DEADPOOL Review – [2016 RePOST]

 

“If you can’t love crudeness, how can you truly love mankind?”

 

 

 

 

Bagi kalian yang tumbuh dengan membaca komik, just like myself, salah satu hal yang paling menggelinjang di dunia pastinya adalah menyaksikan tokoh pahlawan kesukaan masa kecil kita beraksi melawan tokoh-tokoh jahat yang juga kita favoritkan sewaktu masih kanak-kanak. Rasanya exciting banget, terlebih karena film superhero komik identik dengan aksi seru, cool stuff, dan siapa sih yang enggak jejingkrakan melihat kekuatan baik dan jahat itu saling beradu? Tapi bahkan buat penggemar berat superhero komik, film-film adaptasi media hiburan geek tersebut sudah menjadi sedikit terlalu banyak. Hampir tiap bulan nongol pahlawan super baru yang bisa ditonton. Beberapa dari mereka memang bagus, dan kemudian kita ditonjok oleh Fantastic Four. Dan meski tampil variatif – belakangan lagi ngehits film komik dibuat dengan origin yang beraura dark-dark gitu (pelototin Fantastic Four lagi!) – setiap cerita superhero basically selalu sama. Kita jadi sudah terbiasa dengan mereka sampai-sampai kita sudah tahu apa yang harus diharapkan dari genre film ini. Di antara penggemar komik atau bukan, sekarang sungguh gampang untuk menyukai setiap film superhero komik karena aksi-aksi keren nya.

Namun bukan sepak terjang, aksi dahsyat, ataupun efek sempurna yang membuat aku terpana menonton Deadpool. Tentu, film ini punya adegan-adegan seru yang super-fun. Deadpool kan dikenal dengan julukan Spider-man Ninja, jadi kita bisa ngarepin bakal terpuaskan oleh aksi-aksi cepet yang keren abis. Bukan itu yang paling menarik dari film ini. PENULISANNYA LAH YANG MEMBUAT FILM DEADPOOL BERADA SETINGKAT DI ATAS REKAN-REKAN FILM KOMIK YANG LAIN. Deadpool setia pada komiknya, itu nilai plus yang pertama kali kita kasih buat film ini. Berpedoman dari situlah, penulis dan sutradaranya mengembangkan naskah yang menuntun film menjadi salah satu film superhero dari komik paling keren dan kocak yang pernah dilihat oleh dua mataku.

 

Film Deadpool adalah si Deadpool itu sendiri.

Dia kurang ajar, kasar, suka ngatain orang, selera humornya seringkali keterlaluan, seksual innuendo nya kentara sekali, enggak baik buat anak-anak deh pokoknya. Deadpool bisa dibilang anti-hero dalam dunia Marvel, kita tahu dia aneh, mentalnya seperti agak terganggu, protagonis yang ngelakuin hal-hal tercela, tapi kita cinta. Thus, membuat filmnya menjadi kurang ajar juga. Berbeda dengan film dari komik lainnya yang penuh rasa kebajikan. Mungkin banyak yang belum kenal betul siapa si Deadpool, aku sendiri belum pernah megang komik aslinya. Tapi tentunya kita sudah tahu cukup banyak tentang tokoh yang satu ini. Karena Deadpool termasuk yang terpopuler di budaya-pop masa kini.

Dalam film ini kita akan melihat proses perubahan Wade Wilson menjadi sosok Deadpool, yang dijelaskan dengan – yup, you guessed it! – flashback. Kita akan dibuat mengerti terhadap apa yang ia alami. Kenapa Wade begitu menolak disebut sebagai pahlawan. Dua anggota X-Men aja sampai berkali-kali ngajakin Wade bergabung. Wade tahu dia spesial namun he spits on idea of being a superhero.

liar, nakal, brutal, membuat semua orang menjadi gempar, and not to be confused with Sun Go Kong si Kera Sakti

Liar, nakal, brutal, membuat semua orang menjadi gempar, and not to be confused with Sun Go Kong si Kera Sakti

