My Dirt Sheet Top-Eight Movies of 2017

 

Joko Anwar mengajak para follower twitternya untuk menonton yang film berkualitas saja. Gimana cara tahu kualitasnya tanpa menonton? Yaitu dengan mengambil referensi dari tulisan-tulisan kritikus atau reviewer. Tapi kita bukan robot. Kita bisa berpikir sendiri, kita bisa merasa sendiri. Kata-kata reviewer hendaknya dijadikan acuan sebagai pembanding pendapat pribadi, anggap seperti moderator dalam sebuah forum diskusi. Jangan seketika dijadikan pedoman layaknya walkthrough video game. Lagian, di mana serunya jika setiap orang punya pendapat yang sama. Maka aku bilang, tontonlah film apapun, tetapi jangan matikan pikiran kita saat menyaksikannya. Pertanyakan semua. Berekspektasilah. Jadi pembuat film tandingan.

Lihat betapa indahnya pemandangan dunia sinema di tahun 2017. Begitu banyak film-film yang membagi penontonnya menjadi dua kubu likers dan haters. Ada yang bilang film itu karya masterpiece, sedangkan ada juga yang bilang film yang sama tersebut sebagai sebuah omong kosong, sampah. Dan tentu saja ini menciptakan ruang untuk diskusi yang sehat. Penonton akan memikirkan ulang filmnya. Mereka berpendapat, menyalakan otak, mengeluarkan suara tentang bagaimana film itu seharusnya. Hal seperti inilah yang eventually menggerakkan roda perfilman itu ke depan. Inilah yang membuat sebuah film yang bagus. Dan tahun 2017 dipenuhi oleh film-film hebat yang menggerakkan seperti demikian.

Jadi, jangan heran ketika kalian membaca daftar ini dan menemukan film yang mungkin kalian benci setengah mati nangkring di dalamnya. Sebab itulah poin yang dibentuk oleh 2017; sebuah tahun yang sangat polarizing terhadap film. Jangan pula ditahan-tahan jika kalian punya komentar ataupun ingin sharing film terfavorit kalian, kita punya kolom komen di bawah 😀

 

HONORABLE MENTIONS

  • A Ghost Story (drama sedih yang akan terus menghantui penontonnya)
  • A Silent Voice (anime yang penting untuk ditonton karena kebanyakan kita belum mampu berkomunikasi dengan benar)
  • Brad’s Status (film yang life changer banget, nyadarin kita untuk berhenti ragu-ragu kebanyakan mikirin masalah yang sebenarnya hanya ada di kepala)
  • Call Me by Your Name (perjalanan menemukan sesuatu yang tidak lagi bisa kita abaikan)
  • Dunkirk (terobosan baru Christopher Nolan buat film perang sehingga terasa begitu nyata)
  • Get Out (satir mengenai rasisme dan masalah sosial lain yang dibungkus dalam kemasan horor)
  • Good Time (thriller yang benar-benar lancang yang ngingetin bahwa hidup memang susah, bukan berarti berhenti berusaha)
  • Personal Shopper (bukan horor seperti yang diharapkan, ini adalah film orisinil yang benar-benar seperti lukisan abstrak)
  • Raw (cerita yang shocking dan sangat disturbing tentang manusia yang terlalu lama menahan nafsu)
  • Split (M. Night Shyamalan kembali dengan psikologikal thriller yang percaya kepada penonton dan gelora oleh penampilan-penampilan akting luar biasa)
  • Star Wars: The Last Jedi (mengenyahkan semua prediksi, aku senang sekali kita melihat petualangan dan aspek-aspek yang sama sekali baru di franchise Star Wars)
  • Stronger (film yang sangat inspirasional tentang trauma yang sama sekali enggak inspirasional buat mereka yang mengalaminya. Nah lo?)
  • The Devil’s Candy (layaknya karya seni yang berasal dari neraka personal seorang ayah yang struggling dengan pekerjaannya)
  • The Disaster Artist (dark comedy tentang menggapai mimpi, meskipun ekspektasi seringkali tak sesuai dengan realita. Film ini punya hati paling besar se2017!)
  • Three Billboards Outside Ebbing, Missouri (penampilan akting yang melegenda, berani membahas isu yang dihindari orang. Salah satu tontonan terbaik, dan paling punya nyali)
  • To the Bone (sangat kuat mengeksplorasi psikologis orang-orang yang punya pandangan menarik tentang kebutuhan makan)
  • War for the Planet of the Apes (cerita brutal tentang perang dan survival dan apa yang membuat pemimpin menjadi seorang pemimpin, sangat emosional!)
  • Wind River (seberapa cepat dinginnya perlakuan dapat membuat orang melakukan hal-hal yang di bawah derajat moral)
  • Wonder (dapat membuat anak-anak jadi berani untuk mengambil tindakan yang benar dalam pergaulan mereka dengan teman sehari-hari)
  • Wonder Woman (akhirnya ada juga film superhero DC yang benar-benar bisa menendang bokong!)

Tak lupa pula, special shout out aku berikan buat Pengabdi Setan yang ulasan filmnya udah mecahin rekor jumlah view terbanyak di My Dirt Sheet.

 

 

 

8. BABY DRIVER


Director: Edgar Wright
Stars: Ansel Elgort, Lily James, Kevin Spacey, Jamie Foxx
MPAA: R for violence and language
IMDB Ratings: 7.7/10
“‘Retarded’ means slow. Was he slow?”

 

Musik asik yang lantang, mobil keren yang ngebut, itulah film ini. Lantang dan ngebut. Sama dengan superseru. Ini adalah salah satu film dengan pace paling cepat sepanjang tahun. Ciri khas sutradara Edgar Wright kelihatan jelas di sini.

Sekalipun sangat kuat dalam gaya, namun Edgar Wright tidak pernah melupakan substanti pada setiap ceritanya. Penulisan Baby Driver sangatlah on-point. Strukturnya berhasil memberikan banyak kepada Baby meskipun tokoh utama kita ini hanyalah semacam orang suruhan yang tidak mau berada di sana. I mean, Baby kebanyakan bereaksi ketimbang beraksi – sesuatu yang kebalikan dari rumus tokoh utama – tetapi film masih mampu mengolahnya sehingga senantiasa menarik. Baby adalah tokoh yang punya kebiasaan yang unik, dan akan sangat mengasyikkan melihat perkembangan tokoh ini, apa yang ia lakukan, dan apa yang pada akhirnya harus dia pilih.

Diperkuat oleh pemain dan humor yang kocak, film ini akan jarang sekali mengerem. Dan ketika film memang benar-benar melambat membangun kisah cinta antara Baby dengan Deborah, kita akan masih betah duduk di sana.

My Favorite Scene:

Kurang dahsyat apa lagi coba adegan ngebut-ngebut di opening ini? Hebatnya adegan ini – beserta setiap stun action lain yang ada di Baby Driver – tampak bener-bener bisa dilakukan di dunia nyata.

 

 

 

 

 

7. MOTHER!


Director: Darren Aronofsky
Stars: Jennifer Lawrence, Javier Bardem, Ed Harris, Michelle Pfeiffer
MPAA: R for disturbing violent content, nudity, some sexuality, and language
IMDB Ratings: 6.8/10
“You never loved me. You just loved how much I loved you. I GAVE YOU EVERYTHING. You gave it all away.”

 

Film yang aneh. Menyinggung, dan mengganggu. Ada banyak adegan kekerasan, ataupun adegan yang mengerikan, yang tak terjelaskan. Aku bisa melihat alasan sebagian orang dapat menjadi begitu enggak suka sama film ini. Aku bisa mengerti kalo Indonesia menolak memutar film ini di bioskop. Bahkan, penampilan akting Jennifer Lawrence yang begitu luar biasa memilukan di film ini, besar kemungkinan akan dilewatkan begitu saja oleh penghargaan-penghargaan film. Karena penceritaan film ini amat sangat ganjil.

Namun buat yang mau bertahan menonton, Mother! adalah sebuah film kiasan yang digarap dengan tingkatan dewa. Semua yang terjadi di film ini mempunyai makna, membentuk lapisan cerita yang menantang kita untuk memahami apa maksudnya. Mother! adalah film yang susah untuk dicerna. Aku mencoba untuk menafsirnya dalam ulasan, dan bisa jadi semua yang kutulis salah. Film ini benar-benar bekerja sesuai dengan interpretasi penontonnya masing-masing.

Menurutku, di balik lapisan tentang pasangan suami istri yang rumahnya mendadak disatroni banyak orang, film ini bicara tentang hubungan manusia dengan Tuhan dan alam semesta. Di mana kita adalah tamu di dalam rumah Tuhan. Dan ini membawa kita ke pemahaman bahwa si Ibu adalah orang yang paling disibukkan kalo ada tamu, dia yang paling ‘dirugikan’, dan orang ini adalah personifikasi dari alam. Bumi. Simbol-simbol gila seputar tentang itu banyak bertebaran di aspek-aspek narasi. Film sinting seperti ini mungkin tidak akan segera bisa kita jumpai lagi.

