan oleh Rusev dan Lashley-Lana. Kedua superstar ini bermain keras, namun dalam lingkungan meja yang peraturannya sekali patah langsung beres, gelut mereka yang personal (betapapun receh drama dan aktingnya) tidak terakomodasi dengan memuaskan. Meskipun aku memang ragu bakal ada yang merasa puas dengan storyline ini.
Jadi, yeah, TLC kali ini punya jadwal pertandingan yang paling tidak menarik sepanjang tahun. Dari segi cerita, humor, aksi, WWE terasa jalan di tempat jika dibandingkan dengan WWE sembilan tahun yang lalu. Malah terasa mundur jika pembandingnya adalah tiga ppv sebelum ini, yang lumayan menunjukkan progres. Wacana terbaik yang dimiliki WWE pun – soal woman revolution – tidak menunjukkan perkembangan yang signifikan walaupun acara ini ditutup oleh inovasi kewanitaan teranyar dari WWE – first ever women’s tag team TLC. Mainly karena akhir match ini lenyap dinegasi begitu saja oleh brawl dari superstar-superstar cowok. Now, let’s talk about that match. Charlotte, Becky Lynch, Asuka, Kairi Sane – semuanya jor-joran berusaha keras menghasilkan main event yang heboh. Sedikit terlalu keras, malah. Sebagian besar match dihabiskan oleh mereka bergulat dengan memikirkan spot dahsyat, sehingga tak terasa lagi keinginan untuk mengambil belt yang tergantung di atas. Minim sekali aksi mereka rebutan naik tangga. Bicara soal aksi, kita bisa melihat jelas Sane mengalami masalah. Dari yang tadinya fun, superstar asal Jepang ini terlihat melambat – seperti kesulitan berdiri. Later, aku baru tau dari berita bahwa dia memang mengalami concussion di tengah pertandingan. Sesuatu kejadian yang tergolong normal dalam WWE. Yang tidak normalnya adalah seperti ada miskomunikasi antara pelaku-pelaku dan wasit yang bertugas menjaga pertandingan terkait safety superstar. Semuanya seperti terlambat sadar bahwa Sane got hurt. Asuka dan Becky berusaha melindungi Sane begitu masing-masung sadar ada yang salah. Tapi Charlotte, maaan, entah karena ego atau apa, dia tetap menyerang Sane habis-habisan, malah ia tampak marah kepada Sane yang enggak ‘menjual’ Spear dengan benar. Charlotte lanjut memPowerbomb Sane ke meja, meski Sane terang-terangan menolak dan berusaha memberi tanda. Aku berharap Sane tidak mengalami masalah serius, dan Charlotte mau mengakui dan lebih berhati-hati di lain kesempatan.
 
 
 
Perubahan memang gak bisa dalam satu malam. WWE punya satu tahun ke depan untuk memfullcirclekan perkembangan satu dekade mereka. Karena yang kita lihat dalam TLC yang menjadi penutup tahun ini adalah sebuah kemunduran. Dengan adanya pesaing dari AEW, WWE bisa dalam masalah besar jika tidak berkembang dari acara kurang menghibur seperti sekarang ini. The Palace of Wisdom menobatkan MATCH OF THE NIGHT kepada tarung seru antara Aleister Black melawan Buddy Murphy sebagai bibit unggul yang punya potensi yang harus segera dimaksimalkan oleh WWE
 
 
Full Results:
1. SMACKDOWN TAG TEAM CHAMPIONSHIP LADDER New Day bertahan dari The Revival
2. SINGLE Aleister Black mengalahkan Buddy Murphy
3. RAW TAG TEAM CHAMPIONSHIP double countout antara Viking Raiders dan penantang kejutan The O.C.
4. TLC King Baron Corbin mengeroyok Roman Reigns
5. SINGLE Universal Champion Bray Wyatt menang atas The Miz 
6. TABLES Bobby Lashley dibantu Lana ngalahin Rusev 
7. WOMEN’S TAG TEAM CHAMPIONSHIP TLC Kabuki Warriors dengan susah payah mempertahankan sabuk dari Charlotte Flair dan Raw Women’s Champion Becky Lynch 
 
 
 
That’s all we have for now.
Remember, in life there are winners.
And there are losers.
 
 
 
 
 
We are the longest reigning BLOG KRITIK FILM TERPILIH PIALA MAYA.

Survivor Series 2019 Review


 
Ini adalah malam saat satu kemenangan atau kekalahan bisa menjadi penentu kunci brand acara WWE yang paling dominan. Dan kali ini kandidat yang berebut supremasi bukan hanya tim merah dan tim biru. Setelah dibesarkan selama nyaris satu dekade, tim kuning – anak emas Triple H – NXT akhirnya dilibatkan ke dalam pertempuran acara induk. Hasilnya memang seperti yang sudah diantisipasi banyak penggemar.

Survivor Series 2019 ini, dengan perseteruan antara Raw – Smackdown – NXT, sedikit kurang masuk akal dari segi kontinuitas cerita dan karakter, tapi sungguh-sungguh seru dan menyenangkan.