 

At the heart, dan percayalah sekasar dan sekurangajarnya Deadpool, film ini masih punya hati kok, MEMBAHAS TENTANG BALAS DENDAM, JUGA CINTA. Wade Wilson berbuat kasar karena dia gamau orang lain suka padanya karena dia tahu persis rasanya kehilangan yang dicinta. Makanya dia nyaman temenan sama orang cuek atau orang buta. Motivasi Wade adalah dendam kepada Ajax, keseluruhan film adalah tentang Deadpool yang mencari keberadaan si objek dendam kesumatnya tersebut. Si tokoh jahat sendiri memerankan perannya sebagai baik, yaah seharusnya Ed Skrein bisa lebih sedikit meyakinkan sebagai penjahat utama, but he did just enough. Negasonic Teenage Warhead dan Colossus turut memberikan nuansa familiar dan memperheboh aksi. Kisah pun dibumbui oleh pertemuan Wilson dengan Vanessa (cakep banget, doncha wish your girlfriend was cool like Morena Baccarin?) yang akan mengubah hidup Wade. Ooo tapi jangan kira mentang-mentang keluar bulan Februari, romansa dalam Deadpool hanya sebatas plot device semacam ‘damsel-in-distress’. Vanessa memang ada sebagai ‘kelemahan’ dari si Deadpool. Serunya, kisah cinta Wade dan Vanessa juga diberlakukan sama dengan semua hal di dalam film ini, tak luput dari kekasaran dan sarkasme. Deadpool buruk rupa memperlihatkan dunia kita yang juga buruk rupa, dan yang kita bisa adalah melakukan yang terbaik dari apa yang kita punya. Jauh di dalam Wade Wilson meyakini semua itu.

Kurang ajar adalah seni dalam film ini.

 

 

Quick question: jika jadi pahlawan super, satu kekuatan yang ingin kalian miliki adalah: Menyembuhkan diri dengan cepat; Master beladiri; Immortality; atau Skill assassin yang tak-tertandingi ?

Deadpool enggak perlu repot-repot memilih. Dia menguasai semuanya. Malahan ada satu lagi ability nya yang tidak dimiliki oleh superhero lain. Di dalam cerita komik, salah satu kekuatan spesial Deadpool adalah keSELF-AWARENESSan nya yang unik; ia sadar kalo dia berada dalam dunia komik. Dalam film, kemampuan tersebut juga dipertahankan. Dan inilah yang membuatnya paling menarik. Deadpool tahu dia berada di mana. Dunianya adalah dunia film yang sedang kita tonton. Dia sungguh-sungguh sadar akan kondisi itu, dia mengerti persis seperti gimana kondisi dunia film komiknya di mata dunia kita. Dan dia enggak sungkan-sungkan untuk nunjukin hal tersebut. Secara konstan Deadpool akan break the fourth wall. Aku enggak tahu istilah indonesianya apa, tapi breaking fourth wall itu sejenis melanggar aturan film dengan si tokoh ngomong langsung kepada penonton, menghadap lurus ke kamera. Deadpool sekonyong-konyong menyeletuk kepada kita, menyuarakan dengan tepat apa yang kita pikirkan selama ini tapi enggak pernah kita ungkapkan. Adegan sehabis kredit penutup nya adalah adegan ekstra yang paling kocak dan straight-to-the-point. Buat yang udah keburu kebelet, tahan bentar lagiiiiii aja, it’ll worth it.

‘Kesadaran’ yang sama juga diperlihatkan filmnya terhadap peran sang aktor, Ryan Reynolds. Kita sama-sama pernah menyaksikan Deadpool sebagai penjahat dalam film X-Men Origins: Wolverine (2009). Dalam film terbarunya ini, Ryan Reynolds juga kembali memerankan Wade Wilson, sosok di balik topeng Deadpool. Film ini menyinggung gimana jelek dan enggak pentingnya Reynolds di Wolverine, ataupun di film-film gagalnya yang lain. Kali ini, Reynolds, dan juga penulisan tokohnya, sangat menghormati karakter yang sedang mereka persembahkan. Kemampuan Reynolds memainkan karakter ‘gila’ semakin terasah setelah tahun lalu pun dia memukau sebagai pembunuh schizophrenia dalam film The Voices (2015). Lucunya kebangetan sebagai Deadpool yang banyak omong!

