“The mother-child relationship is paradoxical and, in a sense, tragic.”
Lagu Kasih Ibu kalo dinyanyiin oleh Beau dari film horor terbaru Ari Aster ini, pasti jadi agak laen. Karena memang di film ini, Ari Aster menyorot gimana hubungan ibu dan anak yang mestinya sweet dan menghangatkan bagai sang surya menyinari dunia ternyata bisa jadi seperti perjalanan berlayar yang menakutkan. Di cerita ini, air yang Ari lambangkan sebagai kasih ibu. Air, yang jadi sumber kehidupan, yang jadi ketergantungan bagi Beau, dan yang juga nanti jadi tempat kembalinya. Dan perjalanan Beau mengarungi semua itu, juga bukan sebuah perjalanan yang mudah dan menyenangkan bagi kita yang menonton. Karena memang Pak Sutradara ingin mencemplungkan kita ke dalam perasaan yang dialami oleh karakternya. Malahan, film ini merupakan salah satu film yang paling bikin bingung dari semua film yang pernah kita tonton dan bahas di sini. Beau takut. Dan hal penting yang ingin ditegaskan oleh film ini adalah, bahwa takut itu bukan semata kepada ibunya. Melainkan juga, gara-gara sang ibu.
Yang bikin film ini ekstra njelimet untuk dimengerti adalah treatment Ari Aster terhadap dunia ceritanya. Jika biasanya film-film memisahkan dengan jelas mana porsi realisme dengan sureal/fantasi pada cerita, maka Beau is Afraid enggak takut untuk mengaburkan batas tersebut. Inner dan outer journey yang dilewati oleh Beau sama-sama perumpamaan. Metafora. Cerita ditembak dari sudut pandang Beau, tapi masalahnya personal state, pikiran si Beau itu sendiri tidak dipastikan dengan jelas oleh film. Oleh film, justru ketidakpastian state of mind si Beau tersebut yang dijadikan pengalaman horor. Kita tahu film meniatkan demikian dari adegan pembuka yang begitu sureal, kamera diposisikan sebagai mata Beau yang masih bayi, ditarik keluar oleh dokter dari dalam perut ibunya. Tidak ada seorang pun yang ingat gimana pengalaman dilahirkan, tapi di sini Beau tahu. Di adegan tersebut Beau tidak terdengar menangis, dan lalu dia mendengar sedari dia lahir ibunya sudah demanding supaya bayi Beau menangis. Karena begitulah seharusnya bayi bertindak.
Pada adegan berikutnya kita melihat Beau sudah dewasa – like di umur 40an atau sekitarnya – dan dia sedang bersama seorang therapist. Untuk masalah apa dia di sana, dengan cepat disiratkan oleh ponsel yang bergetar. Ibu menelepon. Beau menatap ponsel tersebut. Tidak menjawab. Menahan napas. Kupikir, satu-satunya adegan yang bisa kupastikan ‘nyata’ di sini, adalah adegan di ruangan therapist ini. Saat Beau menyebut dia disuruh pulang oleh Ibu, untuk mengenang hari kematian Ayah. Dan si therapist yang menanyakan perasaan Beau atas kepulangan ini. Pria yang duduk berseberangan dengannya itu jelas punya mommie issue. Pria dewasa yang merasa tercekat hanya oleh panggilan dari ibunya. Kita tahu Beau sebenarnya lebih memilih untuk tidak kembali. Aku percaya kejadian aneh yang menyebabkan Beau bangun telat dan nanti akhirnya malah jadi tidak bisa ke bandara sebenarnya memang tak terjadi. Aku setuju dengan ibunya yang bilang semua itu hanya akal-akalan Beau yang enggan pulang (tapi Beau gak berani bilang). Makanya film nanti menaikkan stake dan urgensi dengan membuat sang ibu tahu-tahu ditemukan meninggal dunia. Beau jadi harus pulang mengurus pemakaman. Perjalanan Beau pulang nanti akan jadi tontonan yang benar-benar aneh untuk kita saksikan. Terlebih ketika nanti dia akhirnya sampai di rumah. Film benar-benar meleburkan batas mana yang nyata dan yang tidak. Kejadian yang membingungkan, ditambah karakter yang psikologisnya enggak benar-benar jelas, membuat Beau is Afraid jadi disturbing dan hard to watch.