 
Jadi, apa sih sebenarnya NXT? Seberapa besar pengaruhnya terhadap keseluruhan standar acara WWE? Kita intip sedikit latar belakang NXT yang kemunculan awalnya di 2010an ini. Setelah berpindah format dari kompetisi ala reality tv, NXT dua tahun setelah debutnya menjadi semakin populer. Oleh Triple H, NXT dijadikan semacam developmental untuk talent-talent yang masih hijau dan mengasah skill gulat dan skill penampil mereka. NXT, tidak terbatas seperti Raw dan Smackdown yang harus memperhatikan, keinginan produser, permintaan sponsor, dan segala macam tetek bengek yang berhubungan dengan rating acara. Tapi tetap dikemas dengan kualitas dan standar produk yang tinggi. Oleh karenanya, menonton NXT menjadi seperti eskapis yang menyegarkan. Terutama bagi penggemar yang menginginkan konten yang lebih banyak aksi ketimbang drama. Bintang-bintang di NXT lebih bebas mengekspresikan karakter mereka, mengekslporasi jurus-jurus yang dahsyat. Dibandingkan Raw dan Smackdown yang lebih berorientasi ke family-entertainment, NXT terasa seperti remaja pemberontak di dalam keluarga WWE.
Sebagian bagian dari perubahan arahan acara induk Raw dan Smackdown menjadi lebih ‘galak’ yang mulai dilakukan sejak Oktober lalu, Survivor Series 2019 fokus untuk memperkenalkan NXT. Mengintroduksikan superstar dan gaya bermain tim kuning yang lebih agresif kepada penonton Raw dan Smackdown. Stake brand supremacy yang tadinya dari tahun ke tahun terasa semakin hampa; Raw menang dalam tiga tahun terakhir dan nyatanya kemenangan tersebut seringkali tidak berbuntut apa-apa, pada tahun ini menjadi sedikit lebih bergairah. Karena banyak penonton yang menganggap NXT begitu keren sehingga Raw dan Smackdown seharusnya dibuat lebih mirip seperti NXT. Bahkan, dari dulunya superstar dari NXT dinanti-nanti untuk naik kelas ke acara induk, menjadi dikhawatirkan untuk naik kelas karena acara induk masih belum sekeren acara NXT. Lucu, betapa secara tak-sengaja NXT sudah meng-take over acara inti.
Build up Survivor Series kali ini dimulai dari invasi para superstar NXT ke Smackdown saat sebagian besar superstar Brand Biru terlambat pulang dari show di Arab awal November. Storyline yang langsung menghantam penonton dengan gelombang keseruan karena serta merta kita mendapat banyak potensi pertandingan yang menarik. Para juara dari masing-masing brand dipertandingkan. Match-match yang normalnya hanya bisa kita dapatkan dalam video game kini bisa menjadi kenyataan.

Joker adalah Rey Mysterio yang tersakiti

 
Dan memang seperti fantasy league atau video game-lah match card acara ini. Kesinambungan dengan storyline dari superstar di dalam brand terpaksa harus kita lupakan sejenak. Pertandingan antartim atau antarbrand di Survivor Series hanya seru jika kita mampu mengsuspen ketidakpercayaan kita terhadap berbagai ketidakbersambungan. Raw dan Smackdown mungkin masih bisa berjalan seiring storyline di dalam brand mereka masing-masing; Charlotte dan Asuka masih saling membenci meski mereka satu tim dalam Survivor Series. Namun NXT adalah yang paling banyak butuh kerelaan kita untuk memaklumi hal-hal seperti Rhea Ripley yang bekerja sama dengan Bianca Belair yang satu malam yang lalu berantem habis-habisan di NXT War Games (ppv tahunan NXT). Kinda hard to believe Ripley memilih Belair dan juga Io Shirai sebagai rekan timnya padahal anggota tim War Gamesnya sendiri tidak dapat pertandingan apa-apa.
Survivor Series memang tidak dirancang untuk ditonton ‘serius’ seperti demikian. Karena yang ditawarkan memang adalah pertandingan-pertandingan, pertemuan-pertemuan impian. Kapan lagi kita melihat Sasha Banks dan Belair yang punya gaya ngeboss yang mirip bisa satu ring. Kapan lagi kita melihat Shirai bertemu kembali dengan Kairi Sane – kali ini dalam kapal yang berbeda. Atau bahkan, kapan lagi kita melihat pertandingan triple threat antara tiga orang yang semuanya mengandung unsur ‘strong’ dan ‘style’ – AJ Styles melawan Shinsuke Nakamura melawan Roderick Strong; pemenang match ini harusnya benar-benar dinobatkan sebagai King of the Strong Style. Survivor Series menyuguhkan momen-momen dahsyat yang benar-benar seperti ultimate fan-service. Dan perlu diingat sebagian besar superstar Raw dan Smackdown berasal dari NXT, sehingga beberapa dari mereka punya backstory tersendiri yang membuat duel semakin berisi. Aku ngakak, misalnya, saat melihat Shirai dan Sane bertarung heboh sebagai throwback mereka yang dulunya partner, dengan Dana Brooke hanya bengong di belakang.
Para superstar NXT sepertinya menyadari bahwa ini adalah kesempatan buat mereka. Sehingga meskipun sebagian besar mereka masih luluh lantak oleh pertandingan maut di War Games dua-puluh-empat jam yang lalu, mereka masih tampil maksimal. Adam Cole kemaren jatuh dua puluh kaki meniban meja, dan malam ini di Survivor Series sakit pada punggungnya dijadikan bukan sebagai hambatan, melainkan poin untuk bercerita dalam match dahsyatnya melawan Pete Dunne yang juga sama babak belurnya. Ini menunjukkan kepada kita bahwa kesempatan sangat berharga untuk dilewatkan. Bukan hanya NXT yang mengapitalisasi kesempatan seperti ini. Raw dan Smackdown juga dapat keuntungan. Tidak lagi kita melihat pertandingan kejuaraan yang membosankan. Both Universal dan WWE Championship berlangsung asik dan padet – told the story well, tanpa bullshit, dan deliver aksi yang enggak berlebihan. Daniel Bryan melawan the Fiend menegangkan – meski akan jauh lebih bagus jika warna lampunya biasa aja – dan Brock Lesnar melawan Rey Mysterio berisi momen yang keren yang sudah jarang dilakukan oleh WWE.
Satu lagi nilai positif dari penambahan NXT adalah skoring yang menjadi intense. Sebelum ini, hanya Raw lawan Smackdown, skor kedua brand yang seringkali dibuat susul menyusul udah nyaris seperti spoiler hasil pertandingannya. Maksudku, kita sudah bisa menebak siapa yang bakal memenangkan pertandingan berdasarkan skor saat pertandingan itu berlangsung. Dengan adanya NXT, skor tersebut jadi semakin susah untuk ditebak hasil akhirnya. Di tengah acara, skor 3 – 1 – 2 dengan NXT memimpin dan Raw paling bontot, membuat kita tetap excited karena apapun masih mungkin untuk terjadi. NXT bisa gagal memimpin dan seri dengan salah satu brand. Atau mungkin malah Smackdown yang mencuri kemenangan. Hal yang tak bisa diantisipasi semacam ini yang membuat acara semakin seru.
seharusnya ada peraturan tegas Walter hanya boleh keluar diiringi musik klasik