My Favorite Scene:
Oke, aku gak bisa nemuin video sehingga membuatku ngeri juga masukin foto mengenai adegan yang menurutku merupakan bagian terbaik di film ini. Dan adegan tersebut adalah ketika Mother dihajar hingga babak belur oleh massa. Adegan brutal ini sangat heartbreaking, menontonnya bikin kita sakit juga, suara-suara tulang yang patah ketendang itu benar-benar bikin adegan ini berat untuk ditonton, namun juga begitu penting, karena inilah yang actually sedang kita lakukan terhadap bumi tercinta.

 

 

 

 

 

6. THE SHAPE OF WATER


Director: Guillermo del Toro
Stars: Sally Hawkins, Octavia Spencer, Michael Shannon, Richard Jenkins
MPAA: R for sexual content, nudity, violence, and language
IMDB Ratings: 8.2/10
“Oh God! It’s not even human.” / “If we do nothing, neither are we.”

 

Seorang wanita tuna wicara polos yang jatuh cinta kepada makhluk amfibi mengerikan. Ini adalah kisah cinta tak biasa, yang mungkin bisa disturbing buat beberapa orang, namun bukan itu satu-satunya yang disampaikan oleh Guillermo del Toro, seorang master dalam membuat kisah fantasi kelam yang sangat menyentuh, Film ini adalah dongeng tentang hidup yang belum terpenuhi. Pesan di balik film ini sesungguhnya akan terasa akrab oleh kita yang pernah merasa hidup kita belum sempurna.

Ada sesuatu di balik monster tersebut yang bisa kita relasikan. Ada sesuatu di balik mimpi-mimpi tokohnya yang membuat kita peduli tanpa harus mengasihani mereka. Mengisi hidup adalah perjuangan. Film ini menarik perbandingan bahwa semestinya kita bertindak seperti air demi mengisi kekosongan dalam hidup. Kita harus bisa beradaptasi sesuai dengan environment tempat kita berada.

The Shape of Water diarahkan untuk menjadi pengalaman visual nan personal yang sangat menggugah. Efek-efek praktikal dan sinematografi film ini benar-benar mencuat membentuk adegan-adegan yang begitu kuat. Penceritaan The Shape of Water mengalir dengan menawan. Dia bekerja baik dalam banyak tingkatan. Kita bisa menikmati romansanya, ataupun dibuat tegang oleh suspens dan dunia politik Perang Dingin, ataupun menyimak pesan yang diselipkan di balik setiap simbol dan elemen ajaib yang film ini miliki.

My Favorite Scene:

Di luar apakah adegan ini penting atau kagak, sekuens musikal film ini tampak begitu indah. Aku punya soft side buat adegan musik yang aneh yang diselipin di dalam cerita.

 

 

 

 

 

5. MARLINA SI PEMBUNUH DALAM EMPAT BABAK


Director: Mouly Surya
Stars: Marsha Timothy, Dea Panendra, Yoga Pratama, Egy Fedly,
Certificate: 21+
IMDB Ratings: 7.4/10
“Saya tidak merasa berdosa”

 

Akhirnya, akhirnyaaaa, setelah sudah lima tahun bikin list film terbaik, akhirnya ada film Indonesia yang masuk Delapan Besar. Dan Marlina sangat pantas untuk mendapatkan apresiasi segede ini.

Empat babak cerita ini merangkum kisah Marlina, seorang yang baru saja jadi janda, yang rumahnya disatroni tujuh pria dengan niat gak baik. Marlina membunuh sebagian besar mereka, memenggal kepala pemimpinnya, untuk kemudian pergi menyebrangi padang gersang pulau Sumba menuju kantor polisi.
Film ini bergulir tidak seperti film-film Indonesia lain yang keluar di tahun 2017. Orang luar bahkan menyebut film ini sebagai satay western. Marlina menggunakan musik yang seperti musik country dilebur dengan irama lokal Sumba. Marlina memperlihatkan pemandangan padang berbukit, kita melihat Marlina naik kuda. Betapa uniknya film ini. Dia membahas isu-isu sosial, berkelakar dengan melontar komentar tentang gender. Ceritanya mempertanyakan peran masing-masing gender, untuk kemudian membaliknya begitu saja. Antara wanita dan pria, sesungguhnya tidak ada yang jadi korban. Tidak ada yang total mendominasi di atas yang lain.

Film ini pun sesungguhnya turut bersumbangsih dalam kebangkitan sutradara-sutradara wanita, dengan menampilkan tokoh wanita yang kuat, dalam scene perfilman dunia.

My Favorite Scene:

Marlina dihuni oleh karakter-karakter yang juga unik. Satu adegan yang membuatku ngakak adalah ketika Marlina membajak angkutan umum, sepanjang perjalanan dia menodong si supir dengan parang yang diacungkan beberapa senti dari leher, dan kemudian salah satu penumpang angkutan – yang sudah ibu-ibu – malah nyeletuk dengan santai “Tidak capek tanganmu, Nona?”

 

 

 

 

 

4. GERALD’S GAME


Director: Mike Flanagan
Stars: Carla Gugino, Bruce Greenwood, Chiara Aurelia, Carel Struycken
Certificate: TV-MA
IMDB Ratings: 6.7/10
“Everybody’s got a little corner in there somewhere; a button they won’t admit they want pressed.”

 

Gerald’s Game adalah salah satu film adaptasi Stephen King terbaik dan ini benar-benar mengejutkanku lantaran source materialnya bisa jadi merupakan materi yang paling susah untuk disadur ke bahasa film. Kebanyakan adegan cerita ini adalah tokoh Jess bicara dengan dirinya sendiri. Ini adalah cerita psikologikal thriller tentang seorang wanita yang terborgol di tempat tidur dan dia harus melepaskan diri karena selain anjing kelaparan yang terus saja menyantap mayat suaminya di lantai, tidak ada orang lain yang tahu kondisi Jess karena pasangan suami istri ini memang lagi liburan di vila terpencil.

Kita akan melihat Jess ngobrol dengan dirinya sendiri, ada personifikasi dirinya, suaminya, kita dibawa flashback ke kejadian masa kecil Jess yang membuatnya trauma. Dan pada puncaknya, Jess harus berhadapan dengan Moonlight Man; sosok tinggi besar misterius, bermata merah, yang kerap datang ketika malam tiba.
Ini adalah cerita yang hebat yang penuh dengan metafora dan simbolisme. Perjuangan manusia untuk membebaskan diri dari trauma masa lalu yang membuatnya menjadi pribadi yang sekarang. Seluruh penceritaan film ini akan sangat menantang kita. Ceritanya creepy. Sinematografinya pun membuat merinding. Juga amat disturbing. Ada satu adegan yang bikin ngilu dan bakal membuat kita mengelus-elus pergelangan tangan. Penampilan akting para pemain pun luar biasa, karena mereka memainkan dua versi dari tokoh mereka.

Salah satu horor psikologis terbaik yang pernah aku saksikan.

My Favorite Scene:
https://www.youtube.com/watch?v=nyJT36-t25A
Orang bilang ending adalah bagian terbaik dari sebuah film. Aku tidak bisa menyangkalnya buat film Gerald’s Game. Stephen King adalah master dalam menulis cerita balas dendam. Dan sekuens akhir film ini sungguh-sungguh membuktikan hal tersebut. Amat memuaskan melihat konfrontasi final antara Jess dengan Moonlight Man

 

 

 

 

 

3. BLADE RUNNER 2049


Director: Denis Villenueve
Stars: Ryan Gosling, Harrison Ford, Ana de Armas, Jared Leto
MPAA: R for violence, some sexuality, nudity, and language
IMDB Ratings: 8.3/10
“Dying for the right cause. It’s the most human thing we can do.”

 

Aku bilang film ini adalah masterpiece dalam filmmaking. Temen-temenku yang mendengar rekomendasi ini, pergi ke bioskop untuk menontonnya.

Dan mereka tertidur.

Seriously guys, aku tahu aku nulis film 2017 itu hebat-hebat lantaran bisa membagi pendapat penonton, tapi aku bener-bener garuk kepala ketika ada yang bilang Blade Runner 2049 adalah film yang membosankan. Ya, filmnya memang panjang banget. Tapi ada begitu banyak kemenakjuban yang bisa kita lihat, yang bisa kita nikmati, yang bisa kita serap dari penceritaan ini. Sekali lagi, oke, mungkin ceritanya agak berat. Mekanisme dunia penuh Replicant dan sebagainya; film ini bisa berdiri sendiri karena naskahnya benar tertutup, namun kalo kita sudah nonton film yang pertama, cerita memang jadi sedikit lebih mudah dicerna. Makanya, aku menyarankan kepada yang tertidur karena gak paham ama ceritanya, coba deh nonton dengan suara di-mute. Karena pemandangan visual dan sinematografi dalam film ini, begitu grande sehingga membuat calon filmmaker bakal ciut “bisa gak gue bikin yang lebih bagus?”

