Elimination Chamber 2019 Review

 

Kesempatan biasanya digambarkan terletak di luar sangkar. Simbolisasinya adalah dengan bebas dari sangkar, kita bisa terbang mengejar berbagai kemungkinan; kesempatan tak-terhingga akan terbuka bagi kita, akan dapat kita cari, jika kita sudah terbebas dari kurungan. Elimination Chamber 2019 adalah anti- dari hal tersebut. Kerangkengnya boleh jadi didesain untuk menciptakan rasa sakit tatkala tubuh terhempas ke dinding rantai atau kaca tebalnya. Namun acara ini sejatinya didesain untuk menunjukkan kepada kita perjuangan orang-orang mencari kesempatan, menggenggam dan memanfaatkannya, selagi mereka masih terkurung di dalam kerangkeng penyiksa tersebut. Orang-orang yang melawan siksa dan derita mereka demi kesempatan hidup yang lebih baik.

Kebebasan itu tidak ditunggu. Kesempatan itu tidak datang sendiri. Kitalah yang harusnya terus berjuang membuka pintu kesempatan dalam ruang kungkungan personal kita masing-masing sebelum akhirnya mendobrak gerbang pembatas menyongsong kesuksesan.

 

Dulu sekali pernah ada kejuaraan tag team untuk pegulat wanita, tercatat ada setidaknya delapan superstar yang pernah menyandangnya, tetapi kejuaraan ini lantas ditinggalkan begitu saja oleh WWF. Karena situasi dan arahan produknya. Februari tanggal empat-belas tahun 1989 kejuaraan tersebut dinonaktifkan. Tiga puluh tahun kemudian, dengan semangat dan gerakan revolusi di dunia yang baru ini, WWE menciptakan kembali kesempatan untuk superstar-superstar cewek berkompetisi dalam semangat tim. Dan kita mendapatkan salah satu partai elimination chamber terbaik yang pernah ada.

Kita bisa melihat kedelapan superstar cewek yang beruntung untuk terpilih terlibat dalam pertandingan bersejarah tersebut merasa begitu terhormat sehingga mereka bermain dengan penuh respek, spot-spot yang sloppy suprisingly sangat minimal dalam partai pembuka ini. Semua yang terlibat berada dalam kondisi prima; ya superstarnya, penulisan atau bookingnya, ya arahan aksinya. Masing-masing tim dapat kesempatan bersinar. Ada sekuen keren di mana mereka bergantian menyerang dengan jurus pamungkas, yang dimainkan dengan begitu baik. Sekuen kayak gini sebenarnya cukup sering dipake dalam match ramean, tapi biasanya banyak botch tapi tidak untuk kali ini.  Sekuen semacam ini susah untuk dieksekusi karena harus memperhitungkan timing, kurang lebih ekivalen sama long take (shot yang gak di-cut) dalam film.

Aku nonton WWE kayak aku nonton film. Aku akan memperhatikan penulisan cerita, simbolisasi, keparalelan gerakan dengan emosi dan psikologi yang berusaha diceritakan. Satu hal menarik yang terperhatikan olehku adalah enam tim dalam pertandingan ini seperti melambangkan genre; komposisi match tag team cewek tersebut adalah tiga tim aksi, satu tim horor, serta 1 tim drama. Dan kayak di Oscar, genre drama selalu jadi peringkat pertama. Ngelihat tim Nia dan Tamina (usulan nama: Tim Tamia hihihi) dikeroyok ngingetin aku ke film horor Hereditary (2018) yang dibantai oleh awards musim ini. Tapi di sini, aku enjoy melihatnya. Ada spot bikin takjub Nia Jax lari gitu aja menerobos kaca chamber, wuihh!

Billie Kay dan Peyton Royce kayak kakak senior cewek pas ospek: Cakep. Berisik. Galak. Pedes.

 

Film yang baik selalu adalah film yang punya pertumbuhan karakter, kejadian yang ia alami selalu ‘balik’ mengingatkan dia – dan juga kita – akan masa lalu yang menjadi titik balik konfliknya. Elimination chamber cewek ini punya semua itu. Pertandingan dimulai dan diakhiri oleh empat superstar yang tahun lalu juga ‘bermain’ dalam environment kandang ini. It all comes back to us soal gimana ini adalah tentang Sasha Banks dan Bayley yang tahun lalu berantem sedangkan sekarang mereka satu tim. Cerita membangun pentingnya kerja sama tim; kita diperlihatkan tim Iconic sukses mengeliminasi tim Fabulous Glow dengan ngepin berdua – menunjukkan chemistry yang dibangun sejak lama lebih kuat dari hubungan yang baru dimulai. Kemudian cerita berlanjut dengan menunjukkan betapa bahayanya jika satu tim terpisah lewat Tamina yang perkasa harus kalah ketika Nia Jax tak sadarkan diri. Semua kejadian ini secara tak-sadar nempel di kita. Jadi ketika kemudian kita melihat Sasha yang berusaha menolong Bayley manjat chamber (throwback dari kejadian tahun lalu di mana dia ngeScarMufasain Bayley di atas kandang) – Sasha yang mulai mengerti pentingnya tim, dia memberikan kesempatan untuk Bayley menjadi timnya – harus bertempur sendirian ketika Bayley terluka, kita bisa merasakan intensitas yang besar, dan ketika Sasha berhasil menang rasanya high banget meskipun kita mungkin udah jenuh sama tim Sasha dan Bayley. Pertandingan ini menawarkan drama roller-coaster yang merayap diam-diam lewat setiap adegan/spot yang dieksekui dengan amat baik. Drama persahabatan yang dibangun dalam jangka satu tahun. Aku suka ketika WWE memperhatikan pertumbuhan karakter seperti begini, yang sebaliknya juga menurutku sering luput oleh kita semua.

Susunan partai pun biasanya dibuat oleh WWE mengikuti alur naik-turun dalam penulisan struktur film. Fase ‘kekalahan’ ditampilkan mereka lewat cerita Miz. Kita melihat Miz gagal mengkapitalisasi kesempatan di depan mata istri dan rekannya. Kemudian keseruan kita dibawa naik kembali oleh match Finn Balor. Cerita Balor adalah soal gimana dia disebut tidak bisa memanfaatkan kesempatan – dia pernah terpaksa menggugurkan kejuaraan yang ia dapatkan susah payah karena cedera, dia kalah dengan sukses setelah dikasih kesempatan merebut kembali kejuaraannya. Tantangan yang harus ia jawab sekarang adalah bisakah Balor memanfaatkan kesempatan menjadi juara Intercontinental yang sudah dibuat untuk menguntungkan dirinya. Match ini jika disamakan dengan film berfungsi sebagai penghantar kita ke sekuens ‘romantis’. Karena setelah ini, kita akan melihat kemunculan Becky Lynch, tokoh utama dari cerita utama WWE dalam musim Wrestlemania kali ini.

Aku suka-suka aja dengan cerita Becky, tapi arahannya memang agak aneh. WWE membuat dua superstar Smackdown mengejar sabuk Raw. Dengan efektif sekali membuat juara cewek Smackdown seperti tidak berharga. Dalam acara ini, ternyata bukan cuma Asuka yang direndahkan, melainkan juga Ruby Riott. Dan tak pelak mungkin saja keseluruhan superstar cewek di RAW selain yang memegang sabuk. Arahan cerita dipilih oleh WWE ini terbukti merugikan banyak aspek. Bahkan Ronda Rousey si juara yang diperebutkan pun malah jadi kayak berdiri aja di sana – tegak manis dengan kostum Sonya Blade game Mortal Kombat – alih-alih ‘ribut’ dengan Lynch.  Satu-satunya aku bisa setuju dengan angle Vince memasukkan Charlotte ke dalam feud Lynch-Rousey adalah jika nanti pada akhirnya kita akan mendapati Lynch sebagai Stone Cold Steve Austin versi cewek.

Sekuens ‘Taktik Baru’ datang lewat pertandingan Braun Strowman. Di partai ini WWE berusaha mengambil sudut baru dari feud Strowman dengan Corbin yang hampir selalu berakhir dengan cara yang sama. Di sini kita melihat sesuatu yang lumayan baru terjadi kepada Strowman. Dan ini membuat ketertarikan kita tetap relatif di atas. Sejauh ini, memang belum lagi ada partai yang bercerita dan beraksi sekuat dan seseimbang selain partai pembuka yakni Elimination chamber tagteam cewek tadi. Akan tetapi semua partai tersebut dibuat ada ‘mainan’nya. Gak ada yang terasa ‘normal’. Berkat bookingan, acara ini jadi punya pace yang lebih baik dari kebanyakan acara WWE yang biasa kita saksikan. Kemunculan aneh dari Lacey Evans pun tak berarti banyak untuk menjatohkan suasana, dan ini dapat kita artikan sebagai sekuens ‘Resolusi Palsu’ lantaran Evans datang seolah dia bakal bertarung.

Terakhir kali WWE Championship diberikan kehormatan untuk menutup acara adalah sebelas bulan yang lalu, tepatnya pada acara Fastlane 2018. Ini, dan fakta bahwa kejuaraan cewek Smackdown gak kebagian nampil, menunjukkan bahwa meskipun masing-masing brand punya sabuk tertinggi tetep saja kasta Raw lebih ditinggikan. Padahal kita tahu Smackdown selalu punya superstar yang lebih jago dalam urusan aksi di dalam ring, hanya saja WWE seringkali bingung mau ngapain terhadap mereka. Elimination Chamber untuk kejuaraan WWE yang dibuat ramah-lingkungan oleh juara The New Daniel Bryan ini seperti tersusun atas tiga action, satu horor, satu twist (RKO outtanowhere!!)

dan satu kartun anak-anak 80an

 

Alur pertandingannya sendiri gak begitu membekas kayak chop Samoa Joe yang meninggalkan jejak merah di dada Bryan. Terlihat seperti random saja berjalan hingga menjelang akhir saat Kofi Kingston mulai mendapat sorotan. It’s nice to see Kingston finally got a big push. Sebelas tahun loh dia di WWE, dan untuk match ini ‘sejarah’ Kingston benar-benar dipake untuk membangun karakternya. WWE ingin mengubahnya dia menjadi ‘drama’. Secara teori, bekerja dengan amat baik. Hanya saja, I never buy it. Karena aku tahu Kingston ada di sana untuk menggantikan Mustafa Ali yang cedera hanya beberapa hari sebelum acara ini berlangsung. Drama Kingston yang berusaha menggapai kesempatan yang akhirnya datang lagi ini sebenarnya adalah drama untuk Ali seorang underdog yang berusaha memanfaatkan kesempatan untuk menembuskan diri ke puncak. Tentu, Kingston pantas sekali mendapatkan semua itu, namun tak sekalipun aku bisa percaya Kingston bakal menang – despite the last minutes yang dramatis tersebut. Yang menakjubkan sebenarnya di sini adalah kemampuan WWE untuk menggiring opini dan reaksi kita. Mereka ingin kita percaya ini sudah waktunya bagi Kingston, dan mereka konsisten membangun ini, sehingga banyak dari kita termakan pancingannya. Sehingga konten yang kita saksikan di akhir itu tetap tampak keren dan terasa menggugah meskipun kita sudah punya pemahaman terhadap konteks yang dibuat oleh WWE.

 

 

 

Bakal lain ceritanya kalo Ali yang mati-matian berjuang di sana. Bahkan lain ceritanya kalo Kingston sudah terpilih untuk ikut sedari awal. Tapi tetap saja, menakjubkan gimana WWE mengubah ‘perubahan di detik terakhir’ menjadi drama yang mencapai ketinggian sepert yang kita saksikan. Berhasil membuat penonton menitikkann air mata meskipun dalam hati kita tahu Kingston gak bakal menang. Dari segi pertandingan yang bakal paling diingat, The Palace of Wisdom turut menobatkan Elimination Chamber for WWE Championship sebagai Match of the Night, meskipun real craft pada malam itu, Pertandingan Terbaik Malam Itu yang sebenarnya adalah Elimination Chamber for Women’s Tag Team Championship. Salah satu kandidat acara terbaik WWE karena practically kita dapet dua MATCH OF THE NIGHT.

 

 

 

 

Full Results:
1. WOMEN’S TAG TEAM CHAMPIONSHIP ELIMINATION CHAMBER Sasha Banks dan Bayley menang setelah mengeliminasi Sonya DeVille dan Mandy Rose di final-two.
2. SMACKDOWN TAG TEAM CHAMPIONSHIP The Usos merebut sabuk dari The Miz dan Shane McMahon.
3. INTERCONTINENTAL CHAMPIONSHIP HANDICAP ONE-ON-TWO Finn Balor jadi juara baru ngalahin Lio Rush dan Bobby Lashley.
4. RAW WOMEN’S CHAMPIONSHIP Ronda Rousey cepet banget ngalahin Ruby Riott.
5. NO-DQ Baron Corbin dan teman-teman mengeroyok Braun Strowman.
6. WWE CHAMPIONSHIP ELIMINATION CHAMBER juara bertahan The New Daniel Bryan tetep juara setelah ngeleminasi Kofi Kingston di final-two.

 

 

That’s all we have for now.

Remember, in life there are winners.
And there are losers.

 

 

 

 

 
We are the longest reigning BLOG KRITIK FILM TERPILIH PIALA MAYA.

Royal Rumble 2019 Review

 

Lima jam. Lima pertandingan perebutan gelar. Tiga puluh superstar cewek. Tiga puluh superstar cowok. Menonton Royal Rumble menjadi ekstra melelahkan karena membuat kita ‘menghitung’ ekspektasi sembari berteriak-teriak seru. Plus, buatku, aku harus mengetik seribuan kata mereviewnya. Untuk mendeskripsikannya lebih jelas, menonton Royal Rumble tahun ini bagiku adalah seperti ngerjain pe-er matematika sambil naik roller coaster!

Actually, aku ngeskip nonton dua pay-per-view yang terakhir. Survivor Series November lalu tidak sempat kutonton semua karena sibuk persiapan acara puncak Festival Film Bandung. TLC yang bulan Desember juga gagal aku saksikan lantaran bertepatan dengan kelas penulisan kritik yang mengharuskan aku untuk tinggal di Jakarta selama beberapa hari. Jadi mungkin kalian noticed aku enggak ngereview dua show tersebut, dan alhamdulillah ternyata ada yang cukup peduli juga dengan ulasan WWE ku karena aku ditagihin loh, “bro gak review WWE lagi?” So yea, I’m back. Tentu dong, WWE adalah dulu, nanti, dan selalu jadi tontonanku. Buatku Royal Rumble ini seperti lembaran baru karena kemaren-kemaren itu aku benar-benar nyaris stop nonton WWE – kecuali NXT. Dan surprisingly, aku terkesan dengan apa yang kutonton lima jam yang lalu. Terasa benar usaha WWE untuk menaikkan standar kualitas pertandingan mereka. Memang sih, kualitas aksinya belum sebagus NXT TakeOver Phoenix sehari sebelumnya, namun dari segi penulisan – penceritaan, WWE lewat Royal Rumble ini terasa semakin solid.

