“False accusations always lead to broken relationships and lost faith in humanity”
Ratu Ilmu Hitam seperti menyambung tema horor kontemporer yang diangkat Joko Anwar, yakni horor rakyat tertindas. Horor politik. Yakni seputar cerita yang selalu tentang sekelompok orang yang salah bergerak karena ‘tertipu’ oleh pihak yang dianggap pemimpin mereka. Kita melihat elemen ini pada Perempuan Tanah Jahanam (2019). Dan bahkan pada Gundala (2019). Persoalan ini bisa menjadi pembahasan yang menarik, apakah ini adalah kritikan keras Joko Anwar terhadap negara, atau bagaimana. Yang jelas, horor atau thriller dari Joko Anwar masih tetap layak dinanti. Walaupun kualitas penulisannya masih perlu banyak perbaikan.
Ario Bayu dan Hannah Al-Rashid mengajak tiga anak mereka – Zara JKT48, Ari Irham, dan Muzakki Ramdhan, berkunjung ke panti asuhan tempat Ario Bayu dulu dibesarkan. Dalam rangka membesuk kepala panti yang sakit; bapak yang sudah menjadi figur ayah yang berjasa membesarkan Ario Bayu sehingga ‘hidup’ seperti sekarang ini. Di sana mereka akan bertemu dengan beberapa orang. Di antaranya Tanta Ginting dan Miller Khan (dengan pasangan mereka masing-masing, Imelda Therinne dan Salvita Decorte, respectively) yang dulu sama-sama dibesarkan di panti, juga Ade Firman Hakim dan Sheila Dara Aisha serta sepasang anak panti yang gak ikutan pergi berdarmawisata bersama anak-anak yang lain. Dalam perjalanan ke sana, mobil Ario Bayu menabrak sesuatu, dan karenanya pria ini pergi kembali ke lokasi saat malam tiba untuk memeriksa lebih lanjut apa yang tadi ia tabrak. Saat itulah dia menemukan sesuatu di balik ilalang yang menjadi awal bagi teror semalam suntuk yang bakal mereka rasakan di panti. Yang berkaitan dengan peristiwa bunuh diri dan kemungkinan pembunuhan pada masa lalu panti tersebut.
Dengan jejeran pemain yang bukan main-main, film ini bisa saja mengambil keuntungan dari mereka dengan menjadi cerita whodunit. Tapi ternyata, film memanfaatkan mereka lebih seperti tokoh-tokoh pada It. Masing-masing mereka akan merasai siksaan yang bersumber dari rasa takut mereka terhadap beragam hal khusus. Bahkan menjelang akhir kita akan menjumpai mereka berada di balik pintu di dalam ruang neraka-pribadi masing-masing. Pada level horornya inilah Ratu Ilmu Hitam bekerja dengan maksimal. Baik pada elemen hantu, maupun pada elemen body-horror, kengerian dalam film ini didesain dengan seksama dan tidak menyia-nyiakan antisipasi yang telah kita bangun lewat penggunaan elemen kaget-kagetan.
Tak akan kita jumpai jumpscare pada film ini. Ya, memang sering juga kamera menampilkan pemandangan mengerikan lumayan mendadak, tetapi tidak pernah diikuti dengan suara menggelegar pencabut jantung. Film dengan berani menampilkan kengerian begitu saja, memberi kita waktu untuk memandang lekat-lekat dan kemudian bergidik sendiri tanpa dikomandoi oleh musik. Aku senang dua-puluh menit masuk ke cerita, tapi belum menemukan adegan ngagetin. Adegan nonton video yang ternyata adalah siaran live juga berhasil lolos dari jebakan jumpscare, benar-benar bernyali pembuat film ini. Untuk elemen body-horror, Ratu Ilmu Hitam memanfaatkan efek praktikal yang digabung dengan efek komputer untuk menghasilkan adegan-adegan yang terlihat brutal dan mengerikan. Favoritku adalah bola mata yang meloncat keluar dari soketnya karena terdesak oleh sejumlah lipan; jijik, geli, NGERI! Resiko kreatif keren yang dilakukan oleh film ini adalah menampilkan imaji-imaji yang berpotensi mentrigger fobia sebagai ujung tombak horornya. Shot-shot seperti punggung seorang tokoh yang mendadak bolong-bolong kayak bika ambon membuat adegan horor di film ini menjadi lebih relatable karena berhubungan langsung dengan ketakutan-pribadi penonton. Namun sekaligus juga bisa menjadi turn-off karena too much buat pengidap fobia.
Sutradara Kimo Stamboel paham mengeksplorasi ‘keindahan’ body-horror. Bayangkan ketika kalian merasa ada sesuatu yang salah, tapi bukan di luar melainkan di dalam diri kalian sendiri. Sesuatu yang seharusnya tidak ada di dalam sana. Kalian ingin mengeluarkannya, tapi tidak bisa. Kalian ingin memperbaikinya, tapi tidak sanggup karena menyakitkan rasanya. Ketika tubuh kalian berbuat sesuatu yang tidak bisa dikendalikan. Kemudian mengubahmu menjadi sesuatu yang tidak lagi kalian kenal. Ratu Ilmu Hitam boleh jadi bersumber dari hal supernatural, tapi kengerian yang ditampilkan adalah kengerian semacam demikian. Ketakutan ketika tubuh kita bukan lagi siapa diri kita. Ada dua karakter dalam film ini yang merefleksikan body-horor, yakni tokoh yang gak mau gendut sehingga ogah makan, bahkan buah sekalipun, dan tokoh yang datang dengan masker dan sarung tangan karena dia enggak tahan kotor. Stamboel yang biasa bergulat di ranah gore dan violence mengerti bahwa gampang membuat penonton merasa jijik atau terdisturb. Tantangannya justru adalah membuat kekerasan dan adegan grotesque tersebut bermakna.