Naskah film ini begitu kuat. K, tokohnya si Gosling, punya plot yang paling WTF di tahun 2017. Aku gak bisa membayangkan kalo aku yang bernasib seperti dia. Kalian tahu Tommy Wiseau yang bikin film The Room? Yang kisahnya diceritain dalam The Disaster Artist? Apa yang dialami Wiseau; dia menyangka film buatannya bakal jadi yang terhebat, namun ternyata film itu ngehits karena hal yang memalukan, bukan apa-apa dibandingkan dengan kenyataan yang dihadapi oleh K.

My Favorite Scene:

The face you make when you think you were the chosen one, but you aren’t.

 

 

 

 

 

 

2. LADY BIRD


Director: Greta Gerwig
Stars: Saoirse Ronan, Laurie Metcalf, Lucas Hedges, Timothee Chalamet
MPAA: R for language, sexual content, brief graphic nudity and teen partying
IMDB Ratings: 8.1/10
“People go by the names their parents give them, but they don’t believe in God.”

 

Satu-satunya film yang sukses menangguk score 9 dari My Dirt Sheet di tahun 2017.

Lady Bird yang merupakan debut terbang solo Great Gerwig sebagai sutradara adalah film yang sungguh personal bagi dirinya. Makanya film ini terasa sangat real.

Ini bukan sekadar coming-of-age story di mana tokoh utamanya berhasil keluar dari rutinitas hidup yang mengekang dan mencoba pengalaman dan hal-hal baru. Bukan sekadar tentang tokoh utama yang dapat pacar cowok keren. Lady Bird adalah romansa anak cewek dengan ibunya. Dan ya, kita akan melihat Lady Bird udah gak sabar untuk lulus dari sekolah Katoliknya, namun environment Lady Bird tidak pernah ditampilkan mengekangnya dalam cahaya yang ‘jahat’.

Menonton ini akan terasa seperti kita melihat adegan percakapan sungguhan, karena kita dilempar begitu saja ke tengah-tengahnya. Ini memberikan kesempatan untuk mengobservasi mereka, dan terbukti sangat efektif sebab ada banyak saat ketika aku mendapati diriku ikutan mengobrol dengan mereka. Aku ingin ikut nimbrung, aku jadi begitu peduli sama karakter-karakternya. Saoirse Ronan luar biasa natural memainkan Lady Bird. Rasanya sedikit sedih ketika film berakhir, seperti berpisah dengan orang yang sudah deket. Begitulah bukti betapa menakjubkannya Gerwig menyetir narasi, cara berceritanya benar-benar membawa kita hanyut.

My Favorite Scene:

Paling ngakak melihat Lady Bird ‘diskusi’ milih-milih gaun sama ibunya. Adegan ini menyimpulkan apa yang sebenarnya terjadi di antara mereka berdua dengan sangat efektif.

 

 

 

 

 

Peringkat pertama tahun 2017 My Dirt Sheet ini akan menyimpulkan betapa pentingnya peran sutradara dalam sebuah film. Sutradara yang baik harus bisa meninggalkan jejak, harus berani melakukan perubahan, harus punya visi uniknya sendiri yang membuat film menjadi semakin urgen dan berdiri mencuat di antara yang lainnya. Lihatlah ke belakang, semua yang masuk daftar ini adalah buah tangan dari sutradara yang berani mengambil resiko. Filmnya tidak diniatkan untuk memuaskan semua orang, melainkan hanya sebagai sebuah sajian yang benar-benar mewakili diri mereka.

Dan inilah film peringkat pertama kami:

1. THOR: RAGNAROK


Director: Taika Waititi
Stars: Chris Hemsworth, Tom Hiddleston, Cate Blanchett, Mark Ruffalo
MPAA: PG-13 for intense sequences of sci-fi violence and action, suggestive material
IMDB Ratings: 8.1/10
“What were you the god of, again?”

 

Menurutku bagaimana kita melihat film Thor ketiga ini bergantung kepada bagaimana pandangan kita terhadap superhero.

Jika kita punya mimpi pengen diselamatkan oleh superhero, kita enggak akan suka sama Thor dalam film ini yang diberikan banyak kesempatan untuk mengeksplorasi lelucon dan kekonyolan.
Jika kita punya mimpi untuk menjadi superhero, kita akan menjerit kesenangan sampai terjatuh dari kursi demi melihat Thor yang dewa dan superhero ternyata quirky dan ‘bego’ seperti kita.

Kalimat Hela kepada Thor “Kau dewa apaan sih?” adalah kunci yang menjelaskan seperti apa Taika Waititi memvisikan Thor.

Apa yang dilakukan oleh Dewa? Apakah kita bisa menjadi Dewa? Thor dalam film ini dijatuhkan menjadi level rakyat biasa supaya kita bisa merelasikan diri kepadanya. Waititi tidak ingin membuat Thor superserius dan menjadi makhluk sempurna. Dia melihat potensi komedi yang ada dari materi Thor sebelumnya, dan embrace it. Thor kehilangan palu, bahkan rambutnya. Adalah sebuah make over total yang dilakukan sang sutradara demi meniupkan hidup baru yang lebih akrab terhadap tokoh superhero yang kita kenal.

Thor: Ragnarok adalah film superhero paling lucu yang pernah dikeluarkan oleh Marvel Studio. Definitely yang terbaik dari seri film solo Thor. Narasinya banyak bermain-main dengan gimmick dewa-dewi Asgard, bersenang-senang dengan trope karakter-karakter superhero Marvel. Yang perlu diingat adalah bermain-main bukan berarti enggak serius. Bersenang-senang bukan berarti melupakan nilai seni. Pada film ini, seni adalah komedi, pada bagaimana dia bermain-main. Sinematografinya keren parah. Adegan aksinya benar-benar dahsyat. Aku bisa nonton film ini berkali-kali dan enggak akan pernah bosan.

My Favorite Scene:
https://www.youtube.com/watch?v=3N0T3pqGrr4

Sebenarnya susye sih memilih satu adegan yang paling favorit. Karena film ini hilarious dan keren parah. Aku suka semua adegan aksinya, apalagi semakin mantep diiringi oleh Immigrant Song yang awesome!!

 

 

 

 

 

Sedikit kekurangan di departemen film animasi, kita tidak banyak menjumpai animasi yang menantang dan benar-benar baru tahun 2017 ini. Ada sih satu yang indah, tapi tidak terasa benar-benar spesial buatku. Tapi secara keseluruhan, 2017 adalah film yang asyik banget buat penggemar film seperti kita-kita. Tahun 80an menyeruak lewat sekuel-sekuel dan homage. Kita dapat banyak film adaptasi Stephen King, yang practically awesome, di Indonesia sendiri film horor lagi naik daun. Aku harap tahun 2018 semakin banyak bermunculan film yang berhasil memancing perbedaan pendapat, semakin banyak penonton yang kritis.
Aku juga ingin menyempatkan diri untuk mengucapkan terima kasih sama kamu-kamu yang udah sering bolak-balik ke blog ini. Aku benar-benar gak menyangka My Dirt Sheet bisa memenangkan Piala Maya sebagai Blog Kritik Film Terpilih 2017, dan itu masuk nominasi karena rekomendasi pembaca sekalian. So, thank you so much.

Dan ketahuilah, kami sangat mengharapkan komen dari kalian, baik itu diskusi film, komen pendapat, bahkan mengritik blog ini sekalipun. Jadilah penonton yang jahat, karena penonton yang baik adalah penonton yang tidak berpikir.
Apa film favorit kalian 2017?
Apakah perlu dibuat list film-film paling mengecewakan di tahun 2017?
Beritahu kami di komen.

 

That’s all we have for now.

Remember, in life there are winners.
And there are…

My Dirt Sheet Top-Eight Favorite Studio Ghibli Movies

 

Oke, ini daftar delapan-besar TERSUSAH YANG PERNAH AKU SUSUN. I mean, gimana milihnya coba kalo semua disuka, like ah aku suka Mononoke, eh tapi Laputa gakalah seru, Kiki juga lucuuu, belum lagi Poppy Hill yang sweet banget, aaaaa please let me just rewatch them all again and again and again. Tadinya aku sudah nyelesaiin draft pertama, dan kemudian aku ingat belum masukin Totoro, jadi aku merombak ulang nulis susunan daftar ini. Pheeewww!