Semua pertandingan berlangsung secara efektif. Mereka menyampaikan drama dan aksi dalam porsi yang seimbang. Tidak ada partai squash, hanya ada satu ‘cut-scene match’ namun bahkan itupun dilakukan dengan baik. Level ‘kekerasan’ yang disuguhkan juga tampak meningkat. WWE seperti memberikan kelonggaran tambahan buat para superstar, terutama kepada superstar-superstar yang bukan dari brand Raw yang enggak harus langsung nampil besok. Pengecualian untuk ini adalah Ronda Rousey dan Sasha Banks. Dua superstar cewek dari Raw ini bermain sangat fisikal, sehingga terkadang spot-spot yang mereka lakukan tampak sloppy – kurang profesional, dan kelihatan sakit not-in-a-dramatic-way seperti seharusnya. Satu lagi yang tidak aku mengerti adalah kenapa pertandingan kejuaraan tag team Smackdown yang dramatis dan penuh spot keren itu sejatinya berpusat kepada Shane McMahon – kenapa tiga superstar yang lebih ‘muda’ daripada dia yang harus mengimbangi dan work around him.

my girl debuting a new move, yaaassshhh

 

Dua partai royal rumble bekerja dengan sama-sama padunya. Tidak ada elemen yang tersiakan. Aku suka WWE mempertahankan ‘prestasi’ mereka sehubungan dengan ‘surprise entrant’. Nonton royal rumble memang yang selalu ditunggu adalah peserta kejutan yang selalu bikin kita entah itu sukses bernostalgia ataupun pecah bersorak tak-percaya. Seperti yang mereka lakukan tahun lalu, WWE memfokuskan porsi peserta-kejutan ini lebih banyak ke superstar-superstar muda yang nongol di NXT, alih-alih kepada superstar legenda yang untuk jalan ke ring aja sudah tertatih-tatih. Para entrant kejutan ini juga diberikan kesempatan untuk bertanding lebih lama, sehingga penonton bisa menikmati kehebatan mereka sembari WWE bisa mengiklankan brand dari mana mereka berasal. Solusi yang win-win, bukan! Dan tentu saja ada bagian untuk komedi. WWE suka komedi seperti Shyamalan suka twist dalam filmnya. Dalam kedua royal rumble inipun, komedi mereka lakukan dengan tepat guna; enggak benar-benar lebay dengan waktu penempatan yang diperhitungkan. Skit aneh antara Maria Kanelis dengan Alicia Fox enggak jatoh se-‘apasih’, kecuali aku nunggu-nunggu Maria bilang “kau aja pakai musik aku yang dulu” saat ngajak Fox temenan (terlalu ngarep sih memang kalo kita berharap kontinuiti dari WWE), aku gak melihat ada masalah dalam penggunaan komedi dalam pertandingan royal rumble kali ini. Pada royal rumble cowok, komedi digunakan untuk mengurangi kejenuhan, oleh durasi yang memang terlalu panjang.

Menurutku pertandingan royal rumble ceweklah yang seharusnya menutup acara. Sebab tokoh utama show kali ini jelas adalah Becky Lynch. Superstar cewek ini lagi tinggi-tingginya sejak ia menciptakan moniker ‘The Man’. Acara ini dibuka dengan memperlihatkan kegagalan Lynch dalam perebutan gelar cewek Smackdown. Dalam kontes yang dibuat berimbang dengan Asuka – yang mana kejutan pertama dari acara ini buatku; Lynch dibook/ditulis kalah bersih dalam perang submission – seolah penulis sedang merangkai perjalanan teatrikal. Ini seperti sekuen ‘percobaan pertama yang gagal’ pada naskah film-panjang. Kupikir ini bakal berlanjut dengan berbagai adegan di backstage, gimana Lynch berusaha mencari kesempatan lain. Honestly, aku sudah mengantisipasi Lynch bakal masuk ke royal rumble cowok – mengingat julukan ‘The Man’nya tadi – kemudian kembali gagal, dan entah bagaimana dia memasukkan dirinya ke royal rumble cewek, dan berhasil. Namun ternyata WWE membuat susunan yang berbeda; mereka malah mengerahkan Nia Jax untuk ‘menginvasi’ para cowok sebagai sebuah kejutan yang seru-tapi-aneh. Cerita Lynch tuntas di tengah-tengah acara, dan ini membuat partai-partai di antara dua royal rumble ini nyaris mati; berusaha menghidupkan kembali percikan api yang telah padam dibawa oleh kemenangan Lynch yang ditunggu-tunggu para fans.

kasian R-Truth begitu gampang tergantikan.. bahkan Lana aja diberikan kesempatan ‘berjuang’

 

 

Keputusan WWE buatku semakin aneh ketika mereka malah meletakkan Daniel Bryan melawan AJ Styles, dalam pertandingan yang bergaya lambat nan metodical, tepat setelah royal rumble cewek. Masalah bukan dari kedua superstar top-Smackdown, Bryan dan Styles adalah pekerja teknik terbaik yang dipunya oleh WWE, hanya saja jika ingin membuat penonton tetap semangat, mereka harusnya membuat pertandingan ini paling enggak sefast pace pertandingan Brock Lesnar dengan Finn Balor. Keep it short, fill it with high spots. Daripada memakai pertandingan pelan dengan outcome yang gak bersih – partai Bryan melawan Styles ini adalah ‘cut-scene match’ yang kusebut di atas – WWE seharusnya menulis partai kejuaraan WWE ini sebagai pertandingan Street Fight atau Extreme Rules atau apalah yang no-DQ. Sehingga ketika Eric Rowan datang, dia bisa ikut menghajar dan menjadikan akhirannya semakin dramatis oleh Styles yang berusaha mengalahkan dua orang. Dengan begitu penonton akan tetap semangat dan sabuk WWE tidak melulu diperebutkan dalam kontes yang seperti sia-sia.

 

Sebenarnya sudah lama WWE seperti melirik kemungkinan terjadinya pertandingan campuran. Jika WWE memang membangun diri ke arah yang lebih edgy, lewat Becky Lynch – dan Nia Jax – sebagai pionir, katakanlah jika tahun depan kita akan melihat Royal Rumble campuran antara pria dan wanita, atau bahkan melegalkan partai campuran dalam semua jenis match, aku sih seneng-seneng aja. Bayangkan Lesnar melawan Rousey. Atau Nikki Cross tagteam ama Dean Ambrose, tapi bukan lagi dalam mixec tag konyol yang dilakukan WWE di network. Menurutku itu bakal jadi perubahan besar yang positif mengingat isu kesetaraan gender sekaligus bakal bisa menaikkan nilai hiburan itu sendiri.

Pada akhirnya angka-angka dalam Royal Rumble menyimbolkan hitung-mundur sebuah perubahan yang sudah siap untuk terjadi.

 

 

 

Full Results:
1. SMACKDOWN WOMEN’S CHAMPIONSHIP Asuka retain setelah Becky Lynch tap out terkena manuver submissionnya.
2. SMACKDOWN TAG TEAM CHAMPIONSHIP The Miz dan Shane McMahon jadi juara baru mengalahkan Sheamus dan Cesaro.
3. RAW WOMEN’S CHAMPIONSHIP Ronda Rousey tetap juara dengan menge-pin Sasha Banks.
4. 30-WOMAN ROYAL RUMBLE Becky Lynch menang dengan mengeliminasi Charlotter Flair.
5. WWE CHAMPIONSHIP Daniel Bryan bertahan atas AJ Styles.
6. UNIVERSAL CHAMPIONSHIP juara bertahan Brock Lesnar belum bisa dikalahkan oleh Finn Balor.
7. 30-MAN ROYAL RUMBLE Seth Rollins menang dengan mengeliminasi Braun Strowman
Dengan akhiran match yang tepat, dengan porsi hiburan dan kejutan yang berimbang, dengan dramatisasi yang mengena, The Palace of Wisdom memilih 30-Woman Royal Rumble sebagai MATCH OF THE NIGHT

 

 

That’s all we have for now.

Remember, in life there are winners.
And there are losers.

 

 

 

 

 
We are the longest reigning PIALA MAYA BLOG KRITIK FILM TERPILIH.

Hell in a Cell 2018 Review

 

“Dia sahabatku”, ujar Becky Lynch mengenai Charlotte Flair. “And she was holding me back.” 

Menurut Becky, Charlotte sudah merebut begitu saja kesempatan yang sudah susah payah ia usahakan. Seteru antara dua pegulat wanita dari brand Smackdown tersebut merupakan salah satu storyline paling menarik yang dipunya oleh WWE saat ini, karena cerita tersebut berakar dari dosa kita yang paling manusiawi; dengki. Teman makan teman. Sodara nusuk sodara. Itu semua karena kita kadang suka gak senang sama prestasi yang didapat oleh teman kita. Kita merasa kita lebih baik, sudah bekerja lebih keras; ini giliran kita. It’s in our natural instinct. Sebab afterall, manusia hanyalah binatang yang punya peradaban. Baik Becky maupun Charlotte, sebenarnya tidak ada tokoh baik di sini – yang ada hanya mana yang hipokrit dan mana yang sudah muak.

Kasarnya, ada sisi kebinatangan dalam diri kita yang hanya tahu makan atau dimakan. Dan tahu bahwa lebih baik untuk memakan duluan. Sisi binatang ini kadang memang meminta dan memang lebih baik untuk dilepaskan. Hell in a Cell lewat narasi noice-over pada video pembukanya percaya bahwa nafsu buas yang menyiksa batin manusia tersebut ada yang perlu untuk dibiarkan bebas dan ada yang musti dikandangkan. Masalahnya adalah; mana yang mana.

 

manusia itu kadang “Sepintar setan, dan dua kali lebih cantik”

 

 

Bicara soal pilihan, keputusan-keputusan yang diambil oleh Hell in a Cell soal bookingan match mereka toh terkadang sering terlihat sebagai keputusan yang meragukan. Yang salah. Seperti misalnya kita paham kenapa acara bertajuk Hell in a Cell ini enggak bisa semuanya berupa partai Hell in a Cell; it would be an overkill – yang berdampak kepada penonton kehabisan energi lantaran pace acara yang di luar kendali. Dari sudut penyusunan acara, tempo harus diperhatikan. Tapi pertandingan mana yang harus dikandangkan; di sinilah letak kesalahpilihan yang dilakukan oleh acara. Pertandingan yang dibook berakhir bersih dan punya akar cerita personal seperti Becky Lynch melawan Charlotte tadi misalnya, pertandingan mereka seharusnya berada dalam kerangkeng. Akan sangat ganjil dan tentu saja awkward terasa jika sebuah pertandingan yang punya peraturan berupa “tidak ada peraturan” selesai dengan keputusan yang mengambang seperti yang kita lihat pada main event acara ini. AJ Styles dan Samoa Joe tepat diadakan sebagai pertai single biasa, meski penulis tetap melakukan keputusan aneh; entah kenapa mereka gemar mengakhir pertandingan Styles dengan kontroversi yang dipaksakan. Dari dengan Owens, Nakamura, hingga kini dengan Joe, it’s not even interesting anymore.

Salah satu keputusan terbaik yang diterapkan oleh acara ini adalah mengubah kandang menjadi warna merah. Kesan sangar jadi menguar kuat. Merah itu cocok sekali dengan ‘neraka’, dengan ‘darah’, dua kata yang langsung terbayang ketika ada orang yang menyebutkan Hell in a Cell. Bahkan Mick Foley, pegulat yang menjadi legenda karena aksinya di salah satu pertandingan tersebut, berasosiasi dengan warna merah, as in mengenakan flanel merah sebagai kostum default.

 

Pertandingan pembuka yang digelar dalam kandang juga terasa sangat pas. Sangat brutal, apa yang dilakukan oleh Randy Orton, apa yang rela diemban oleh Jeff Hardy. Dengan tema acara, pertandingan mereka juga nyambung. Ini seperti throwback ke masa lalu di mana Hell in a Cell digunakan supaya sisi buas para superstar enggak keluar ke mana-mana. Mereka ditahan di kerangkeng, dan mereka bertarung mati-matian melepaskan semuanya. Fakta bahwa Jeff Hardy dan Orton dua-dua adalah pemain lama, menguatkan semua ini – Jeff Hardy malah memakai ring gear baju jaring-jaring khas dirinya sewaktu masih di Attitude Era. Ngelihat Orton dengan obeng tergigit di mulutnya, Jeff Hardy yang lubang kuping dipelintir oleh obeng tersebut, bulir-bulir darah di punggung Orton yang berbaris membentuk replika ikat pinggang Jeff Hardy, kulit pahanya yang terkelupas. Pertandingan tersebut sebrutal apa yang bisa kita minta kepada era kekinian. Orton yang memaksa wasit untuk menghitung pinnya terhadap Jeff Hardy yang pingsan – entah ini dia improvisasi atau memang skenario, memberikan bobot drama yang gede. By itself, pertandingan tersebut adalah pilihan yang tepat, it really sets up the mood.

Pengekornya, sayang tidak berhasil mempertahankan mood yang sudah terbangun tersebut. Hanya partai Tag Team antara Ambrose dan Rollins melawan Ziggler dan McIntyre yang berhasil menandingi – bahkan menyaingi pencapaian Orton dan Hardy pada pertandingan pertama, baik dari segi cerita dan segi aksi. Pertandingan-pertandingan yang lain memiliki cerita yang baik, psikologi karakter yang sesuai dengan konteks cerita, tapi kualitas aksinya tidak bisa mengimbangi standar yang sudah diset. Becky dan Charlotte tadi misalnya, ada beberapa gerakan yang enggak mulus. Joe dan Styles, ‘tight’ dari segi teknis, namun kehilangan urgensi demi kepentingan melanjutkan storyline.

Ada dua pertandingan yang kita sudah sama-sama tahu bakal tersuguhkan dengan less-action more-drama. WWE benar-benar mencoba menutupi kekurangan Maryse dan Brie dengan drama; dengan tipe match yang kusebut cutscene match pada ulasan pay-per-view yang lalu. Begitupun ketimpangan antara Rousey dan Bliss – both ways. Pertandingannya di sini adalah sebagai giliran Rousey untuk bermain sebagai seseorang yang ‘kurang diuntungkan; dia perlu belajar berbagai variasi angle cerita sebagai seorang bintang baru. Kedua match ini berhasil terdeliver dengan baik, dan tidak benar-benar punya kekurangan. Hanya saja, melihat gambaran besar pertunjukan, kehadiran kedua pertandingan memperlebar rentang hiburan yang diset dengan tinggi di awal tadi.