Tapi di situlah tantangannya, kan? Di situlah letak menariknya film ini. Karena ada begitu banyak lapisan dan tragedi yang bisa kita ungkap. Ya, aku menyebut tragedi karena hubungan antara ibu dan anak memang dapat menjadi sebuah paradoks yang tragis, Seorang ibu harus mencintai dan menyayangi anaknya dengan begitu intens dan tanpa sarat, supaya si anak bisa tumbuh dewasa sebagai anak yang mandiri. Tragis, karena gak semua ibu menyadari itu. Beberapa dari mereka jadi seperti ibu Beau. Anaknya sudah segede itu tapi gak pernah benar-benar menjalani kehidupannya sendiri.
Efek dari pola pengajaran ibu yang salah dan terlalu over-lah yang menyebabkan Beau melewati ‘petualangan’ absurd mengerikan. Orang-orang aneh yang ada di sekitar apartemen Beau – si bertato yang mengejarnya, pria flamboyan yang menari-menari di jalan, kakek tak berbusana yang menusuki orang dengan pisau – menurutku orang-orang itu tidak nyata. Atau setidaknya tidak benar-benar bertindak seperti itu. Mereka seperti itu di mata Beau karena begitulah Beau memandang dunia tanpa ibunya. Dunia yang aku percaya digebah ibu kepada Beau saat dia bilang mau tinggal sendirian. Tempat yang berbahaya. Kita waktu kecil mungkin ada yang sering ditakuti-takuti oleh ibu supaya gak main keluar sendiri, kayak, dibilangin bahwa ada orang gila di ujung jalan, atau ada penculik anak di mobil jeep (most of my classmates dulu percaya mobil gede seperti itu adalah mobil penculik, karena ibu mereka yang terpengaruh acara tv bilang demikian). Begitulah menurutku yang terjadi pada Beau di awal film. Meski memang gak ada adegan atau dialog yang menyebut ibunya menakuti Beau dengan cerita seperti itu, tapi toh ada bukti bahwa ibu memang melakukan trik semacam itu kepada Beau. Ada sekuen yang menggambarkan Beau merasa takut berhubungan badan karena dari flashback, ada momen ketika ibunya menceritakan kepada Beau bahwa ayah meninggal saat proses ‘membuat’ dirinya. Bahwa kematian seperti itu sudah turun temurun di keluarga Beau yang laki-laki.
Momen-momen yang sepertinya real (setidaknya berakar dari kejadian real) film ini datang sekelebat dari flashback-flashback setiap kali Beau pingsan, entah itu karena kepentok dahan saat berlari atau saat gelang di kakinya meledak. Adegan film ini memang seabsurd itu. Petunjuk-petunjuk kecil dari kilasan adegan itulah yang jadi puzzle untuk kita susun demi mengetahui gimana hubungan Beau dengan ibu yang sepertinya seorang wanita karir mendiri dan punya isu tersendiri dengan pria. Beberapa adegan menunjukkan Beau dianggap melawan tatkala pria itu menunjukkan otonomi atau kehendaknya sendiri. Ada adegan membingungkan saat Beau masih kecil, yang direkam dengan seolah Beau ada dua orang. Beau yang berani, dan Beau yang penurut. Beau yang pemberani – ngotot menanyakan perihal ayah – disuruh ibu ke loteng dan dikurung di atas sana untuk selamanya. Adegan ini menyimbolkan kerasnya ibu terhadap sikap kritis Beau. Atap jadi tempat pengasingan – karena di atas sana jugalah Beau nanti akan bertemu dengan sosok yang ibu bilang adalah ayahnya. Dan sosok tersebut akan benar-benar sinting, sehingga terkesan konyol. Mengerikan, tapi konyol.
Efek visual dan artistik yang dilakukan oleh film ini memang punya range yang cukup luas. Kadang sekilas terasa kurang konsisten, tapi itu hanya karena efek tersebut menghasilkan tone yang membuat kita lupa sama feeling yang berusaha disampaikan. It’s bound to happen pada film yang memang punya banyak kejadian absurd seperti film ini. Setelah pengalaman mengerikan semacam home invasion, Beau juga ngalamin sensasi diculik, lalu dia menonton teater yang dia rasa mirip sama hidupnya sendiri (yang tergambar kepada kita lewat visual dengan animasi), dikejar-kejar oleh maniak medan perang (yang bikin film kayak survival thriller), dan tentu saja momen ketemu makhluk di atap tadi, yang udah kayak horor creature.