Namun film Deadpool tidak pernah menyuguhkan diri sebagai eksposisi. Malahan film ini tidak akan membosankan karena memang tidak ada momen-momen yang bikin kita menguap. Sedari pembukaan kita sudah dikasih liat kebolehan Deadpool. Fast-paced actions yang ditangkap dengan sangat jelas oleh camera work yang sama dinamisnya. Kameranya tidak diarahkan untuk goyang-goyang gak jelas. Cut antaradegan nya tidak terlalu over. Pengarahan yang luar biasa dari sutradara. Pun film ini mampu memanfaatkan CGI, yang terlihat minimal dari segi budget, semaksimal mungkin. Lihat saja karakter Colossus, tampak meyakinkan sebagai makhluk hidup yang beneran ada. Pemakaian CGI yang banyak memang tidak terelakkan untuk film semacam ini, untungnya Deadpool sukses memanfaatkannya sebagai alat penunjang yang fresh.

*slow-clap*

*slow-clap*

 

Kekurangajaran film ini mungkin terasa cukup mengganggu, terlebih jika tidak terbiasa dengan humor-humor jorok. Ada nudity juga, meski di bioskop sini kena potong. Film Deadpool mendorong batasan Rating R sampe poll-pollan. Di Indonesia filmnya jadi Dewasa 17+. While it is good and I give nod to sistem rating di Indonesia yang lebih menenangkan, in a way lebih menghormati penonton, tapi dalam kenyataannya justru terasa paling munafik. Rating bertujuan untuk membatasi jumlah penonton sesuai umurnya, and yet prakteknya mereka menambah studio tayang dan membiarkan anak-anak berseragam sekolah menonton film kategori dewasa. Soal sensor adegan film ini,  sebenarnya tidak banyak berdampak, kita selalu bisa mengandalkan imajinasi. Yang lebih mengganggu buatku adalah subtitle Indonesia yang seringkali tidak bisa menerjemahkan lelucon dengan tepat. Akan lebih baik jika mereka menyediakan teks dalam dua bahasa.

Apakah film ini ditujukan buat remaja? Iya. Apakah film-film remaja leluconnya harus vulgar selalu? Tidak. Akan tetapi Deadpool adalah film komik superhero, yang tiap-tiap mereka punya karakter tersendiri. Enggak lucu kalo film ini sesuram Dark Knight. Enggak kocak kalo film ini sepatriotis The Winter Soldier. Sudah dari sono nya sifat si Deadpool begitu dan film ini dengan tepat menggambarkan buku komik itu ke layar. This movie is everything what it should have been. Film ini menolak untuk berlambat-lambat dengan drama, film ini relentless dalam bersuara, film ini enggak pake sensor apapun. Film Deadpool lebih mirip dengan Kick-Ass (2010), malah; luarnya sadis, tapi sebenarnya lebih grounded ke reality.

Dunia yang kita tinggali adalah semesta yang kejam. Dan Wade Wilson sadar akan hal itu. Jalur kebenaran bagi Wilson tidak mesti berbalut santun. Dia memang bukan yang paling baik. Wilson cuma seseorang yang cakap dalam pekerjaannya – yang kebetulan adalah membunuh orang. Film ini mengangkat hal tersebut dengan sudut pandang yang lebih nyeleneh lagi. 