Studio Ghibli, sepanjang waktunya berdiri, konsisten menyuguhkan cerita yang sangat loveable dan grounded, enggak peduli dia sedang berkisah tentang petualangan, fantasi, maupun kehidupan sehari-hari. Buat yang belum familiar dengan Studio Ghibli, gini deh: bayangin film-film dari Pixar, hanya saja mereka kental oleh budaya Jepang, digambar dengan animasi buatan tangan yang sangat jelita dan very fluid, dan senantiasa menjaga idealisme tanpa harus repot-repot mikirin keuntungan komersil. Film-film Ghibli selalu sukses menyedot setiap yang menonton berkat karakter dan kedetilan penceritaan. Kekuatan film ini mampu membuat anak-anak dan orang dewasa terinvest secara emosi, dan semuanya kerasa real. Setiap mudik, aku selalu muterin di rumah dalam rangka meracuni adik-adik dan para sepupu dengan film yang bukan hanya menyenangkan melainkan juga sarat isi dan punya hati. Visi pendirinya, Hayao Miyazaki, bercerita dengan respek terhadap penonton terus dipertahankan hingga kini. Dan sedihnya, Studio Ghibli benar-benar berjuang untuk itu.

Tahun 2015 kemaren adalah perayaan 30 tahun berdirinya Studio Ghibli. Mereka meluncurkan When Marnie was There yang meski masuk daftar favoritku tahun itu, namun pendapatan box officenya kurang memuaskan. Film tersebut dikabarkan sebagai film terakhir dari Ghibli. Pait pait manis gak sih, mereka harus mundur di anniversary hanya karena film yang bagus bukan berarti harus selalu laku. Dan kalo ada yang cerita mengenai sebuah anime yang bagus, tidak akan ada yang menganggapnya serius. Anime statusnya kayak buku komik dan manga, media penceritaan yang paling underrated dan underappreciated.
Tapi kemudian di tengah-akhir 2016 Ghibli kembali dengan The Red Turtle, mereka menemukan ‘jodoh’ bikin film, bekerja sama dengan sineas Belanda. Dongeng magis yang indah sepertinya masih berlanjut. Malahan, di tahun 2017 ini, diawali oleh Spirited Away, kita-kita yang di Indonesia akan dihibur oleh penayangkan film Ghibli di beberapa bioskop. It’s so wonderful that we could experience those fantasies on big screen (finally! Indeed). Aku terutama ingin sekali liat adegan perang Princess Mononoke dan adegan tsunami Ponyo di bioskop. Dan katanya, Agustus nanti, Ghibli akan membuka eksibisi di Jakarta. So yea, see you guys there! 😀

Tadinya aku mau bikin HONORABLE MENTIONS seperti biasa, but I just can’t decide haha.. Jadi ya, langsung saja, inilah Delapan Film Ghibli Favoritku:

 

 

 

8. GRAVE OF THE FIREFLIES (1988)


Director: Isao Takahata
IMDB Ratings: 8.5/10
“Why do fireflies have to die so soon?”

Bakal bikin mata sembab kayak habis ngupas bawang. Ini adalah cerita survival yang sederhana tentang dua anak korban perang, yang hidup sebatang kara. Seita dan adiknya yang masih lima tahun, Setsuka, enggak punya rumah. Mereka lalu tinggal dalam sebuah gua di bukit pinggir desa. Seita harus mencari uang untuk makan, sekaligus menenangkan pertanyaan adiknya soal orangtua mereka yang tewas. Film ini adalah cerita perang paling sedih yang pernah aku tonton.
Banyak film animasi yang berani membahas tentang kehilangan, namun Grave of the Fireflies stands out lantaran ia juga membahas tentang penyesalan. Rasa bersalah seorang yang selamat, fakta bahwa mereka justru kalah oleh rasa lapar akan menjadi perasaan sedih yang bakal terus menghantui. Membuat tidak ada lagi keinginan untuk hidup. Kematian memang menyedihkan, tapi tidak ada yang lebih sedih daripada membuang keinginan untuk hidup.
Perjalanan emosi adalah bagian terkuat film ini. Memang sih, rasanya film ini dibuat untuk tujuan dramatis semata – itulah makanya kenapa aku meletakkannya di peringkat kedelapan. Karakternya dibangun untuk membuat kita menitikkan air mata, sehingga kadang pancingan emosinya terasa terlalu diatur. But the way they told it was so beautiful, timing sunyi dieksekusi dengan sangat precise, dan animasinya in some ways, mengerikan karena feeling yang dikeluarkan terlampau kuat.

My Favorite Scene:

Ketika mereka menangkap kunang-kunang dan menggunakannya untuk menerangi gua. Single momen yang simbolis dan sangat cantik.

 

 

 

 

 

7. MY NEIGHBORS THE YAMADAS (1999)


Director: Isao Takahata
IMDB Ratings: 7.3/10
“The reason the Yamadas get along fine is because all three adults are nuts. If one of you were normal it would unbalance the rest”

Film pertama Studio Ghibli yang menggunakan animasi komputer seluruhnya ini memang lain daripada yang lain. Gaya animasinya disesuaikan dengan gimmick cerita yang quirky, and kita bisa langsung melihat perubahan style ini actually work in favor of the storytelling. Straightforward dan enggak neko-neko. Ghibli membuat keputusan yang berani dan hasilnya adalah sebuah tontonan unik yang meriah dan mengasyikkan untuk dinikmati. Sekali lagi, Ghibli menekankan bahwa film animasi secara visual enggak selalu harus mirip dengan realita, perasaan yang dideliverlah yang mestinya harus disajikan dengan nyata.
Struktur cerita Yamadas ini pun sesimpel animasinya. Ketimbang cerita panjang, film ini lebih seperti gabungan sketsa komedi yang disusun membentuk satu kesatuan. Enggak ada antagonis, enggak ada big final action sequence. Kita bisa menemukan sesuatu untuk difilmkan di mana saja, bahkan jika materinya lebih dekat maka akan lebih baik. Dari awal sampai habis kita akan melihat kegiatan sehari-hari keluarga Yamada yang katrok. Ada Ayah, Ibu, Nenek, Kakek, Abang, Adik, petualangan mereka adalah petualangan keluarga sehari-hari yang juga bisa terjadi sama keluarga kita. Gimana keluarga tradisional dihadapkan kepada tuntutan dunia modern. Nature ceritanya masih sangat relevan, karena memang selalu itulah masalah yang akan dihadapi oleh sebuah keluarga. Makanya, meskipun drama lucu ini kental oleh budaya Jepang (setiap ‘episode’ diakhir dengan haiku yang kocak), film ini tetap akan terasa sangat relatable dan setiap keluarga akan merasa terwakili olehnya.

My Favorite Scene:

Ketika Ayah dengan nekat (tepatnya dinekat-nekatin) keluar untuk berurusan dengan preman bermotor yang udah ganggu ketentraman kompleks tempat tinggal mereka. Tanggung jawab ayah itu berat dan dia harus berani, namun berani bukan berarti tidak merasa takut!

 

 

 

 

 

6. PONYO (2008)


Director: Hayao Miyazaki
IMDB Ratings: 7.7/10
“So what’s your Mother like, then? / She’s big and beautiful, but she can be very scary. / Just like my Mom. “

Inilah apa yang terjadi kalo kita memberikan sedikit twist anak-anak kepada cerita Putri Duyung. Instead, Ponyo adalah tentang seekor ikan emas gemesh yang pengen menjadi bocah manusia karena di daratan sana dia berteman dengan Sosuke. Enggak banyak yang dibicarakan oleh film ini di luar persahabatan dan relationship mereka. Dan sedikit concern soal lingkungan hidup, dalam kasus ini perairan, yang by the way adalah salah satu dari kekhasan karya Hayao Miyazaki. But oh wow, kalo ada satu kata yang terlintas begitu orang menyebut film Ponyo, maka kata itu pastilah: AJAIB!
Animasinya kreatif luar biasa. Dunia bawah air, adegan tsunami, makhluk-makhluk laut yang aneh dan lucu-lucu itu, film ini adalah ajang ‘pamer’ buat talenta animator Ghibli. Ponyo adalah film favorit adekku yang saat pertama kali kuputerin, dia masih berumur 5 tahun – sama ama usia tokoh Sosuke dalam film ini. Dan memang sepertinya tokoh tersebut sangat relatable buat penonton usia muda. Petualangan Sosuke dan Ponyo bener-bener cute, it is a lighthearted movie yang juga mengajarkan kemandirian. Tapi terutama film ini mengajarkan kepada anak-anak bahwa mereka juga manusia, you know, mereka punya keinginan, mereka punya pemikiran, dan they should be able buat menyuarakannya. Bahwa mereka juga berhak untuk membuat pilihan. Ponyo mengajarkan itu semua dengan cara yang sangat magical, memukau, dan penuh dengan imajinasi!