Implikasi menyeramkan dari cerita film ini adalah seseorang rela berubah menjadi hal yang selama ini dituduhkan kepadanya, demi mendapatkan keadilan. Tuduhan, baik secara langsung maupun tidak, memiliki dampak mengerikan karena yang dikobarkan adalah semangat kebencian
Sayangnya, naskah berada satu langkah di belakang pemahaman ini. Bercontoh pada skrip The Fly (1986) sebagai salah satu body-horror terbaik, cerita genre ini mestinya berfokus kepada membumikan karakter, kemudian merajut hubungan yang berkaitan dengan efek body-horor itu kepada karakter, dan baru terakhir menghilangkan kemanusiaan sepenuhnya. Ratu Ilmu Hitam tidak punya tokoh yang dibangun kuat sehingga bisa kita pedulikan. Karakterisasi dalam film ini hanya sebatas Zara sebagai remaja yang flirtatious, adeknya anak yang banyak nanya, ada si Tato berbadan gede yang ternyata penakut, dan Ari Irham bahkan gak ngapa-ngapain. Hannah yang kemudian mendadak tampil seolah tokoh utama saja (naskah film ini tak punya pendirian tokoh utamanya Ario Bayu atau Hannah) tidak punya karakter yang berarti, hanya ibu yang simpatik. Tokoh-tokoh pendukung, seperti tokohnya Sheila Dara dan dua yang sudah dicontohkan di atas, jauh lebih menarik karena masalah mereka cukup bisa kita relasikan kepada diri kita di dunia nyata. Bahkan si ratu ilmu hitam itu sebaiknya ditonjolkan sedari awal karena dialah yang punya motivasi dan perjalanan yang menarik.
Seharusnya film jor-joran ‘menyiksa’ pemain dengan menggunakan hewan asli untuk beberapa adegan, tapi ketidakkonsistenan efek masih bisa dimaafkan mengingat konteks cerita mereka berasal dari ilmu sihir. Dengan efek yang mengagumkan (kecuali efek api), sebenarnya horor dan elemen dramatis film terletak pada interaksi karakter, terutama ketika ada tokoh yang pasangannya ‘berubah bentuk’. Makanya momen ketika Miller Khan berteriak bingung atau ketika Hannah berteriak-teriak menyaksikan apa yang terjadi kepada anaknya di menjelang akhir terasa sangat mengerikan. Kesubtilan dari horor ingin menolong tapi tidak berdaya. Seharusnya film mengeksplorasi ini lebih banyak. Namun naskah sepertinya lebih tertarik untuk membahas horor dari luar.
Jika tidak sedang sibuk menjelaskan, dan mengobrol ringan, dialog film ini akan serta merta berkomentar soal apa saja yang bahkan tidak ditanamkan benar-benar untuk mendukung konteks cerita. Seperti persoalan kaya-miskin yang muncul dituduhkan begitu saja. Salah satu yang konsisten tampil dalam cerita adalah persoalan meninggalkan satu pihak, atau menjadi pihak yang ditinggalkan. Ada pembahasan yang cukup emosional datang dari tokoh Ario Bayu dan teman-teman yang mendapat orangtua adopsi yang dibandingkan dengan tokoh lain yang terus berada di panti karena dia tidak bisa pergi. Tapi kemudian di sini jualah logika naskah yang terlalu sibuk memikirkan kejadian heboh menunjukkan kekonyolan. Like, kenapa Ario Bayu berat untuk meninggalkan yang sekelompok anak yang sudah mati di jalan, tapi enggak mikir dua kali ketika meninggalkan tiga anaknya sendirian di dalam rumah tempat kuburan ratu ilmu hitam. Kelompok mereka juga tidak diberikan alasan yang kuat untuk enggak bisa meninggalkan rumah tersebut bareng-bareng, atau tetap bareng-bareng for that matter. Berpencar dan terpisah para tokoh mereka tak pernah tampak natural, melainkan hanya device dalam naskah, sebagai tanda belum ditulis maksimal.
Film yang menyadap brand salah satu horor cult klasik tanah air ini, sama seperti cerita-cerita horor mainstream Joko Anwar yang biasa; a no-plot with bunch of flashbacks and full of false explanations, tied in with sporadic smart sounded small-talks. Beneran deh, perubahan karakter di sini tidak terasa didapatkan, melainkan hanya karena mereka tahu suatu kenyataan. Tidak ada pembelajaran dan pengembangan. Tokoh jahat yang punya rencana needlessly ribet, cerita tampak terlalu berusaha tampil pintar. Tapi dengan arahan Kimo Stamboel, cerita ini toh sukses juga terwujud menjadi body-horror modern yang cukup seru untuk diikuti. Seperti ilmu dan hitam, kombinasi Anwar dan Stamboel menghasilkan sesuatu yang mengerikan, dan memang itu bukan selalu hal yang bagus.
The Palace of Wisdom gives 4.5 out of 10 gold stars for RATU ILMU HITAM
That’s all we have for now.
Tokoh jahat dalam film ini adalah orang baik yang dituduh melakukan sihir hitam. Menurut kalian, mana perlakuan yang lebih parah: dituduh yang tidak benar atau salah dimengerti?
Share with us in the comments
Remember, in life there are winners.
And there are losers.
We?
We are the longest reigning BLOG KRITIK FILM TERPILIH PIALA MAYA.