 

 




Dipresentasikan dalam bentuk aksi cepat, extremely funny, pemilihan musik yang asik dan menggebu. Lagu Mr.Sandman sukses bikin aku ngakak, I was so not expecting that! Yea, film ini mungkin bukan pencapaian yang benar-benar baru, mungkin gak bakalan menang award. mungkin bukan masterpiece, tapi filmmakers berhasil membuat suatu tontonan yang luar biasa menghibur. Such a killer filmThe Palace of Wisdom gives 8.5 out of 10 gold stars for DEADPOOL.

 

 




That’s all we have for now.

Remember, in ife there are winners
and there are losers.

 

 

 

We be the judge.



MOANA Review – [2016 RePOST]

 

“There’s (should be) more than meets the eyes.”

 

moana-poster

 

Kluk, kluk.

Hei hei, kenalin, namaku Heihei. Kalian tentu sudah menyaksikan petualanganku mengembara samudera dengan Putri Moana, bukan? Wah kalo belum, sayang sekali, kalian tidak melihat betapa keren dan cerdasnya aku di situ.

Wow, aku bisa mendengar sorakan kalian dari sini. Terima kasih, terima kasih. Tadinya kupikir cuma Moana yang bisa melihat kelebihanku. Aku tahu dia suka padaku. Sewaktu remaja dia pernah melarang seseorang untuk menjadikanku ayam goreng. Moana juga sering curhat – bicara padaku. Dan sebagaimana layaknya pendengar yang baik, aku akan mendengar keluh kesahnya tanpa berkedip sampai Moana selesai bicara. Yang biasanya ia lakukan abruptly, yang mana kutahu dia merasa amat terbantu oleh kehadiranku. Dan aku tahu kalian juga suka padaku. Setiap kali aku beraksi di layar, kalian pasti berseri dan tertawa-tawa.

Padahal sebenarnya aku seekor ayam biasa di desa. Well, oke, aku sedikit lebih tampan sih dibandingkan ayam-ayam lain. Mataku indah, sebesar bola pim… tenis! Kerjaanku sehari-hari di pulau ya cari makan, sama kayak penduduk desa yang lain. Aku suka matukin batu, selera makanku cukup gede. Kalian tentu sudah melihat betapa festivenya penduduk desa kami. Kehidupan suku kami memang menyenangkan seperti itu; bikin kerajinan tangan, memanen hasil-hasil alam sambil bernyanyi. Pemandangannya indah. Semuanya pada betah, tidak seorangpun mau repot penasaran terhadap apa yang ada di seberang lautan selepas batu karang sana. Yang kami tahu hanya ada ombak besar. Berbahaya. Lagipula ada legenda yang mengatakan penduduk harus tinggal di pulau.

Ladies and Gentlemen, sambutlaaaahhh: The Rock!!!

Ladies and Gentlemen, sambutlaaaahhh: The Rock!!!

 

Tidak seorangpun yang bermimpi untuk berlayar, kecuali Moana. Anaknya pemberani sekali. Moana adalah putri dari kepala suku kami, jadi tinggal tunggu waktu sebelum Moana diangkat menjadi pemimpin baru. Masalahnya adalah, Moana suka sekali sama air. Beneran. Dia pernah nekat berlayar bareng Pua si babi, dan sampan kayu mereka hancur dengan sukses diterjang ombak. Aku bersumpah untuk tidak akan jadi sebego Pua. Aku akan menjauh sejauh-jauh mungkin dari pantai.
Kemudian seantero desa terkena masalah, kelapa pada menghitam, panen-panen busuk. Legenda mengatakan ini adalah kutukan dari Te Fiti. Satu-satunya cara mencegah ‘wabah’ ini menyebar adalah dengan mengembalikan hati Te Fiti yang dibawa kabur oleh Maui, seorang Setengah-Dewa yang menghilang setelah kalah berantem sama sesosok makhluk kuno.