My Favorite Scene:

Adegan Ponyo berlari mencari Sosuke bersama ikan-ikan itu adalah adegan yang kami putar-putar terus di rumah hahaha, animasinya keren banget, Ponyonya juga imut

 

 

 

 

 

5. ONLY YESTERDAY (1991)


Director: Isao Takahata
IMDB Ratings: 7.7/10
“Rainy days, cloudy days, sunny days… which do you like?”

Wanita 27 tahun memutuskan untuk pergi ke kampung kelahirannya, yang dia inginkan bukan semata suasana pedesaan; dia ingin bekerja di sawah, namun sebenarnya yang ia butuhkan adalah mencari tahu apa yang ia inginkan dari dirinya sendiri. Dia ingin merasa berguna. Dia ingin menambah sesuatu ke dalam hidupnya. Dan sepanjang perjalanannya naik kereta api ke desa, dia teringat tentang kejadian di masa kecil, dia bernostalgia ke saat-saat dia merasakan berbagai pengalaman untuk pertama kalinya.
Salah satu yang paling remarkable dari film ini adalah ke-innocent-annya. Akan ada banyak bagian ketika tokoh utama menelaah kembali saat-saat dia tumbuh dewasa, dan enggak pernah film membuatnya terasa awkward. Menonton film ini justru yang ada adalah perasaan hangat. Arahannya, vibenya, tone, dan animasi, semua terasa sangat pleasant di dada. Ada dua teknik animasi yang digunakan; gambar yang detil dan jelas untuk masa kini, dan grafik dengan frame yang blur dan kurang detil ketika kita melongok ke masa kecil tokoh. Dan ini actually jadi gimmick yang integral banget sebab memang begitulah pikiran kita ketika mengenang kembali masa lalu; kabur dan enggak detil.
Di jaman saat semua film merasa butuh untuk menjadi serius, dark, dan keren, coba deh tonton Only Yesterday. Karena film ini akan membawa kita dalam perjalanan flashback yang, at times memang skalanya terlalu kecil, tapi paling enggak sangat menyenangkan.

My Favorite Scene:

Lucu sekali ngeliat mereka pertama kali makan nenas ahahaha

 

 

 

 

 

4. SPIRITED AWAY (2001)


Director: Hayao Miyazaki
IMDB Ratings: 8.6/10
“Once you do something, you never forget. Even if you don’t remember.”

Naah, mungkin kalian pada heran kenapa masterwork, storytelling kelas dewa begini malah aku letakin di posisi ke empat. Well, ya, Spirited Away enggak perlu diperkenalkan lagi. Kerja Hayao Miyazaki dalam membangun dunia fantasi sangat luar biasa. Rumah pemandian beserta penghuninya yang ajaib-ajaib itu sangat vibrant dan well-realized. Konsep dunia baru dan tradisionalnya pun tersampaikan dengan mencengangkan. Hal paling asik dinikmati adalah saat tokoh kita Chihiro – yang di sini adalah cerminan dari remaja Jepang masakini – mesti belajar mengenai etika kerja dan superstition, dan kita turut belajar bersamanya.
Di saat dunia film ini terbangun dengan gempita, aku tidak merasakan ketertarikan yang sama kepada Chihiro. I mean, di antara sekian banyak tokoh cerita dari Ghibli, Chihiro ini yang kurang paling relatable bagiku. Spirited Away adalah film Ghibli yang paling sering aku tonton, karena ia punya banyak detil dan visual simbolism yang niscaya enggak bakal ketangkep semua dalam sekali panteng. Aku enggak bilang bosen, tapi setelah beberapa kali, menonton film ini sampai habis jadi tidak semenyenangkan awalnya. Mungkin karena pacing, setelah Chihiro keluar dari rumah pemandian, cerita agak tersendat sedikit. Dan aku gak pernah bener-bener suka elemen kembarnya.
Tapi tak pelak, ini adalah salah satu film animasi terpenting yang pernah ada. Spirited Away udah sukses menjelma menjadi semacam culture yang bikin nama Ghibli melambung lebih tinggi. Menonton ini di bioskop jadi satu pengalaman yang bikin aku berharap saat itu adalah kali pertama aku menyaksikannya.

My Favorite Scene:

Kita enggak bisa nyeritain Spirited Away tanpa nyebutin soal momen Chihiro mandiin Dewa Sungai

 

 

 

 

 

 

3. MY NEIGHBOR TOTORO (1988)


Director: Hayao Miyazaki
IMDB Ratings: 8.2/10
“Trees and people used to be good friends. I saw that tree and decided to buy the house. Hope Mom likes it too. Okay, let’s pay our respects then get home for lunch.”

To-to-ro, To-to-ro, to-to-ro~!
Film anak-anak mestinya begini nih. Meski ada monster, tapi enggak menyeramkan, enggak ada tokoh jahat dan tokoh baik. Meski sisi dramatis enggak pernah dipancing-pancing, film ini tetap tidak melupakan esensi dari kehidupan. Bahwa selalu ada kemungkinan sesuatu yang tidak kita inginkan terjadi. Dan Totoro akan ngajarin kita bagaimana menghadapi itu semua.
Totoro mengisahkan problem kehidupan lewat simbolisme dan sangat tersurat. Saat anak-anak menunggu ayahnya yang tak kunjung pulang di derasnya hujan, sebenarnya itu adalah elemen ‘tragedi’ tapi arahan film ini tidak pernah fokus ke bikin sedih semata, karena yang kita ingat dari adegan tersebut adalah Totoro datang dan mereka basah bersama lantaran Totoro senang kejatuhan tetes air. Enggak salah memang kalo ini jadi film favorit keluarga, karena memang penulisannya tidak pernah memojokkan pihak tertentu. Di sini fantasi dan imajinasi anak-anak dihormati. Tokoh Ayah ditulis sangat dekat dengan anak-anaknya, dan saat dia mendengar cerita anaknya tentang Totoro, orangtua dalam film ini enggak bersikap seperti orang tua dalam cerita Goosebumps; langsung menepis dan enggak percayaan.
Jarang sekali ada film yang berhasil membangun cerita, tidak berdasarkan konflik dan ancaman, melainkan berdasarkan eksplorasi dan kejadian seperti yang dilakukan oleh Totoro. Elemen ibu yang sakit tidak pernah dijadikan sebagai semacam rintangan yang harus diluruskan. Sama seperti yang dikeluarkan oleh animasinya yang lincah, everything about this movie are treated as a fact of life. Itulah sebabnya kenapa film ini akan selalu terasa menyenangkan.

My Favorite Scene:

Sampai sekarangpun aku masih enggak bisa untuk enggak tersenyum melihat adegan Mei dan Saksuki numbuhin pohon ajaib bareng Totoro dan teman-temannya.

 

 

 

 

 

2. THE TALE OF THE PRINCESS KAGUYA (2013)


Director: Isao Takahata
IMDB Ratings: 8.1/10
“Teach me how to feel. If I hear that you pine for me, I will return to you.”

I love this film. Tampilannya sungguh unik dan orisinil. Artworknya tampak sangat bold dan penuh warna, dan sangat hidup tanpa memakai teknologi komputer sama sekali. Seperti di Only Yesterday, Takahata juga menggunakan visual ini sebagai gimmick yang sangat integral dalam penceritaan. Kita melihat grafik yang semakin detil seiring bertambahnya usia Putri Kaguya.
Ceritanya sendiri diangkat dari kisah rakyat lokal tentang petani yang menemukan seorang bayi mungil di dalam batang bambu. Dia juga menemukan emas bersamanya. Bersama sang istri, bay tersebut mereka rawat. Tentu saja bayi tersebut adalah bayi ajaib, ia tumbuh dengan cepat. Tak perlu waktu lama ia sudah jadi gadis jelita. Kemakmuran si petani juga tumbuh pesat, namun masa lalu Kaguya yang misterius pun kemudian datang menjemputnya.
Film ini punya pandangan yang dewasa terhadap kehidupan. Kita lihat Kaguya senang banget hidup di alam bebas, tetapi ketika dia harus menjadi Puteri dengan segala aturan, dia mulai enggak betah. Dan kita bisa melihat tema film ini adalah tentang cewek yang enggak benar-benar mengerti di mana tempatnya di dunia. Sangat realistis karena memang hidup bisa jadi sangat membingungkan bagi orang dewasa. Penuh oleh emosi, yang tak terasa dibuat-buat, dengan animasi yang sangat cantik. Ini adalah salah satu film terbaik yang dibuat oleh Studio Ghibli.

My Favorite Scene:

Aku benar-benar tercengang melihat Kaguya berlari ke luar rumah dengan penuh amarah dan emosi. Animasinya impresif sekali!!!