Sesungguhnya semua kejadian outer tersebut punya maksud sebagai simbol tersendiri. Ari Aster menegaskan pengaruh pengasuhan seperti yang dilakukan oleh ibu kepada Beau ini bukan hanya dari gimana Beau memandang peristiwa, tapi juga dari gimana kejadian-kejadian itu membentuk pengalaman yang mencerminkan tahap pertumbuhan yang mestinya dilalui Beau sedari kecil. Tapi mungkin tidak pernah kejadian, karena Beau waktu kecil sangat penurut sehingga jadi lemah. Dan sekarang, Beau harus mengalami semua urutan pertumbuhan tersebut. Bagian di apartemen tadi, misalnya. Ini state seperti anak kecil yang gak berani keluar sendirian. Setelah akhirnya (terpaksa) berani ninggalin rumahnya, Beau, tinggal di rumah pasangan yang menyelamatkannya, tapi pasangan itu mulai mencurigakan, melarang Beau pergi, dan mereka punya anak remaja yang gave them hard times. Ini basically menggambarkan state saat remaja, Beau harus berani memberontak dari aturan-aturan. Ketika kemudian Beau sampai di perkumpulan teater hutan, ini adalah bagian dia di tahap pertumbuhan dewasa. Beau menonton show yang membuat dia membayangkan punya keluarga. Punya anak-anak yang mirip dengannya. Dan ini jadi plot poin berikutnya bagi Beau, karena di balik dia sadar desirenya sebagai manusia untuk punya pasangan dan settled, dia juga tersadar dia mungkin mirip ayah – or worse, ibunya. Ketakutan Beau telah banyak terhimpun, dan siap meledak saat dia sampai di rumah. Ini fase tua yang harus dialami Beau. Film menggambarkan ini dengan paranoia, karena diungkap ternyata ibu mengendalikan semua hidup Beau. Bahwa semua produk-produk yang dipakai Beau selama ini adalah produk dari bisnis ibunya. Konfrontasi terakhir Beau dengan ibu di pengadilan tengah laut itu jadi puncak pembelajaran Beau, yang merasa dirinya telah berani stand up for himself. But the mental damage has been done, kita pun melihat ending yang circled back ke kejadian yang dilihat Beau di jalanan pada awal cerita. Kapal terbalik milik anak yang berani gak nurut kepada ibunya.
Masih banyak lagi sebenarnya momen-momen ganjil yang ditampilkan oleh film ini, yang pastinya menarik untuk kita tonton dan kaji ulang. Meskipun memang aku sendiri ragu, aku bakal berani untuk mengulangi lagi perjalanan Beau dalam waktu dekat. Mungkin harus nunggu beberapa minggu dulu hahaha… Karena memang film ini seaneh dan se’hard to watch’ itu. Penampilan aktingnya sih sangat oke, Joaquin Phoenix sebagai Beau tampak paham betul apa yang dilalui karakternya. Aktingnya gak sebatas ekspresi, tapi juga fisik, karena di sini Beau bakal luka-luka yang cukup parah, dan Joaquin komit, dia tahu persis cidera karakternya itu bermakna sesuatu terhadap perjalanan dan state sang karakter itu sendiri. Film ini menargetkan kita untuk merasakan yang dialami oleh karakternya yang bisa dibilang loser dan penakut dan lemah, dan dengan jadi seperti begini, film ini sukses mengenai target itu. Petualangan Beau bukan pengalaman yang menyenangkan untuk ditonton. Sepertinya tidak ada yang nyata, melainkan gambaran gimana si karakter mencerna dan menyadari momok personalnya. Ini adalah perjalanan konyol tapi mengerikan yang seharusnya tidak pernah dialami oleh orang-orang nyata. Karena kita mestinya berani.
The Palace of Wisdom gives 7.5 out of 10 gold stars for BEAU IS AFRAID.
That’s all we have for now.
Apakah menurut kalian anak seperti Beau memang pantas untuk mengantagoniskan ibu mereka? Apakah kalian punya teori atau penjelasan lain tentang film ini?
Share pendapat kalian di comments yaa
Remember, in life there are winners.
And there are losers.
We?
We are the longest reigning BLOG KRITIK FILM TERPILIH PIALA MAYA