Lagu entrance Maryse lebih awesome dari punyanya The Miz

 

Main event acara ini bertindak sebagai twist. Jika diawal mereka sudah membawa kita melihat bahwa struktur sel itu digunakan supaya para superstar bisa mengeluarkan sisi terburuk mereka tanpa membahayakan siapapun, maka pertandingan dalam sel yang diwasiti oleh Mick Foley tersebut sesungguhnya ingin memperlihatkan bahwa kandang juga digunakan untuk melindungi dari kebuasaan yang datang dari luar. Keputusan yang menarik. Namun setelah dieksekusi, hasilnya malah aneh. Maksudku, kenapa kita jadi lebih peduli kepada Ambrose dan Rollins yang berantem dengan Ziggler dan McIntyre di luar di atas kandang sana, padahal semestinya kita gigit-gigit jari melihat pertarungan brutal antara Reigns melawan Strowman di neraka di dalam sel?

Ending match yang datang tak lama kemudian malah lebih aneh lagi. It’s awesome melihat Lesnar tiba-tiba datang dan menendang lepas pintu kandang. Interferensi semestinya akan selalu menyenangkan, dengan syarat pertandingan yang diganggu itu tetap selesai. Dalam kasus acara ini, pilihan untuk menjadikan match tersebut seolah cliffhanger dalam film sungguh keputusan yang masih terbuka untuk perdebatan. Dan lucunya, kontradiktif sekali dengan Mick Foley yang mereka pajang berada di sana. Gini loh; Foley jadi legenda dan dia membantu ngesell pertandingan Hell in a Cell ini dengan fakta bahwa dia pernah terjun dua kali dari atas kandang, dan tetap menyelesaikan pertandingan meski bukan-tak mungkin dia hampir mati. Dan kemudian kita melihat Strowman dan Reigns tepar begitu saja kena F5 dari Lesnar yang datang mengamuk, kedua kontestan tidak sanggup melanjutkan pertandingan. Ini mengurangi nilai kengerian Hell in a Cell sendiri. Di samping tentu saja membuat dua superstar teratas brand Raw itu tampak lemah. Amat sangat lemah.

 

 

 

Hell in a Cell kesepuluh yang diadakan oleh WWE ini sebenarnya punya potensi untuk menjadi salah satu acara terbaik tahun ini. Konteks cerita setiap matchnya berjalan dengan baik dan konsisten. Tapi ada beberapa pilihan yang seharusnya bisa dipikirkan ulang. Ada cara dan pilihan yang bisa membuat acara ini lebih menarik dan menghibur lagi. Satu yang menurutku seharusnya bisa diperbaiki, di luar performa dan pertandingan adalah, Michael Cole sebagai komentator. Ini sebenarnya sudah menjadi keluhan umum sih, tapi kupikir Cole sangat ‘bego’ di sini. Komentarnya terlihat seperti membaca cue card. Kata-katanya tidak terasa seperti datang dari ucapan orang yang menonton, lebih seperti menjelaskan apa yang di layar. Pada adegan Ambrose naik memanjat kandang di pertandingan akhir, kita bisa mendengar jelas Cole terdiam dan mengulangi dua kalimat terakhir yang ia ucapkan, karena dia ngucapinnya kecepetan. Bayangkan, dia udah ngomen Ambrose manjat padahal di layar belum kejadian. Kemudian entah dia sadar atau ditegur, dia mengulangi komentarnya, disesuaikan ama pemandangan di layar. It’s really silly, seriously.
The Palace of Wisdom menobatkan Ziggler dan McIntyre melawan Rollins dan Amrose sebagai MATCH OF THE NIGHT.

 

 

Full Results:
1. HELL IN A CELL Randy Orton beat the superhero out of Jeff Hardy
2. SMACKDOWN WOMEN’S CHAMPIONSHIP Becky Lynch merebut apa yang pantas menjadi miliknya dari tangan Charlotte Flair
3. RAW TAG TEAM CHAMPIONSHIP Dolph Ziggler dan Drew McIntyre retain dalam sebuah sekuen yang menarik atas Dean Ambrose dan Seth Rollins
4. WWE CHAMPIONSHIP AJ Styles menang tapi kontroversi, membuat Samoa Joe mengamuk kepada Paige 
5. MIXED TAG TEAM Maryse dan The Miz mengalahkan pasangan Brie Bella dan Daniel Bryan
6. RAW WOMEN’S CHAMPIONSHIP Ronda Rousey ngalahin Alexa Bliss 
7. UNIVERSAL CHAMPIONSHIP HELL IN A CELL Juara bertahan Roman Reigns dan penantang Braun Strowman sama-sama tepar 

 

 

 

 

 

 

That’s all we have for now.

Apakah ini bakal jadi pertandingan terakhir dari Jeff Hardy? Bagaimana pendapat kalian tentang Braun Strowman dengan koper kontraknya? What’s your favorite Hell in a Cell match of all time?

Remember, in life there are winners.
And there are losers.

 

 

 

 

We?
We got PIALA MAYA for BLOG KRITIK FILM TERPILIH 2017

 

 

SummerSlam 2018 Review

 

Sukses adalah ketika kita, dengan kepala terangkat tinggi, menyerukan kepada dunia, “Selamat datang di mimpiku!” SummerSlam 2018 dibuka oleh video opening yang diedit dengan keren, di mana kita ditantang untuk berpikir perihal apa itu sukses. Karena kita semua punya pendapat yang berbeda-beda tentang kesuksesan. Perbedaan tersebut menentukan sikap kita, pilihan dan keputusan kita. Partai-partai dalam SummerSlam tahun ini, dibangun dengan sangat kohesif dengan tema ini. Kita melihat apa jadinya ketika dua orang menganggap sukses itu adalah memenangkan koper berisi kontrak. Kita menyaksikan bentrokan ketika ada yang berpikir sukses itu adalah mempertahankan apa yang dipunya, karena beberapa berkata mempertahankan jauh lebih susah daripada meraih. Kita juga melihat betapa orang bisa menjadi begitu buas ketika bagi mereka sukses itu berarti menangkap kesempatan menjadi yang teratas, lagi dan lagi.

Ini bukan soal menjadi hebat. Ini bukan soal menjadi spesial. Ini adalah soal selalu berusaha untuk memberikan, menjadi, yang terbaik.

 

 

Salah satu bentrok kesuksesan yang berhasil diceritakan dengan sangat baik oleh WWE adalah cerita yang dibintangi oleh The Miz dan Daniel Bryan. Dua orang yang memulai dari garis start yang berbeda, dan apparently mereka juga punya finish yang tak sama. Untungnya buat kita semua, garis finish mereka saling bersilang. Di satu sisi ada Miz, yang gede sebagai bintang reality tv – satu lagi kita punya salah satu pegulat teknikal terbaik dunia. WWE nge-craft cerita mereka dengan sangat telaten, mengapitalisasi setiap situasi, mengubah setiap aspek yang digali sebagai build up, dan akhirnya kita mulai menuai hasilnya. Oh boy, mereka akan panen kesuksesan dari cerita ini. Feud Miz dan Bryan dimulai sejak delapan tahun yang lalu, ketika Daniel Bryan yang kala itu sudah berstatus seorang professional dan punya nama gede di dunia gulat harus menjadi ‘murid’ The Miz yang baru saja memulai mengikat tali sepatu bot gulatnya. Sebab, gedung WWE itu sama kayak pom bensin; Begitu kau masuk, kau harus memulai lagi dari nol. Miz masuk WWE duluan dari Bryan, membuatnya lebih ‘veteran’ di sini. Dan inilah akar tensi mereka yang tak kunjung padam. Perbedaan panjang, dari ‘bagaimana melakukan yang benar hingga melebar menjadi sikut menyikut ’caraku lebih baik darimu’.

Semua hal tersebut diulur dan terus digali oleh WWE lantaran mereka tahu persis bagaimana karakterisasi bekerja. Waktu akan senantiasa bergulir, dan WWE tahu persis bagaimana memanfaatkannya untuk mengembangkan karakter. Simak saja video yang menghighlight perseteruan kedua superstar ini. Yang berubah dari mereka bukan hanya penampilan saat delapan bulan yang lalu, setahun yang lalu. Baik Miz maupun Bryan, karakter mereka berkembang. Miz sekarang sudah berubah menjadi A-List selebriti meski hanya dalam pikirannya. Bryan sempat menjadi general manajer, dia sempat divonis gak bisa gulat lagi, and then he got cleared back into action; WWE menghimpun ini semua ke dalam sebuah gundukan dahsyat storytelling. Dan mereka sama sekali tidak menyalahgunakannya.

Match Bryan dan Miz di SummerSlam ini, meski berakhir dengan Miz curang, benar-benar dieksekusi dengan baik. Enggak ada cara lain untuk menyuguhkannya selain ini. Dari segi cerita, semuanya masuk akal dan menambah banyak untuk karakterisasi. Miz mencuri kemenangan membuktikan pendapat Bryan benar soal dirinya lembek dan butuh bantuan untuk menang. Sebaliknya, juga membuktikan teori Miz bahwa gaya yang dianut Bryan pada akhirnya akan merugikan dirinya sendiri. Delapan tahun pengembangan tersebut tentunya juga tidak merugikan buat kedua superstar, karena memberikan waktu bagi mereka untuk mengasah kemampuan bergulat masing-masing. Terutama untuk The Miz yang memang di awal karirnya tidak mampu mengimbangi Bryan.  Tapi kini, menyaksikan match ini, aku percaya siapapun bisa menang, dan aku tak sabar untuk menunggu babak baru dari perseteruan mereka.

Reality Check: Ini pertama kalinya SummerSlam bebas dari John Cena sejak 2004

 

Dilema menjadi orang sukses itu jatuh menimpa Juara WWE, AJ Styles. Dalam sebuah match perebutan sabuk yang begitu personal, Samoa Joe – penantangnya – mengungkapkan gimana Styles sudah menelantarkan keluarganya; Sebagai juara, Styles jarang pulang ke rumah lantaran sibuk show ke sana ke mari. Momen di mana Joe bicara kepada istri dan anak Styles yang ada di arena adalah momen yang menurutku paling bikin bulu kuduk merinding, bikin kita ikut geregetan. Basically, Joe menyuruh keluarga Styles untuk tenang-tenang saja sebab ia akan mengirim ayah mereka pulang. Satu-satunya masalahku buat cerita ini adalah pertandingan mereka yang butuh lama sekali untuk mencapai puncak emosi. Styles dan Joe – being as great superstar as they are – terlalu lama menghabiskan waktu dengan ‘pemanasan’. Mereka tukar menukar serangan dengan lamban di awal, yang tentu saja bentrok ama urgensi cerita yang sudah sangat personal. Mestinya langsung digas aja dari awal. Buktinya, begitu Styles menunjukkan kobaran amarah, seketika pertandingan terasa menegangkan. Puncaknya tentu saja ketika Joe mengambil mikrofon dan ngomong sekali lagi kepada istri Styles. Aku gak akan bilang dia ngomong apa, yang jelas kejadian yang menyusul sangat keren. Joe bisa dibilang terlalu sukses dalam mancing emosi Styles.  I don’t mind the finish at all.

Yang jelas-jelas failed di acara ini adalah Kevin Owens, Baron Corbin, dan Alexa Bliss.  Superstar antagonis selevel  Owens dan Corbin agak kurang pantes di’bunuh’ oleh pertandingan squash seperti yang mereka dapatkan dalam macth mereka masing-masing. Paling enggak, mestinya mereka dikasih sedikit perlawanan ataupun kesempatan untuk menunjukkan karakter. Seperti Juara Wanita Raw Alexa Bliss, yang kekalahannya meski malu-maluin tapi tetep masuk di akal. Bliss kalah dengan sukses, dan kita semua sudah mengharapkannya. Pinter, WWE, menggunakan kesempatan ini untuk menaikkan Ronda Rousey selagi hype mantan petarung UFC ini masih gede. Dan Bliss adalah antagonis yang tepat untuk protagonis ‘wanita paling bad-ass di dunia’. Hanya Bliss, yang merupakan heel cewek terbaik dalam artian paling ngeselin, yang bisa dihajar habis-habisan tanpa penonton menaruh belas kasihan kepadanya (well, aku kasihan sih, tapi karena aku suka AleksyaBliss nyawww). And in turn, tak membuat Rousey kehilangan ‘muka’, ia tak jatoh sebagai bully. Pertandingan mereka justru menjadi salah satu partai yang paling menghibur dalam acara ini.

“su..su..su..summerslam, summerslam sadness oh ohhhhh”

 

Dari petarung UFC satu ke petarung UFC lain, WWE sepertinya memang sudah menemukan pengganti untuk Brock Lesnar, sehingga mereka sekarang bisa melepas si Beastie Boy ini dengan tenang. Lesnar kalah melawan Roman (gak picisan) Reigns dalam pertandingan yang singkat dan gak spesial – hanya berupa spamming finisher seperti pertemuan-pertemuan mereka sebelumnya. Tapi kali ini WWE membuat keputusan yang tepat dengan memasukkan Braun Strowman sebagai faktor penentu. Kehadiran pemenang Money in the Bank ini dijadikan ‘alasan’ untuk mengikat semua loose end cerita. Lesnar tidak terlihat lemah. Terutama, jika Braun tidak ada di sana – mengancam akan cash-in kontrak kejuaraannya – kemenangan Reigns jelas akan diboo habis-habisan dan penonton akan sibuk mengharapkan kedatangan Strowman, eventually penonton akan menganggap gak masuk akal si monster ini gak turun datang mengambil kesempatan.

Buat posisi Roman Reigns pun – babyface yang dibook terlalu over sehingga bikin benci fans – sepertinya WWE sudah mjenemukan penggantinya. Charlotte Flair adalah manusia yang dibook paling kuat di acara ini. Maksudku, coba sidik pertandingan Kejuaraan Wanita Smackdown tersebut; kita punya Carmella yang semakin hari semakin nunjukin kekuatan permainan karakternya. Aku bahkan melihat tokohnya di sini lebih kuat disbanding Charlotte yang bland. Kita punya Becky Lynch yang mendapat sambutan paling keras dari penonton. Kita bisa saja mendapat pertandingan face terbaik melawan heel terbaik versi Brand Biru, tapi ternyata mereka merasa perlu untuk masukin Charlotte. Dan memenangkannya. Wow. Tentu ada alasannya kan, kenapa saat Lynch ngamuk melempar Charlotte ke meja setelah pertandingan tersebut, penonton malah bersimpati kepada Lynch. Karena Charlotte, seperti yang biasa dilakukan oleh Reigns sebelum ini, sudah seenaknya dikasih spot yang sebenarnya dia enggak perlu ada di sana.