 

 

 
Oke, aku punya dua kandidat untuk film Ghibli paling favorit, dua film ini punya tema yang sama; tentang manusia dan alam dan betapa getolnya manusia untuk merusak alam. Tapi keduanya punya arahan dan pendekatan yang berbeda. Masing-masing punya kelebihan dan kekurangan, they are not perfect movies, Spirited Away is the better one technically speaking. Tapi aku lebih suka ama kedua film ini dibanding yang lain. Jadi makanya aku bikin memutuskan di antara mereka untuk jadi lebih sulit karena yang enggak kepilih enggak akan masuk delapan besar, alih-alih jadi runner up. Dan setelah bersemedi tujuh hari tujuh malam sambil ngemil kembang tujuh rupa yang dipetik di tujuh sumur yang berbeda, aku menetapkan film ini menjadi posisi nomor satu:

1. POM POKO (1994)


Director: Isao Takahata
IMDB Ratings: 7.4/10
“They used their balls as weapons in a brave kamikaze attack.”

Penggalan kutipan dialog di atas mestinya udah bisa ngasih gambaran betapa absurdnya film yang satu ini. And yes, aku memilih film ini over Princess Mononoke (1997), yang mana adalah film fantasi paling epic yang bisa jadi adalah pelopor pemakaian violence dalam dunia film animasi modern. Jadi kenapa aku milih film tentang kelompok anjing-rakun (hewan keramat dalam mitos Jepang) yang berusaha mempelajari kembali seni berubah wujud demi mengusir manusia yang meratakan gunung buat dijadikan kompleks perumahan ini menjadi film Ghibli paling favorit?
Karena dia menelaah masalah konservasi lingkungan dan ekologi melalu pendekatan yang bijak sekaligus penuh humor.
Kita akan melihat dari sudut pandang para anjing-rakun, tapi tidak berarti mereka adalah pihak yang baik dan manusia adalah pihak yang jahat. Film ini dengan penuh kebijakan dan keberanian mengambil satu sisi tanpa sekalipun merasa perlu untuk berpihak. Inilah yang membuat film terasa lebih menarik, meskipun memang secara penceritaan, ia jauh di bawah Princess Mononoke yang secara emosi dan experience lebih kuat. Kelemahan Pom Poko adalah narasinya yang sering menjadi repetitif dan kurang efektif alias terlalu panjang.
Ada sense of tragedy tersamarkan di balik kekonyolan. Film ini bertindak sebagai pengingat bahwa manusia adalah makhluk sosial namun tidak ada yang lebih kita sukai daripada bertentangan dengan apapun. It’s thought provoking, kita bisa melihat film ini dalam suara filosofis. But yea, kita bisa menontonnya untuk murni hiburan. Dan film ini bekerja dengan sangat baik on both ways.

My Favorite Scene:

Film ini juga ada seremnya, liat deh taktik para anjing-rakun dengan menjadi parade hantu untuk menakuti-nakuti manusia, tapi enggak ada yang takut.. hihihi…

 

 
Jadi sekali lagi, ini bukan daftar dari yang baik ke yang terbaik. Ini adalah pure preference ku aja. Aku akan senang sekali kalo daftarku berbeda dengan daftar kalian, sehingga kita bisa saling diskusi mengenagi kesukaan masing-masing. Oiya, salah satu permasalahan dalam nonton anime Jepang ini adalah: mendingan nonton bahasa Jepang atau yang disulih ke bahasa Inggris sih? Kalo buatku, sama aja sih, bukan masalah yang gede. Toh bagi kita dua-duanya sama-sama bahasa asing. Lagian, film bukan hanya soal audio. Aku sendiri lebih suka nonton yang pake bahasa Inggris karena aku enggak perlu lagi membaca subtitlenya, sehingga bisa fokus ngeliat visual yang kadang bercerita dengan lebih lancar.
Sebagai penutup

Please, Studio Ghibli, keep making movies!

 

 

 
That’s all we have for now.

Remember, in life there are winners.
And there are losers.

 

 

 

 
We? We be the judge.

My Dirt Sheet Top-Eight Movies of 2016

cymera_20170128_234738

 

Hal terbaik dari film yaitu menontonnya merupakan personal experience. Film adalah seni, sifatnya sangat subjektif. Kita bebas menyukai film apapun, meski begitu kita harus recognized flaws yang ada di dalamnya. 2016 bukanlah tahun yang hebat jika kalian penggemar film-film blockbuster, tho. Banyak dari franchise berbudget gede tersebut yang gagal – secara kritikal maupun secara pasar. Dan aku masih belum habis pikir kenapa film tentang dua superhero ikonik bisa lebih jelek ketimbang film tentang cewek yang baca novel.
Secara diversity, kita dapet wide range of film-film yang unik, for better or worse. Ada lebih dari satu film tentang kucing, kita nyaksiin banyak drama tentang ibu dengan anaknya, especially the daughter, para superhero either seling berantem atau bikin grup, western genre mulai menggeliat berusaha bangun, animasi yang got real mature dari segi cerita – dan wah! dari segi visual. Dari panggung Indonesia, konten lokal mulai berani digali, however, nostalgia masih menggila

Aku menonton banyak film tahun 2016 yang menurutku dioverlook oleh banyak orang. Regarding to the filmmaking, aku sangat senang melihat banyak film yang berusaha bercerita di luar pakem genrenya. Kita melihat film emosional yang tampil tanpa banyak bicara, horor yang fokusin ke rasa takut dari dalam diri manusia, film alien tanpa tembak-tembakan, you know ada banyak film yang so different dan unconventional dan original dalam cara bertuturnya.

Mengerucutkan film kesukaan menjadi delapan menjadi hal yang semakin menantang. Sebelum mencapai mereka, simak dulu sederetan film hebat yang sebenarnya ingin sekali aku masukin ke daftar but didn’t quite make it.

 

HONORABLE MENTIONS:

Swiss Army Man (komedi satir yang punya ide dan cerita yang sangat original)
Zootopia (makin ke sini, animasi ini menjadi semakin penting berkat kerelevanan cerita yang diangkatnya)
Popstar: Never Stop Never Stopping (mockumentary tentang penyanyi pop dan pretty much marodiin bisnis musik sekarang ini)
Ouija: Origin of Evil (best horror sequel of the year! Directionnya berani keluar arus, dan really took times memperhatikan detil dalam filmmaking)
Hush (whiteknuckled thriller tentang cewek tunarungu yang distalk oleh seorang pembunuh)
The Invitation (psychological thriller yang really sneak up on you)
10 Cloverfield Lane (psikologikal thriller yang satu ini bagaikan anti dari Allegory of the Cave)
Hunt for the Wilderpeople (penuh dengan interaksi dan gestur yang so funny!)
Hell or High Water (film yang emosional dan felt real yang bicara tentang ambiguitas moral)
Silence (film yang sangat kompleks dan emotionally gutting tentang gimana orang yang mengalami krisis keimanan, one of the Scorsese’s best!)
Moonlight (a really mature, genuine, dan beautiful way menceritakan cerita tentang perjalanan hidup, about a self-healing)
Manchester by the Sea (drama yang paling realistis yang pernah kutonton, diisi oleh performances yang incredibly brilliant!)
Arrival (sci-fi yang sangat unik, membahas tentang bahasa, untuk bekerja sama, dan ultimately tentang menghadapi masa depan yang menakutkan)
Captain America: Civil War (it wasn’t just about battle and action, ada konflik hebat yang compelling di dalamnya. Film box-office seharusnya seperti ini!)
The Neon Demon (tentang obsesi pada beauty, film yang perlu ditonton oleh semua cewek)
Captain Fantastic (punya banyak ide menarik seputar parenting, adegan musical menjelang akhir terasa sangat surreal dan menyentuh, nyaris bikin aku nangis!)
Surat dari Praha (untuk sebagian besar 2016, ini adalah film Indonesia yang kuberi rating paling tinggi, 8/10 – it’s about rekonsiliasi dengan orang yang kita cinta)
Istirahatlah Kata-Kata (film indonesia kedua di 2016 yang kuberikan 8/10, emosi filmnya benar-benar terasa lewat hamparan visual)
Hacksaw Ridge (film perang denagn arahan yang gritty dan so terrific, juga punya pesan yang ngena dan relevan dengan keadaan sekarang)
Nocturnal Animals (the ultimate ‘suck it up’ buat mantan, film ini punya storytelling yang sangat unconventional)

Dan special shout out diberikan buat Ada Apa Dengan Cinta 2 yang udah mecahin rekor jumlah view terbanyak review kami.

 

 

 

8. DEADPOOL

deadpool_ver11_xxlg

Director: Tim Miller
Stars: Ryan Reynolds, Morena Baccarin, T.J. Miller
MPAA: R
IMDB Ratings: 8.1/10
“You’re probably thinking, “My boyfriend said this was a superhero movie but that guy in the suit just turned that other guy into a fucking kabab!” Well, I may be super, but I’m no hero.”