 
 
Menangani pertandingan dengan superstar berjumlah banyak sekaligus – dua traditional tag team kali ini berjenis triple threat yang berarti ada lima-belas superstar aktif sekaligus – tampak sekali ada kesulitan dalam booking atau penulisan. Pertandingan yang cewek menggunakan elemen cedera palsu yang mengirim bukan hanya satu, melainkan dua superstar dari tim NXT ke backstage, untuk kemudian kembali lagi di akhir, tanpa jejak sakit apa-apa dan membantu Ripley ngalahin Sasha Banks, untuk memenangkan pertandingan. Ripley seharusnya tidak perlu mendapat bantuan, karena dia sudah begitu over sejak di War Games, dan tentu saja tidak perlu membuat ada yang ‘cedera’ karena terlihat gak masuk akal. Pertandingan yang cowok bahkan lebih parah lagi bookingannya. Terkecuali Keith Lee yang mendapat sorotan luar biasa sehingga tampak begitu kuat, banyak dari superstar yang terlibat seadanya. Mereka hanya ada di sana untuk dikenai jurus finisher. Seperti Damien Priest yang literally gak ngapa-ngapain sebelum kena RKO. Kevin Owens seperti diberikan kedalaman; ia yang kemaren bergabung dengan tim War Games NXT, kini memilih untuk menyerang Smackdown alih-alih NXT. Tapi kemudian kedalaman tersebut jadi berhenti begitu saja karena Ciampa, NXT, sendiri yang mengeliminasi Owens.
 
Penulisan yang tidak berimbang, dan ketidaksinambungan storyline intra-brand yang membuat superstar menjadi kurang-berkarakter menjadi sandungan utama Survivor Series. Tapi selain itu, semua aksinya menghibur. Kalian yang belum pernah nonton NXT, bisa dipastikan akan tertarik untuk mulai mengikuti acara tersebut setiap minggu. Karena hal terbaik yang dilakukan Survivor Series 2019 adalah menge-push brand NXT. Bukan hanya Tim Kuning menang angka, mereka juga menang di match terbaik. The Palace of Wisdom menobatkan Adam Cole melawan Pete Dunne dalam pertandingan yang tampak menyakitkan namun begitu seru sebagai MATCH OF THE NIGHT.
 
 
Full Results:
1. WOMEN’S SURVIVOR SERIES TRADITIONAL TAG TEAM TRIPLE THREAT Tim NXT (Rhea Ripley, Bianca Belair, Candice LeRae, Io Shirai, Toni Storm) menang atas Tim Raw (Charlotte Flair, Natalya, Asuka, Kairi Sane, Sarah Logan) dan Tim Smackdown (Sasha Banks, Carmella, Nikki Cross, Lacey Evans, Dana Brooke)
2. TRIPLE THREAT NXT North American Champion Roderick Strong mengalahkan Intercontinental Champion Shinsuke Nakamura dan United States Champion AJ Styles
3. NXT CHAMPIONSHIP Adam Cole bertahan atas Pete Dunne
4. UNIVERSAL CHAMPIONSHIP The Fiend Bray Wyatt jadi juara bertahan ngalahin Daniel Bryan
5. MEN’S SURVIVOR SERIES TRADITIONAL TAG TEAM TRIPLE THREAT Tim Smackdown (Roman Reigns, Shorty G, King Baron Corbin, Braun Strowman, Mustafa Ali) unggul dari Tim NXT (Tomasso Ciampa, Matt Riddle, Walter, Keith Lee, Damien Priest) dan Tim Raw (Seth Rollins, Randy Orton, Ricochet, Drew McIntyre, Kevin Owens)
6. WWE CHAMPIONSHIP NO HOLDS BARRED Brock Lesnar tetap juara mengalahkan Rey Mysterio 
7. TRIPLE THREAT NXT Women’s Champion Shayna Baszler menang dari Smackdown Women’s Champion Bayley dan Raw Women’s Champion Becky Lynch 
 
 
 
That’s all we have for now.
Remember, in life there are winners.
And there are losers.
 