 

Usaha untuk menjadi semakin baik, memang sangat tampak dilakukan oleh WWE. Mereka mulai menggunakan animasi 3D pada entrance beberapa superstar untuk menguatkan karakter mereka sebagai ganti dari penggunaan pyroteknik. Kelihatan bagus sih, penonton di rumah jadi punya eksperiens yang berbeda. Urutan pertandingan kali ini juga semakin diperhatikan, supaya ketertarikan penonton tidak turun. Mereka menyelang-nyelingi antara pertandingan yang berakhir bersih dengan yang berakhir rusuh. Masalahku dari sini hanyalah, kenapa nyaris semua match dari brand Smackdown berakhir. ‘Nyaris semua’ hanya karena Randy Orton gak jadi menyerang Jeff Hardy. Mungkin saat itu, Orton kepikiran “Hmm.. Bryan dicurangi, Bludgeon Brothers ngamuk sampe kena DQ, Styles juga, Lycnh pun ngamuk, tapi gak DQ sih.. Ah males ah, ntar aku disangka niruin ngamuk-ngamuk” sehingga dia urungkan niat jahatnya kepada Hardy.

Ambrose juga di sini enggak rusuh, sepertinya karena dia sudah bukan di Smackdown lagi.

 

 

 

SummerSlam 2018 sukses bikin kita bersorak seru. Punya pertandingan-pertandingan bagus dengan cerita yang dengan luar biasa diintegralkan dengan tema dan dibangun dengan efektif. Walaupun memang masih tergolong hiburan level Vince McMahon dengan banyak segmen yang masih terasa sebagai penghabis waktu – hanya Vince lah yang bisa ngakak guling ngeliat segmen Elias tiba-tiba gitarnya patah – SummerSlam masih deliver sebagai acara yang padu. Bisalah disandingkan dengan Wrestlemania 34, kalo gak mau dibilang lebih baik.
The Palace of Wisdom menobatkan Daniel Bryan vs. The Miz sebagai MATCH OF THE NIGHT.

 

 

Full Results:
1. INTERCONTINENTAL CHAMPIONSHIP Seth Rollins juara baru mengalahkan Dolph Ziggler
2. SMACKDOWN TAG TEAM CHAMPIONSHIP The New Day menang atas juara bertahan The Bludgeon Brothers…. tapi menang DQ
3. MONEY IN THE BANK CONTRACT ON THE LINE Braun Strowman membunuh Kevin Owens
4. SMACKDOWN WOMEN’S CHAMPIONSIP TRIPLE THREAT Charlotte Flair merebut sabuk dari Becky Lynch dan Carmella
5. WWE CHAMPIONSHIP AJ Styles kena DQ, sehingga Samoa Joe menang tapi sabuk gak pindah.
6. SINGLE The Miz ngalahin Daniel Bryan
7. SINGLE Demon Finn Balor ngamuk ke Constable Baron Corbin
8. UNITED STATES CHAMPIONSHIP Shinsuke Nakamura bertahan atas Jeff Hardy
9. RAW WOMEN’S CHAMPIONSHIP Rowdy Ronda Rousey menghajar Alexa Bliss
10. UNIVERSAL CHAMPIONSHIP akhirnya Roman Reigns mengalahkan Brock Lesnar

 

 

 

That’s all we have for now.

Remember, in life there are winners.
And there are losers.

 

 

 

 

We?
We got PIALA MAYA for BLOG KRITIK FILM TERPILIH 2017

Extreme Rules 2018 Review

 

 

Waktu tinggal sepuluh menit lagi. Skor 4-3 untuk juara bertahan Dolph Ziggler yang dengan liciknya sekarang bermain lambat. Mengunci, menahan, mengulur waktu dengan sengaja. Seth Rollins berusaha bangkit mengejar ketertinggalan, dia mencoba menyerang, tapi Ziggler kembali menjatuhkannya. Kedua superstar sama-sama terbanting ke matras dengan keras. Rollins mengambil kesempatan, dia terbang menghantam Ziggler dari turnbuckle paling atas. BRUUKK. Ziggler masih mampu bangun di hitungan kedua! LIMA MENIT LAGI!!! Rollins berusaha menyerang dengan jurus pamungkas, tendangan Blackout, Ziggler berhasil mengelak!!! TIGA MENIT!!!! Aku geregetan nonton sambil menggigit-gigit tangkai eskrim (esnya sudah dari tadi mencair oleh panasnya pertarungan). Dan penonton di stadion PPG Paints Arena di Pennsylvania sana malah asik sendiri menghitung mundur waktu seolah ini adalah pertandingan Royal Rumble.

 

WWE Fans: “Awas ya. Jangan sampai Roman Reigns jadi main event lagi”

WWE: “Oke, kami dengar saran dan permintaan kalian”

WWE Fans: “Ya tapi nanti kami masih akan tetap heboh neriakin –kalo perlu ngelakuin – hal-hal yang gak nyambung, supaya kami kelihatan keren di tv, kemudian pulang dan komplen di internet soal produk kalian yang basi.”

 

 

Kita, sebagai yang mengaku penggemar, suka ngeluh, ngritik, komplen betapa WWE tidak memperhatikan keinginan fans. Gimana produk mereka semakin hari semakin membosankan. Bagaimana para penulis skrip tidak tahu cara menggali potensi dari talenta-talenta yang mereka punya. Tentang manajemen WWE yang terlalu memonopoli, mereka mengambil superstar, dan memperlemah mereka dengan membatasi gerakan dan gimmick yang konyol. Tentu, kita memang harus kritis seperti demikian, menunjukkan kita peduli terhadap produk yang kita gemari. Sama seperti pada film, Kita ingin yang kita tonton sedari kecil ini berkembang menjadi lebih baik. Sama seperti pada film, toh kita tidak teriak-teriak sibuk sendiri di dalam bioskop. Sama seperti pada film, kita – penonton – adalah bagian dari pertunjukkan. Tidak satu berada di atas yang lain. Maka dari itu, menghijack pertunjukan – bikin heboh sendiri malah tidak memperhatikan apa yang sedang disuguhkan – bukannya membantu untuk membuat show menjadi lebih baik, malahan menjadikannya tampak konyol. Nyatanya merendahkan sekali terhadap superstar-superstar yang tak diacuhkan.

Sebagai fans, kita semestinya tidak egois. We should not think we can run the show seenak udel. Kita perlu belajar respek. Kita perlu belajar, period. Kita perlu ingat bahwa setiap acara dijalankan dalam konteks tertentu. Ketika kita menonton WWE, kita mestinya paham bahwa ini adalah acara yang berdasarkan pada storyline, drama, dan (psikologi) karakter. Ini bukan kompetisi murni, jadi gak ada gunanya ngeluh kenapa atlit yang beneran hebat bisa kalah sama atlit yang jurusnya hanya sedikit. Sebaliknya, aku pikir konyol sekali bahwa dalam pertandingan kejuaraan Intercontinental pertama yang jadi main event sejak Davey Boy Smith melawan Bret Hart di Summerslam ’92, pengolok-olokan sebagai bentuk dari yang katanya protes membangun itu tetap terjadi. I mean, ini yang main Seth Rollins yang dielu-elukan fans sebagai salah satu pegulat terhebat loh, namun tetap saja penonton tidak memperdulikan. Apapun yang dilakukan WWE tampaknya tak bisa benar di mata fans, dan ini menurutku terjadi karena kita sebagai fans kadang melupakan konteks sebenarnya dari acara ini.

“The B Team is about to get F in the B”

 

Orang-orang menganggap kontes Ironman untuk Kejuaraan Intercontinental itu sebagai laga yang buruk, karena mereka tahu kedua superstar yang terlibat sebenarnya kompeten untuk melakukan pertandingan gulat klasik yang epik. They didn’t get that, so they thought “hey, it’s time to takeover”. Pertanyaannya adalah; apa seharusnya memang harus begitu. Sebuah pertunjukan ‘seharusnya’ punya alur, yang dibangun sesuai dengan konteks. Mereka tidak harus bertarung secara over, karena ada cerita yang harus disampaikan. Jika kita memikirkan lebih dalam, psikologi match ini bekerja dengan sangat baik. Ingat ketika sebelum match, Rollins diwawancara di backstage? Apa yang ia katakan saat itu literally foreshadowing apa yang bakal kita saksikan. Rollins beneran berpacu dengan waktu, dia dihalangi oleh Ziggler yang di sini berperan sebagai heel; antagonis. Heel Ziggler tidak berusaha untuk bergulat, dia berusaha untuk menang dengan segala cara. Tentu, dia sungguh mampu bertarung sendiri, tapi di cerita ini dia culas dan punya teman bernama Drew McIntyre. Jika kita marah dan gak seneng melihat kelakukan mereka berdua di sini, maka itulah yang namanya peran heel – peran antagonis. Aku tidak melihat masalah dalam penyampaian cerita ini. Ironman adalah pertandingan yang tricky untuk dibook (Sasha-Bayley adalah contoh yang sukses, Sasha-Charlotte contoh yang kurang), dan untuk match ini; mereka berhasil deliver cerita dengan kuat. Meski aku setuju bahwa skrip gak musti semengekang itu, mereka bisa sedikit lebih lepas dan tujuan cerita masih tercapai; terutama aku kurang sreg ama elemen sudden deathnya, aku lebih suka jika dibiarkan hasilnya seri karena lebih emosional buat Rollins sebagai tokoh utama di cerita ini.

Kalo main video game, biasanya kita akan menemukan cut scene – sekuens adegan cinematic yang tidak bisa kita mainin, bahkan sudah banyak sekarang yang tidak bisa kita skip. Kita disuruh nonton doang. Nah, dalam satu show WWE, kita akan banyak menemukan partai-partai pertandingan yang sejatinya adalah cutscene dalam video game. Pertandingan yang fungsi sebenarnya adalah pengisi waktu untuk meneruskan cerita. Tidak terkecuali dalam Extreme Rules ini. Match kayak Alexa Bliss lawan Nia Jax, digunakan untuk furthering karakter-karakter dan cerita dalam  saga Ronda Rousey. Jeff Hary lawan Nakamura digunakan untuk memperkenalan Randy Orton ke dalam cerita. Bahkan Tag Team antara Team Hell No melawan Bludgeon Brothers dialihfungsikan sebagai cutscene match demi mengakomodasi cedera yang dialami Kane sebelum acara. Jadi sama sekali bukan tentang superstar yang tidak mampu beraksi dengan baik. Asuka dan Carmella dibook bukan semata untuk menjatuhkan Asuka, hanya masih dalam tahap developmental karakter baru bagi mereka saja. Buruknya pertandingan itu disengaja, ada desain dari pengaturan match card dan segala macam yang bakal terasa jika kita melihat mereka sebagai gambaran besar show Extreme Rules.

One. Two. Happy Birthday to me!!!

 

Untuk development karakter, memang kita sudah paham WWE rela berlama-lama. Kadang mereka pakai rangkaian match, makanya kita sering dapat partai yang itu-itu melulu. Constable Baron Corbin melawan Finn Balor adalah contoh development yang merupakan tahap yang lebih lanjut dari ‘cutscene’ match. Kesuksesan The B Teamnya Bo Dallas dan Curtis Axel di partai kejuaraan Tag Team Raw bisa dibilang sebagai tahap akhir dari pengembangan mereka; bahwa karakter mereka sudah mekar dan siap untuk dilepas di pertandingan selanjutnya. Lashley-Roman Reigns, Styles-Rusev adalah karakter-karakter yang sudah fully-blown, dan kelihatan match mereka diberikan kebebasan lebih, dan hasilnya tak mengecewakan; partai mereka bekerja efektif dari sudut karakter dan aksi. The most fun yang kita dapatkan dalam pertunjukan ini tak pelak adalah Cage Match antara Strowman melawan Owens, namun tentu saja momen high risk seperti demikian tidak akan mungkin terus-terusan dilakukan karena menyangkut well-being dari superstar. Masalah Proteksi Superstar ini juga salah satunya yang patut kita perhitungkan ketika bicara dalam konteks acara WWE.

Tentu saja, aku tidak membela WWE mati-matian. Kesalahan tidak berarti lepas dari tangan mereka. Karena selain KONTEKS yang harus kita ingat, juga ada KONSEP yang harus mereka landaskan dalam membangun acara.  Dan aku berpikir, WWE – demi develop cerita – cenderung melupakan konsep ini dan akibatnya benar-benar terasa ke pengalaman menonton kita semua. Seperti, Extreme Rules ini; seharusnya ini adalah acara yang konsepnya semua pertandingan menjadi ‘ekstrim’ pada malam itu. They used to have stipulation matches, even hardcore matches. Tapi sekarang WWE tidak lagi benar-benar live it up ke konsepnya. Dan memang ini mengecewakan, terlebih buat kalangan fans yang sudah membangun antisipasi seperti apa aplikasi konsep mereka seharusnya.

 

 

 

 

Pada Extreme Rules, kitaikut share the blame. Kita kadang lupa konteks acara. WWE pun sebenarnya bisa melakukan lebih dan tetap berjalan sesuai konteks mereka, dengan tidak menyia-nyiakan konsep yang sudah diantipasi. Shownya sendiri sebenarnya enggak parah-parah amat, setiap partai punya sesuatu yang bisa kita nikmati dalam kapasitasnya sebagai bagian dari acara gulat hiburan.

Happy Rusev Day!

The Palace of Wisdom menobatkan WWE Championship antara AJ Styles melawan Rusev sebagai MATCH OF THE NIGHT.

 

 

Full Result:
1. RAW TAG TEAM CHAMPIONSHIP The B-Team juara baru ngalahin The Deleters of World
2. SINGLE Finn Balor mencuri kemenangan dari Constable Baron Corbin
3. SMACKDOWN WOMEN’S CHAMPIONSHIP Carmella retains dari Asuka yang terdistraksi James Ellsworth yang mestinya digantung dalam kandang
4. UNITED STATES CHAMPIONSHIP Shinsuke Nakamura menang dengan curangin Jeff Hardy
5. STEEL CAGE Braun Strowman melempar Kevin Owens dari atas kerangkeng
6. SMACKDOWN TAG TEAM CHAMPIONSHIP The Bludgeon Brothers praktisnya menang handicap lawan Daniel Bryan (Kane nyaris gak ofensif dengan cedera kaki)
7. SINGLE Bobby Lashley mengalahkan Roman Reigns
8. RAW WOMEN’S CHAMPIONSHIP EXTREME RULES Alexa Bliss bertahan dari Nia Jax
9. WWE CHAMPIONSHIP AJ Styles tetap juara atas Rusev
10. INTERCONTINENTAL CHAMPIONSHIP 30-MINUTE IRONMAN Dolph Ziggler menang sudden death setelah seri 4-4 melawan Seth Rollins.