Langkah kaki mantap membawaku ke naungan sebuah gua yang besar dan tersembunyi. Sepertinya tidak ada penduduk desa lain yang tahu tempat ini. Kupikir jika tinggal di dalam gua leluhur suku Moana dengan banyak perahu-perahu yang ditinggalkan ini, maka aku bisa selamat meski seluruh pulau mati. Bukankah aku sudah bilang bahwa sebenarnya aku ini pinter? Hah! Aku ngendem di dalam salah satu kapal yang berisi banyak benda yang bisa kupatuki. Rencanaku sudah sempurna. Jadi jangan ketawakan aku yang teriak sekenceng-kencengnya begitu kali berikut aku diangkat oleh tangan lembut nan tegap Moana, aku mendapati kami berdua berada di tengah-tengah lautan biru!

Kukuuuuuuuukkkk!!!!

Kalian terkagum oleh ANIMASI LAUT YANG BEGITU REALISTIS sehingga kalian merasa kebawa seger dan ingin menyentuh air kepulauan tropis yang hangat nan indah. Well, aku bisa kasih tau; Airnya Dingin! Setidaknya bagi bulu ayamku. Aku sebenarnya mencoba kabur, namun Moana yang kini sobatan sama lautan berkat kekuatan dari jimat hati Te Fiti, malah mengurungku di dalam perahu. Misi kami adalah menemukan Maui. Moana memang nekat, despite her father’s wishes, dia tetep aja bertualang di lautan to set things straight.

Situasi yang memburuk bukan berarti adalah kesalahan dari orang yang kebetulan lagi memimpin. Akan tetapi, pemimpin kudu berani untuk mengambil resiko, to take on action untuk segera menyelesaikan masalah yang ada demi kebaikan yang lebih besar bagi semua orang.

 

Tapi senekat dan seberaninya Moana, sebenarnya ada satu masalah: cewek itu enggak tahu caranya mengemudikan perahu layar. Petualangan seru kami semakin menjadi kocak setelah Maui beneran bergabung. Mulanya aku agak bete lantaran makhluk sok-jago itu menyebutku sebagai kudapan. Namun ternyata hatinya cukup baik, dia peduli pada kesehatanku di laut, Maui kerap memberi biji-bijian untuk aku makan. Psst, Maui secretly ngefans loh sama aku, terbukti dari ketika ia kelepasan berubah wujud nyamain diriku yang tamvan pakek v. Sebaliknya, yang paling aku suka dari Maui adalah tatonya. Sekujur tubuh Maui ada tato yang bisa bergerak dan punya pikiran sendiri. Tato Maui bisa protes dan bereaksi terhadap tindakan Maui. Dia bicara kepada tato-tatonya, malahan ia sering dibikin jengkel lantaran tato tersebut kerap menyuruh Maui ngelakuin the right things to do; membantu Moana.

Aku terhibur sekali sepanjang perjalanan. Aku pikir kalian juga. Menyenangkan sekali melihat hubungan ombang-ambing antara Moana dan Maui, mereka bertengkar padahal mereka harus belajar bekerja sama. Dwayne Johnson menunjukkan kepawaian skillnya dalam dissing people dan ngomong tinggi terhadap dirinya sendiri. Sebagai tulang punggung cerita, reaksi dan timing dan ekspresi Auli’I Cravalho enggak menunjukkan kalo ini adalah debut voice-actingnya. Petualangan kami hidup oleh interaksi mereka. Aksi-aksi yang kami lewati pun sangat seru. Jangan salah, peranku vital loh! Kemampuanku menelan benda-benda keras jauh lebih bermanfaat dibanding keimutan si Pua. I eventually got hurt dalam pertarungan besar kami di akhir cerita. Meski begitu, aku bersyukur enggak terlibat sekuens di bawah laut saat Moana dan Maui berhadapan dengan seekor karakter ala-ala bajak laut yang sangat original. Soalnya aku masih menggigil akibat sebelumnya nyaris game over di tangan monster-monster Kakamora yang kayak buah kelapa yang mengejar perahu kami.

Mad Max Polynesian Road!

Mad Max Polynesian Road!