 
 
 
 
We are the longest reigning BLOG KRITIK FILM TERPILIH PIALA MAYA.

Hell in a Cell 2019 Review


 

Hell in a Cell 2019 adalah trick halloween paling mengerikan yang bisa diberikan WWE kepada penontonnya, yang sama sekali gak ada treat-treatnya

Dibangun sebagai main event acara yang bertema pertarungan mati-matian di dalam kandang ini adalah Seth Rollins melawan Bray Wyatt dalam perebutan sabuk kejuaraan Universal. Rollins, yang sebelum ini telah sukses menyandang predikat sebagai King Slayer, Beast Slayer, dan Monster Slayer (dia mengalahkan Triple H, Brock Lesnar, dan Braun Strowman) dihadapkan pada tantangan berikutnya; Bray Wyatt yang muncul kembali dengan persona baru; alterego iblis bertopeng yang muncul dari kegelapan mencekik mangsa-mangsanya. Bagi Rollins, pertandingan ini adalah kesempatan untuk menambahkan The Fiend ke dalam koleksi ‘Slayer’nya. Bagi Wyatt, momen ini simply, adalah reboot dari karakternya. For karakter Bray Wyatt yang sudah kehilangan banyak momentum karena WWE terlalu jinak dan tidak tahu harus membawa ke mana karakternya tersebut. Sebagai The Fiend, Wyatt mengeksplorasi horor cult lebih jauh lagi. Dia akan muncul seperti host acara anak kayak si Komo, lengkap dengan boneka-tangan yang bisa bernyanyi, dia akan berbicara hal-hal mendua dengan ancaman Fiend akan datang dan kita harus membiarkan dirinya masuk. The Fiend melawan Seth Rollins, kendati diadakan agak terlalu cepat, namun merupakan seteru yang pas bukan saja untuk momen halloween, melainkan juga untuk momen WWE yang sedang melonggarkan aturan kekerasannya karena gempuran perusahaan gulat sebelah. Singkatnya, pertandingan ini sangat dinanti oleh para fans sebab bakal menandakan sejauh mana WWE mengambil langkah perubahan.
Maka tak heran jika fans sangat kecewa melihat pertandingan mereka yang sebenarnya. Kita bisa mendengar dengan jelas teriakan penonton meminta pertandingan diulang bergaung di arena Golden 1 Center Sacramento, California pada saat akhir acara (dan later, mereka berteriak meminta uang mereka dikembalikan) Yang dilakukan oleh WWE dalam pertandingan tersebut sama sekali tidak membantu apa-apa terhadap kedua superstar tersebut. Momentum Wyatt seketika sirna karena dia tampak sebagai monster bego. Dan Seth Rollins, sudah pasti akan diboo habis-habisan, meskipun bukan salahnya – bukan karena dia tidak bisa bergulat – dia mendapat bookingan drama yang lebay seperti demikian.

Yowie Wowie!!

 
Seth Rollins dan Bray Wyatt adalah pegulat modern yang hebat. Mereka pandai membawakan karakter, punya psikologi cerita yang bener. Has a great in-ring work too. Sayangnya WWE memilih menunjukkan semua itu dengan cahaya merah temaram yang hanya berfungsi sebagai device gimmick semata. Lewat layar saja udah cukup susah untuk melihat aksi mereka, apalagi untuk penonton yang menyaksikan secara langsung. Pun begitu, dosa terbesar yang dilakukan WWE adalah membuat pertandingan Hell in a Cell yang notabene diciptakan supaya para superstar bertarung dengan ganas, di luar kebiasaan dan batas kewajaran mereka, menjadi pertandingan yang bisa dihentikan oleh wasit dengan alasan yang sama dengan sebuah diskualifikasi. Inilah yang sebenarnya diprotes oleh para penonton. Jadi bukan semata karena Wyatt yang sudah begitu over enggak jadi menang, melainkan karena pertandingan tersebut berakhir dengan kekalahan yang enggak masuk akal dan maksa banget.
Skenario yang menjadi tulang punggung pertandingan tersebut adalah tentang Wyatt yang inhuman dan Rollins musti menjadi hal yang sama enggak manusiawinya untuk bisa mengalahkan Wyatt. Dan seperti cerita horor pada umumnya, ada plot twist; after all of that degradation, Rollins tetap tidak bisa mengalahkan Wyatt. Membacanya demikian, terlihat sederhana. There’s no way you could mess up that story. Plot twist yang sebenarnya justru adalah betapa malasnya WWE dalam menulis dan berkelit dari kepentingan yang lain. Menyaksikan pertandingan penutup ini kita bisa melihat betapa kekeuhnya kepentingan menjadikan Rollins tetap juara sehingga penulis pun menjadi ala kadarnya membuat narasi pertandingan. Untuk membuat Wyatt terlihat kuat dan Rollins berjuang sekuat tenaga, WWE mempersembahkan kepada kita Rollins menggunakan finishernya kepada Wyatt. Sebanyak 11 kali. Repetitif dan membosankan. Meminimalisir aksi dalam lingkungan pertandingan yang seharusnya digunakan untuk superstar berkreasi ria. Untuk memperlihatkan intensitas Rollins ‘menjatuhkan’ dirinya ke level sadis Wyatt, WWE mempersembahkan kepada kita Rollins memukul kepala Wyatt dengan kursi, kemudian dengan tangga dan meletakkan kursi tadi bersama tangga ke kepala Wyatt, lalu memukulnya dengan toolbox berat, dan puncaknya adalah menggunakan sledgehammer yang jauh lebih ramping. Tindakan ini membuat wasit menghentikan pertandingan. Semua sekuen itu terlihat konyol terlebih jika kita mengingat Mick Foley dulu beneran jatuh dari atas kandang, dua kali, dan pertandingan tetap diteruskan.
Sepertinya WWE memang tidak belajar dari masa lalu. Pertandingan Hell in a Cell tahun 2018 juga berakhir dengan no-contest, perbedaannya hanya saat itu masih bisa dimaklumi lantaran kedua pesertanya sama-sama tepar. Tapi enggak ada yang protes bukan berarti yang kita lakukan itu disetujui dan langkah yang benar. WWE pushed their luck dengan mencoba taktik no-contest oleh wasit pada match sebelum Rollins melawan Wyatt. Kita melihat six men tag team yang juga distop oleh wasit karena tampaknya adegan pengeroyokan oleh dua orang yang lebih kecil dianggap sebagai tindakan perlawanan yang sudah melampaui batas. Aku enggak tahu apa persisnya yang terjadi di balik dapur penulisan mereka, tapi dalam acara ini penulis skrip WWE seperti lupa cara membuat pertandingan yang memuaskan.
“they came up… short!”