 

 

 

 

That’s all we have for now.

Remember, in life there are winners.
And there are losers.

 

 

 

 

We?
We got PIALA MAYA for BLOG KRITIK FILM TERPILIH 2017

Backlash 2018 Review

 

Aku kasian sama Roman Reigns. Beneran. Dia berusaha memberikan yang terbaik, dia bekerja giat menaikkan skill di dalam dan luar ringnya, bisa diandaikan dia diberikan bola dan dia berusaha mencetak gol dengan bola tersebut.  Namun di situlah masalah, dia selalu diberikan ‘bola’. Roman Reigns adalah apa yang kita sebut sebagai korban bookingan. Bukan salah Roman Reigns jika dia selalu ditempatkan dalam situasi yang membuat penonton nge-boo habis-habisan. Habisnya, tim kreatif sendiri yang sepertinya kehabisan ide untuk menampilkan Reigns layaknya pahlawan babyface yang diniatkan. Pada Backlash 2018, para penulis, Vince McMahon, dan unfortunately Roman Reigns, kena batunya.  Para fans yang nonton langsung di studio literally tampak berbondong-bondong walk out dari arena saat pertandingan tunggal Reigns melawan Samoa Joe yang menjadi main event masih berlangsung. Banyak laporan yang menyebut alasan penonton itu keluar juga dipengaruhi oleh keadaan jadwal kereta dan traffic yang enggak mendukung. Apapun itu, yang jelas ngeloyor keluar di saat acara masih berlangsung adalah sebuah perbuatan yang menunjukkan gestur tidak hormat. Penonton yang walk out tidak peduli soal duit yang sudah mereka keluarkan, karena menurut mereka pulang tepat waktu lebih penting dari melihat Reigns dicecokin ke dalam kerongkongan mereka sekali lagi. Mereka tidak respect sama keputusan bookingan ini. Dan sejujurnya, WWE kinda deserve it.

WWE membuat Roman Reigns menghabiskan sebagian besar caturwulan kemaren dengan mengomel soal Brock Lesnar yang dianakemaskan oleh company, Reigns mempermasalahkan gimana Lesnar sepertinya mendapat perlakuan khusus, dan sekarang hal yang serupa terjadi kepada dirinya sendiri. Reigns jadi main event acara padahal pertandingan yang ia lagai tidak mempertaruhkan apa-apa.

Main event atau partai puncak yang menutup acara adalah big deal dalam pertunjukan WWE.  Tidak sembarang superstar ataupun tidak ngasal saja menunjuk match yang fungsinya mengirim penonton pulang dengan memuaskan sekaligus tetap membuat mereka geregetan untuk lanjut menonton lagi lain kali. Spot ini ditujukan untuk elemen-elemen cerita yang paling penting.  Biasanya jadi partai perebutan sabuk kejuaraan dunia, sabuk dengan kelas tertinggi dalam klasemen. Ketika Lita dan Trish Stratus dijadikan main event Raw, itu adalah momen paling spektakuler karena biasanya selalu superstar cowok yang dianugerahi posisi terhormat ini. Dalam menjalankan agenda Women’s Revolution, WWE memberikan kesempatan pada superstar cewek masa kini beraksi jadi penutup acara – untuk menunjukkan bahwa mereka berada di posisi yang sama dengan superstar cowok. Segitu pentingnya soal main event  ini, bahkan CM Punk cabut dari WWE  karena dirinya tidak kunjung diberikan spot main event di Wrestlemania; acara paling gede di WWE.

 

Roman Reigns melawan Samoa Joe enggak ada urusan menjadi penutup Backlash. Tidak ada sabuk yang dipertaruhkan. Ini adalah partai yang murni dari perseteruan Joe yang sadari awal kemunculannya sudah jadi bebuyutan Reigns, masalahnya feud mereka sudah tak perlu lagi dilanjutkan karena Joe dan Reigns sudah pisah brand  -Joe di Smackdown! Sedangkan Reigns di Raw – sehingga mereka tidak akan bertemu lagi.  Backlash adalah pay-per-view pertama di musim baru WWE, di mana pada musim ini Raw dan Smackdown! akan terus berbagi pay-per-view. Which is bring us kepada hal yang membuat para fans semakin gondok sama Roman Reigns; sebab there’s actually a championship match yang lebih pantes untuk dijadikan main event dalam Backlash. Sabuk tertinggi Smackdown! diperebutkan malam ini antara AJ Styles melawan Nakamura – sebuah feud yang dibuild up dengan cerita yang intense dan personal bagi kedua superstar, mereka punya history, belum lagi fakta bahwa keduanya adalah superstar yang punya ring skill teratas menjadikan pertemuan kedua mereka ini lebih ngedream match dibandingkan sebelumnya. Namun mereka belum cukup bergengsi bagi manajemen WWE untuk dijadikan penutup acara yang spektakuler. They’re actually bust their balls for us, tapi WWE masih memaksa kita untuk membawa pulang kemenangan Reigns yang tertebak dan gitu-gitu mulu sebagai kenangan terakhir.

Styles di Backlash kena backlash dari kursi

 

Buruknya bookingan partai terakhir ini tentu saja berimbas kepada partai-partai lain, sebab mereka didesain untuk tidak melebihi penutup. Styles dan Nakamura sudah mulai menunjukkan apa yang sebenarnya mereka bisa, namun tetap terhalang oleh penulisan yang dengan sengaja dirancang untuk mengulur perseteruan mereka. Ini adalah partai no-DQ dengan cerita yang berpusat di Nakamura yang hobi mukulin anu nya Styles. Mereka bisa saja bikin pertandingan yang totally bikin kita meringis. Hanya saja mereka memutuskan untuk bikin kita kesel dengan membuatnya berakhir no-contest. Matchnya sendiri enggak jelek, tapi hasilnya begitu tidak memuaskan, membuat penonton memutuskan semua gara-gara Reigns.

Salah satu elemen cerita kekinian yang digali oleh penulis adalah soal perundungan, dan di Backlash kita dapat dua match yang bertema bullying. Sayangnya hanya satu yang bekerja dengan baik. Big Cass dan Daniel Bryan perfect menghantarkan cerita dan drama yang dibutuhkan, hanya saja aksinya yang kurang. Maksudku kita tahu Bryan semestinya bermain di level yang lebih tinggi daripada itu. Dia supposedly di sini untuk membantu membangun karakter Big Cass. Masalahnya adalah Big Cass masih terlalu bland. Dia bagus di depan mikrofon, gerakannya juga enggak awkward, akan tetapi serangan-serangannya biasa aja. Dia tidak melakukan hal yang unik, pacenya lambat. Jika Big Cass memang diniatkan sebagai sesuatu yang besar, dia perlu dengan cepat step up his game melakoni peran dan kesempatan yang diberikan. Sebaliknya, match Nia Jax melawan Alexa Bliss terlihat sedikit out-of –ordinary, tapi lebih ke arah negatif. Perseteruan mereka lumayan menarik, Bliss memainkan karakter fake martyr yang nuduh Nia ngebully padahal sebenarnya dia yang jahat. Yang kecil actually ngerundung yang lebih besar. Mereka memberi kesempatan untuk Bliss melakukan serangan-seranga tak terduga, dengan tujuan memberikan kesan Nia vulnerable, tapi aksi-aksi tersebut tak pernah tampak meyakinkan. The match was too long, Bliss terlalu banyak menyerang. Di akhir match, Nia ngasih speech soal bangga dan kuat menjadi diri sendiri yang momennya tidak terasa sekuat yang diniatkan.

aku bangga jadi Nia Jax karena aku masih sanak saudara ama The Rock

 

 

Berbeda dengan Vince yang menurutnya sangat kocak melihat Fashion Police, Titus Worldwide, dateng ikut conga line No Way Jose dan kemudian bersama-sama New Day dan Bobby Roode menghajar Elias, bagian yang lumayan aku tunggu-tunggu adalah pertandingan Carmella melawan Charlotte. Aku lebih suka Carmella yang lemah tapi jahat sebagai juara karena itu artinya dia bakal melakukan apapun dengan sabuk juaranya itu, ketimbang Charlotte yang hanya menjadikan sabuk sebagai aksesoris. Aku penasaran gimana Carmella bisa menang lawan Charlotte, dan aku sungguhan terkejut WWE membuat Carmella menang clean atas sang Ratu. Bahkan lebih kaget lagi saat Carmella menggunakan Code of Silence, finisher submission yang biasanya ia pakai di NXT. Tapi yah memang matchnya standar aja, agak-agak annoying juga demi mendengar teriakan-teriakan Carmella

Don’t hate the player, hate the game

 

 

Berbeda dengan main event, partai pembuka biasanya selalu diposisikan buat pertandingan papan tengah di mana disuguhkan aksi-aksi cepat seperti high flying. It’s a less drama, more action. Rollins dan Miz kebagian posisi ini di Backlash, dan, maaaan, mereka deliver layaknya profesional sebenarnya profesional. Meskipun kita sudah bisa tahu duluan hasil akhirnya dengan menebak pake logika, tapi mereka dengan sukses membuat beberapa kali Miz tampak bakal memenangan pertandingan dengan meyakinkan. Aksi pertandingan ini padet oleh spot spot seru. Mereka juga menjual angle cedera kaki di cerita ini, yang membuat urgensi semakin nyata dan menjepit. Saking serunya match ini, aku pikir kita gak perlu nunggu lama sampai main event kalo memang mau walkout. Keluar aja sedari match ini berakhir.

 

 

 

Jika ada yang berhasil dilakukan oleh WWE pada Backlash 2018, maka itu adalah membunuh respek penonton terhadap produk yang mereka sajikan. Ketika kau bermaksud menghibur penonton, namun mereka malah asik ngechant sendiri, heboh-heboh di luar apa yang sedang kau usahakan, itu adalah tanda kau gagal menggaet mereka. Backlash sukses melakukan ini. Dia membuat kita tidak peduli kepada para superstar. Padahal sesungguhnya yang harus dipersalahkan adalah bookingan yang membuat semuanya menjadi begitu di bawah menengah.
The Palace of Wisdom menobatkan Miz melawan Seth Rollins sebagai MATCH OF THE NIGHT.

 

 

Full Results:
1. INTERCONTINENTAL CHAMPIONSHIP Seth Rollins mengalahkan The Miz
2. RAW WOMEN’S CHAMPIONSHIP Nia Jax bertahan dari Alexa Bliss
3. UNITED STATES CHAMPIONSHIP Jeff Hardy defeat Randy Orton
4. SINGLE Daniel Bryan bikin Big Cass tap out
5. SMACKDOWN! WOMEN’S CHAMPIONSHIP Carmella retains ngalahin Charlotte
6. WWE CHAMPIONSHIP NO-DQ Juara bertahan AJ Styles dan penantangnya, Shinsuke Nakamura sama-sama KO
7. TAG TEAM Braun Strowman dan Bobby Lashley mengalahkan Kevin Owens dan Sami Zayn
8. SINGLE Roman Reigns mengalahkan Samoa Joe, tapi tidak ada yang peduli.

 

 

 

 

 

That’s all we have for now.

Remember, in life there are winners.
And there are losers.

 

 

 

 

We?
We got PIALA MAYA for BLOG KRITIK FILM TERPILIH 2017

WrestleMania 34 Review

 

Bagaimana cara kalian ngerayain suatu yang sudah selalu kalian peringati dengan sakral setiap tahun, katakanlah acara ultah atau anniversary pacaran? tentu saja dengan kejutan yang disiapkan matang-matang. Dari Asuka hingga ke Nicholas, Wrestlemania 34 nyatanya adalah sebuah acara yang twistnya begitu well timed sehingga kita sendiri aja enggan untuk mengakuinya. Because WWE; they got us. They got us good!!

Nyaris dari awal hingga akhir,  pertandingan-pertandingan di Wrestlemania ini akan membuat kita merasa seperti orang paling sok tahu di seluruh dunia; kita pikir kita tahu apa yang bakal terjadi, tapi enggak. Akan ada hal-hal yang di luar perkiraan. Dari sinilah datangnya kehebohan itu. Teriak-teriak di Warung Darurat yang didengar orang-orang yang berlalu lalang di jalan Teuku Umar itu adalah teriakan shock, jeritan surprise, dan tumpahan sumpah serapah liar.

Karena, memang, yang namanya kejutan toh enggak selamanya mesti selalu hal-hal yang menyenangkan.

 

Buktinya ya, main event acara ini. Roman Reigns sudah mulai di-push untuk menjadi superstar gede sejak beberapa tahun yang lalu. Initial moment buat Reigns hadir tiga tahun lalu di Wrestlemania 31, ketika dia dirampok dari kemenangan. Dan sekarang, Wrestlemania 34 adalah kali keempat Reigns berturut-turut menjadi main event Wrestlemania. Bukan hanya itu, malam gede di New Orleans ini juga menandakan journey Reigns sebagai hero utama sudah hendak melingkar sempurna; Reigns berhadapan kembali dengan lawan ‘bebuyutan’ yang sama dengan saat Wrestlemania 31, yakni Brock Lesnar. Bahkan situasi match mereka ini pun dibuat menyerupai main event tiga tahun lalu tersebut. Reigns berusaha redeem himself, dia terus saja kick out dari serangan apapun yang dilancarkan si juara bertahan Lesnar (empat F-5 itu benar-benar tampak overkill!) Sebagai pemanis, WWE melonggarkan peraturan mengenai darah; Lesnar dalam pertandingan ini sengaja dibuat memukul kepala Reigns hingga bocor. Visual yang intens. Semua penonton mengira inilah saatnya Reigns untuk comeback dengan gegap gempita, dan pada akhirnya bel berbunyi menandakan Reigns… kalah.