 

Semua tropes Disney klasik favorit pemirsa sekalian, hadir dalam kisah kami. Narasinya rada-rada klise; Dua tokoh lead yang saling enggak akur, hero yang beranjak dewasa yang belajar banyak tentang kehidupan – yang ternyata lebih luas dan lebih besar daripada dirinya sendiri. Pesona kisah kami terletak di setting budaya Kepulauan Polynesia yang baru pertama kali diangkat dan dijadikan fokus oleh Disney. Berbalut MITOS YANG FASCINATING. Aku beruntung bisa jadi bagian dari kehidupan sosial di sana. Aku beruntung bisa berada di tengah-tengah kejadian. Aku beruntung bisa kenal Moana. Dan kupikir, just get to watch her blossoms into something beautiful membuat kalian sama beruntungnya sepertiku.

Moana dan Maui juga pandai bernyanyi. Ada lebih dari satu lagu yang bikin buluku berdiri. Adegan musikal yang ada terdengar dan terlihat megah sekali. How Far I’ll Go could be the next Let It Go, catchy dan fun to listen to. Kalo ayam bisa nyanyi pastilah aku juga sudah ikut bernyanyi. Harapanku semoga lagu tersebut tidak jadi annoying, sih, kayak Let It Go yang mentang-mentang bagus, diputerin terus. Untungnya kami tidak punya radio atau internet di pulau. Kalo didenger-denger lirik lagu-lagu yang mereka nyanyikan memiliki arti dan turut berkembang bersama perjalanan mereka.

Memang, petualangan kami bertiga tidak sepadet kisah rekan-rekanku di film Zootopia (2016) yang pake baju dan bisa berbicara. Perjalanan kami lebih mudah diikuti oleh anak-anak karena tidak banyak yang tersembunyi di bawah permukaan. Zootopia yang bertema lebih mature akan membuat penonton tenggelam dalam pikiran demi pikiran yang menantang. Pesan dalam Moana lebih tembak-langsung dan dibumbui oleh banyak humor ringan dan sekuens aksi yang seru. Nilai entertainment petualangan kami jauh lebih tinggi. Kalian bisa bernyanyi, tertawa, dan terkagum oleh animasi tanpa perlu banyak berpikir. Kalian enggak perlu pinter banget dulu untuk ngakak melihat kelakukan dan tampang blo’onku.

Berkat Moana suku kami sukses mengarungi hidup yang lebih baik. Kemandiriannya mengajarkan banyak hal, terutama buat anak cewek. You don’t need to wait to be saved, that you can take the matters to your own hands and save all things you loved yourself. Bahkan mengajarkan hal tersebut kepada pria sekuat Maui yang berhasrat dielukan sebagai pahlawan; kita perlu bergerak untuk mewujudkan yang kita inginkan. Atau malah kepada seekor ayam, a village-idiot, sepertiku. Moana percaya ada sesuatu yang lebih deep, deep inside of me, dan itu membuatku sendiri percaya bahwa mungkin aku memang lebih pintar daripada kelihatannya. There’s more than meets the eyes. There should be. Kukukruyuuk!! #thechickenlives

 




Animasi luar biasa – dari tahun ke tahun Disney terus nunjukin peningkatan yang signifikan dalam urusan visual, voice acting yang benar-benar hidup, musical numbers yang megah, moral yang baik, pesan yang berharga, semua yang bisa kita minta sama animasi klasik Disney ada di sini. Ceritanya sangat exciting dan menyenangkan. At the same time, film ini enggak really punya banyak di dalam benaknya. But that’s not necessarily a flaw. Karena dirinya adalah film yang sangat menghibur, anak-anak akan menyukainya sementara orang yang lebih dewasa akan bisa terpuaskan melihat sorotan budaya yang disuguhkan.
The Palace of Wisdom gives 7.5 gold stars out of 10 for MOANA.

 




That’s all we have for now.

Special thanks to Heihei the bantam rooster for typing his pieces.

Remember, in life there are winners
and there are losers.

 

 

 

 

 

We? We be the judge.