 
Padahal Hell in a Cell 2019 dibuka dengan pertandingan Hell in a Cell cewek yang luar biasa macho. Ganas. Becky Lynch dan Sasha Banks seperti berlomba untuk menunjukkan hal kreatif yang bisa mereka lakukan dalam menyakiti lawannya. Match yang mereka hadirkan memang terlihat spesifik sebab ada beberapa spot yang tampak mustahil dilakukan jika bukan oleh Banks ataupun Lynch. Misalnya spot Lynch menendang Banks yang didudukkan di atas kursi yang dipasang di kerangkeng, hanya ditopang ole beberapa kendo stick; you know, enggak banyak yang ‘seringan’ sehingga bisa duduk di situ tanpa membuat kendo stick fondasinya patah. Banks memang tampak memanfaatkan pengetahuannya tentang struktur kandang dan properti senjata lain, mengingat Banks pernah bertanding di dalam Hell in a Cell sebelumnya. Dia menggunakan banyak variasi serangan Meteora, dan memastikan semua meja yang ia lalui patah dengan sempurna. Banks juga menunjukkan kematangan permainan psikologi dalam match ini. Perhatikan di momen-momen dia kena Disarmher di akhir pertandingan. Kita bisa melihat perjuangannya berusaha lepas dari kuncian, kita bisa melihat wajahnya berpikir saat dia berusaha meraih kursi untuk bertahan, dan kemudian ekspresi kekalahan itu muncul dan dia tap out, dan kemudian (hendak) menangis memandang kemenangan Lynch. Buatku detil ekspresi ini benar-benar membantu penceritaan dan membuat Banks menjadi legit storyteller.
Dengan begitu dominan aksi dari Banks, aku kaget juga melihat keputusan siapa yang menang. Namun setelah beberapa pertandingan lagi, gambaran besar cerita ini mulai tampak. Karena sebenarnya WWE ingin melihat paralel antara cerita Banks dengan Bayley yang juga kalah dalam pertandingan gelarnya melawan Charlotte. Kedua pasang superstar cewek ini masih terus diberikan hubungan lantaran sepertinya cerita Four Horsewomen dari Clash of Champions 2019 masih akan terus berlanjut.
Universal championship, dua pasang pertandingan kejuaraan wanita, dan satu pertandingan tag dengan gaya tornado yang seru (karena tak perlu tag-in dan berbau hardcore); acara Hell in a Cell 2019 sebenarnya memang hanya terdiri dari empat pertandingan tersebut. Hanya empat ini yang mendapat build up serius – meski main eventnya sangat mengecewakan. Empat pertandingan sisanya (ppv normal WWE berlangsung dengan format delapan match termasuk kickoff sekarang) diumumkan begitu saja menjelang hari-h. Makanya sebagian besar terasa datar. Yang paling lumayan adalah perebutan tag team wanita antara tim Alexa Bliss dan Nikki Cross melawan tim Asuka dan Kairi Sane, dengan alasan dalam match ini kita melihat tim Asuka dan Sane bermain dengan mode heel sehingga terasa unik dan lebih berkarakter. Selain match ini, pertandingan dalam Hell in a Cell 2019 terasa seperti filler, atau paling enggak kayak match biasa di Raw atau Smackdown, dengan ending match yang kurang nendang. Seperti akhiran match Gable melawan King Corbin yang hanya berakhir dengan roll up padahal seteru mereka cukup personal bagi Gable. Yang paling random tentu saja Ali melawan Orton, yang pertandingannya berjalan hampa dan hanya menarik tatkala melibatkan RKO.
 