Salah satu adaptasi terbaik dari komik yang menjelma ke layar besar. Menangkap dengan sempurna tone, the feels, dari karakternya. Sekali lagi, film blockbuster ya seharusnya seperti ini. Awalnya aku memang agak meragukan, tapi kemudian, baru nonton adegan openingnya saja I know this would be great superhero movie. Eh, super tapi bukan hero, ding!
Film Deadpool adalah Deadpool itu sendiri. Dia kurang ajar, kasar, suka ngatain orang, selera humornya seringkali keterlaluan, seksual innuendo nya kentara sekali, enggak baik buat anak-anak deh pokoknya. Deadpool bisa dibilang anti-hero dalam dunia Marvel, kita tahu dia aneh, mentalnya seperti agak terganggu, protagonis yang ngelakuin hal-hal tercela, tapi kita cinta. Thus, membuat filmnya menjadi kurang ajar juga. In fact, kurang ajar adalah seni pada film ini.
The writing is so good. At the heart, dan percayalah sekasar dan sekurangajarnya Deadpool, film ini masih punya hati kok.

My Favorite Scene:
https://www.youtube.com/watch?v=DVMVWQIfT88
Opening yang efektif sekali menunjukkan siapa sih Deadpool itu? Nyeleneh, kocak, dan yea dia bukan hero.
And oh btw, review Deadpool kami menangin kontes review dari Cinemags!

*slow-clap*
*slow-clap*

 

 

 

 

 

7. KUBO AND THE TWO STRINGS

kubo-main_0
Director: Travis Knight
Stars: Art Parkinson, Charlize Theron, Matthew McConaughey
MPAA: PG
IMDB Ratings: 7.9/10
“If you must blink, do it now.”

Kubo and the Two Strings bukan hanya peduli soal seperti apa rasanya jadi seorang anak, film ini juga punya hal penting yang ingin disampaikan seputar persoalan tersebut. It is an action packed, extremely fun adventure film. Beautiful to look at, yang engage it’s audience untuk berpikir. Kubo adalah animasi stop-motion yang sangat fantastis.
Lewat kekuatan Kubo yang involving seni melipat kertas dan tema ceritanya sendiri, film ini akan meminta anak kecil untuk menggunakan imajinasi mereka. So they can see beyond our physical world. Mengajak anak kecil untuk berkhayal sehingga mereka mengerti dan siap akan sesuatu hal nyata yang sangat penting; kematian orang yang kita cintai. Memang sih, anak-anak kecil mungkin saja belum nangkep aspek cerita yang lebih ‘serius’ ini until they get older, but at least mereka sudah ‘dipersiapkan’ sambil tetap terhibur. Karena film ini worked on multiple levels.
Petualangan Kubo bersama si Monyet, si Kumbang, dan si Prajurit Kertas mencari tiga senjata legendaris untuk mengalahkan kekuatan jahat dari masa lalu akan bikin penonton cilik betah. Kita juga bisa menonton film ini sambil mikirin deeper messagenya.

My Favorite Scene:
kubo-and-the-two-strings-official-trailer-15
Aku paling ngakak di momen ketika Kubo dengan semangat swinging pedang ke sana kemari dan just dishoot down sama si Monyet yang selalu serius.

 

 

 

 

 

6. EVERYBODY WANTS SOME!!

everybody_wants_some_ver5
Director: Richard Linklater
Stars: Blake Jenner, Zoey Deutch, Glenn Powell
MPAA: R
IMDB Ratings: 7.0/10
“We came for a good time, not for a long time.”

Film ini kayak kita, sometimes it’s dumb. Kita selalu cenderung untuk menganggap segala hal sebagai sebuah lomba. Appeal tergede bisa jadi adalah buat penonton pria karena tentang persahabatan cowok, but take notes, girls! Everybody Wants Some!! bener-bener menangkap gimana cowok menyelesaikan masalah mereka; Enggak pake diem-dieman kayak cewek kalo lagi berantem. Dalam dunia cowok; kalo ada slek, langsung turning it into a fight. Dan voila! masalahnya beres dan move on mencari sesuatu yang bisa dijadikan bahan pertandingan lagi.
Hanya ada sedikit adegan yang nunjukin mereka bermain baseball karena ini memang bukan film olahraga. Majority adegan adalah mereka ke klub, minum-minum, ngasep, ngeceng, party, yah having fun khas anak muda sonolah. Dalam tiga hari saja mereka udah ngunjungin empat pesta loh haha! Yang bikin berbeda adalah pendekatan nearly-philosophical yang film ini lakukan. Dengerin deh, di balik bego-bego yang mereka lakukan, dialog yang terucap punya makna yang mengena
Arahannya membuat semua terasa natural. Selalu ada sesuatu yang terjadi di background setiap shotnya. Sangat lucu dengan komedi yang enggak lebay, romantizing yang tepat sasaran. Yang ingin film ini sampaikan adalah manusia memilih mengerjakan sesuatu hal karena hal tersebut membuat mereka jadi memiliki arti.

My Favorite Scene:

Sums the movie perfectly; precise and awesome!

 

 

 

 

5. THE NICE GUYS

the-nice-guys-poster
Director: Shane Black
Stars: Russel Crowe, Ryan Gosling, Angourie Rice
MPAA: R
IMDB Ratings: 7.4/10
“You’re the world’s worst detective.”

Film seger ini membuktikan kita tidak perlu ledakan untuk menikmati action. Dialognya kocak, aksinya seru, misterinya nyedot perhatian, ceritanya bagus, karakter-karakternya di-handle dengan baik. Penulisan dan arahan film ini was so on-point.
Ini adalah action klasik dua detektif yang berujung menjadi teman. Menariknya The Nice Guys adalah tidak banyak perbedaan antara kedua tokoh ‘hero’ kita. Mereka sama-sama pecandu alkohol. Mereka sama-sama punya masalalu yang tragis. Mereka mengerti seperti apa di Los Angeles. Mereka mengerti aturan mainnya. Karena itulah mereka playing off of each other so good. Segar dan tidak-biasa. And of course, their performances. Chemistry nya, makjaaangg, Ryan Gosling dan Russel Crowe work magic together.
The Nice Guys juga punya satu tokoh anak kecil yang bersikap jauh lebih mature dibandingkan umurnya. Holly, putri kecil si Holland, kerap membantu Holland dan Healy dalam berbagai misi mereka. In fact, peran Holly lumayan besar, like, misi mereka seringkali terancam gatot jika bukan karena Holly. Peran ini dimainkan dengan sangat amazing oleh Angourie Rice. She really sells her character well. Like, soo greaaatt. Tokoh ini terasa sangat real dan otentik. So perfect and so fun.
The script is incredible. Sudah jarang sekali kita ngeliat cerita kayak gini.

My Favorite Scene:
https://www.youtube.com/watch?v=-LT8i_88A00
Saking gak kompetennya, Holland March mixed up kejadian di dalam mimpinya dengan kejadian di dunia nyata hahahaha

 

 

 

 

 

4. LA LA LAND

og
Director: Damien Chazelle
Stars: Ryan Gosling, Emma Stone, J.K. Simmons
MPAA: PG-13
IMDB Ratings: 8.6/10
“Here’s to the ones who dream / Foolish as they may seem. / Here’s to the hearts that ache. / Here’s to the mess we make.”

Jelas sekali Damien Chazelle terinspirasi oleh musik. Dan sebagai filmmaker yang masih terhitung muda, tampak benar dia mengerti gimana rasanya menginginkan mimpi, passion, terwujud. Dia mengerti godaan, struggle, dan ultimately pengorbanan yang harus dilakukan agar mimpi tersebut menjadi nyata. Dan film ini sukses berat menceritakan semua tersebut dengan balutan musikal yang hebat. Adegannya mengalun seamlessly. Semulus para pemain menghidupkan perannya.
I mean, performances dalam film ini sungguh gemilang. Enggak salah kalo film ini diganjar, bukan hanya Best Director, namun juga Best dari penampilan kedua leadnya. Ryan Gosling is always so awesome, ditambah oleh sangat mesmerizing gimana dia memainkan piano itu. Dan Emma Stone memberikan performance terbaik dalam karirnya, sejauh ini.
Genre musikal bukanlah genre film yang paling aku sukai. Namun hal ini bukannya jadi penghalang bagiku untuk menyukai La La Land. Because this is a well-made film. Musical numbers dalam film ini tidak pernah terasa annoying. Dan oh, betapa cantiknya. Los Angeles, kota para bintang, sangat rupawan tergambar oleh film ini.
Namun demikian, apa yang paling aku suka, melebihi kualitas teknikal dan penampilannya yang luar biasa, adalah film ini mendorong penontonnya untuk mencapai impian mereka masing-masing. Ini adalah surat cinta kepada orang-orang yang penuh passion.