WWE benar-benar ngetroll semua orang. Karena enggak ada yang mengharapkan Lesnar untuk bertahan. Setelah semua build up untuk Reigns. Setelah semua berita yang mengabarkan Lesnar menandatangi kontrak baru dengan UFC. Khususnya ketika semua penonton sudah begitu lelah, dan gerah. Melihat Reigns gak mati-mati, membuat kita menginginkan Reigns segera menang, karena kita pikir dia sudah pasti menang. Tapi nyatanya, WWE memberikan apa yang sebenarnya kita minta; Reigns kalah. Dan kita membenci keputusan yang dibuat oleh WWE ini! Sebenarnya lebih ke gak puas sih, aku sudah siap lahir batin melihat Reigns keluar dengan sabuk di Raw setelah ini, karena aku ingin babak baru – no more Lesnar’s gradual title defenses, tidak ada lagi perburuan emas dari Reigns, tapi itu semua tidak kejadian.

sepertinya kita harus puasa pyro setahun lagi demi bayar kontrak Brock Lesnar

 

Pertandingan terhebat pada malam itu, secara tak terduga, datang dari partai yang melibatkan dua superstar yang sudah semi-pensiun, seorang non-pegulat, dan cewek yang baru akan memulai debutnya sebagai pegulat profesional. Pertandingan tag-team campuran ini bekerja dengan efektif, sebagian besar karena ditulis dengan lebiah baik dari beberapa pertandingan yang dijadwalkan. Premis cerita yang ingin disampaikan sederhana; Ronda Rousey ingin melawan Stephanie McMahon yang sudah merendahkannya, tapi Stephanie selalu berusaha menghindarinya. Keempat orang ini berhasil menceritakan poin tersebut dengan baik. Match ini punya banyak momen yang bikin menggelinjang.

Jika sedari build upnya kita percaya no chance in hell Rousey bakal kalah, maka menjelang pertengahan match, keyakinan tersebut menggoyah. Triple H masih luwes di ring, Kurt Angle yang meski umur dan cedera mulai kelihatan mencampuri kerja fisiknya, juga tetap meyakinkan. Stpehanie lah yang secara mengejutkan mampu mengemban tugas-tugas yang diberikan dengan cakap. Malahan, aku terperangah juga demi melihat Stephanie mampu memberikan sekaligus dikenai banyak gerakan sadis. Percobaan Ankle Lock yang dilakukan Angle ke Steph adalah momen langka yang mampu bikin penonton serak. Tentu saja bukan hanya mereka bertiga, Ronda Rousey sang bintang utama seteru ini tampil paling bersinar. Untuk debutnya, Rousey beneran tampak siap untuk menjalani hari sebagai superstar. While gerakan bantingannya masih sedikit kaku dan masih perlu banyak latihan lagi, kuncian dan persona in-ring Rousey menguar sangat kuat.

Ngeliat kembang api, ngeliat entrance-entrance spesial dari beberapa superstar, Wrestlemania 34 toh tidak gagal untuk menjadi istimewa. Acara ini punya semua yang diwajibkan untuk membentuk show mega spektakuler. Tapi dari semua superstar yang dapat entrance khusus, hanya Charlotte yang actually memenangkan pertandingan yang ia geluti. Ini adalah salah satu momen yang paling tak terduga. Surprise value nya tinggi banget, tidak ada yang menyangka streak kemenangan Asuka yang sudah dibangun sejak hari-harinya di NXT akan pupus di sini. Faktor kuat dari pertandingan ini bukan hanya pada hasil akhirnya saja. Charlotte dan Asuka benar-benar menyuguhkan pertarungan yang dahsyat. Counter after counter, kuncian demi kuncian, berhasil mereka eksekusi dengan sangat anggun. Charlotte juga meningkatkan permainan sellingnya. Buatku pribadi, aku sebenarnya kurang sreg sama kekalahan Asuka, sebab membuatnya kalah dari lawan yang ia pilih sendiri terbaca sebagai keputusan bego buatku, dan Asuka jelas-jelas bukan orang yang  bego. Menurutku seharusnya dia juga enggak seramah itu saat selebrasi kemenangan Charlotte, sebaliknya dia kudunya marah. Kita perlu melihat dua orang ini bertarung lebih sering, dalam balutan cerita yang lebih meyakinkan.

cute banget gak sih lihat Stephanie niruin entrance air mancurnya Triple H

 

Memang, Wrestlemania adalah tempat yang pantas untuk streak berakhir dan legenda bangkit. Yes, kita jadi juga melihat Undertaker di sini. Mereka memainkan storyline Cena menantang Undertaker dengan sangat baik. Aku ngakak ngeliat Cena beneran datang ke Wrestlemania sebagai fan yang duduk di barisan depan. Meski sebenarnya kalo mau lebih meyakinkan mereka bisa bikin Cena datang pake kaos Bullet Club. Peserta nobar malah bikin becandaan mereka enggak bisa ngelihat Cena di kursi penonton, mereka hanya melihat kursi kosong hhihi.. Kemunculan Elias bikin suasana makin gerrr, mereka ngebuild kedatangan Undertaker dengan banyak theatrical scene. Ultimately, pertandingan dimulai dan ini bisa kita bilang sebagai fans-service dari WWE kepada para fans yang sudah lama mengeluhkan Supercena. Cena berperan layaknya jobber di sini dan kalah dalam dua menitan. Aneh ngelihatnya, tapi tak pelak, memuaskan.

Akan tetapi, dari semua hal heboh yang terjadi di Wrestlemania, tidak ada yang lebih memorable dari durasi acaranya. Kami yang nonton bareng saja sudah kelelahan sehabis kemunculan Undertaker. Apalagi penonton yang langsung di stadion, mereka mantengin gulat – bahkan ada yang berdiri – selama tujuh jam; termasuk kick-off. Segala histeria itu menghabiskan energi. Bagus sebenarnya WWE membuat banyak partai sehingga hampir semua superstar bisa tampil di show tergede ini, tapi mereka harusnya memikirkan dampaknya juga. Wrestlemanis 34 terasa seperti dua bagian acara, di mana separuh bagian akhir sudah enggak sepecah setengah bagian awal. Matchnya AJ Styles lawan Shinsuke Nakamura yang paling dirugikan. Pertemuan dua superstar terbaik dunia ini jauh dari kata jelek, namun tetap terasa flat karena kita melihatnya di jam ke empat (enam, jika menonton kick off) Aftermath di mana Nakamura turn heel bikin kita bergairah sekejap, dan actually terasa lebih mantep daripadanya pertandingannya sendiri. Aku ga ngerti kenapa WWE tidak memainkan cerita ini di Smackdown dan membuat perseteruan mereka lebih legit daripada sekedar face melawan face kayak kasus Asuka dan Charlotte.

WWE berusaha menyiasati stamina penonton dengan susunan match; mereka nyisipin match-match berdurasi singkat sebagai jembatan cool-off di antara dua spektakel besar. Tapi reperkusinya dari terlalu banyak ini tentu saja adalah banyak juga yang enggak membekas dengan kuat. Kembalinya Daniel Bryan pake kolor dan bertanding di dalam ring, jelas akan jadi bayangan daripada kemenangan Seth Rollins menjadi juara Grand Slam. Kebrutalan Bludgeon Brothers akan ternegasi oleh kemenangan Strowman dan bocah sepuluh tahun yang dipilihnya dari barisan sebagai partner kejuaraan Tag Team – yang mana adalah momen paling konyol, namun bekerja efektif dalam perkembangan karakter monster komikal Strowman. Sedangkan kemenangan Mahal sudah pasti akan dilupakan, sama halnya dengan Nia Jax. Twisted Bliss Alexa boleh saja keren, namun Bliss lawan Nia seharusnya selesai dengan cepat, dalam sebuah squash yang kocak. Dan harusnya, Rusev yang ngepin Mahal. Tapi yaah, kejutan itu kan pada dasarnya melakukan hal yang berkebalikan dari keinginan orang.

 

 

 

 

Jadi, apakah ini adalah Wrestlemania yang jelek? Tentu saja enggak. Ini Wrestlemania, gitu loh. Akan susah sekali membenci Wrestlemania jika engkau adalah penggemar gulat. Terlebih dengan segala kejutan, dan swerve, dan kehebohan yang hanya bisa dilakukan oleh WWE. Semua pertandingan di sini punya build yang cukup signifikan. Dan soal bintang-bintang? Acara ini penuh oleh superstar yang namanya udah kesohor di belahan penjuru dunia. Tapi toh memang acara ini jatohnya jadi terlalu panjang. Nontonnya capek sendiri. Untuk setengah bagian akhir, penonton bertepuk tangan setiap match beres hanya untuk mensyukuri akhirnya pertandingan tersebut berakhir juga.
The Palace of Wisdom menobatkan Ronda Rousey dan Kurt Angle melawan Triple H dan Stephanie McMahon sebagai MATCH OF THE NIGHT.

 

 

Full Result:
1. INTERCONTINENTAL CHAMPIONSHIP TRIPLE THREAT Seth Rollins juara baru ngalahin The Miz dan Finn Balor
2. SMACKDOWN WOMEN’S CHAMPIONSHIP Charlotte bertahan, matahin streak Asuka
3. UNITED STATES CHAMPIONSHIP FATAL FOUR WAY Jinder Mahal ngerebut sabuk dari Randy Orton, Bobby Roode, dan Rusev
4. MIXED TAG TEAM Ronda Rousey dan Kurt Angle ngalahin Stephanie McMahon dan Triple H
5. SMACKDOWN TAG TEAM CHAMPIOSNHIP TRIPLE THREAT The Bludgeon Brothers ngehajar New Day dan The Usos
6. SINGLE Undertaker ngesquash John Cena
7. TAG TEAM Shane McMahon dan Daniel Bryan bikin Kevin Owens dan Samy Zayn tap out
8. RAW WOMEN’S CHAMPIONSHIP Nia Jax menghentikan reign Alexa Bliss
9. WWE CHAMPIONSHIP AJ Styles bertahan dari Shinsuke Nakamura
10. RAW TAG TEAM CHAMPIONSHIP Braun Strowman dan bocah ngalahin Sheamus dan Cesaro
11. UNIVERSAL CHAMPIONSHIP Brock Lesnar bikin babak belur Roman Reigns

 

 

 

That’s all we have for now.

Remember, in life there are winners.
And there are losers.

 

 

 

 

 

We?
We got PIALA MAYA for BLOG KRITIK FILM TERPILIH 2017

Fastlane 2018 Review

 

Fastlane 2018 adalah show mandiri terakhir buat Smackdown, makanya, brand ini kudu gerak cepet untuk menunjukkan keunggulan dari brand merah yang semakin meriah. Karena, sejujurnya, tahun kemaren Smackdown mengalami keterpukuran yang luar biasa. Di luar divisi tag team yang begitu exciting, tidak banyak yang dihasilkan oleh Smackdown selain pertandingan-pertandingan yang berpotensi gede oleh kerja in-ring para superstar namun berakhir mengecewakan sebab booking yang gak jelas.

Masuk ke dalam partai-partai yang sudah dijadwalkan, Fastlane terasa seperti jalur lurus yang kita udah tahu ujungnya di mana. Perjalanan menempuhnya bisa dibilang lumayan mengasyikkan. Tapi hambatan-hambatan berupa keputusan dan arahan pertandingan yang bikin kita mempertanyaka kelogisan para penulis itu masih ada di kiri kanan. Inilah yang pada akhirnya membuat Fastlane 2018 sama seperti Fastlane sebelum-sebelumnya, sebuah pengisi kekosongan menjelang Wrestlemania. Yang membuat kita mengharapkan ada jalan pintas sehingga bisa langsung menuju Grandest Show of Them All.

 

Rusev Day sepertinya hari yang baik buat Shinsuke Nakamura. For some reasons, para penulis akhirnya berhenti memutuskan untuk mengarahkan penantang utama kejuaraan WWE di Wrestlemania ini sebagai petarung dengan tipe ‘bangkit-dari-kekalahan’.  Nakamura, sejak naik kelas ke main roster, sudah pernah berhadapan dengan superstar top macam Orton dan Cena, namun tidak pernah dia tampil sedahsyat pertarungannya dengan Sami Zayn di NXT. Dan itu dikarenakan karena tim penulis ingin membangun simpati kita terhadap Nakamura, jadi King of Strong Style ini hampir selalu diberikan alur “ngalah dulu lalu comeback dengan gede”. Dan cara seperti ini sudah terbukti enggak cocok dengan gaya bertarungnya. Saat melawan Rusev di Fastlane inilah, kita akhirnya kembali melihat yang terbaik dari Nakamura setelah begitu lama. Aku nyaris melompat-lompat sambil duduk (kayak kodok) demi melihat Nakamura dan Rusev begitu seimbang dalam menyerang, mereka saling berbalas counter. Rusev menyetop Kinshasa dengan tendangan super miliknya sendiri. Momen yang leading us ke Nakamura balas ngebalikin Accolade dengan Kinshasa keras ke belakang kepala. Jika saja kita enggak begitu pasti sama siapa yang menang, maka pastilah pertandingan ini akan lebih dramatis lagi.

On this Rusev Day, I see clearly everything has come to life~

 

 

Satu lagi yang delivered dalam acara ini adalah Ruby Riott. Dalam pertandingan kejuaraan pertamanya di Smackdown, Ruby melakukan hal-hal yang diperlukan dengan benar. Dia menjual peran dan ofensif Charlotter dengan meyakinkan, dia sendiri juga melakukan gerakan-gerakan serangan yang kompeten, dan sama sekali enggak ada ruginya juga Ruby Riott adalah penantang paling fresh dalam scenery Smackdown Women’s Championship terhitung sejak Alexa Bliss pindah ke Raw. Tapi kemudian booking aneh tersebut menemukan jalannya. It was great ngeliat psikologi dari Ruby ketika dia menyiksa Charlotte dengan submission di depan Becky Lynch dan Naomi yang datang membantu. Hanya saja, cuma itulah kepentingan para teman dari kedua kompetitor ini hadir. Build up yang sebenarnya enggak benar-benar diperlukan karena ujung-ujungnya mereka diusir kembali ke backstage. Kedatangan mereka membuat kita terlepas dari duel Charlotte dan Ruby yang meskipun basic, tetapi sangat tight. Match ini butuh bumbu lebih banyak, like, I don’t mind jika berakhir dengan banyak interferensi curang kayak.

Kadang sedikit chaos diperlukan. Tapi toh, harus tetap diperhatikan waktu penempatannya. Ketika kita punya dua kubu tag team yang sudah sepanjang tahun konsisten menyuguhkan laga luar biasa, ketika kita udah meluangkan waktu untuk bikin video yang promoin pertemuan teranyar dan paling bergengsi mereka – dengan stake tampil di Wrestlemania, sebagai juara, yang mana adalah mimpi basah setiap superstar – kita sebaiknya tidak menyelesaikan cerita pertandingan ini dengan kekacauan. The Usos dan New Day sepertinya memang sangat kreatif, mereka bisa menemukan hal baru dalam setiap pertemuan mereka.Setelah apa yang bisa kita sebut perang badar kedua tim ini di Oktober, sebenarnya agak anti klimaks mereka bertemu lagi dalam pertandingan normal tag, namun ternyata mereka menemukan cara untuk membuat kita tetap menggelinjang. Aku benar-benar girang melihat mereka memainkan angle curi-curian finisher pada match ini. Selalu adalah hal heboh jika seorang superstar menyerang lawan dengan menggunakan jurus andalan si lawan. Efektif sekali dalam berbagai lapisan! Aku sudah demikian on boardnya, match ini nyaris menjadi begitu hebat, sampai penulis dan tukang book match ini memberikan kita ‘kejutan’ berupa Bludgeon Brothers yang datang dan menghajar semua orang, resulting  into a no contest. Inilah yang tadi kusebut sebagai chaos yang miss-timing. Mereka sebenarnya bisa saja menunggu match superseru itu beres baru kemudian menyuruh Harper dan Rowan memporak porandakan semua; hasil yang diinginkan – build up ke Triple Threat, sepertinya – tetap akan bisa tercapai tanpa harus mengorbankan sebuah match yang build up dan hype nya udah gede.