 
Enggak ada kejuaraan WWE, hanya ada empat match yang dibangun serius, sementara sisanya ditambahkan hampir seperti bonus konten (yang bahkan tak terasa benar-benar menguntungkan), Hell in a Cell 2019 adalah sebuah pagelaran gulat yang terasa datar. Ada beberapa momen yang menarik; Asuka menggunakan Poison Mist, Bryan dan Reigns menggila melawan Rowan dan Harper, teknik Ali menahan RKO. Tapi semua itu tampak ditahan-tahan pecahnya demi main event yang sendirinya paling tidak mendeliver di ajang pergulatan 2019. Semua keunikan di awal sirna karena penonton dikirim pulang dengan sesuatu yang seharusnya bisa dibooking dengan jauh lebih baik. Setelah match pembuka yang instant classic antara Becky Lynch melawan Sasha Banks di Hell in a Cell, acara ini seperti terjun bebas. Yea, Palace of Wisdom menobatkan Lynch dan Banks sebagai MATCH OF THE NIGHT untuk dua kali berturut-turut
 
 
Full Results:
1. RAW WOMEN’S CHAMPIONSHIP HELL IN A CELL Becky Lynch bertahan atas Sasha Banks
2. TORNADO TAG TEAM Roman Reigns dan Daniel Bryan menghajar Erick Rowan dan Luke Harper 
3. SINGLE Randy Orton menaklukkan Ali seolah bukan lawannya
4. WOMEN’S TAG TEAM CHAMPIONSHIP Kabuki Warriors Asuka dan Kairi Sane jadi juara baru ngalahin Alexa Bliss dan Nikki Cross 
5. SINGLE Chad “Shorty” Gable balik mengalahkan King Baron Corbin
6. SMACKDOWN WOMEN’S CHAMPIONSHIP Charlotte Flair jadi juara 10 kali dengan merebut gelar dari Bayley
7. UNIVERSAL CHAMPIONSHIP Juara Bertahan Seth Rollins dan The Fiend Bray Wyatt bertempur sampai wasit menghentikan pertandingan karena dianggap terlalu sadis 
 
 
 
That’s all we have for now.
Remember, in life there are winners.
And there are losers.
 
 
 
 
 
We are the longest reigning BLOG KRITIK FILM TERPILIH PIALA MAYA.

Clash of Champions 2019 Review

 

Sabuk kejuaraan adalah medali bagi para superstar WWE. Meskipun acara ini memang sudah diatur, namun memegang titel juara tetaplah sebuah hal yang prestigius karena tidak sembarang superstar pantas untuk dijadikan ‘juara’. Mereka haruslah yang paling kuat. Dalam artian bukan saja harus paling jago bergulat, melainkan juga paling konek ke penonton, yang paling menjual; terutama yang paling bisa diandalkan oleh perusahaan. Makanya sabuk kejuaraan menjadi sakral. Hanya sedikit yang pantas memegangnya. Ia menjadi simbol yang diperebutkan oleh para superstar. Sesuatu yang dikejar supaya setiap pertandingan kejuaraan punya arti. Apalah gulat profesional tanpa drama dan sabuk sebagai pialanya. Sabuk menambah intensitas dan kepentingan dari pertandingan.

Namun baru-baru ini Jim Ross, mantan komentator WWE – sekarang bekerja untuk promotor gulat sebelah – mengkritik WWE telah mendevaluasi makna sabuk kejuaraan. Dengan mengeluarkan sabuk terbaru, 24/7 Championship, pada bulan Mei 2019 yang lalu WWE dianggap Ross terlalu banyak mengedarkan sabuk juara. Sehingga lebih seperti supaya semua orang bisa dapat giliran jadi juara, mengurangi nilai kompetisi. Karena beberapa malah hanya jadi pajangan gimmick semata. Mari kita absen sabuk-sabuk yang ada di main roster WWE sekarang ini; WWE, Universal, Intercontinental, United States, Raw Tag Team, Smackdown Tag Team, Raw Women’s, Smackdown Women’s, Women’s Tag Team, dan 24/7. Oh ya, juga ada Cruiserweight yang kadang ditandingkan di pay-per-view. Totalnya ada sebelas. Dan itu memang jumlah yang tidak sedikit. Jim Ross punya poin yang cukup valid mengingat dia sudah malang melintang di dunia gulat profesional dan mengetahui langsung dulu sabuk paling banyak hanya sekitar tiga atau empat.

Jumlah sabuk sebenarnya bukan masalah utama. Karena poinnya adalah pada ratio – tergantung pada banyaknya jumlah superstar yang in-contention untuk setiap kejuaraan. Masing-masing divisi perlu sabuk untuk membuat kompetisi mereka lebih urgen. Jadi masalahnya sebenarnya adalah pada pembagian kontendernya. Pada sejauh mana WWE membuat sabuk-sabuk tersebut memiliki cakupan yang terarah dan membantu semua superstar mereka, bukan hanya sebagian. NXT misalnya, mereka punya sabuk sendiri untuk mengakomodasi para superstar mereka. WWE tahun 2000an juga begitu, masing-masing brand punya sabuk yang paralel sehingga setiap brand punya arahan yang sama terhadap pembagian superstar. WWE masa sekarang, juga membagi superstar yang jumlahnya banyak ke dalam dua brand. Namun penerapannya enggak jelas berkat Wild Card rule yang memperbolehkan superstar Raw ‘berkunjung’ ke Smackdown, menantang juara di sana, dan sebaliknya. Sabuk-sabuk khusus brand akibatnya jadi kehilangan makna; apa bedanya tag team raw dengan tag team smackdown. Kontendernya tim yang itu-itu melulu.