My Favorite Scene:
https://www.youtube.com/watch?v=RvWhKWhFWoc
Lagu Audition terasa personal sekali, namun adegan Sebastian dan Mia bernyanyi dan menari dengan latar belakang sunset L.A. sungguh sebuah pemandangan yang indah, penuh arti, dan sangat playful.

 

 

 

 

 

3. SING STREET

sing-street-6
Director: John Carney
Stars: Ferdia Walsh-Peelo, Lucy Boynton, Jack Reynor
MPAA: PG-13
IMDB Ratings: 8.0/10
“Your problem is that you’re not happy being sad. But that’s what love is, Cosmo. Happy sad.”

Satu lagi musikal dalam list ini, aku juga surprised loh. Meski memang ‘aliran’ Sing Street ini berbeda dari La La Land, namun tetap senada.
Dengan cara tak biasa, mengolah premis sederhana – cowok yang ingin menarik perhatian cewek dengan main band, hanya saja dia tidak punya band. – menjadi drama remaja yang bittersweet namun kuat penuh heart and soul. Tidak ada nada sumbang dalam film ini. Tapi itu hanya satu dari sekian banyak cara kita menikmati film ini. It was so beautifully written. Penuh great humor, pula. Dengan lagu-lagu yang catchy, yang menyuarakan ambisi Connor, ketakutannya, romantic feelings, his growing pains, akan tetapi membuat film ini tidak terasa pretentious.
Kita juga bisa melihat film ini sebagai drama pembebasan diri dari sebuah sistem. Karena pemusik pada dasarnya adalah pemberontak. Dan eventually, film ini bisa dibaca sebagai drama persaudaraan kakak-beradik yang sangat emosional. Film yang terbaik adalah film dengan banyak elemen yang saling berlapis. Each of Sing Street’s stories berkumpul manis di akhir, pada lokasi yang disimbolkan oleh lautan lepas. Yang mana film ini berakhir dengan sangat rewarding sebagai sebuah suara harapan yang menginspirasi benak-benak muda untuk mengekspresikan mimpi.

My Favorite Scene:
sing-street-5
Aku kena banget ama percakapan yang intens, hearwrenching, dan emosional antara Connor dengan abangnya menjelang babak akhir.

 

 

 

 

 

2. THE WITCH

thewitch
Director: Robert Eggers
Stars: Anya Taylor-Joy, Ralph Ineson, Harvey Scrimshaw
MPAA: PG-13
IMDB Ratings: 6.7/10
“Wouldst thou like to live deliciously?”

Kita akhirnya sampai di era kebangkitan film-film horor yang dibuat secara artistik! Jump-scares pergi jauh-jauh!!
Bukan hanya tentang sosok nenek sihir mengerikan, tapi juga bagaimana kehadirannya mempengaruhi kehidupan. Kita akan melihat dampak yang disebabkan oleh keberadaan makhluk tersebut keluarga Thomasin. Kita akan menyaksikan keutuhan keluarga yang tercabik-cabik, mereka saling curiga, feeling insecure dan unsure atas apa yang terjadi. I love this movie, sungguh horor yang hebat, penuh suspens dari awal hingga akhir.
Lewat stylenya, film ini sungguh menangkap esensi menyeramkan dari situasi yang horrible. Nuansa klaustofobik yang kental. Film ini membuat kita merasakan environment New England 1630annya sebagai suatu tempat yang nyata. Seolah kita berdiri di tengah-tengah mereka. Musiknya really creep up on us. Long takes dengan shot-shot lambat yang bikin kita penasaran meski dalam hati makin takut dan enggak nyaman. Skema warnanya juga merefleksikan depresi yang dialami tokoh-tokohnya sehingga situasinya semakin terasa mengerikan.
Kalo di Indonesia, mungkin film ini bisa dikategorikan sebagai religi horor. Ketaatan beragama diperlihatkan sebagai desperate attempt yang dilakukan oleh keluarga Thomasin. And it tends to get disturbing. Sejatinya,The Witch adalah cerita tentang feminine empowerment yang seolah di-craft dengan sihir hitam.

My Favorite Scene:

Anya Taylor- Joy made a breakthrough lewat penampilannya dalam film ini. Namun ada satu scene yang dicuri oleh Harvey Scrimshaw yang jadi adek Thomasin. Adegan ini scared the crap outta me, a really jawdropping performance.

 

 

 

 

 

Oh betapa salahnya diriku yang berpikir animasi 2016 dipegang hanya oleh Zootopia dan Kubo and the Two Strings. Beneran, aku gak expecting anime yang satu ini sebagai tontonan yang luar biasa. Turns out, this movie really touched me.
Inilah film 2016 peringkat pertama kami:

1. YOUR NAME

ogj929jb6r7ek5vaw9i-o
Director: Makoto Shinkai
Stars: Ryunosuke Kamiki, Mone Kamishiraishi, Ryo Narita
MPAA:
IMDB Ratings: 8.7/10
“Treasure the experience. Dreams fade away after you wake up.”

Punya keunikan penceritaan yang luar biasa, sampai-sampai aku tidak bisa menemukan apa yang aku tidak suka dari animasi yang cantik jelita ini. Aku enggak pernah melihat drama tukar-tubuh diceritakan dengan cara seperti yang dilakukan film yang judul aslinya Kimi no na wa. Humornya yang beda bekerja sukses, drama emosionalnya bekerja sukses, aspek misteri dan mekanisme dunianya bekerja sukses, everything works out great in this movie. Your Name punya cara yang hebat sehingga transisi antara bagian yang kocak dan fun dengan part of story yang lebih serius, emotionally powerful, dan ultimately penuh suspens menjadi mulus tak terasa.
Dengan cara unconventional tersebut, film ini examining today’s youth culture dan apa yang bisa membuat dua orang jatuh cinta meski jika mereka belum pernah bersua.
Yang berhasil dicapai oleh Makoto Shinkai pada filmnya ini adalah betapa accessiblenya film ini buat banyak lapisan penonton; ceritanya tidak terlalu abstrak. Film ini imbued with elemen mimpi. Juga ada banyak simbolisasi yang memparalelkan antara kejadian di alam semesta, mekanisme dunia film ini, dengan hubungan yang dimiliki oleh kedua tokoh leadnya. It never gets too confusing, malahan semakin menarik kita. Tidak membiarkan kita terlepas sedetik pun dari ceritanya. Namun, tidak seperti mimpi yang lebih sering terlupakan saat kita bangun, film ini akan terus terngiang di kepala. Bahkan saking kuatnya sehingga kamu-kamu bisa saja bermimpi tentangnya.
Please, cari dan tonton film ini. Aku yakin kalian akan menemukan pengalaman menonton yang amat sangat menyenangkan.

My Favorite Scene:
yourtaki-mitsuha-your-name-kimi-no-na-wa-header
Semua dari animasi yang digambar dengan cantik ini amat menyenangkan. Rangkaian montase yang sweet dan kocak sebelum babak kedua akan memberikan kita a whole new meaning dari phrase “try walk in my shoes”. Ini bukan soal si cewek ntar jadi tomboy, sedangkan yang cowok jadi feminin. It explores more. Kita akan menyaksikan apa yang tadinya kebingungan berubah menjadi kerja sama. Lovely!

 

 

 

 

 

Jika rajin ngikutin blog ini (TERIMA KASIH BANYAK! :D), kalian akan tahu bahwa hampir semua film tersebut sudah aku review, so yea, fell free to hit the search button. Aku yakin beberapa dari film dalam daftar delapan-besarku belum banyak yang kalian tonton. Karena memang film-film tersebut just fly off the radar, malah tidak semuanya sempat ditayangkan di bioskop sini. Apa yang mau kubilang adalah; masih banyak yang bikin film-film bagus. Mereka tidak ‘terlihat’ karena kalopun sempat masuk ke bioskop, they got tanked karena yang nonton cuma sedikit. In fact, banyak film bagus – luar maupun dalam negeri – yang suffer from keignorant kita. Jadi, berhentilah menonton film-film horor jump-scares atau komedi bego (jorok pula!) atau drama kacangan yang hanya jualan jalan-jalan. Dan ketahuilah, kita enggak akan pernah dapat film adaptasi video game yang bagus. Pilihan dan sambutan penontonlah yang menentukan apa yang bakal tayang. Aku pun feel bad nonton film bagus yang enggak tayang dengan ngedonlot because I really want to support them.

Semoga di tahun 2017 nanti, film-film bermutu mendapat tempatnya yang layak di layar bioskop!

 

 

 

 

That’s all we have for now.

Remember, in life there are winners.
And there are…
c2b5c7e111c171c21d1

 

We? We be the judge.