“Sarah Logan dari belakang mirip Bray Wyatt”- komen of the night dari peserta nobar

 

Tapi memang, WWE selalu punya cara untuk bermain dengan ekspektasi kita. Aku sama sekali enggak mengharapkan bakal bisa enggak menguap saat nonton Orton melawan Roode. Kenyataannya, aku menyaksikan ini dengan cukup melotot. Julukan “out of nowhere” Orton tampaknya sudah melebar bukan hanya sebagai deskripsi dari jurut mautnya. Karena belakangan, Orton menumbuhkan kebiasaan menang di  momen-momen yang tak diharapkan. Jadi juara WWE di Wrestlemania kemaren contohnya, dan sekarang dia merebut sabuk United States dari Bobby Roode. Pertandingan mereka sendiri sebenarnya enggak payah, it was fairly a good match, namun seperti tersendat oleh kenyataan kedua superstar ini sama-sama face dan tidak terasa api urgensi itu dalam setiap serangan mereka. Menurutku, di lain kesempatan, dengan penokohan yang kuat, Orton dan Roode sanggup menghasilkan tontonan yang lebih seru. Pertandingan Triple Threat mereka (ditambah Jinder Mahal) cukup bikin penasaran – dengan alasan Roode segera turn heel – meski memang enggak semenarik Miz-Rollins-Balor di acara sebelah.

Bicara tentang role face atau heel, aku suka gimana penulis ngebook peran John Cena. Ya, selayang aku memang kesel ngeliat Cena yang nongol di mana-mana nimbrung di match orang, membuat peserta lain telrihat lemah seperti saat dia ngeAA empat superstar begitu bel main event berbunyi. Tapi melihat lagi match itu ke belakang, story yang berusaha mereka tampilkan adalah akankah keinginan semua orang akan terpenuhi, dengan AJ Styles maju ke Wrestlemania berhadapan dengan Nakamura. Walaupun dia masih face, di match ini John Cena adalah antagonis utama buat AJ Styles. Karena memang, dalam film pun, antagoni bukan selalu berarti tokoh yang jahat. Antagonis adalah orang yang menghalangi keinginan tokoh utama, dan di sini stake yang dipertaruhkan sebenarnya adalah apakah Cena bakal menghalangi Styles ketemu Nakamura. Pertandingan kejuaraan ini menjadi lebih penting karena hal-hal personal seperti begini. Bahkan Corbin dan Ziggler yang enggak really punya kepentingan, diberikan momen-momen tersendiri yang membuat mereka tampak pantas ikut bertanding. Kita juga melihat cerita lain yang involving Kevin Owens, Sami Zayn, dan Shane McMahon, yang menambah layer untuk build up Wrestlemania sekaligus menambah seru pertandingan ini. Kekurangannya cuma satu, yakni seharusnya mereka bisa membuat ‘alasan’ yang lebih meyakinkan atas kenapa Shane berada di sana. Karena, there’s no denying it, Shane duduk nonton di situ tampak konyol – dan semakin membuat karakternya gak jelas.

Sebagai sebuah acara pun, Fastlane tidak sepenuhnya terasa spesial. Mereka memutuskan untuk masukin promo Raw yang mengarah ke Wrestlemania, and it really takes us away from the recent moments. Kemunculan Asuka tentu saja banyak dibicarakan, kita akhirnya mendapat pertandingan cewek berprofil tinggi, namun tidak tanpa menuai pertanyaan, apakah selama ini Smackdown sudah demikian gagal membangun divisi wanitanya sehingga mereka tak bisa menemukan penantang yang Wrestlemani worthy untuk Charlotte? Dan ini membuat partai tag team cewek malam ini pun semakin kehilangan greget.. Oiya, satu lagi yang harus dihilangkan oleh WWE adalah keputusan untuk menggunakan video promo dengan tulisan gede berwarna-warni nutupin layar ala video youtuber! Serius deh, ini insulting seolah mereka menganggap penonton tidak bisa menangkap apa yang dikatakan oleh para superstar.

 

 

 

Sudah sejarahnya, Fastlane selalu adalah acara sampingan, bayangkan sebuah filler dalam serial anime – kita bisa skip menontonnya dan tidak ketinggalan apa-apa. Fastlane 2018, toh, tidak berhasil keluar, ataupun malah, tak tampak ingin keluar dari statusnya tersebut.
The Palace of Wisdom menobatkan SIX PACK CHALLENGE FOR WWE CHAMPIONSHIP sebagai MATCH OF THE NIGHT

 

 

 

Full Result:
1. SINGLE MATCH Shinsuke Nakamura mengalahkan Rusev
2. UNITED STATES CHAMPIONSHIP Randy Orton jadi juara baru ngalahin Bobby Roode
3. TAG TEAM MATCH Carmella dan Natalya ngalahin Becky Lynch dan Naomi
4. SMACKDOWN TAG TEAM CHAMPIONSHIP The Usos dan New Day babak belur dihajar The Bludgeon Brothers
5. SMACKDOWN WOMEN’S CHAMPIONSHIP Charlotte retains atas Ruby Riott
6. WWE CHAMPIONSHIP SIX PACK CHALLENGE AJ Styles mengalahkan Dolph Ziggler, Baron Corbin, Sami Zayn, Kevin Owens, John Cena

 

 

 

 

That’s all we have for now.

Remember, in life there are winners.
And there are losers.

 

 

 

 

 

We?
We got the PIALA MAYA for BLOG KRITIK FILM TERPILIH 2017

Elimination Chamber 2018 Review

 

Tahun lalu, aku nulis surat cinta untuk Alexa Bliss. Basically di Elimination Chamber 2017 itu aku lega Alexa ‘hanya’ bertanding melawan Naomi, dia tidak perlu masuk kerangkeng baja – struktur setan yang digadangkan sebagai salah satu pertandingan paling berbahaya dalam semesta WWE. Sekarang, aku tahu kemungkinan pihak WWE membaca review ala surat buatanku sama gedenya dengan Alexa Bliss beneran jajan eskrim di kafeku. Aku yakin kita semua tahu adalah hal semacam inilah yang dilakukan oleh WWE.

Mereka membengkokkan keinginan para fans. Mereka menjual kejutan. Mereka mengkapitalisasi konflik dan kontroversi. Mereka bekerja di atas ekspektasi kita semua, for better or worse.

Ditambah pula dengan agenda “for the first time ever” yang semaking gencar mereka lakukan. Dan eng ing eng, di tahun 2018 ini kita menjadi bagian dari sejarah saat WWE menyelenggarakan pertarungan Elimination Chamber khusus untuk peserta cewek!

 

Turns out, bukan saja pertandingan tersebut benar-benar membuatku gemetaran, namun juga membuatku ingin melompat-lompat saking serunya. Para cewek itu diarahkan untuk membawakan cerita yang solid, dan mereka ngedeliver tuntutan tersebut dengan sangat efektif. Dan Alexa Bliss? She slays! Serius, bukannya aku bias, tapi memang match ini intinya adalah membuat Alexa terlihat kuat dalam artian mampu memanfaatkan apapun untuk menggapai kemenangan. Bahkan sehabis match pun, Alexa menunjukkan gimana dia adalah salah satu performer terbaik yang dipunya oleh WWE dengan ‘pidato kemenangan’ yang sukses mengecoh semua penonton.

Tiga puluh menit durasi tanding benar-benar terbayar puas sebab subplot yang lain juga berkembang dengan baik. Environment yang kita masuki dalam pertandingan pembuka ini bukan saja kerangkeng kotak sadis itu, melainkan juga adalah aliansi yang terbentuk di dalam ruang lingkup peserta. Mandy Rose dan Sonya Deville boleh saja paling ‘hijau’ dalam urusan aksi, tetapi mereka punya ikatan pertemanan yang paling kuat dibandingkan yang lain. Sasha Banks dengan Bayley sudah ditanamkan bibit-bibit permusuhan, yang berujung pada Sasha menendang jatuh Bayley dari atas kandang seperti Scar mencampakkan Mufasa ke jurang. Sementara itu, kita tidak pernah tahu apakah Bliss ngajak Mickie James baikan adalah hal yang tulus sebab cerita mengharuskan Bliss untuk mengovercome the odds sendirian.

#GoddessAboveAll

 

Perlu diakui, Elimination Chamber jaman now itu memang sudah tak sama lagi dengan Elimination Chamber saat Shawn Michaels memenangkannya di Madison Square Garden.  I mean, bentuk kandangnya saja sudah berbeda. Tentu saja kita semua merindukan warna merah mengkilat di jidat. Intensitas kekerasan seperti demikian tidak akan pernah lagi kita dapatkan. Sejak dari tahun lalu, kandang itu terihat jinak. Sekarang setiap dasar bajanya dialas matras yang lumayan tebel. Rantainya antara dibuat lebih kokoh untuk menyerap benturan atau dipasang terlalu kendur, aku kurang tahu juga, pointer untuk menilainya adalah waktu Roman Reigns menarik-nariknya yang kelihatan bergoyang cuma lengannya; jadi entah itu dia enggak menarik dengan kuat atau dia pura-pura narik doang untuk menjual kekokohan kandang. Chamber yang sekarang lebih tampak seperti taman bermain, dan WWE mengetahui persis hal ini, sehingga para superstar pun diarah untuk benar-benar bersikap demikian terhadap kandang. Tentu, ini membuka kesempatan buat mereka ngeutilize kandang dengan semakin kreatif sesuai dengan karakter tokoh masing-masing. Aku suka momen ketika Alexa kabur dengan memanjat kandang, ketika dia melakukan Twisted Bliss dari atas Kamar, ketika Elias mengunci diri, ketika Strowman melempar Reigns menembus kaca. Tapi sekali lagi, intensitas Chambernya sendiri tidak pernah terasa kuat. Mungkin ini masalah karena gimmick ppv, I mean, menurutku akan lebih kuat aja jika superstar beraksi terhadap stake dan environment karena mereka pikir mereka butuh dibandingkan dengan mereka bereaksi  terhadap environment yang sudah disiapkan teruntuk mereka.

Salah satu cara untuk menangkal atau menutupi ke-predictable-an adalah dengan memainkan mereka dengan tepat dalam kotak, worked to their strengths. WWE sekali lagi membuktikan bahwa mereka mampu dan rela mewujudkan apa yang sudah ditebak oleh fans asalkan semua itu pada akhirnya bekerja sesuai dengan terms dan kekuatan yang mereka incar. Singkatnya, kita bisa dibilang WWE akan lebih memilih untuk membuat fans sakit hati daripada mereka terang-terangan tampak seperti menuruti apa yang fans mau.

 

Tidak seorang pun penonton yang berusia di atas 13 tahun meminta untuk melihat Roman Reigns bertemu lagi dengan Brock Lesnar di Wrestlemania. Tidak ketika masih ada Strowman. Tidak ketika suara Elias semakin lantang bernyanyi. On the other hand, semua orang tahu Roman Reigns punya kans menang Chamber paling gede. Dan WWE mewujudkan hal tersebut. Dengan bangga. Ya, ini bukanlah bookingan tercerdas yang dilakukan oleh para penulis. Keputusan yang lebih pinter jelas adalah membuat Strowman memecahkan rekor memenangi Chamber dengan mengeliminasi semua peserta lain sendiri atau dengan membuat Elias mengeliminasi John Cena . Elimination Chamber dengan tujuh orang peserta seharusnya adalah suatu partai yang buas. Dan looking this match back in a retrospect, WWE mengambil keputusan untuk bermain aman. Mereka ngepush apa yang perlu dipush. Miz, Rollins, Balor tidak terlihat seperti penggembira. Elias dan Cena punya interaksi yang mencukupi. Strowman kick out of everything. Semuanya bermain sesuai dengan kekuatan masing-masing dengan Roman Reigns yang tampak paling ‘vulnerable’ di sini.

Ada pengunjung kafeku yang teriak “Teuku Wisnu!!” sambil nunjuk Finn Balor

 

Sebagai partai yang paling predictable, Nia Jax dan Asuka juga terbukti jatoh menyenangkan. Walaupun sama sekali tidak pernah kita kepikiran “jangan-jangan Nia yang bakal menang”, aku berani bilang match mereka adalah salah satu yang punya kesan intens paling kuat sepanjang acara (Satunya lagi adalah ketika Sasha Banks ngelakuin Frog Splash yang benar-benar enggak safety – doi mendarat literally dengan dua sikunya doang, duh!) Ini adalah pertandingan yang showcasing kekuatan kedua superstar, baik dari segi aksi maupun dari segi karakter. Ringkas dan padat. Baik Nia maupun Asuka, keduanya membiarkan aksi mereka yang berbicara.

Karena diam itu memang emas. Segmen tandatangan kontrak Ronda Rousey yang melibatkan Triple H, Stephanie, dan Kurt Angle sukses jatoh awkward, sebagian besar karena Rousey seharusnya melawan skrip dengan tidak mengambil microfon dan berbicara.  Baru beberapa patah kata saja sudah terlihat jelas – atau seharusnya aku bilang terdengar – bahwa Rousey grogi banget. Untuk ke depan, sepertinya Rousey butuh untuk diwakili oleh manager yang berbicara untuknya. Kalo kita mengingat promo post-match keren dari Alexa, segmen Rousey ngomong ini akan berkali lipat lebih parah hhihi. Begitu sudah masuk ke storyline, terima kasih buat Kurt Angle yang perannya di sini kayak Jimi Jangkrik bagi Pinokio Rousey,  segmen seketika menjadi lebih baik. Triple H benar-benar ngesold bantingan judo dari Rousey. Stephanie juga efektif nunjukin karakter heelnya. Pada akhirnya kita menyukai segmen ini karena menghibur dan menyenangkan, linimasa WWE akan penuh oleh berita-berita tentang badassnya Rousey, walaupun menit-menit awalnya sangat menggelikan.