WWE dalam acara Clash of Champions 2019 berusaha untuk membuktikan kritikan Jim Ross dan yang sepakat dengannya sebagai suatu dugaan yang enggak sepenuhnya benar. Mereka berusaha untuk memanfaatkan Wild Card, menginkorporasikannya ke dalam narasi yang lebih seru tentang perebutan gelar. Dan menegaskan bahwa bukan semata sabuk yang membentuk seorang superstar, superstar. Melainkan superstarnya juga turut andil memberikan prestise kepada sabuk.

 

Sami Zayn harusnya nulis review betapa toxicnya sabuk bagi para superstar

 

 

That stupid Wild Card rule memang akhirnya membawa sisi positif. Saat menyaksikan video promo sebelum pertandingan Bayley melawan Charlotte, aku sadar bahwa storyline mereka tidak akan bisa jadi seimpactful yang kita dapatkan ini jika tidak ada Wild Card-Wild Cardan. Karena cerita Bayley dan Charlotte adalah bagian dari cerita Sasha Banks dan Becky Lynch, yang membentuk cerita besar tentang perseteruan dalam kelompok Four Horsewomen. Bayley dan Charlotte ada di Smackdown, sedangkan Sasha dan Lynch ada di Raw. Tanpa Wild Card, masing-masing mereka tidak akan ketemu dan build-up match tidak akan seheboh ini. Karena kunci dari storyline mereka adalah soal Bayley yang merasa diovershadow oleh tiga teman-dari-NXT, dan adegan paling pentingnya adalah ketika Bayley datang menginterupsi Sasha yang menyerang Lynch, dan ternyata juga ikutan ‘jahat’ menyerang Lynch. Wild Card rule memungkinkan Bayley dari Smackdown datang ke Raw. Dari momen inilah, storyline mereka berjalan dengan pengembangkan karakter Bayley sebagai fokus utama.

Bayley punya karakter yang paling menarik sekarang.  Dia adalah personifikasi dari ambiguitas heel dan babyface yang selama ini tampak diincar oleh penulis WWE. Bayley yang warna-warni berubah menjadi representasi abu-abunya dunia. Dalam matchnya melawan Charlotte di acara ini kita melihat Bayley semacam delusional. Dia masih menganggap dirinya pahlawan karena dia loyal dan berani berjuang untuk membuktikan diri. Dia tidak bisa melihat dirinya sudah berbuat curang demi hal itu. Bayley masih menyangka dirinya pahlawan di mata anak-anak, tapi perbuatannya tak bisa ditiru. Kita dibuat masih pengen ngecheer Bayley – terutama karena dia melawan Charlotte. See, semua anggota Four Horsewomen sebenarnya memainkan karakter yang sangat konflik dengan reaksi kita merespon mereka. Charlotte adalah yang paling berprestasi, dan secara teknik juga paling jago. Tapi kita seperti diset untuk membenci dia karena segala privilege yang ia dapatkan sebagai anak dari seorang legenda. Becky Lynch adalah opposite dari Bayley; Lynch adalah antihero yang meskipun kasar dan keras, dia punya tujuan yang baik, yang bisa kita dukung. Terakhir adalah Sasha Banks yang sikapnya total nyebelin. Dalam match melawan Lynch di acara ini, jurus curang Eddie Guerrero yang menghasilkan perasaan yang sangat berbeda ketika kita melihatnya digunakan oleh Sasha.

Semua itu mengumpul kepada karakter Bayley. Juara yang seperti tak dianggap. Penantangnya lebih kuat darinya. Sesama juara lebih populer dari dirinya. Yang baru balik saja instantly jadi pusat perhatian karena nunjukin warna aslinya. Dan mereka semua itu adalah sahabat lama Bayley. Jadi dia merasa butuh untuk membuktikan diri, Bayley harus percaya dulu bahwa dia pahlawan – di atas mereka semua, role model kepada kita semua, dan ini membuat Bayley gak segan untuk melakukan semua cara. Loyalnya kepada Sasha bahkan tidak tampak lulus lagi. Karakter Bayley jadi sangat kompleks. Dia mengajarkan untuk membuktikan sendiri sementara, kita gravitate towards her karena perasaan enggak mau jadi yang paling lemah di antara teman-teman adalah perasaan yang relatable, tapi kita tahu dia seharusnya di-boo. Ending match di mana Bayley curang dan kabur dari ring benar-benar menambah banyak untuk build up psikologi tokoh ini. Dan aku sangat tertarik untuk melihat kelanjutan cerita Bayley dan Four Horsewomen ini.