Sebagaimana mendung yang tak selamanya kelabu, senang-senang juga tidak selamanya menyenangkan. The worst part dari acara terletak pada match antara Bray Wyatt melawan Woken Matt Hardy. Diniatkan sebagai porsi hiburan, susah sekali bagi kita untuk menganggap serius konflik personal antara Wyat dengan Hardy lantaran gimmick mereka yang dibuat terlalu over-the-top. Malahan, saking have fun nya, para penonton di arena sampai lebih sibuk neriakin hal-hal asyik lain yang sama sekali tidak berhubungan dengan pertandingan yang sedang berlangsung. Menurutku, mereka perlu meningkatkan elemen kengerian dari feud ini. Atau mungkin lebih baik mereka menyudahi storyline ini secara keseluruhan.

 

 

Pay-per-view khusus Raw sedari awal pemisahan brand memang tidak pernah betul-betul stand out sebagai sebuah show, meski mereka punya starpower yang lebih gede, dan terkadang punya cerita dan build up yang lebih solid. Elimination Chamber tidak terkecuali, selain pertandingan gimmicknya, acara ini terasa biasa saja. Namun begitu dua pertandingan kandangnya berhasil menyampaikan cerita dank e-predictable-an dengan cara yang sangat menghibur. Kalo ada satu kata yang positif untuk menilai acara ini, memang kata tersebut adalah ‘menyenangkan’.
The Palace of Wisdom menobatkan ELIMINATION CHAMBER FOR WWE RAW WOMEN’S CHAMPIONSHIP sebagai MATCH OF THE NIGHT.

 

 

Full Result:
1. WWE RAW WOMEN’S CHAMPIONSHIP ELIMINATION CHAMBER Alexa Bliss nyaww sukses retain atas Sasha Banks, Bayley, Mickie James, Sonya Deville, dan Mandy Rose
2. WWE RAW TAG TEAM CHAMPIONSHIP The Bar Sheamus dan Cesaro bertahan dari Titus dan Apollo
3. SINGLE Nia Jax gagal nimbrung di kejuaraan di Wrestlemania karena kalah sama Asuka
4. SINGLE Woken Matt Hardy ngalahin Bray Wyatt
5. 7-MEN ELIMINATION CHAMBER Roman Reigns memenangkan hak menantang Brock Lesnar di Wrestlemania dengan mengalahkan Braun Strowman, Seth Rollins, Finn Balor, John Cena, Elias, dan The Miz

 

 

 

That’s all we have for now.

Remember, in life there are winners.
And there are losers.

 

 

 

 

 

 

We?
We got the PIALA MAYA for BLOG KRITIK FILM TERPILIH 2017

Royal Rumble 2018 Review

 

Januari adalah bulan yang panjang, cuacanya bikin hidung meler. Bulan di mana kita dalam keadaan tercabik antara galau resolusi tahun lama yang gak kesampaian dengan semangat resolusi tahun baru yang daftarnya semakin panjang. Kalo kalian penggemar film, Januari adalah bulan antara nungguin film kelas Oscar di bioskop sembari mantengin film-film kelas B yang actually ditayangin bioskop atau nungguin subtitle film kelas Oscar di donlotan, dengan gambar yang bikin mata cenat-cenut. It’s not really fun, bulan Januari. Tapi tiga dari sepuluh orang di antara kita, adalah penggemar pro-wrestling, dan buat mereka Januari adalah bulan yang penuh kejutan. Memang, pesta terbesar WWE jatoh di bulan April, namun malam paling fun dan paling unpredictable itu datangnya di Januari.

Dan pada Januari 2018, WWE ‘remember the Rumble.’

Royal Rumble adalah soal angka, dan stats yang kutulis di atas adalah karangan belaka

 

Aku meminjam kalimat slogan Royal Rumble tahun lalu bukan tanpa sebab. Selama bertahun-tahun belakangan ini, tampaknya melupakan kodrat acara yang selalu ditunggu-tunggu oleh fans. Kita dapat Royal Rumble yang hasilnya sudah kita prediksi dalam ketakutan. Kita gak mau itu terjadi hanya karena kita tahu itu akan terjadi, dan apa yang terjadi? Tentu saja adalah kemenangan yang dinantikan oleh tidak satupun orang kecuali si empunya acara. Boleh dikatakan, semenjak 2010, tidak ada pertandingan Royal Rumble yang benar-benar memberi kesan yang menyenangkan. Aku enggak bilang selama itu WWE sudah salah menangkap sinyal dari penonton. Aku hanya bilang, di Januari 2018 ini, WWE akhirnya melakukan sesuatu yang benar.

WWE mengingat fondasi kreativitas yang menjadikan Royal Rumble sebuah konsep yang luar biasa pada awaln diciptakan. WWE mengingat Royal Rumble berfungsi sebagai pentas untuk mengenalkan bintang masa depan sekaligus panggung untuk memperkenalkan kembali legenda-legenda yang sudah pernah menghibur penonton semua. WWE akhirnya mengingat semua daya tarik yang dimiliki oleh Royal Rumble. Yang terpenting adalah, WWE akhirnya mengingat kembali bahwa Royal Rumble adalah pencetak bintang masa depan, bukan sekadar ‘plot device’ dalam sebuah skenario tertutup yang sebagian besar orang menebaknya sebagai wanti-wanti hal yang tidak diinginkan.

Pada Januari 2018, WWE memberikan kepada kita dua pertandingan Royal Rumble. Yang khusus untuk para superstar cowok seperti biasa. Dan yang spesial karetnya dua, Royal Rumble untuk superstar wanita dan pemenangnya eventually bisa memilih untuk melawan Juara Wanita brand yang ia inginkan. Kedua pertandingan tersebut berhasil terdeliver dengan luar biasa menyenangkan. Ada sedikit kesamaan formula, kedua pemenang dari masing-masing match itupun sebenarnya sudah bisa ditebak ataupun sudah banyak yang ngarepin.

Tapi WWE memainkan skenarionya dengan sangat berani, penonton benar-benar dua kali ditaro di situasi antara yang kita inginkan melawan yang kita tahu diinginkan oleh WWE. Sesungguhnya adalah sebuah teknik manipulasi prasangka, taktik pengecohan yang luar biasa,  dan hal tersebut membangkitkan tensi dan ngebuild momen antisipasi yangbetul-betul kuat. Sehingga penyelesaian masing-masingnya terasa sangat memuaskan

 

Pertandingan Royal Rumble cowok adalah contoh hebat dari sebuah konten yang beragam, yang punya psikologi yang efektif, yang meriah oleh emosi. Bookingan para peserta dilakukan dengan cermat. Sebagian besar superstar (kecuali hanya satu dua orang) terasa benar-benar penting dan beralasan untuk ada di sana. Surprise entrant-nya enggak banyak-banyak amat, namun semuanya terasa sangat berkesan lantaran timing dan penggunaan yang sangat pas. Di antara yang sukses bikin aku terkejut adalah Rey Mysterio dan juara NXT Andrade ‘Cien’ Almas. Rey tampak sangat gemilang sampai-sampai dalam hati aku memohon kalo ini bukan penampilan one-night-only, aku pengen dia dikontrak lagi. Dan Almas, dang aku mungkin salah satu dari sedikit fans yang suka ngeliat dia menyabet juara – dan untuk melihat dia muncul setelah menonton pertandingan kejuaraannya melawan Johnny Gargano di NXT yang super duper bikin gak mau duduk saking excitingnya – adalah sebuah momen mark out sejadi-jadinya buatku.

Juga ada banyak humor yang diselipin. Aksi komedi dari The Hurricane bikin kita tertawa sampai menitikkan air mata nostalgia. Waktu dan tempat diberikan buat Elias dan nyanyiannya (peserta yang lain conveniently pada tepar). Kofi Kingston dapat kesempatan lagi untuk mengeksplorasi keahlian bermain ‘lantai adalah lava’ yang membuatnya peserta langganan Royal Rumble. Dan running-jokes yang melibatkan Heath Slater dengan beberapa peserta sangat kocak dan tidak terasa buang-buang nomer peserta, seperti Royal Rumble yang sudah-sudah. Banyak elemen di match ini yang actually berbuntut kepada sesuatu. Well, kecuali buat Baron Corbin yang entah kenapa penampilannya semakin dipersingkat. Unfortunately indeed.

Tapi mungkin yang paling awesome dari pertandingan ini adalah pemandangan antargenerasi yang disuguhkan oleh penulis. Menjelang akhir kita akan melihat superstar tiga generasi –Golden, Ruthless Aggression, dan Jaman Now – bertarung di atas ring. Final Fournya Roman Reigns, John Cena, Finn Balor, dan Shinsuke Nakamura turut dilakukan dengan baik. Interaksi keempat orang ini bikin para fans menggelinjang begitu menyadari ini adalah New Japan melawan WWE. Ini adalah Cena melawan tiga calon penggantinya. Scene tersebut worked in so many level.

salah satu kontes Final Two terbaik yang pernah ada

 

Menyadari Royal Rumble cewek punya ‘deck kartu’ yang lebih sedikit, WWE bermain-main dengan penempatan superstar lebih cermat, dan yang kita dapatkan adalah variasi ‘legend’ dengan superstar recent yang sangat menarik. Langkah mengambil fokus kepada peserta- peserta kejutan ini terbukti berhasil sebab beberapa dari superstar masa lalu itu tampak gak benar-benar ‘still got it’ (komentar monoton dan sepenggal-penggal dari Stephanie McMahon di meja announcer tak banyak membantu) dan kita masih memaklumi dan hanya peduli sama siapa yang muncul berikutnya. Not to say aksinya kurang banyak, paruh akhir match ini juga tak kalah seru dengan aksi-aksi twist dan turn, tapi di bagian tengah memang match ini tampak sedikit lowong. Tapi siapa yang peduli, kita toh masih sangat menikmati setiap detik pada layar. Michelle McCool, Vickie Guerrero, interaksi antara Trish dengan Mickie James, dan Torrie Wilson yang kelihatan beda (lebih cantik dari yang kuingat) adalah beberapa yang bikin aku bersorak pada pertandingan ini.

Baik Nakamura maupun Asuka benar-benar pantas untuk menang. Fans sudah lama memohon untuk AJ Styles melawan Nakamura, dan tampaknya kita akan mendapat ini. Asuka, kendati demikian, masih tampak abu-abu mengenai siapa yang akan dia hadapi. Ngebooking seseorang yang tidak pernah kalah memang tricky, sebab kita juga tidak ingin membuat lawan-lawan Asuka terlihat lemah. Menurutku, pengungkapan siapa yang dia pilih sebenarnya adalah hal yang cukup pantas untuk jadi alasan kenapa match ini diset sebagai main event, tapi ternyata WWE melakukan sesuatu yang menarik lain di sini. Ronda Rousey. Finally, cewek petarung UFC ini menjawab rumor dengan muncul – lengkap pakai jaket Roddy Piper, meyandang namanya (Rowdy Ronda Rousey!), dan diiringi musik Bad Reputation yang cocok banget sama personanya – naik ke atas ring, menunjuk tulisan Wrestlemania di atas arena. Obviously, kemunculan Rousey akan membuat WWE meledak di media mainstream; ini adalah efek yang diinginkan WWE. Tapi kupikir, segmen ini sedikit mengecilkan bukan hanya kemenangan Asuka, melainkan juga Royal Rumble cewek sendiri yang sedari awal adalah tentang superstar cewek yang pernah berjuang di WWE. Fokus itu terganti begitu saja dengan kemunculan Rousey. Aku hanya berharap WWE punya rencana jangka panjang, and I really mean that, terhadap Rousey. Menjadikannya superstar tetap alih-alih datang-pergi, misalnya.

Pose nunjuk Rousey udah Bezita banget, kereeennnnn!!

.

Berbeda dengan departemen kamera yang malam itu tampak agak off; mereka sering melewatkan aksi, merekam ekspresi pemain sedetik lebih lama, juga sering berpindah angle dengan frantic, Departemen cerita tampak meningkatkan kualitas mereka. Bukti terkuatnya dapat kita lihat di pertandingan NXT Takeover belakangan ini. On the main roster show, however, cerita-cerita tersebut kadang malah jatoh gak make sense ataupun enggak mendapat respon yang diinginkan sebab ada faktor jangka waktu yang turut andil. Kevin Owens dengan AJ Styles, misalnya. Handicap match yang  juga melibatkan Sami Zayn sebenarnya punya psikologi dan cerita yang kuat dan necessary, tetapi program mereka sudah berjalan begitu lama sehingga match ini tampak sebagai filler untuk mengulur-ngulur saja. Storyline yang melatarbelakangi Seth Rollins dengan Jason Jordan sebagai juara tag team Raw juga dianggap meh padahal sesungguhnya sangat penting untuk ngebuild up karakter Jordan. Match tag team mereka dicuri apinya karena penempatan yang benar-benar merugikan. Raw Tag Team Championship dijadwalkan setelah Royal Rumble cowok yang begitu pecah sehingga penonton, kalo boleh dibilang, ‘masih lemes’ dan akhirnnya mendapat reaksi yang sunyi senyap. Bahkan kejuaraan Universal yang digadangkan sebagai pertemuan antara Beast, Machine, dan Monster juga terdengar ‘krik-krik’. Penonton sudah begitu terpesona oleh Royal Rumble, sehingga mereka tak peduli apapun selain segera melihat Royal Rumble yang kedua.

 

 

 

Jalan ke Wrestlemania itu sudah diaspal, dan dibutuhkan enam puluh superstars dari generasi yang berbeda, dua match Royal Rumble yang super menyenangkan, dan satu cewek paling badass di dunia. Kalo kalian mau ‘meracuni’ teman dengan WWE, tontonkan PPV ini kepada mereka! The Palace of Wisdom memilih 30-Man Royal Rumble sebagai MATCH OF THE NIGHT

 

Full Results:
1. WWE CHAMPIONSHIP HANDICAP AJ Styles retain setelah Kevin Owens dan Sami Zayn bermasalah ama wasit goblog.
2. SMACKDOWN TAG TEAM CHAMPIONSHIP 2-OUT OF -3 FALLS The Usos menang 2-0 dari Chad Gable dan Shelton Benjamin.
3. 30-MAN ROYAL RUMBLE Shinsuke Nakamura menang mengeliminasi Roman Reigns.
4. RAW TAG TEAM CHAMPIONSHIP The Bar jadi juara baru ngalahin Seth Rollins dan Jason Jordan.
5. UNIVERSAL CHAMPIONSHIP TRIPLE THREAT Brock Lesnar ngalahin Kane dan Braun Strowman.
6. 30-WOMAN ROYAL RUMBLE Asuka menang mengeliminasi Nikki Bella

 

 

 

That’s all we have for now.

Remember, in life there are winners.
And there are losers.

 

 

 

 

 

We?
We got the PIALA MAYA for BLOG KRITIK FILM TERPILIH 2017