Pertandingan yang melibatkan Four Horsewomen dalam Night of Champions semuanya belum ada yang konklusif. Untuk Sasha melawan Lynch, pertandingannya sangat awesome. kedua cewek ini tampak benar-benar saling pengen menyakiti. Beda sama Randy Orton lawan Kofi Kingston yang gak bergairah, lamban, sehingga terasa sangat panjang membosankan. Lynch lawan Sasha memainkan skenario yang kreatif untuk membuild up api pertempuran di antara mereka. Wasit dibuat jadi korban, sehingga Lynch dan Sasha lantas ‘jalan-jalan’ sampai ke backstage. Saling menyakiti. Membuat mereka tampak tak terkontrol sehingga pertandingan yang udah kayak perang itu berakhir diskualifikasi. Ini bukan akhir gantung yang annoying. Ini adalah akhir sempurna yang mengarahkan kita ke pemahaman keduanya harus dikurung (ehm.. ehemm.. pay-per-view berikutnya adalah Hell in a Cell). Malah ini mengingatkanku pada pertandingan fenomenal antara Stone Cold dengan Kurt Angle pada SummerSlam 2001 yang juga brutal dan berakhir dengan DQ.

mereka kena potong gaji gak ya udah jadiin kamera mahal sebagai senjata?

 

Selain Four Horsewomen, WWE secara lowkey menghighlight mantan anggota Wyat Family. Kita melihat akhir cerita “Siapa Penyerang Roman Reigns” yang ternyata berujung kepada kembalinya Luke Harper membantu Rowan. Oh ya, juga kembalinya nama depan Eric kepada Rowan. Mungkin mereka merasa aneh jika nyebut Roman versus Rowan thok sehingga nama Rowan dikembalikan lengkap menjadi Eric Rowan hihihi.. Di partai lain kita juga melihat Braun Strowman berkompetisi sebagai tag team sekaligus sebagai penantang dari rekan tag temannya (he broke record ‘first time in history’ by the way!) Strowman, bersama Seth Rollins, menjadi pembuka dan penutup acara. Dan Strowman practically mengovershadow Rollins yang tampil bland sebagai juara tertinggi. Penonton bersorak ketika Strowman terbang dari top-rope, dan nge-boo ketika Rollins menyerang Strowman dengan Curb Stomp untuk yang ketiga kalinya. Rollins adalah superstar yang hebat, jurusnya keren-keren, tapi dia seperti hampa sebagai juara karena pertandingannya sejauh ini menggunakan metoda yang sama, dengan lawan yang juga selalu lebih besar darinya. Dia perlu mendapat perlakukan yang berbeda. Seperti The Revival yang mengklasikkan kembali pertandingan tag team, saat mereka melawan New Day di paruh awal acara. Akhir match mereka adalah salah satu yang wajib dilihat dalam acara ini. Atau seperti Alexa Bliss yang kembali ke attire Harley Quinn dan mengreinvent cara bertarungnya menjadi lebih bersahabat. Di samping pertandingan tag team pembuka, dua tag team match ini memang asik untuk dilihat karena bercerita dengan baik, sesuai dengan konteks storyline masing-masing.

Seth Rollins seperti tidak dapat bernapas lega karena di penghujung acara pentolan Wyatt Family numero uno; Bray Wyatt himself muncul ‘mengucapkan salam’ kepadanya. Ini satu lagi yang momen yang wajib kalian saksikan sendiri karena feeling yang disampaikan sangat kuat.

 

 

Clash of Champions penuh oleh momen-momen keren. Bahkan pertandingannya pun lebih seperti bagian dari momen ketimbang suatu konklusi. Menjadikan acara ini tidak sekuat acara sebelumnya. Untungnya dikemas dengan cukup baik. Pertandingan-pertandingannya punya hubungan antara satu sama lain, sebagai usaha WWE untuk menunjukkan roster mereka punya kedalaman dan immersive, kaitannya dengan pembelaan terhadap tuduhan mereka punya terlalu banyak sabuk kejuaraan. Dua match yang boring buatku, yakni Roman/Rowan dan Orton/Kingston yang terasa terlalu panjang dan tidak sebesar yang diharapkan oleh WWE (mengingat posisi mereka yang so late in the card). Untuk MATCH OF THE NIGHT, Palace of Wisdom menobatkannya kepada Becky Lynch melawan Sasha Banks.

 

 

Full Results:
1. RAW TAG TEAM CHAMPIONSHIP Dolph Ziggler dan Robert Roode juara baru ngalahin Braun Strowman dan Seth Rollins
2. SMACKDOWN WOMEN’S CHAMPIONSHIP Bayley bertahan dari Charlotte 
3. SMACKDOWN TAG TEAM CHAMPIONSHIP The Revival going old school defeating The New Day
4. WOMEN’S TAG TEAM CHAMPIONSHIP Alexa Bliss dan Nikki Cross tetap juara mengalahkan Fire and Desire
5. INTERCONTINENTAL CHAMPIONSHIP Shinsuke Nakamura dibantu Samy Zayn bertahan atas The Miz
6. RAW WOMEN’S CHAMPIONSHIP Juara bertahan Becky Lynch mengdiskualifikasi dirinya melawan Sasha Banks
7. WWE CHAMPIONSHIP Kofi Kingston masih juara mengalahkan Randy Orton
8. NO DISQUALIFICATION Eric Rowan menghajar Roman Reigns
9. UNIVERSAL CHAMPIONSHIP Seth Rollins mempertahankan sabuk dari Braun Strowman

 

 

 

That’s all we have for now.

Remember, in life there are winners.
And there are losers.

 

 

 

 

 
We are the longest reigning BLOG KRITIK FILM TERPILIH PIALA MAYA.